Tag: West Papua

Berbagai peristiwa yang terjadi di Tanah Papua, khususnya perlakuan neokolonial Indonsia terkait dengan Perjuangan Papua Merdeka.

  • VISI WEST PAPUA HIJAU (GREEN STATE VISION)

    Oleh Ibrahim Peyon, Ph. D

    Green State Vision WEST PAPUA adalah sebuah visi untuk masa depan orang Papua, Indonesia, Pasifik dan umat manusia di seluruh dunia. Green State Vision hadir untuk menjawab tantangan perubahan iklim yang mengancam umat manusia secara global dan planet bumi kita ini. Perubahan iklim membawa dampak yang serius secara global bagi eksistensi umat manusia di planet bumi ini. Aktivitas manusi meningkat dengan tidak rama lingkungan alam, meningkatnya produksi ekonomi kapitalis, revolusi industri dan teknologi berkontribusi meningkatkan suhu kepanasan bumi secara global. Suhu kepanasan bumi mengakibatkan telah mengalami kekeringan, kebakaran, kebanjiran, longsor, sunamik dimana-mana yang mengancam eksistensi manusia, mahluk hidup dan alam. Dalam rangka mengatasi tantangan perubahan iklim global tersebut, bangsa Papua muncul dengan Green State Vision West Papua sebagai solusi untuk memberikan garansi bagi kehidupan manusia, mahluk hidup lain, alam semesta dan keselamatan planet bumi ini.

    Green State Vision WEST PAPUA adalah; VISI PAPUA DAMAI dan HARMONI sebagai berikut:

    (1). Green State Vision adalah Visi kedamaian manusia, damai dalam keluarga, damai dengan sesama, damai dengan tetangga, damai di antara etnik, damai dengan bangsa lain, dan damai dengan musuh.

    (2). Green State Vision adalah visi damai manusia dengan Tuhan, damai manusia dengan roh, damai manusia dengan roh leluhur, damai manusia dengan kekuatan atau kepercayaan lain di tanah Papua.

    (3). Green State Vision adalah Visi kedamaian Alam dan Lingkungan, kedamaian tanah, kedamaian hutan, kedamaian sungai dan laut, kedamaian gunung, kedamaian dan kenyamanan iklim, suhu dan udara. Damai dengan lingkungan dan kebersihannya.

    (4). Green State Vision adalah Visi kedamaian vauna atau hewan, kedamaian burung-burung, reptilia, mamalia, Insekta, dan berbagai jenis hewan lain.

    (5). Green State Vision adalah Visi kedamaian antara manusia dengan Tuhan, antara manusia dengan roh leluhur dan antara manusia dengan kekuatan lain yang dihuni di alam sekitar.

    (6). Green State Vision adalah dimana bentuk dan struktur bangunan hijau yang damai dan nyaman. Green State Vision berarti menolak struktur bangunan republik, dominion, kerajaan, serikat dan semua jenis konstruksi lain dari luar.

    (7). Green State Vision memiliki filsafat yang hijau, ideologi yang hijau dan damai, pandangan yang hijau dan damai, kepercayaan yang hijau dan damai, perspektif yang hijau dan damai. Dengan demikian Green State Vision menolak ideologi kapitalisme, ideologi sosialisme, dan ideologi lain dari luar yang merusak eksistensi Manusia, mahluk lain dan alam.

    (8). Green State Vission adalah visi ekonomi hijau, fiskal hijau, moneter hijau, pengelolaan sumber daya alam hijau, pembangunan ekonomi dan insfrastruktur hijau, dan pembangunan industri hijau.

    Green State Vision adalah visi dimana manusia berdamai dengan Tuhan, dirinya sendiri dan alam lingkungannya. Dimana manusia tidak merusak ciptaan lain, tidak memusuhi dan merusak sesama manusia dengan alasan apa pun, manusia tidak merusak dan menggali gunung berlebihan, tidak merusak dan mencemari sungai dan laut dengan merusak ekosistem, menghormati, mengakui, menjaga dan melindungi hak tanah atas kepemilikan perorangan, klen, sub suku dan suku bangsa. Menjaga, melindungi dan mengakui diversitas etnik, kultur, dan ekologi di West Papua. Manusia tidak merusak hutan, menjaga dan melindungi hak hidup flora dan vauna. Manusia menggunakannya secara bertanggung jawab dan berkelanjutan untuk masa depan generasi.

    Dengan Green State Vision dapat menciptakan kedamaian dunia, keberlanjutan dunia, keselamatan manusia di dunia, dan keselamatan planet bumi. Green State Vision dapat mewujudkan Papua sebagai paru-paru dunia untuk menghasilkan oksigen bagi manusia dan nafas planet bumi dari kematian.

