Category: Focus Post

You can add some category description here.

  • Dewan Gereja Dunia sebut Indonesia gagal menangani situasi kemanusiaan di Tanah Papua

    Jubi TV – Peter Prove, Direktur Urusan Internasional Dewan Gereja Dunia, berbicara tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dan situasi kemanusiaan di Tanah Papua. Dalam video wawancara baru-baru ini yang disiarkan Dewan Gereja Dunia (WCC), Peter Prove, mengatakan pemerintah Indonesia gagal menangani dan pemperbaiki situasi kemanusiaan dan HAM di Tanah Papua.

    Tanah Papua – dua provinsi Indonesia yang terdiri berada di bagian barat pulau New Guinea – telah menjadi fokus perhatian WCC sejak lama. Dalam wawancara baru-baru ini, Prove menunjukkan bahwa kepedulian terhadap penduduk asli Papua meningkat sebagai akibat dari situasi hak asasi manusia dan kemanusiaan yang terus-menerus dan cukup serius di wilayah tersebut, yang terus terang gagal ditangani dan diperbaiki oleh pemerintah Indonesia.

    Mengingat sejarah yang disebut – dan masih diperdebatkan – “Act of Free Choice” dimana West Papua diintegrasikan ke Indonesia pada tahun 1969, Prove mencatat bahwa kegagalan Jakarta untuk memenuhi janjinya kepada rakyat Papua telah mengakibatkan peningkatan oposisi lokal terhadap Indonesia.

    “Apa yang telah kita lihat selama beberapa dekade adalah tingkat pelanggaran hak asasi manusia yang sangat tinggi. Termasuk pembunuhan di luar proses hukum, penolakan kebebasan berekspresi dan berkumpul dan banyak pelanggaran lainnya,” kata Prove.

    Prove juga menegaskan bahwa selama pandemi COVID-19, insiden pelanggaran hak asasi manusia yang serius justru meningkat.

    Dewan gereja dunia dan mitranya bekerja sama untuk memantau hak-hak sipil dan politik serta hak-hak ekonomi, sosial dan budaya di wilayah tersebut.

    Meningkatnya militerisasi respon pemerintah Indonesia telah memperburuk situasi, meskipun ada janji-janji dialog dengan masyarakat asli Papua. Menurut Prove, ini adalah janji yang telah dibuat di tingkat politik tetapi tidak dipenuhi.

    Prove mengamati dan menggambarkan tindakan militer dan polisi di Tanah Papua. Ia menyimpulkan, kekerasan terhadap pengunjuk rasa damai telah meningkat. Banyak pembunuhan, banyak pemukulan, banyak penghilangan paksa terjadi sebagai bentuk respons terhadap aksi protes damai yang dilakukan orang Papua.

    Selain itu, orang-orang yang mengungsi dari daerah yang terkena dampak konflik tidak menerima bantuan yang mereka butuhkan dari otoritas nasional, dan badan-badan kemanusiaan internasional hanya diberi sedikit akses atau bahkan tidak diberi akses ke wilayah tersebut.

    “Pihak berwenang Indonesia tentu saja perlu mengatasi krisis hak asasi manusia yang sudah berlangsung lama, berkelanjutan, dan meningkat di kawasan ini,” kata Prove. (*)

    News Desk

  • PT. Freeport di West Papua

    [1] Pada 1623, Kapten Johan Carstensz, seorang pelaut Eropa pernah berlayar ke Papua dan ‘menemukan salju untuk pertama kalinya’ di daerah pegunungan, tepatnya di tengah daratan Papua. Hasil temuan itu kemudian diberi nama Puncak Carstensz Pyramide. Ratusan tahun setelah itu tepatnya pada Tahun 1936, dalam rangka pembuktian atas temuan Carstensz tersebut, Antonie Hendrikus Colijn, Jean Jacques Dozy dan Frits Julius Wissel melakukan ekspedisi ke Puncak Carstensz Pyramid.

