Tag: Melanesia

Lipuran kampanye Papua Merdeka di wilayah Melanesia dan dinamika kehidupan rumpun Melanesia seantero Melanesian Archipelago

  • Ribuan Warga Papua di PNG Minta Pulang

    Jayapura (PAPOS) –Sekitar 5000 warga Papua di PNG berniat pulang ke Distrik Batom di Kabupaten Pengunungan Bintang (Pemkab Pegubin). Niat itu muncul setelah melihat hidup teman-teman yang lebih dulu kembali ke NKRI mendapat perhatian dari pemerintah setempat. Keinginan ribuan warga Papua untuk kembali ke negara asalnya Indonesia ini pertama-tama diutarakan salah seorang warga Indonesia yang berusaha di PNG, Ny. Ria Wegai.

    Menurut Ria Wegai, kondisi warga Indonesia yang menetap di Papua memprihatinkan, sebab pemerintah PNG tidak lagi memperhatikan mereka, disamping bantuan NHCR badan dunia yang menengani masalah pengungsi sudah berakhir.

    Menanggapi hal itu, Bupati Pengunungan Bintang, Drs Welinton Lod Wenda kepada Papua Pos mengatakan, pihaknya menyambut baik, keinginan warganya di PNG sadar kalau tinggal di negara sendiri lebih enak daripada di negara lain.

    Namun bupati meminta kalau keinginan pulang ke kampungnya ini jangan hanya keinginan semata, tetapi harus benar-benar dari kesadaran sendiri, dan harus mau untuk membangun daerahnya demi kehidupan yang lebih baik.

    Welinton juga mengatakan bahwa, bukan hanya 5000 orang warganya yang ada di PNG minta pulang, tetapi ada sekitar 17.000 orang lagi. Hanya saja bupati tidak mau meneriman laporan dari pihak ketiga, tetapi dia mau kalau laporan itu datang dari warga sendiri dan kepala distrik yang ada di daerah perbatasan negara.

    “ Kita siap menerima warga kita yang ada di PNG, kalau memang benar-benar mereka kembali dan menyadari,” katanya.

    Bahkan lebih tegas Bupati Welinton Wenda mengatakan pemerintah siap membangun rumah kepada masyarakat pelintas batas, seperti yang sudah dilakukan tahun 2008 lalu ribuan rumah dibangun pemerintah yang diperuntukkan bagi masyarakat pelintas batas yang telah mengakui dan mau tinggal secara menetap di Indonesia. Untuk itu Bupati minta kalau ada keinginan para warga ini untuk kembali ke Pengunungan Bintang dilaporakan secara resmi tidak perlu harus melalui perantara. Karena pemerintah juga ingin mengetahui sejauh mana keinginan mereka ini benar-benar disadari. (wilpret)

    Ditulis oleh Wilpret/Papos
    Jumat, 20 Maret 2009 07:00

  • Mansoben: Perbatasan RI-PNG Butuh Kearifan Lokal

    JAYAPURA (PAPOS) -Paradigma pembangunan wilayah perbatasan RI dengan Papua Nugini (PNG) saat ini adalah pembangunan yang memiliki kearifan dan berkelanjutan. Artinya, para pembuat kebijakan dan perancang pembangunan di kawasan perbatasan antar negara ini harus memahami dan memanfaatkan potensi-potensi lokal yang tersedia di tempat tersebut,meliputi sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM).

    Hal ini disampaikan Dr.J.R.Mansoben MA, pengajar Universitas Cenderawasih (Uncen) ketika membawakan makalah pada Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) Penanganan Wilayah Perbatasan RI-PNG Tahun 2008 yang diselenggarakan Badan Perbatasan dan Kerjasama Daerah Provinsi Papua di Jayapura, Kamis (11/12).

    Mansoben menekankan pentingnya pembasahan pembangunan di wilayah perbatasan RI-PNG pada aspek potensi SDM, yaitu unsur kearifan lokal dan kaitannya dalam pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA).

    “Pemahaman ini menjadi landasan bagi perencanaan model pengembangan masyarakat yang tepat, terutama pada daerah perbatasan RI-PNG,” katanya.