    Green State Vision adalah visi dan misi yang berasal dari filsafat asli Papua dan Melanesia. Filsafat hidup yang sudah ada di sini dan dipraktikkan dan diaktualisasikan oleh orang Papua sejak leluhur, sejak mereka ditempatkan di tanah ini. Green State Vision adalah roh, jiwa dan budaya orang Papua dan bangsa Melanesia di tanah ini, dan falsafah itu diwujudkan dalam visi besar, “Green State Vision WEST PAPUA”.

    #WestPapua #GreenState #GreenStateVision

  • Konflik Manokwari : Polisi keluarkan tembakan, aktivis WPNA tewas

    Masyarakat yang melakukan pemalangan jalan di Kota Manokwari pasca penikaman terhadap Vigal dan penembakan yang menewaskan Onesimus Rumayom - Jubi/Niko MB
    Masyarakat yang melakukan pemalangan jalan di Kota Manokwari pasca penikaman terhadap Vigal dan penembakan yang menewaskan Onesimus Rumayom – Jubi/Niko MB

    Manokwari,Jubi – Kota Manokwari mendadak tegang sejak Rabu (26/10/2016) pukul 21:45 WP. Ketegangan ini terjadi setelah penikaman terhadap seorang anak Papua bernama “Vigal Pauspaus” asal Fakfak yang dilakukan oleh seorang warga asal Makassar.

    Dari kronologis yang dikumpulkan Jubi, insiden ini bermula ketika Vigal makan di sebuah warung makan di sekitar kantor Golkar Sanggeng Manokwari. Namun setelah makan Vigal tidak bisa membayar makanan yang dipesannya karena uangnya kurang. Ia lalu menelpon orang tuanya untuk datang membayar makanan tersebut.

    Abdul Pauspaus ayah korban, mengaku bahwa anaknya Vigal Pauspaus menelpon dia sekitar pukul 22:00 WP. Ia kemudian datang ke warung makan yang terletak di Jalan Yos Sudarso, Manokwari.

    “Saya menyampaikan pada pemilik warung bersabar karena saya juga muslim dan saya balik kerumah untuk ambil uang untuk bayar. Saat saya kembali sudah terjadi penikaman terhadap anak saya,” kata Abdul.

    Mendengar terjadinya penikaman ini, masyarakat Papua di Sanggeng langsung melakukan perlawanan dengan memalang jalan-jalan. Aksi pemalangan oleh masyarakat ini berujung bentrok dengan aparat kepolisian di Manokwari ketika aparat kepolisi berusaha untuk membuka palang. Sebelumnya terjadi tarik-menarik palang sehingga aparat kepolisian mengeluarkan tembakan yang berakibat tewasnya salah satu masyarakat yang juga anggota pengurus West Papua National Authorithy (WPNA) wilayah Manokwari, Onesimus Rumayom dan beberapa masyarakat sipil lainnya yang luka parah dan kini sedang dirawat di RS Angkat Laut Manokwari.

    “Onesimus sedang keluar dari rumah untuk membeli makan malam di warung namun selang 5 menit ia ditembak aparat kepolisian yang melakukan penyisiran di jalan Yos Sudarso dan jalan Sepatu sanggeng,” kata Edison Baransano, kerabat korban.

    Jenasah Onesimus, saat ini berada di rumah sakit AL Manokwari. Selain korban tewas, korban penembakan lainnya adalah Erik Inggabouw (18) ditembak di leher dan Tinus Urbinas (38) di tembak di tangan.

    Kapolda Papua Barat, Brigjen Pol Royke Lumowa secara terpisah menegaskan alasan dua warga di tembak di kaki karena massa dinilai semakin anarkis dengan membakar 6 unit sepeda motor dan membacok Danramil Manokwari Kota. Dua orang yang tertembak di kaki ini, menurut Kapolda bernama Onesimus Rumayon (35) dan Abel (43).

    “Mereka sudah kami larikan ke RS Angkatan Laut untuk mendapat perawatan,” ujar Kapolda Royke Lumowa Kamis, (27/10/2016).

    Tapi menurut informasi dari warga sipil di kawasan Sanggeng yang dihubungi Jubi, aparat polisi melakukan tindakan menembak secara membabi-buta, hingga mengakibatkan jatuh korban di pihak warga sipil Sanggeng.

    Hal ini dibenarkan oleh Yan Warinussy, Direktur Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH Manokwari).

    “Diinformasikan terdapat tujuh korban luka tembak senjata api, dimana satu orang atas nama Ones Rumayom (45) tewas dan sisanya ada yang kritis diantaranya Erik Inggabouw (18) tahun dan 5 (lima) orang lain yang masih diidentifikasi identitasnya. Mereka berenam yang korban saat ini masih dirawat di Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL) Dr.Ashari – Biryosi, Manokwari-Papua Barat,” kata Yan.

    Ia menambahkan, sejak malam pukul 20:30 WP hingga tadi pagi jam 06:25 WP masih terdengar bunyi letusan senjata api di kawasan Sanggeng hingga ke Swafen dekat Kantor Pengadilan Negeri Manokwari dan Mapolda Papua Barat.