    Dalam eskpedisi tersebut, mereka juga menemukan gunung tembaga lalu menulisnya ke dalam sebuah laporan yang pada akhirnya menarik minat banyak pihak. Worbes Wilson, seorang geolog dari perusahaan tambang Amerika yang bernama Freeport menanggapi laporan Dozy tersebut. Wilson melakukan ekspedisi ke Papua pada 1959-1960 (setelah perang dunia kedua berakhir). Setibanya di sana, ia terpukau melihat tumpukan ‘harta karun’ bijih besi, tembaga, perak serta emas di atas puncak dengan ketinggian 2000 meter di atas permukaan laut itu.

    Dari hasil analisis atas sejumlah batu dari Ertsberg yang dibawa Wilson ke Amerika setelah ekspedisi tersebut, para analis Freeport menyatakan bahwa penambangan gunung tersebut bakal membawa keuntungan yang besar dan modal awal akan kembali dalam tiga tahun setelah proses tambang dilakukan.

    Silahkan baca Selanjutnya di blog: TRANSISI.ORG

  • Sederet Kematian: Pemimpin Papua Era pemerintah Republik Indonesia: 2016-2021

    Sederet Kematian: Pemimpin Papua Era pemerintah Republik Indonesia: 2016-2021

    Semua manusia di dunia ini tidak luput dari kematian. Semua orang yang mengalami kelahiran pasti mengalami kematian.

    Menyusul kematian oleh kejatuhan manusia pertama ke dalam dosa. Semua orang mengalami kematian. Kematian datang menjemput dengan berbagai cara: sakit penyakit, musibah, kecelakaan, bencana alam. Penyebabnyapun berbagai-macam. Ada penyebab alamiah, ada juga disebabkan oleh perbuatan manusia dengan sengaja. Walaupun akhirnya semua orang harus mati. Walaupun akhirnya Tuhan yang menentukan waktu lahir dan waktu mati. Cara dan pola kematian telah menimbulkan banyak terjemahan. Cara dan pola penanganan orang yang telah meninggal-pun menimbulakn banyak terjemahan.

    Hari ini dunia di perhadapkan dengan penyakit global yaitu virus yang namanya korona (Covid-19). Tidak ada negara yang mampu mengatasi virus tersebut namun Tuhan masih memberikan anugrah untuk hidup di dunia. Di semua kawasan Melanesia dan Afrika, pengaruh Covid-19 tidak begitu banyak. Ada banyak orang berpendapat bahwa hutan yang masih utuh dan matahari yang bersinar baik di tempat kita ialah dua faktor penentu kita tidak mudah terserang Covid-19.

    Dengan demikian setiap manusia perlu hidup dan melayani sesuai karunia yang di berikan oleh Tuhan.

    Belakangan ini di wilayah Papua banyak Pemimpin Orang Asli Papua (POAP)yang mati akibat perbuatan manusia, baik itu segaja maupun tidak sengaja, semua kematian itu seakan-akan diiklaskan saja tanpa diselidiki penyebab kematian mereka. Artinya kematian yang di alami POAP menjadi kematian biasa saja.

    Berikut ini daftar kematian misterius, beberapa Pemimpin Papua dalam Pemerintahan Republik Indonesia. Kematian mereka selama ini penuh kecurigaan terhadap berbagai kepentingan politik lokal maupun Nasional. Biarlah pembaca sendiri yang menilai dari sudut pandang masing-masing.