    Penduduk yang bermukim di daerah perbatasan dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa hal,pertama kelompok etnik, yang terdiri dari tujuh kelompok etnik.

    Berikutnya adalah wilayah pemerintahan yang tersebar dalam lima wilayah Kabupaten dan Kota yang mencakup 20 distrik. Selain itu adalah penyebaran lingkungan ekologi yang dibagi menjadi daerah dataran pantai dan daerah perbukitan.

    Disusul aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan kondisi ekologi, yaitu menangkap ikan,berkebun, berburu dan meramu hasil hutan. Dalam penataan kehidupan bermasyarakat, Mansoben menjelaskan bahwa terdapat dua sistem kepemimpinan yang dianut, yaitu sistem kepemimpinan yang bersifat chieftainship (kepala suku) dan kepemimpinan bigmen (pria berwibawa).

    Ciri-ciri kepemimpinan chieftainship adalah pemimpin diangkat berdasarkan ascribed status atau pewarisan dari pemimpin sebelumnya. Pemimpin yang diangkat mendapat legitimasi dari ceritera mitos nenek moyang sehingga masyarakat percaya bahwa pemimpin mereka adalah titisan atau representasi dewa.

    Sedangkan kepemimpinan bigmen (pria berwibawa) adalah sistem kepemimpinan yang berdasarkan pada achievement (pencapaian) sehingga pemimpin adalah seseorang yang memiliki kualitas dan kemampuan yang termanifestasi dalam keberhasilan ekonomi, keberanian memimpin perang,mengorganisir kelompok, kearifan dan kedermawanan untuk menolong orang lain.

    Walaupun banyak perbedaan antara daerah satu dengan yang lain di wilayah perbatasan, namun ada satu kesamaan dalam aktivitas ekonomi mereka, yaitu bersifat ekonomi subsistem.

    Implikasinya adalah tujuan utama dari setiap aktivitas ekonomi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri (keluarga) dan kepentingan sosial lain, seperti upacara adat.

    Dalam masyarakat seperti ini, unit produksi utama adalah anggota keluarga, tujuan produksi terbatas dan tidak ada spesialisasi pekerjaan dalam suatu komunitas.

    Selain itu, ketergantungan kepada SDA terutama hasil hutan dan hasil hutan bukan kayu sangat tinggi.

    Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut, Mansoben menjelaskan bahwa kebijakan pengembangan masyarakat di sepanjang daerah perbatasan RI-PNG berbasis SDA hendaknya merupakan intervensi yang memihak kepada penduduk setempat sekaligus ramah lingkungan.

    Model pengembangan sebaiknya tidak berskala besar yang menggunakan teknologi canggih dan manajemen yang kompleks sebab masyarakat belum siap untuk terlibat di dalamnya.

    Model pengembangan yang disarankan adalah yang berskala kecil dengan penggunaan teknologi tepat guna yang cepat dan mudah dikuasi oleh masyarakat setempat.

    Model pengembangan ini dibedakan berdasarkan ekologi pantai dan dataran rendah serta untuk daerah pegunungan tinggi.

    Oleh karena program-program pengembangan yang akan dilaksanakan berasal dari luar dan belum dikenal masyarakat, maka perlu dilakukan pendampingan secara utuh tanpa terputus.

    “Agar proses pendampingan berjalan baik maka para pendamping harus dibekali dengan pemahaman tentang masyarakat dimana mereka akan melakukan tugasnya,” katanya.(ant)

    Ditulis Oleh: Ant/Papos
    Jumat, 12 Desember 2008

  • Garis Perbatasan Papua

    MAGELANG (PAPOS) -Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI Agustadi Sasongko Purnomo mengatakan, tidak semua garis perbatasan antara Papua dengan PNG ditempatkan pasukan pengamanan baik TNI maupun Polri karena jumlah personel yang relatif terbatas. Penegasan itu disampaikan, Jumat (12/12) kemarin, usai memimpin Penutupan Pendidikan Taruna Tingkat III Akademi Militer di Lembah Gunung Tidar Kota Magelang, Jawa Tengah.

    Pasukan pengamanan perbatasan, katanya, berada di berbagai tempat yang dinilai rawan terhagap gangguan keamanan. Kendati ia tidak menyebut secara jelas daerah-daerah yang relatif rawan di perbatasan antara kedua negara itu.