    Terkait insiden penikaman hingga penembakan ini, Komisioner Komnas HAM RI, Natalius Pigay meminta proses hukum terhadap pelaku harus dilakukan secara transparan dan obyektif. Ia menilai Pemerintah Indonesia tidak menaruh perhatian serius terhadap kondisi hukum dan HAM di Papua yang mengakibatkan korban Orang Asli Papua.

    “Salah satu faktor utama pelanggaran HAM terus menerus terjadi di Papua adalah karena hingga hari ini, Presiden Jokowi tidak pernah mengeluarkan satu patah katapun tentang kondisi HAM Papua,” kata Pigay.

  • Staf Khusus Presiden Blusukan ke Lapas Biak

    Biak, Jubi/Antara – Staf khusus Presiden Joko Widodo, Lenis Kogoya, blusukan ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kabupaten Biak Numfor, Papua, Selasa 96/10/2015).

    Kunjungan blusukan staf Presiden ke Lapas Biak diterima Kalapas, Danang Agus Triyanto, dan melakukan pertemuan dengan narapidana kasus makar ‘Bintang Kejora” Oktovianus Warnares dan Agustinus Sawias.

    Lenis Kogoya mengakui kunjungan ke Lapas Biak untuk melihat dari dekat tentang aktivitas narapidana politik yang sedang menjalani hukuman karena kasus pidana dialami para narapidana kasus makar.

    “Beberapa waktu lalu Presiden Jokowi memberikan pengampunan grasi kepada narapidana kasus makar di Papua,” katanya.

    Ia berharap dengan data dan hasil tatap muka dengan narapidana kasus makar warga binaan Lapas Biak akan disampaikan kepada pemerintah untuk menjadi perhatian dalam mengambil kebijakan terhadap Papua.

    Salah satu narapidana makar, Oktovianus Warnares, menyatakan menolak pemberian grasi atau bentuk pengurangan hukuman atas kesalahan yang dibuatnya saat pengibaran bendera “Bintang Kejora’pada 1 Mei 2013 di kantor Diklat Jalan raya Adibay distrik Biak Timur.

    “Saya harus menjalani hukuman selama enam tahun. Putusan Mahkamah Agung tetap saya jalani demi negeri Papua,” kata Oktovianus.

    Usai tatap muka dengan narapidana kasus makar, staf khusus Presiden Jokowi, meninjau kamar narapidana.(*)

  • Gubernur Bantu Pulangkan 5 Napol ke Daerah Asalnya

    Jayapura – Gubernur Papua Lukas Enembe memberikan bantuan kepada lima narapidana politik (Napol) yang menerima grasi dari Presiden RI Joko Widodo berupa fasilitas untuk pulang ke kampung halamannya masing-masing.

    Juru Bicara Gubernur Papua Lamadi de Lamato, di Jayapura, Rabu, mengatakan pada 27 Mei lalu, Gubernur sudah membantu lima napol untuk pulang langsung ke kampung halamannya di Wamena dan sekitarnya.

    “Begitu mengajukan surat permohonan bantuan langsung direspon dan sudah membantu lima napol untuk pulang ke kampung masing-masing,” katanya.

    Lamadi menjelaskan dana bantuan gubernur itu diperuntukkan untuk bakar batu, dikarenakan selama ini pihak keluarga lima napol ini menganggap kelimanya sudah meninggal.

    “Gubernur Papua sangat merespon apa yang disampaikan pemerintah daerah, sehingga sudah berkoordinasi dengan staf khusus presiden Lenis Kogoya untuk melihat lima napol ini,” ujarnya.

    Dia menuturkan pada intinya setelah kelimanya pulang kampung, dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua berharap kepada pemerintah daerah setempat agar memperhatikan lima napol ini.

    “Sebab di antara kelimanya ada yang masih berstatus pelajar, jadi mungkin bisa didorong untuk dapat kuliah lagi,” katanya lagi.

    Dia menambahkan sedangkan sebagian lainnya akan dipantau, apakah akan diberikan pekerjaan dan rumah yang layak, dimana bantuan diberikan agar jangan ada yang merasa bahwa ini bagian dari pencitraan presiden dan Pemprov Papua tetapi murni bantuan.

    Sebelumnya, Presiden Joko Widodo pada Sabtu (9/5) di penjara Abepura memberikan grasi kepada lima narapidana politik Papua, yang terlibat dalam kasus pembobolan gudang senjata Kodim Wamena, 4 April 2003.

    Di antaranya termasuk Apotnalogolik Lokobal (20 tahun penjara di Biak), Numbungga Telenggen (seumur hidup di Biak), Kimanus Wenda (19 tahun di Nabire), Linus Hiluka (19 tahun di Nabire) dan Jefrai Murib (seumur hidup di penjara Abepura).(ant/don/l03)

    Source: BintangPapua.com, Kamis, 04 Jun 2015 17:24

  • Bukan OPM, Marsel Diminta Dibebaskan

    JAYAPURA – Marsel Muyapa (25), warga Kalibobo, Jalan Jayanti RT 15/RW 04, Nabire sekaligus seorang sopir angkutan umum jurusan Nabire-Dogiyai-Deiyai dan Paniai yang saat ini ditahan di Polda, diminta dibebaskan.