    1. Bupati Yalimo Er Dabi meninggal dunia saat menjalankan tugas, 7 Desember 2016 di Timika, akibat kematian tidak jelas
    2. Bupati Mamberamo Raya Periode 2011-2016, Demianus Kyeuw-Kyeuw SH, MH meninggal dunia pada hari Selasa (12/maret/2019), di Jayapura akibat “serangan jantung”
    3. Mantan Gubernur Provinsi Papua Barat, Brigadir Jenderal Marinir Abraham Octavianus Atururi meninggal di Papua Barat, Jumat, 20 September 2019. Akibat meninggal sakit, tapi keterangan kematian tidak jelas.
    4. Mantan Bupati Sorong selama dua periode (1997-2007), Dr. Jhon Piet meninggal hari Senin 18 Maret 2019, di sorong, akibat kematian tidak di ketahui
    5. Bupati Keerom Celsius Watae dikabarkan tutup usia pada pukul 14.20 Rabu (10/januari 2018) di Rumah Sakit Polri Bhayangkara, Kotaraja, Kota Jayapura. Akibat serangan Jantung
    6. Wakil Bupati maybrat Paskalis Kocu meninggal dunia pukul 08.00 WIT di kediamannya di sorong, Selasa (25/8/2020). Akibat kematian terjatu tiba-tiba dan tidak sadarkan diri.
    7. Bupati kabupaten Boven Digoel, BenediktusTambonop, ditemukan meninggal dunia, Senin (13/01/2020 di salah satu hotel bintang lima kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat, akibat kematian tidak diketahui dengan jelas.
    8. Bupati Nduga, Yairus Gwijangge meninggal pada Minggu (15/11/2020) di jakarta. Akibat kematian karena sakit tapi tidak di jelaskan secara terperinci alias tidak jelas.
    9. Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad) Letjen TNI Herman Asaribab meninggal dunia pada hari Senin (14/12/2020) di Jakarta Pusat, akibat kematian Tidak Jelas
    10. Mantan Bupati jayapura Habel Melkias Suwai meninggal dunia kamis 3 september 2020 di Jakarta, akibat “Serangan jantung”
    11. Wakil Gubernur Klemen Tinal meninggal dunia di RS Abdi Waluyo Menteng, Jumat (21/5/2021) di Jakarta, akibat meninggal tidak jelas alias di duga dibunuh.
    12. Mantan Bupati Biak Numfor Yusuf Melianus Maryen,S.Sos. MM meninggal dunia, Jumat (23/7/2021) di Biak, akibat kematian Sakit tapi tidak di jelaskan secara terperinci.
    13. Alex Hesegem, mantan Wakil Gubernur Papua periode 2006-2011, meninggal di RSUD Jayapura, Minggu (20/Juni/2021). akibat sakit penyakit, seperti pneumonia dan diabetes melitus.
    14. Mantan Bupati Yahukimo, Abock Busup, karena sakit,” kata Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan kepada wartawan, Minggu (3/10/2021), di Jakarta. Akibat kematian tidak jelas.

    Kematian seluruh pemimpin Papua bagaikan gugur dalam musiman.

    Yang menjjadi pertanyaan: Mengapa mereka dibunuh seperti ini?

    Mengapa cara kematian mereka hampir sama modus operandinya, yaitu penyakit serangan jatung?

    Mengapa tempat kematian mereka selalu di Jakarta?

    Holandia 04 oktober 2021 by, JW, dimofikasi PMNews

  • NIPORLOME: Ingat Kolam Merpati ingat Niporlome, Duka Dari Ilaga

    NIPORLOME: Ingat Kolam Merpati ingat Niporlome.

    Niporlome dilupakan sejak adanya jalan baru Kago 1- Eromaga (1991).

    Jadinya Lupa Niporlome-Ingat Kolam Merpati.

    Setelah Pemekaran Kabupaten Puncak, Niporlome disebut karena Darah & Air Mata mengalir bagaikan buangan air kolam Merpati.


    Early morning, three West Papuan civilians were shot dead by Indonesian military during a raid in Nipulame Village:

    Petianus Kogoya (head of village)

    Patena Murib

    Melius Kogoya

    Four other civilians including children were injured.- Veronica Koman on Twitter

    Murder of Melanesians in West Papua continues….What are Melanesian leaders doing today?
  • Komnas HAM sampaikan temuannya di Kabupaten Puncak ke Pemprov Papua

    Kepala Kantor Komnas HAM perwakilan Papua, Frits Ramandey (tengah) bersama pengungsi di Puncak – Dok Komnas HAM perwakilan Papua

    Jayapura, Jubi – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM perwakilan Papua telah menyampaikan temuannya mengenai kondisi pengungsi di Kabupaten Puncak, kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua.

    Kepala Kantor Komnas HAM perwakilan Papua, Frits Ramandey mengatakan pihaknya melihat langsung kondisi pengungsi dari sejumlah kampung di Puncak pada awal pekan ini.