    “Namanya Papua itu dari ujung utara ke selatan lebih kurang seribu kilometer, pasukan kita hanya terbatas, sehingga ditempatkan di tempat rawan, di samping itu juga transportasi atau jalan yang terbatas, antarkecamatan juga pakai pesawat. Ini perlu dimaklumi sehingga tentara kita bersama Polri hanya menjaga tempat-tempat yang strategis, yang cukup rawan,” katanya.

    Pada kesempatan itu Agustadi juga mengatakan, pintu perbatasan antara Papua (Indonesia) dengan Papua New Guine (PNG) dibuka setiap hari. “Perbatasan dengan PNG memang setiap hari dibuka,” jelasnya.

    Setiap hari, katanya, orang dari PNG bisa belanja ke Jayapura asalkan memiliki Kartu Pelintas Batas. Apalagi, katanya, setiap hari Sabtu dan Minggu, di Wutung yang juga salah satu kawasan perbatasan antara Papua dengan PNG, dibuka pasar bagi masyarakat setempat.

    “Kalau hari Sabtu dan Minggu, di perbatasan, di Wutung, itu ada pasar yang kita gelar, kita peruntukkan anggota yang ada di situ dan untuk PNG yang ingin belanja,” katanya.

    Kemungkinan, katanya, harga berbagai barang kebutuhan di Pasar Wutung relatif lebih murah ketimbang di PNG. “Bebas mereka masuk yang penting ada Kartu Pelintas Batas,” katanya.(ant/nas)

    Ditulis Oleh: Ant/Papos
    Sabtu, 13 Desember 2008

  • Garis Perbatasan Papua–PNG Tidak Semua Dijaga Pasukan

    MAGELANG (PAPOS) -Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI Agustadi Sasongko Purnomo mengatakan, tidak semua garis perbatasan antara Papua dengan PNG ditempatkan pasukan pengamanan baik TNI maupun Polri karena jumlah personel yang relatif terbatas. Penegasan itu disampaikan, Jumat (12/12) kemarin, usai memimpin Penutupan Pendidikan Taruna Tingkat III Akademi Militer di Lembah Gunung Tidar Kota Magelang, Jawa Tengah.

    Pasukan pengamanan perbatasan, katanya, berada di berbagai tempat yang dinilai rawan terhagap gangguan keamanan. Kendati ia tidak menyebut secara jelas daerah-daerah yang relatif rawan di perbatasan antara kedua negara itu.

    “Namanya Papua itu dari ujung utara ke selatan lebih kurang seribu kilometer, pasukan kita hanya terbatas, sehingga ditempatkan di tempat rawan, di samping itu juga transportasi atau jalan yang terbatas, antarkecamatan juga pakai pesawat. Ini perlu dimaklumi sehingga tentara kita bersama Polri hanya menjaga tempat-tempat yang strategis, yang cukup rawan,” katanya.

    Pada kesempatan itu Agustadi juga mengatakan, pintu perbatasan antara Papua (Indonesia) dengan Papua New Guine (PNG) dibuka setiap hari. “Perbatasan dengan PNG memang setiap hari dibuka,” jelasnya.

    Setiap hari, katanya, orang dari PNG bisa belanja ke Jayapura asalkan memiliki Kartu Pelintas Batas. Apalagi, katanya, setiap hari Sabtu dan Minggu, di Wutung yang juga salah satu kawasan perbatasan antara Papua dengan PNG, dibuka pasar bagi masyarakat setempat.

    “Kalau hari Sabtu dan Minggu, di perbatasan, di Wutung, itu ada pasar yang kita gelar, kita peruntukkan anggota yang ada di situ dan untuk PNG yang ingin belanja,” katanya.