    Pasalnya, Marsel adalah bukan bagian dari TPN/OPM tetapi hanya seorang sopir yang ikut ditembak dan ditangkap oleh Timsus dan Satgas Brimob Polda Papua, ketika mobil yang dikendarainya disewa Kelompok OPM di Wilayah Paniai Jhon Salmon Yogi dan Yulianus Nawipa pada tanggal 30 April 2015 Pukul 10.45 WIT di Kampung Sanoba Atas Distrik Nabire, Kabupaten Nabire.

    Permintaan ini disampaikan Keluarga korban Marsel Mayupa masing-masing Melianus Gobay dan Kornelia Muyapa didampingi Pembela HAM Matius Murib kepada wartawan di Jayapura, Rabu (20/5).

    Dikatakan, pihaknya mewakili keluarga, masyarakat, gereja, tokoh pemuda, tokoh masyarakat yang berdomisi di 4 Kabupaten masing-masing Nabire-Dogiyai-Deiyai dan Paniai.

    Menurut Melianus Gobay, pihak keluarga Marsel Muyapa menolak perlakuan dari Timsus dan Satgas Polda Papua yang melakukan penembakan dan menyatakan Marsel Muyapa tergolong dalam TPN/OPM.

    Karenanya, pihak keluarga memohon agar polisi membebaskan Marsel Muyapa dengan alasan sebagai berikut. Pertama, Marsel Muyapa bukan salah satu anggota TPN/OPM. Kedua, Marsel Muyapa adalah seorang sopir angkutan umum yang melayani masyarakat jurusan Nabire-Dogiyai-Deiyai dan Paniai.

    Ketiga, semua masyarakat yang ada di 4 Kabupaten mengetahui dia adalah seorang sopir yang setia melayani. Keempat, untuk itu jika terjadi apa-apa terhadap Marsel Muyapa maka pihak keluarga akan menuntut sesuai dengan aturan yang berlaku.

    Kelima, dengan demikian harapan keluarga, masyarakat, gereja, tokoh pemuda, tokoh masyarakat memohon agar pihak yang terkait untuk segera membebaskan Marsel Muyapa.

    Sementara itu, Matius Murib menegaskan, pihaknya merasa prihatin terkait tindakan Polisi setelah menangkap, menembak dan menjadikan korban Marsel Mayupa sebagai tersangka. Lebih ironis lagi, luka tembak di bagian paha kiri korban Marsel Muyapa masih meregang. Tapi dipaksakan diperiksa dan ditahan di Mapolda Papua.

    Menurut pengakuan korban, tambah Matius Murib, ketika ditangkap ia berusaha mengangkat kedua tangannya sembari menyampaikan kepada Timsus dan Satgas Brimob bahwa dirinya hanya seorang sopir yang melayani masyarakat dan tak punya kaitan dengan kegiatan lain. Tapi ternyata ia ditembak juga.

    Karenanya, cetus Matius Murib, pihaknya sangat meragukan profesionalisme Polisi, karena tindakan yang dilakukan di luar prosedur yang seharusnya digunakan. Pasalnya, jika menangkap seseorang seharusnya ada dugaan masalahnya atau seseorang yang dinyatakan DPO.

    “Kalau didalam sebuah mobil ada penumpang yang lain dipisahkan dong yang targetnya saja ditembak, Dalam situasi perang sekalipun jika orang sudah angkat tangan ndak boleh ditembak. Ini bukan situasi perang kenapa ditembak,”tegas Matius Murib.

    Karenanya, tutur Matius Murib, pihaknya menganjurkan koreksi internal Polri dalam melaksanakan operasi apapun harus prosedural sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SPO) yang ada di Polri.

    “Kalau bisa cukup diarahkan kepada target operasi bukan justru warga yang tak tahu-menahu dijadikan korban,”paparnya. (mdc/don/l03)

    Source: Kamis, 21 Mei 2015 03:58, Bukan OPM, Marsel Diminta Dibebaskan

  • 11 Perkerja Jalan Disandera di Lanny Jaya ukuran huruf Cetak Email Jadilah yang pertama!

    JAYAPURA – Sebanyak 11 orang Karyawan PT. Timur Laut Papua yang bekerja pada pembangunan jalan antara Kabupaten Lanny Jaya – Kabupaten Tolikara, Papua disandera masyarakat kampung Bunom, Distrik Milimbo, Kabupaten Lanny Jaya pada Minggu 10 Mei 2015.
    Dari data yang diperoleh Bintang Papua, aksi penyanderaan itu terjadi Minggu (10/5/2015) malam yang dilakukan kepala kampung Bunom, Distrik Milimbo, kabupaten Lanny Jaya dan masyarakat lainnya.