    Sebanyak 3.019 pengungsi dari 23 kampung, kini berada di Ilaga, ibu kota Kabupaten Puncak dan ibu kota Distrik Gome. Pengungsi ini berasal dari sembilan kampung di Ilaga Utara, empat kampung di pinggiran Ilaga, lima kampung di Distrik Gome, dan lima kampung dari Gome Utara.

    Ribuan warga kampung itu mengungsi lantaran memanasnya konflik antara aparat keamanan dan kelompok bersenjata di sejumlah wilayah Puncak, beberapa waktu lalu.

    “Saya sudah bertemu Pemprov Papua dan Kapolda, menyampaikan gagasan ini dan direspons baik oleh Kapolda dan Pak Sekda, untuk mengambil langkah langkah. Terutama terhadap para pengungsi,” kata Frits Ramandey kepada Jubi, Kamis (3/6/2021).

    Ramandey mengatakan, kondisi keamanan di Puncak sudah berangsur pulih. Aktivitas ekonomi sudah berlajan baik.

    Akan tetapi, Komnas HAM perwakilan Papua menemukan dua masalah utama pengungsi, yakni kebutuhan air bersih dan terbatasnya tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan.

    “Mesti ada tambahan tenaga medis, sehingga bisa melayani pengungsi di dua titik pengungsian besar, yakni di Distrik Ilaga dan Gome,” ucapnya.

    Ia berharap Pemprov Papua membantu Pemkab Puncak menyelesaikan masalah pengungsi. Memulangkan warga ke kampung asalnya. Sebab kondisi keamanan di sana sudah mulai pulih.

    “Ketika mereka tingga di pengungsian, itu menimbulkan masalah kemanusiaan. Baik dari aspek kesehatan, beraktivitas, makan dan lain sebagainya. Sekarang yang mesti dilakukan adalah memulangkan pengungsi ke kampung mereka, agar mereka bisa kembali beraktivitas,” ujarnya.

    Ramandey mengatakan, Pemprov Papua mesti membantu Pemkab Puncak menangani pengungsi, sebab di wilayah itu sedang ada konflik. Selain itu, pemkab memiliki keterbatasan fasilitas dan anggaran.

    “Terpenting, pemkab dan pemprov berkolaborasi. Konfliknya sudah mereda, apalagi ada jaminan dari TPN-OPM. Mereka juga tidak ingin melanjutkan kekerasan yang terjadi selama ini di Puncak,” kata Ramandey.

    Sementara itu, satu di antara advokat Papua, Oktavianus Tabuni berharap pemerintah memberikan perhatian khusus bagi para warga sipil yang mengungsi karena konflik bersenjata di Puncak.

    “Karena pengungsi semakin bertambah, dan mereka tidak mendapatkan perhatian khusus,” kata Tabuni.

    Ia menegaskan negara memiliki kewajiban untuk mengurus para pengungsi di Kabupaten Puncak, termasuk dalam memenuhi hak konstitusional mereka sebagai warga negara.

    “Banyak anak-anak kecil yang tidak mendapatkan haknya, termasuk hak hidup dan hak atas kesehatan,” kata Tabuni. (*)

    Editor: Edho Sinaga

  • Papua: arrests over alleged plot to attack archbishop and police

    Twelve people have been arrested over an alleged terrorist plot to attack an archbishop and police stations in the Indonesian province of Papua, local police officials said.

    Indonesia’s Detachment 88 counter-terrorism unit carrying out a raid in Banten province, in 2018. Photo: AFP

    The suspected terrorists were believed to be Muslim extremists and were arrested in the largely Christian Merauke Regency of Papua, for planning an attack on police stations and Petrus Canisius Mandagi, the Archbishop of Merauke.

    Merauke police chief Untung Sangaji said a series of arrests were made, starting from Friday 28 May, by the Indonesian Detachment 88 (or Densus 88) counter-terrorism team of the police.

    “Yes, bishops have been targeted, including the Resort Police and … Merauke Police,” Untung told Benar News.

    “It is true that they had entered the church carrying backpacks to target the Archbishop of Merauke. Since no one was targeted, they left.”