    Kemungkinan, katanya, harga berbagai barang kebutuhan di Pasar Wutung relatif lebih murah ketimbang di PNG. “Bebas mereka masuk yang penting ada Kartu Pelintas Batas,” katanya.(ant/nas)

    Ditulis Oleh: Ant/Papos
    Sabtu, 13 Desember 2008

  • RI-PNG Sepakat Selesaikan Masalah Perbatasan

    PORT MORESBY (PAPOS) -Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan Papua Nugini (PNG) sepakat untuk menyelesaikan masalah perbatasan kedua negara secara damai, seperti dikemukakan Mendagri RI Mardiyanto dan Mendagri PNG Mendagri Job Pomat dalam pembukaan sidang ke-26 Komite Bersama Perbatasan RI-PNG di Port Moresby, PNG, Kamis (6/11) kemarin. “Kedua negara perlu untuk meningkatkan kerjasama terutama untuk memecahkan berbagai isu perbatasan kedua pihak,” kata Mendagri Mardiyanto.

    Ia mengatakan, kedua negara juga perlu mengelola wilayah perbatasan secara baik. Hubungan bilateral kedua negara yang kuat dapat meningkatkan kerjasama kedua pihak untuk kesejahteraan masyarakat di perbatasan.

    Oleh karena itu, ia berharap beberapa isu di perbatasan kedua negara seperti di Wara Smol dan Marantikin, masalah lingkungan di sungai, dan lain-lain dapat segera diselesaikan secara baik.

    Hal senada diungkapkan Mendagri PNG, Job Pomat. Ia mengatakan segala perbedaan pandang di antara kedua pihak tidak menghalangi penyelesaian masalah secara baik dan damai.

    “Kami sedang menyiapkan segala hal terkait penyelesaian beberapa isu tersebut. Fasilitas di Wutung telah hampir selesai, begitupun dengan jalan yang menghubungkan Vanimo-Jayapura,” katanya.

    Untuk masalah Wara Smol, PNG telah merampungkan “term of reference”.

    Di sela-sela sidang, Mendagri Mardiyanto dijadwalkan mengadakan kunjungan kehormatan kepada Perdana Menteri PNG Michael T Somare dan Menlu PNG.(ant/nas)

    Ditulis Oleh: Ant/Papos
    Jumat, 07 November 2008

  • RI-PNG Memulai Sidang JBC

    PORT MORESBY (PAPOS) -Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Papua New Guinea (PNG) memulai sidang ke-26 Komite Bersama Perbatasan (Joint Border Committee/JBC) guna membahas pengelolaan wilayah perbatasan kedua negara, terutama meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut. Dalam sidang yang berlangsung di Port Moresby, PNG, Kamis (6/11) kemarin, delegasi Indonesia dipimpin Mendagri Mardiyanto dan delegasi PNG diketuai Mendagri Job Pomat.

    Dirjen Hukum dan Perjanjian Internasional Departemen Luar Negeri Edi Pratomo

    Seperi dirilis Koran ini dari ANTARA mengatakan, beberapa agenda yang akan dibahas adalah pembukaan pos pemeriksaan lintas batas di Skow-Wutung.

    Selain itu, dibahas pula repatriasi 708 WNI yang tersebar di 10 wilayah di PNG, pembentukkan “joint services on education and health” di Wara Smol dan Marantikin Papua.

    Hubungan bilateral RI-PNG berkembang positif sejak ditandatanganinya perjanjian saling menghormati, persahabatan dan kerjasama (“treaty on mutual respect, friendship and cooperation”) RI-PNG pada 1986 dan “the basic agreement on the border agreement” pada 11 April 1990.(ant/nas)

    Ditulis Oleh: Ant/Papos
    Jumat, 07 November 2008

  • Mendagri Mardiyanto Pimpin Rombongan Pertemuan JBC ke PNG

    MERAUKE- Menteri Dalam Negeri Drs. H. Mardiyanto memimpin langsung rombongan pertemuan Joint Border Committee (JBC) ke-26 yang berlangsung di Port Moresby, Papua Nuguinea selama 2 hari mulai 5-6 Nopember. Pertemuan tersebut merupakan pertemuan tahunan antara Pemerintah Republik Indonesia dan PNG terkait perbatasan kedua negara dalam rangka membahas berbagai issu dan kerjasama antar kedua Negara.