    Kemudian, Senin (11/5) Tim negosiasi terdiri dari Wonikmu Kogoya (Anggota DPRD Lanny Jaya), Timutius Kogoya (Kepala Distrik Milimbo) dan Alfred (Kontraktor PT. Timur Laut Papua) berangkat ke kampung Bunom guna menjemput para karyawan yang ditahan oleh Gerius Wenda.

    Tim negosiasi berhasil membawa 11 orang karyawan PT. Timur Laut Papua pada Senin pukul 23.00 Wit dan langsung dibawa ke Camp PT. Timur Laut Papua untuk menjaga alat-alat berat dan kendaraan lainnya.

    Esok harinya, Selasa (12/5) dinihari sekitar pukul 03.00 WIT, Tim negosiasi beserta 11 Karyawan PT. Timur Laut Papua berangkat menuju Kota Wamena untuk seterusnya dievakuasi ke Jayapura.

    Kapolda Papua, Irjen Pol. Yotje Mende membenarkan peristiwa itu. “ Ya.. benar kejadian itu ada, tetapi bukan penyanderaan lah,” katanya, usai sertijab Dir Tahti dan Kapolres di Aula Rastra Samara Mapolda Papua kemarin.

    Ia mengungkapkan, kasus tersebut terjadi lantaran ada kesalah pahaman dengan kepala desa setempat. Dimana, dari informasi ada rencana pergantian kepala Kampung, yang mana Gerius Wenda kepala Kampung Bunom akan diganti, sehingga melakukan aksi protes pergantian tersebut dengan penyanderaan kepada 11 karyawan perusahaan kontraktor jalan yang sedang bekerja di kampung tersebut. “ Itu hanya karena salah paham saja,” ucap Kapolda Yotje. (loy/don/l03)

    Source: Rabu, 13 Mei 2015 11:05, BintangPapua.com

  • 30 Tapol Papua Akan Dapat Amnesty

    JAYAPURA — Sedikitnya, 30 Tahanan Politik (Tapol) Papua akan mendapat amnesty (pengampunan) dari Presiden RI H. Ir. Joko Widodo (Jokowi) secara bertahap.

    Hal itu diawali dengan pemberian amnesty yang dilakukan dalam rangkaian kunjungan kerja Presiden Jokowi ke Papua, yang mengagendakan bertemu sekaligus memberikan Amnesty atau pengampunan bagi 8 Tahanan Politik (Tapol) Papua yang selama ini menghuni Lapas Abepura, Sabtu (9/5) sekitar pukul 15.00 WIT.

    Pembela HAM Papua, Matius Murib kepada wartawan di Abepura, Jumat (8/5) mengatakan, 8 Tapol Papua tersebut, masing-masing Jafrain Murib, Numbungga Telenggen, Apotnagolik Lokobal, Jefri Wanimbo, Jogor Telengen, Kimanius Wenda dan Linus Hiluka.

    Menurut Matius Murib, Tapol Papua hingga bulan Februari 2015 berjumlah 38 Tapol. Presiden Jokowi pada tahap awal ini memberikan pengampunan kepada 8 Tapol, sedangkan sisa 30 Tapol secara bertahap bakal dibebaskan puncaknya pada saat HUT Proklamasi RI tahun 2015 mendatang.

    Ia menjelaskan, Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Provinsi Papua, Lenis Kogoya mewakili Presiden Jokowi pada Jumat (8/5) telah menemui sekaligus menyampaikan tawaran pengampunan kepada ke-8 Tapol tersebut.

    Hanya saja, ke-8 Tapol mengakui masalah politik Papua masa lalu telah melibatkan pihak internasional, seperti PBB, Amerika Serikat, Belanda dan Indonesia.

    Makanya sangat fair bila persoalan politik diharapkan melibatkan pihak internasional. Ke-8 Tapol ini juga menginginkan setelah mereka dibebaskan Papua langsung merdeka. “Tapi setelah bebas masih dijajah oleh Indonesia dan masih tak aman, bahkan ditangkap lagi mereka justru menolak Amnesty Presiden,” tandas Matius Murib.

    Dikatakan Matius Murib, Amnesty adalah sebuah tindakan hukum yang mengembalikan status tak bersalah kepada orang yang sudah dinyatakan bersalah secara hukum sebelumnya. Amnesty diberikan oleh badan hukum tinggi negara semisal badan eksekutif dan legislatif atau yudikatif.

