Tim Pencari Fakta Independen (TPFI) Ny. Eni Tan menyerahkan hasil investigasi misteri 17 orang hilang dalam perjalanan ke Mamberamo Raya kepada Staf Komnas HAM RI Natalis Pigai di Swiss-bel Hotel, Jayapura, Kamis (20/11). JAYAPURA — Keluarga korban dan Tim Pencari Fakta Independen (TPFI) ‘menantang’ pihak Polda Papua melakukan bedah perkara, terkait misteri 17 orang hilang dalam perjalanan menggunakan Speedboat Saweri Sinuai Nehupa dari Serui tujuan Kasonaweja, Mamberamo Raya, pada tanggal 3 Maret 2009 silam.
Demikian diutarakan TPFI Ny. Eni Tan di Abepura, Sabtu (22/11), setelah pertemuan antara Koordinator Sub Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM RI Natalius Pigai, keluarga korban masing-masing Regina Muabuai dan Henri Muabuai dan TPFI Ny. Eni Tan pada Kamis (20/11) di Swiss-bel Hotel, Jayapura, sebagaimana disampaikan kembali Ny. Eni Tan kepada Bintang Papua di Abepura, Sabtu (22/11).
Ny. Eni Tan mengutarakan, Komnas HAM menyampaikan misteri 17 orang hilang merupakan tragedi kemanusiaan sepanjang sejarah, karenanya perlu dibuka ulang.
Ditanya kenapa sampai keluarga korban dan TPFI menantang pihak Polda Papua melakukan beda perkara misteri 17 orang hilang, dikatakan Ny. Eni Tan, pihaknya diundang Komnas HAM pada 4 Mei 2014 di Jakarta kemudian Natalius Pigai memberikan surat pada 2 Mei 2014 kepada Tim advokasi TPFI No. 936/K/PMT/5/2014 perihal permintaan laporan tindak lanjut pengaduan, bahwa Komnas HAM RI telah menerima dan menindaklanjuti pengaduan keluarga korban dan TPFI perihal hilangnya 17 orang dalam perjalanan menggunakan Speedboat Saweri Sinuai Nehupa dari Serui tujuan Kasanoweja, Mamberamo Raya pada 3 Maret 2009 silam, maka pada 1 April 2014 Komnas HAM telah melakukan gelar perkara bersama Polda Papua yang dihadiri Kapolda Papua, Wakapolda Papua dan para pejabat utama Polda Papua yang dilakukan di Polda Papua.
Saat ini pihak Polda Papua sudah melakukan penyelidikan secara intensif terhadap kasus tersebut dengan menurunkan Tim Satuan Khusus dengan melibatkan personil dari Mabes Polri. Bahwa tim penyelidik telah menemukan adanya petunjuk terkait pelaku dan tempat kejadian, tapi masih diperlukan penyelidikan lanjutan untuk membuat terang peristiwa tersebut. Karenanya, cetus Ny. Eni Tan, berdasarkan surat dari Komnas HAM RI yang menyatakan secara tertulis dan sah bahwa telah ada gelar perkara secara tertutup tanpa melibatkan keluarga korban dan TPFI, maka keluarga korban dan TPFI sekaligus menantang untuk gelar perkara bersama.
“Mereka diam-diam melakukan gelar perkara, padahal harus melibatkan keluarga korban dan TPFI sesuai KUHP,” terang Ny. Eni Tan. Dikatakan Ny. Eni tan, pihaknya merasa kecewa, karena hasil investigasi misteri 17 orang hilang dalam perjalanan ke Mamberamo Raya, sebenarnya sangat membantu dan bisa menjadi motivasi bagi aparat keamanan dan penegak hukum untuk menindaklanjuti hal tersebut.
“Kita tak perlu menunggu data primer berupa orang mati atau korban sandera yang ditemukan. Kita tak perlu menunggu ada foto terbaru. Kita tak perlu ada seorang yang keluar dulu dari sandera, karena ini merupakan konspirasi tingkat tinggi dan bukan ulah OPM murni. Tapi ulah OPM bisnis, OPM berdasi dan OPM bayangan,” tegas Ny. Eni Tan.
Menurut Ny. Eni Tan, pihaknya sudah mengatakan bersama keluarga korban pada saat bedah perkara pada tanggal 15 November 2014, bahwa pihaknya telah bertemu langsung dan berdialog dengan keluarga korban bahwa OPM murni menolak tebusan Rp9 Miliar yang diantaranya oleh salah-satu utusan berinisial IA dengan pesan agar OPM mengaku menyandera 17 orang. Tapi ditolak mentah-mentah.
Ny. Eni Tan berpendapat, pihak Polda Papua perlu mempertimbangkan permintaan keluarga korban dan TPFI, yakni mari duduk bersama untuk bedah perkara berdasarkan hasil investigasi TPFI. Masing-masing Aparat keamanan, Tim Satuan Khusus, Densus 88, Tim 15, Tim 5, Komnas HAM dengan menghadirkan keluarga korban, Para Pimpinan Eselon II, Pimpinan Daerah, Pangdam XXVII/Cenderawasih, Kapolda Papua dan Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK), yang terlibat dalam Rakersus Mamberamo Raya di Kemenpolhukam. Hasil dari pembahasan tersebut, ujar Ny. Eni Tan, barulah dibuat perencanaan untuk upaya pembebasaan para sandera dengan 2 cara, yakni negosiasi persuasif (pendekatan melalui tokoh masyarakat, tokoh adat dan melibatkan OPM murni.
“Jika negosiasi persuasif tidak bisa, maka tindakan kedua sesuai wewenang hukum negara,” tandas Ny. Eni Tan.(Mdc/don/lo1)
Senin, 24 November 2014 03:49, Bintangpapua.com