    Dengan menggunakan pesawat khusus milik TNI Angkatan Udara jenis Boing, rombongan Mendagri yang berjumlahkan sekitar 30 lebih orang itu transit sekitar 1 jam di Merauke. Tampak dalam rombongan itu, Gubernur Papua Barnabas Suebu, SH, Kapolda Papua Irjen Polisi FX Bagus Eko Danto dan mantan Penjabat Gubernur Papua Drs Saut Situmorang, M.Sc.

    Kepada Pers saat akan meninggalkan Merauke menuju Ports Moresby, Mendagri Mardiyanto mengungkapkan, dirinya transit di Merauke dalam rangka menghadiri Joint Border Committee yang merupakan kerja sama perbatasan yang dibangun oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan PNG.

    Menurut Mendagri, pertemuan akan dimulai malam ini (kemarin malam,red) melalui rapat-rapat dengan berbagai agenda-agenda yang sudah disepakati bersama untuk dibahas lebih detail yang nantinya diperoleh langkah konkrit di lapangan.
    Konkrit nyata yang diharapkan itu, ungkap Mendagri seperti pembukaan Skouw-Wutung. Lalu pembangunan kerja sama perbatasan di bidang penanggulangan HIV/AIDS. ‘’Juga yang akan disentuh menyangkut masalah kerja sama keamanan dan pertahanan bersama,’’ jelasnya.

    Hal lainnya, lanjut Mantan Gubernur Jawa Tengah ini, menyangkut masalah dampak lingkungan hidup dan akibat atau dampak dari penambangan-penambangan alam yang ada di sekitar perbatasan.

    ‘’Itu beberapa agenda yang akan dibahas dalam pertemuan itu dan mudah-mudahan tepat waktu. Karena disamping malam nanti baru acaranya dimulai, tapi sebelumnya pertemuan sudah dimulai sejak kemarin oleh Tim pendahulu,’’ jelas Mendagri.

    Mendagri berjanji akan memberikan informasi balik apa hasil yang disepakati bersama dalam pertemuan tersebut. ‘’Hasilnya, besok malam baru kita berikan. Karena kita masih akan transit dan akan makan malam bersama Bupati besok setelah balik dari sana,’’ tambah Mendagri. (ulo)

  • Puluhan Anak-anak Papua di PNG Dapat Beasiswa

    JAYAPURA-Perhatian pemerintah Republik Indonesia terhadap pendidikan anak-anak Papua, tak hanya yang ada di dalam negeri, tetapi juga yang ada di luar negeri khususnya yang berdomisili di negeri tetangga Papua New Guinea (PNG).

    Roberthus S, Atase Kebudayaan Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk PNG yang ditemui Cenderawasih Pos Sabtu mengungkapan, pemerintah memberikan beasiswa bagi anak-anak Papua yang bersekolah di PNG.

    Dikatakan, program beasiswa bagi anak-anak Papua di PNG itu sudah berlangsung sejak 2007 lalu dan kembali dilanjutkan pada 2008 ini. “Program ini dimulai tahun lalu,” ujarnya.
    Diungkapkan, KBRI di Port Moresby baru-baru ini kembali mengantar sekitar 14 anak-anak Papua untuk belajar di sejumlah perguruan tinggi ternama di tanah air, antara lain di Universitas Gajah Mada, Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Padjajaran (Unpad), Universitas Trisakti, Universitas Negeri Nasional (Unas), Universitas Atmajaya Yogyakarta dan Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. “Khusus yang terakhir ini dibiayai oleh Departemen Agama RI ,”imbuhnya.

    Sedangkan pada 2007 lalu, KBRI telah mengirimkan sekitar 8 anak Papua dari PNG dan sekarang sudah memasuki semester III yang tersebar di sejumlah perguruan tinggi tersebut di atas. “Itu berarti, dalam dua tahun ini KBRI atau Pemerintah Indonesia telah memberikan beasiswa sekitar 22 orang anak Papua di PNG,” terangnya.

    Kata Roberthus, program ini adalah bagian dari dukungan pemerintah RI dan KBRI dalam rangka memberikan kesempatan bagi anak-anak Papua di luar Indonesia untuk belajar ke perguruan tinggi. Selain itu, dengan belajar di Indonesia anak-anak itu akan dapat memahami akan tanah airnya Indonesia . “Karena mereka adalah anak-anak Papua yang lahir dan besar di PNG,” katanya.