    Di Indonesia Amnesty merupakan salah-satu hak Presiden di bidang yudikatif sebagai akibat penerapan sistem pembangunan kekuasaan. (Mdc/aj/l03

    Source: Minggu, 10 Mei 2015 02:30, BinPa

  • Idiologi Beda, KNPB Tak Terdaftar di Kesbang

    JAYAPURA — Kepala Badan Kesatuan Bangsa (Kesbang) Provinsi Papua Musa Isir, S.Sos, MPA., melalui Kepala Sub Bidang Ketahanan Kemasyarakatan dan Ekonomi Kesbang Provinsi Papua, Palgunadi, SE., mengatakan pihaknya tidak bisa membubarkan KNPB.

    Pasalnya, Organisasi Masyarakat (Ormas) tersebut sama sekali belum mendaftarkan diri ke Badan Kesbang Provinsi Papua.

    “KNPB tak terdaftar di Kesbang, karena termasuk Ormas tak resmi, karena ideologinya   bertentangan dengan Pancasila  dan UUD 1945,” tegas Musa Isir ketika dikonfirmasi terkait status hukum Komite Nasional Papua Barat (KNPB). Di ruang kerjanya, Jumat (27/3).

    Musa Isir menjelaskan di Papua terdapat 320-an Ormas yang terdaftar di Badan Kesbang Papua, di dalamnya tak termasuk  KNPB, bahkan pihaknya juga tak  mengetahui  keberdaaan  Ormas tersebut.

    “Mungkin karena tujuan KNPB memang bertentangan dengan negara, sehingga  dia tak mendaftar di Kesbang. Kalau dia mendaftar jelas kita tolak, sebab salah-satu persyaratan sebagaimana UU No. 17 /2013 tentang Ormas, setiap Ormas harus memiliki AD/ART dan  berdasarkan Pancasila  dan UUD 1945,”

    kata  Palgunadi.

    Untuk membubarkan Ormas  yang  bertentangan dengan UU, Menurut Palgunadi, mesti ada  prosedur  dan tahapan-tahapannya, seperti peringatan tertulis. Apabila peringatan tertulis  ternyata tak digubris, maka Ormas  tersebut  dapat  dituntut  di  Pengadilan. Jika terbukti melanggar hukum,  maka  Pengadilan berhak  untuk  membubarkan  Ormas tersebut.

    Palgunadi menandaskan, walaupun ada UU No. 17 /2013 tentang Ormas,  tapi  peraturan ini belum ada Peraturan Pemerintah (PP). Ini  yang menyebabkan pihaknya  sulit membubarkan Ormas  yang  bertentangan, termasuk KNPB.

    Palgunadi mengatakan, sebetulnya yang salah bukan Prmas, tapi oknum-oknumnya ternyata bertentangan  dengan ideologi negara dan mengganggu ketertiban umum.

    Karenanya, terangnya, aparat seharusnya mengamankan oknum-oknum Ormas yang melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan UU.

    Dikatakan Palgunadi, hingga tahun 2015 terdapat  320-an  Ormas di Papua  yang terdaftar di Kesbang Provinsi Papua. Tapi hanya sebagian kecil melaporkan kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan.

    “Sebetulnya yang perlu dilakukan tindakan hukum sesuai  KUHP adalah oknum-oknum yang melakukan tindakan anarkis  dan mengganggu  ketertiban masyarakat,” katanya.

    Sebelumnya, Kapolda Papua Irjen (Pol) Yotje Mende mengusulkan agar KNPB dibubarkan, karena sudah sering melakukan tindakan anarkis  dan mengganggu ketertiban masyarakat. (Mdc/don/l03)

    Source: Sabtu, 28 Maret 2015 14:13, BinPa

  • KNPB Tolak Dibubarkan

    JAYAPURA – Badan Pengurus Pusat Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menolak keras usulan agar KNPB dibubarkan, lantaran dituding acapkali melakukan tindakan anarkis dan juga termasuk organisasi tak resmi, sebagaimana disampaikan Kapolda Papua Irjen (Pol) Yotje Mende.

    “Keberadaan KNPB dijamin UUD 1945 dan Hukum Internasional, yakni kemerdekaan untuk mengeluarkan pendapat dan berekspresi,” tegas Jubir Nasional Badan Pengurus Pusat Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Bazoka Logo dan Sekretaris Umum Ones Suhuniap memberikan keterangan pers di Abepura, Selasa (24/3).

    Bazoka Logo mengatakan, pihaknya menolak keras sikap Kapolda Papua yang mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo untuk membubarkan KNPB. “Jika UUD 1945 dihapus otomatis KNPB bubar,” jelas Bazoka.

    Sementara itu, Ones Suhuniap mengatakan siapapun tak berwenang membubarkan KNPB. Pasalnya, KNPB lahir sejak 1962 jauh sebelum Polda Papua berdiri. Untuk itu ia usulan Kapolda untuk bubarkan KNPB jelas melanggar deklarasi hak sipil, hak politik dan hak berekspresi, yakni menjamin setiap orang menyampaikan pendapat dimuka umum, berkumpul dan berserikat. Bahkan UUD 1945 Pasal 28 itu menjamin hal itu. Tapi Indonesia justru melanggar aturan hukumnya sendiri.