    Untung said police learned about the attempt from a priest and a nun.

    The 12 people involved in the plot were affiliated with the Islamic State-inspired Jamaah Ansharut Daulah (JAD) group, which carried out a suicide bombing at a Catholic Church in the Indonesian city of Makassar at the end of March, said Detachment 88 head of operations Aswin Azhar Siregar.

    At least 20 worshippers were injured in the Makassar church attack, and two suspected suicide bombers were killed.

    However, Aswin said the Merauke plot appeared to be more focused on attacking security forces.

    “The attack plan that stands out is not the church, but the police stations,” he said, adding that Detachment 88 was still tracing JAD networks in Papua.

    The first 10 suspects were arrested on Friday 28 May, and were listed by police using their initials: AK, SB, ZR, UAT, DS, SD, WS, YK, and husband and wife AP and IK. An eleventh person was arrested on Sunday, said police inspector Argo Yuwono.

    Those eleven were migrants from Java and Sulawesi who had lived in Papua for a long time, and had sworn allegiance to the Islamic State group in Merauke, Argo said. A twelfth person was arrested later.

    “Air rifles, sharp weapons and arrows” had been found during the arrests, as well as chemicals that were confiscated, but were still being investigated to find out what was in them, Argo said.

    At least 83 terrorist suspects connected with the Makassar JAD network had been arrested by Detachment 88 earlier this year, in at least six cities, the minister for security affairs Mohammad Mahfud said in April.

    Potential new conflicts as extremists seek hiding places

    The establishment of Islamic militant networks in Papua began in 2018, when the pro-ISIS group was looking for an alternative training location it felt was safe from the reach of security forces, said Muh Taufiqurrohman, a senior researcher at the Center for the Study of Radicalism and Deradicalization, King’s College, London.

    “It’s not a native tribe. Even if there are genuine Muslims who are radical, they usually lean more towards movements such as Hizbut Tahrir Indonesia, not JAD… [they are] ideologically different and less supportive of JAD’s actions,” he said.

    “They have been active in Papua, in Timika [city], since March 2018… At that time there were 14 people who moved to Papua,” he said. “Their affiliation is with JAD in Bekasi, led by Koswara – and JAD in Lampung, led by Rudi (alias Abu Azzam).”

    Koswara (alias Abu Ahmad) was sentenced to four years in prison in 2016, for helping militants travelling to join ISIS in Syria.

    The shift of the Papua JAD group from Timika to the Merauke area was caused by security forces pursuing separatist groups, Taufiqurrohman said.

    He believed security forces should respond quickly to the latest discovery of the Merauke plans to attack police targets and the archbishop, in order to avoid potential inflammatory incidents and conflict designed to fan wider social divisions.

    “If this bombing is successful, there is a possibility of provoking the anger of the Catholic-Christian people.”

    Benar News

  • Daftar Tokoh Orang Asli Papua yang neninggal dalam 4 tahun terakhir 2018-2021

    Daftar Tokoh Orang Asli Papua yang neninggal dalam 4 tahun terakhir 2018-2021

    Dari Tahun Ke Tahun Orang Asli Papua (OAP) Meninggal Dunia Tanpa Gejala Bahkan Meninggal Di Hotel Jakarta. Pemerintah Provinsi Papua Dan Tokoh-Tokoh Gereja Serta Tokoh Masyarakat Di 7 (Tujuh Wilayah Adat) Perlu Evaluasi Bersama Dalam Rangka Keselamatan Orang Asli Papua Di Masa Mendatang. Penelitian Ini Dibuktikan Dengan Beberapa Peristiwa Kematian Para Pemimpin Papua Di Tahun 2018 antara Tahun 2021. Kematian Semakin meningkat, Nama-Nama Para Pemimpin Tersebut Sebagai Berikut;