    Dengan belajar di Indonesi, maka anak-anak itu diharapka akan mengenali budaya Indonesia secara umum dan khususnya daerahnya di Papua. Sementera itu, sejumlah orang tua yang anaknya mendapat kesempatan itu mengaku senang dan salut pada pemerintah Indonesia. Sebab meski selama ini mereka tinggal di luar negeri, namun pemerintah tetap memberikan perhatian kepada anak-anak Papua.(ta)

  • 708 Warga Papua di PNG Ingin Pulang Kampung

    Masyarakat Adat PapuaJAYAPURA, JUMAT – Sebanyak 708 warga Papua yang saat ini bermukim di berbagai wilayah di negara tetangga Papua Nugini (PNG) menyatakan niat mereka untuk pulang ke kampung halaman di tanah Papua, baik di Provinsi Papua maupun Papua Barat secara sukarela.

    Duta Besar Indonesia untuk PNG, Bom Soejanto ketika ditanya Antara seusai rapat koordinasi rencana pemulangan pelintas batas asal Papua dan Papua Barat di Jayapura, Jumat (23/5), mengatakan Kedubes RI di PNG siap membantu rencana pemulangan mereka secara sukarela dengan menyiapkan berbagai dokumen yang dibutuhkan.

    (more…)

  • PNG Paksa Separatis OPM Pulang ke Wilayah Indonesia

    Pemerintah Papua Nugini (PNG) menyatakan telah mengusir kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) dari negara tersebut untuk kembali ke wilayah Indonesia sesuai dengan tenggat waktu yang ditetapkan yaitu 29 Januari 2003. “Pengusiran itu dilakukan sesuai dengan tenggat waktu yang ditetapkan Pemerintah PNG yaitu 29 Januari 2003,” kata Wakil Komisaris Polisi PNG Raphael Huafolo sebagaimana dikutip koran di PNG pada edisi 30 Januari, Kamis.

    Menurut Raphael, hampir semua kelompok pembangkang OPM yang secara tidak sah melintas perbatasan PNG-Indonesia telah kembali ke wilayah Provinsi Papua, Indonesia. Namun, ia mengakui masih ada keprihatinan dalam masalah keamanan kendati kelompok itu sudah tidak berada di PNG. Ketegangan telah berkurang menyusul kebijakan Pemerintah PNG untuk mengusir mereka keluar dari PNG.

    Ia menegaskan, situasi di wilayah perbatasan masih harus terus dijaga secara ketat oleh pihak kepolisian sebab dengan keluarnya kelompok OPM dari PNG bukan berarti daerah perbatasan otomatis menjadi aman. Untuk itu, operasi pengawasan di daerah perbatasan telah ditingkat dengan penambahan personel yang didatangkan dari wilayah selatan. Sebanyak 30 orang personel lebih telah dikerahkan ke Wutung, sebuah desa terakhir milik PNG yang menghubungkan perbatasan PNG-Indonesia di Sandaun. Tetapi masih ada satuan polisi lain dari Lea yang diharapkan tiba di sana pada hari Senin pekan depan, kata Raphael. Tindakan itu, dilakukan untuk menjaga agar kegiatan perbatasan tetap terkendali. “Kami bertanggungjawab untuk menjamin keamanan daerah perbatasan,” katanya.

    Sebelumnya, dilaporkan bahwa Menteri Luar Negeri PNG Sir Rabbie Namaliu menjamin wilayahnya tidak bisa dijadikan basis oleh kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) untuk menyerang instalasi atau warga negara Indonesia. Hal itu diungkapkan Namaliu kepada Duta Besar Indonesia untuk PNG John Djopari dalam pertemuan mereka pekan pertama pada 2003.

    “Saya memberikan jaminan kepada Dubes Djopari bahwa PNG mengambil langkah pencegahan terhadap kemungkinan gerakan separatis menjadikan tanah PNG sebagai basis mereka,” katanya. (Ant/Ol-01)

    sumber: mediaindo.co.id
    Tanggal: Jumat, 31 Januari 2003
    http://www.dephan.go.id/modules.php?name=News&file=print&sid=2334

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?