    Usulan pembubaran KNPB, menurut Bazoka, pihaknya justru menuding Kapolda sengaja mengalihkan kasus dugaan penembakan oleh aparat Brimob Polda Papua di Dekai, ibukota Yahukimo, Kamis (19/3) lalu. Akibatnya, seorang warga sipil asal Distrik Silimo bernama Obangma Segenil (58) tewas, 3 warga sipil lainnya mengalami kritis.

    Masing-masing Titus Giban (39), Kepala Sekolah SD Suru-Suru. Korban terkena tembakan di rusuk dan tembus perut. Simson Giban (32), Kepala Kampung Silikon, Distrik Silimo mengalami kritis hingga saat ini. Inter Senegil (16), siswa salah-satu SMA di Yahukimo. Korban terkena tembak di tangan kiri dan tangan kanan.

    Usulan pembubaran KNPB juga ditolak anggota Komisi I DPR Papua, Bidang Pemerintahan, Politik, Hukum dan HAM, Ruben Magay. Ia menyatakan, pihak tak setuju jika pernyataan Kapolda Papua mengusulkan organisasi KNPB dibubarkan.

    Pasalnya, menurut dia, organisasi KNPB merupakan organisasi yang didirikan untuk menyuarakan semua aspirasi rakyat Papua yang selama ini tak disalurkan secara baik oleh pemerintah daerah Papua dan pemerintah pusat.

    “KNPB ini corong dari semua aspirasi dan bentuk kekerasan yang terjadi tanah Papua. Sejauh mana organisasi yang sudah terdaftar di Kesbangpol mengontrol kinerja pemerintah. Organisasi itu hanya tinggal oke-oke saja. Sementara KNPB benar-benar mengkritis terhadap pembangunan. Jadi saya tidak setuju kalau KNPB dibubarkan,”

    kata Ruben kepada wartawan, Selasa (24/3).

    Menurutnya, KNPB kini sedang menyampaikan semua masalah di tanah ini dan jikalau mereka tidak menyampaikan apa yang terjadi selama ini, maka siapa lagi yang akan menyuarakan itu. “KNPB adalah organisasi yang dibentuk masyarakat dan para pemuda di Papua untuk mengangkat semua masalah di tanah ini, agar negara bisa mengambil langkah-langkah,” ucap Ruben.

    Ia mengatakan, terjadinya pembunuhan orang Papua dimana-mana, masalah politik dan lainnya lalu dengan adanya KNPB maka masalah itu semua orang tau, karena terus menyuarakan untuk pengungkapan siapa pelaku sebenarnya.

    “Kini bukan masalah KNPB dibubarkan atau tidak, bagi saya tidak jadi soal, siapa yang akan bertanggungjawab atas semua kekerasan di tanah ini. Jadi, kalau Kapolda katakan KNPB dibubarkan, lalu organisasi mana lagi yang akan mengkritik setiap kebijakan di tanah Papua,”.

    “Saya mau bilang ke Kapolda bahwa semua yang terjadi karena hak mereka dirampas, kesempatan mereka diambil alih, kekayaan alamnya diambil, mereka termarjinalkan, mereka ditembak, semua ini berawal dari ketindakbenaran di tanah ini,”

    katanya lagi.

    Sambung dia, KNPB, OPM atau siapapun kebebasan itu sudah melekat kepada seseorang dan jika kebebasannya diganggu akan melakukan perlawanan karena merasa terusik.

    “Jadi Kapolda jangan selalu bicara dari sudut pandang politik. Semua orang berhak menyatakan pendapat. Apa yang selama ini KNPB perjuangkan itu fakta. Banyak masalah yang dihadapi masyarakat Papua kali ini. Tiap saat ada penembakan, pembunuhan, penangkapan. Bagaimana kinerja aparat keamanan. Kini rakyat mau mengadu ke polisi, mereka tak lagi percaya,”

    tutupnya. (mdc/loy/don/l03)

    Source, Jubi, Rabu, 25 Maret 2015 00:17

  • JDP Fasilitasi Dialog Internal Papua

    JAYAPURA — Jaringan Damai Papua (JDP), sesuai dengan peranannya sebagai fasilitator untuk semua, akan menfasilitasi Dialog Internal Papua dalam rangka menyambut ajakan dialog yang disampaikan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dalam kunjungannya ke Papua, Desember 2014 lalu.

    Hal itu diungkapkan dalam siaran Pers yang disampaikan Koordinator JDP Pater Dr. Neles Tebay di Kampus STFT Fajar Timur Abepura, Kota Jayapura, Kamis  (19/3). Menurut Neles, Dialog Internal Papua ini akan diselenggarakan dalam tahun 2015 ini di Jayapura, Papua.

    Dalam kunjungan lalu, ujar Neles, Presiden Jokowi menyampaikan dua komitmen pemerintah yakni membangun Papua menjadi Tanah Damai dan menyelesaikan berbagai permasalahan di Tanah Papua melalui Dialog.