    1. Benediktus Tombonop Bupati Boven Digul (3/1/2020), Meninggal Di Hotel Jakarta Secara Tiba-tiba.
    2. Paulus Demas Mandacan Bupati Manokwari (20/4/2020).
    3. Paskalis Kocu Wakil Bupati Maybrat (25/8/2020).
    4. Habel Melkias Suwae Mantan Bupati Jayapura (03/9/2020).
    5. Bertus Kogoya Mantan Wakil Bupati Lani Jaya (11/9/2020).
    6. Demas Tokoro Ketua Pokja Adat MRP (19/9/2020).
    7. Arkelaus Asso Mantan Wakil Bupati Yalimo (15/10/2020).
    8. Yairus Gwijangge Bupati Ndugama (14/11/2020).
    9. Wakasad LetJend TNI Herman Asaribab 14/12/2020
    10. Dr. Hengki Kayame, Mantan Bupati Kabupaten Paniai, Meninggal Bulan Maret 2021.
    11. Robby Omaleng, Ketua DPRD Kabupaten Mimika Meninggal Setelah Divaksinasi Pada Bulan April 2021.
    12. Repinus Telenggen, Mantan Bupati Kabupaten Puncak Meninggal Secara Tiba-tiba Pada Awal Bulan Mei 2021.
    13. Klemen Tinal, Wakil Gubernur Provinsi Papua Meninggal 21 Mei 2021 Meninggal Serangan Jantung…
    14. Drs. Alimuddin Sabe, Mantan Wakil Bupati Sarmi (meninggal dgn serangan jantung).
    15. Sendius Wonda, SH, M.Si. Kepala Biro Pemerintahan Setda Provinsi Papua.
    16. Obaja Waker, Asisten I Kabupaten Puncak Papua.
    17. Celsius Watae, Bupati Keerom Meninggal di Hotel Secara Tiba-tiba.
    18. Wemban Kogoya, Kepala Dinas Kesehatan Kabipaten Tolikara.
    19. Abraham Oktavianus Aturure, Mantan Gubernur Provinsi Papua Barat.
    20. Rowani Wanimbo, Mantan Ketua DPRD Kabupaten Tolikara.
    21. Thomas Tigi, Bupati Dogiyai Meninggal Dalam Tahanan di Jayapura Secara Tiba-tiba.
    22. Herman Auwe Mantan Wakil Bupati Kabupaten Dogiyai.

    Dalam Tiga Tahun Terakhir Ini, Hitung-hitung Puluhan Pemimpin Papua Telah Meninggal Dunia. Tidak Terhitung Kematian Bangsa Papua Yang Meninggal Karena Ditembak Oleh TNI/POLRI Diseluruh Pelosok Papua. Sampai Kapan Air Mata Akan Berakhir❓

    Maka Satu Hal Yang Kami Sarankan Kepada Para Pemimpin Papua Yang Ada di 44 Kabupaten Kota Yang Berasal Dari Kedua Provinsi “Perlu Evaluasi” Bersama MRP, DPRP Serta Libatkan Pihak Gereja Dari Berbagai Denominasi Yang Ada Di Tanah Papua. Demi Keselamatan Bangsa Papua Di Tahun Mendatang. Karena Peristiwa Kematian Ini Terjadi Dengan Cara Misterius.

    Selanjutnya, Kami Juga Sarankan Bahwa Para Pemimpin Atau “Orang Papua Yang Sakit” Janganlah Dibawah Ke Jakarta, Kalau Bisa Bawah saja Berobat Di Luar Negeri Seperti “Singapur atau di Negara Tetangga Lainnya” Karena Percuma Orang Papua Berobat Di Jakarta Malah Dibawah Jenazah Terus Pulangkan Di setiap Tahun. Merupakan Peristiwa Yang Sesungguhnya Terjadi Di Papua. Maka Sekali Lagi Kami Sampaikan Ini Sebagai Suatu Sarang Kami Bagi Para Pemimpin Papua Yang Kami Sayangi. Semoga Saran Dan Pesan Ini Bermanfaat Bagi Kita Semua.

    Kiranya TUHAN Yesus Memberkati Kita Sekalian..

    Sumber: WestPapuaNews

  • Pengamat Militer: Dialog Tak Akan Berhasil Tanpa Propaganda Kuat Dari Pemerintah

    Pasukan gabungan TNI dan Polri tiba di Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua, Sabtu pagi, 1 Mei 2021. (Foto: ANTARA/HO-Humas Satgas Nemangkawi)

    JurnalPatroliNews – Jakarta, Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi mengaku pesimistis bahwa pendekatan dialog dapat menyelesaikan masalah kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua.