    Komitmen ini memperlihatkan, terang Neles, bahwa pemerintah telah membuka diri dengan  untuk berdialog dengan Papua dalam rangka menjadikan Papua sebagai Tanah Papua.

    Jadi Dialog Jakarta – Papua bermuara pada terciptanya perdamaian di Tanah Papua. Itu berarti agenda dialog Jakarta – Papua  adalah pembangunan perdamaian di Tanah Papua,”  terang Pemenang Penghargaan Tji Hak Soon Justice and Peace Award dari Seol, Korea Selatan, tahun 2013 silam.

    Karenanya, tambah Neles, warga Papua yang hidup diatas Tanah Papua ini mesti menyambut keterbukaan pemerintah ini dengan gembira. Pasalnya, komitmen pemerintah  ini merupakan suatu kesempatan emas yang disediakan oleh pemerintah untuk membahas tentang  pembangunan perdamaian  di Tanah Papua  melalui suatu proses  dialog.

    Untuk menyambut kesempatan inilah, jelas Neles, JDP mengambil inisiatif  untuk mengfasilitasi Dialog Internal Papua sebagai suatu tahapan persiapan menuju Dialog Jakarta – Papua.

    Menurut pengamatan JDP, cetus Neles, Dialog Internal Papua ini penting sekali untuk dilaksanakan karena sudah merupakan  kebutuhan, bahkan suatu kerinduan  warga Papua. Ketika Dialog Jakarta – Papua diwacanakan, banyak  pihak mengangkat pentingnya  dialog  internal  antara warga Papua   sebelum berdialog  dengan  pihak Jakarta.

    Pernyataan seperti “Sebelum kita  berdialog dengan Jakarta, perlu ada dialog antara kita yang hidup di Tanah Papua”, ini  sudah berkali-kali  disampaikan  oleh banyak pihak.

    Menyadari pentingnya dialog internal ini, JDP memilih moto “Mari Kitorang Bicara Dulu”.

    Neles mengatakan, JDP melihat juga bahwa di antara warga Papua sendiri belum ada pemahaman yang sama tentang tujuan dan agendanya. Ada pihak yang berpandangan bahwa Dialog  Jakarta – Papua ini membahayakan integritas  teritorial  RI. Ada juga pihak lain yang menganggap bahwa Dialog Jakarta – Papua ini berbahaya karena dapat menghancurkan  ideologi Papua Merdeka.

    Selain itu, kata Neles,  masih ada orang yang memahami bahwa Dialog  Jakarta – Papua merupakan solusi atas konflik Papua. Padahal Dialog Jakarta—Papua bukanlah tujua melainkan sarana untuk mengindentifikasi masalah dan mencari solusi-solusi terbaik  dengan melibatkan  semua pihak  yang berkentingan.

    Ketika JDP menawarkan Papua Tanah Damai sebagai tujuan maupun agenda dari Dialog  Jakarta – Papua, ucap Neles, sejumlah pihak masih mempertanyakan konsep Papua Tanah Damai. Bahkan masih ada pemahaman yang berbeda tentang Papua Tanah Damai. Para pimpinan agama yang tergabung dalam Forum Konsultasi Para Pimpinan Agama (FKPPA) menganggap Papua Tanah Damai sebagai visi masyarakat Papua yang mesti dibangun dan diperjuangkan oleh setiap warga  Papua, entah apapun agamanya. Tapi ada pihak lain  yang melihat Papua Tanah Damai sebagai upaya  untuk menutupi  dan menyangkal segala bentuk pelanggaran HAM yang terjadi di Tanah Papua.

    Neles mengutarakan,  Dialog Internal Papua dilaksnakan untuk melibatkan  semua warga Papua dalam membahas konsep Papua Tanah Damai dan menetapkan tujuan agenda Dialog  Jakarta—Papua menurut warga Papua.

    Dalam Dialog Internal Papua, setiap dan semua warga diminta pendapatnya dan dikonsultasikan, sehingga merasa dilibatkan dalam upaya membangun Papua yang damai sejahtera melalui dialog Warga Papua  yang dimaksud disini  bukan  hanya Orang Asli Papua (OAP), ucap Neles,  melainkan juga semua paguyuban  yang hidup di Tanah Papua.

    Maka semua anggota Paguyuban, sebagai warga Papua, diundang untuk berpartisipasi  dalam Dialog Internal Papua. Semua Paguyuban diajak untuk memberikan pemikiran yang konstruktif  tentang pembangunan perdamaian di Tanah Papua.

    “JDP akan memikirkan metodeogi, sarana, dan cara yang tepat untuk melibatkansemua warga Papua dalam Dialog Internal Papua,” ujar mantan Wartawan The Jakarta Post ini. (Mdc/don/l03)

    Source: Jum’at, 20 Maret 2015 00:36, BinPa

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?