    Apalagi, tidak ada tenggat waktu dalam penanganan gangguan keamanan tersebut. Sebab, pendekatan itu dinilai tidak akan berhasil tanpa ada propaganda yang kuat. Menurut Fahmi, perlu dipertanyakan pendekatan dialog seperti apa yang dilakukan pemerintah.

    Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan HAM (Menkopolhukam), Mahfud MD, mengatakan pendekatan dialog dilakukan untuk penanganan persoalan KKB di Papua sekaligus menawarkan pendekatan kesejahteraan.

    “Apakah pendekatan kesejahteran itu sudah dilakukan memang mengacu pada kepentingan masyarakat Papua itu sendiri? Atau lebih mengedepankan kepentingan Jakarta (Ibu kota)?” kata Khairul Fahmi kepada Beritasatu.com, Jumat (21/5/2021).

    Sudah sejak lama, lanjut Fahmi, pemerintah Indonesia berbicara soal pendekatan dialog dan kesejahteraan masyarakat untuk menyelesaikan persoalan di Papua. Namun di sisi lain, operasi keamanan dengan kekuatan bersenjata terus dilakukan TNI dan Polri.

    Seharusnya, dilakukan moratorium sementara terhadap operasi keamanan dengan kekuatan bersenjata TNI dan Polri selama dialog tersebut akan atau sedang dilaksanakan.
    “Kemarin statement Pak Mahfud menyampaikan TNI, Polri, pemerintah daerah dan pusat harus melakukan tindakan cepat. Artinya, penindakan yang dilakukan TNI-Polri ini menunjukkan ketidaksungguhan pemerintah dalam urusan dialog. Apalagi kita tidak tahu formula dialog itu seperti apa,” ujar Khairul Fahmi.

    Fahmi menerangkan, formula pendekatan dialog yang ditawarkan pemerintah belum jelas dan masyarakat belum mendapatkan gambarannya. Operasi keamanan yang melibatkan TNI-Polri, dinilainya dapat menggagalkan rencana pendekatan dialog tersebut.

    “Karena persoalan ini terjadi ada aksi dan reaksi. Kegiatan operasi TNI-Polri direspon dengan kekerasan ekstrem oleh KKB. Sementara dialog mau kapan dilakukan juga belum jelas. Diinisiasi kapan, juga tidak jelas,” terang Khairul Fahmi.

    Karena itu, Fahmi menegaskan pemerintah harus mempunyai target yang jelas dalam penyelesaian persoalan KKB di Papua. Target yang diberikan bukan asal target, karena selama ini masyarakat selalu diberikan janji atau harapan setiap pergantian pejabat militer atau kepolisian terkait penuntasan kasus kekerasan baik di Papua, maupun di Poso.

    “Namun berpuluh-puluh tahun, tidak selesai. Bahkan semakin berlarut-larut, dan uang negara banyak dihabiskan untuk urusan ini,” tutur Khairul Fahmi.

    Menurutnya, ada dua langkah yang bisa dilakukan pemerintah untuk menyelesaikan KKB di Papua.

    Pertama, kalau memang melakukan pendekatan dialog, maka TNI dan Polri harus bisa menahan diri. Dalam artian, jangan sampai terjadi praktik kekerasan yang tidak patut di Papua. Bila itu terjadi, maka akan menjadi propaganda yang buruk dan berpotensi menggagalkan upaya dialog yang akan dibangun.

    Kedua, Fahmi melihat selama ini propaganda pemerintah tidak cukup kuat untuk mengantisipasi propaganda yang dilakukan pihak KKB. Karena itu, pemerintah perlu punya kemampuan melakukan propaganda yang kuat dan efektif untuk meraih simpati dan dukungan masyarakat.

    Dengan begitu, akan lebih jelas mana warga termasuk KKB atau warga sipil.

    “Propaganda pemerintah harus kuat agar simpati dan dukungan masyarakat semakin besar. Propaganda yang didukung dengan fakta yang kuat, yang mampu menunjukkan harapan dan lebih dekat dengan realita. Nah ini tantangan buat TNI, Polri dan pemerintah. Saya kira ini prioritas yang harus dilakukan kalau pemerintah serius dengan rencana dialog untuk menyelesaikan KKB di Papua,” terang Khairul Fahmi.

    Lihat artikel asli

  • Questions raised over bodies found in West Papua

    Five bodies have been found in the highlands of Indonesia’s West Papua, with residents alleging them to be victims of a military attack.

    Five bodies have been found in the highlands of West Papua, with residents alleging them to be victims of a military attack. Photo: Supplied.

    Papuan news outlet Tabloid Jubi reports the bodies were found on Thursday in a village in Nduga regency, where violence has flared since last year.

    A youth leader from the regency, Samuel Tabuni, is quoted as saying the victims, two of whom were teenagers, were shot by Indonesia’s military.

    Military spokesperson, Eko Daryanto, told Tabloid Jubi he had not received a report of the shooting.

    Meanwhile, Indonesia’s President Joko Widodo said the government would review Papua’s special autonomy laws to improve conditions for Papuans, the state-news agency Antara reported.

    That comes after a request from Papuan leaders who met with the president in Jakarta last month.

    Source: RNZ

  • WPRA Express Deep Condolences for Families and Friends of Churches Bombings in Surabaya

    WPRA Express Deep Condolences for Families and Friends of Churches Bombings in Surabaya

    Pemerintah Perlu Jelaskan Definisi TerorismeFrom the Central Headquarters of the West Papua Revolutionary Army (WPRA), Lt Gen. WPRA Amunggut Tabi, on behalf of Gen. TRWP Mathias Wenda

    Expresses Deep Condolences to Families, Friends and Relatives Killed by Inhuman Bombers in colonial town of Surabaya, Indonesia.

    Strongly Condemns Indonesian Terrorists as Barbaric and non-human, as being nurtured and kept grow in Indonesia by various state-agencies and majority Moslem populations of Indonesia. Using the name of God for kiling other human created by God when they are worshiping God is barbaric uncivilised act.

    Every human beings today in the world that watch this barbaric, inhuman, uncivilised acts of terror in the name of religion and God should understand that Indonesia is keeping terrorists, Indonesia is nurturing terrorists, Indonesia is allowing terrorists grow well.

    Only when foreign funds and guns are supplied then they will act as if they are against terrorists, but on many occasions they have been spotted running training together with the Indonesian Special Armed Forces, polices forces as well as with other militia groups that operate in all political parties in Indonesia that generally labelled as “Satgas” (Task Force).

    When there is no mor funds and training from abroad, then they allow the terrorists to bomb. This kind of behaviour is also inhuman, uncivilized because it costs lives of innocent civilians, mothers and children.

    The West Papua Revolutionary Army (WPRA), even though fighting against the might of Indonesia State-Terrorism, never carry out suicide bombings, bombings in churches, mosques or other worshiping places, and always avoid casualties on children and women. Indonesian terrorists are just like their State-Terrorists, they kill priests and evangelists, Christians in West Papua, bomb villages and burn churches. The world never know these stories are real. We know it from our daily experiences. And this week, the world knows it because of the bombing in churches.

    The world should not allow Indonesia to become powerful in South East Asia and South Pacific Region, across small countries in Melanesia, Micronesia and Polynesia, as they will spread the spirit and energy of terror, murder, killing in barbaric and uncivilized way across our Melanesian, Polynesian and Micronesian brothers and sisters.

    All Pacific Island countries should not expect Indonesia to end its violations of human rights in West Papua. It should not think of bringing a peace settlement. Islamic Jihadists, Islam Terrorists are strongly involved in fighting against Free West Papua Campaigns.

    ISIS training camps are situated in some areas across the border between West Papua and Papua New Guinea. Only blind people will not notice this.

    Issued in : WPRA Central HW

    On date: 14 May 2018

     

    signed

     

    Amunggut Tabi, Lt.Gen.WPRA
    BRN: A.DF 018676

     

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?