Category: Senasib

You can add some category description here.

  • Kondisi Keamanan di Aceh Mencemaskan

    Uni Eropa dan Crisis Management Initiative (CMI) di Minta Bertindak.

    Menurut Informasi yang kami terima dari Juru Bicara KPA (Komite Peralihan Aceh) Ibrahim Syamsuddin atau KBS dari Aceh, bahwa pada 04 April 2009 jam 8.30 telah terjadi penembakan terhadap M.Jamil 42 Tahun, anngota KPA (Komite Peralihan Aceh) kawasan Aramiah, Langsa. Penembakan dilakukan oleh 2 orang menggunakan RX King dengan baju jaket hitam. Ibrahim Syamsuddin atau KBS dari Aceh, bahwa pada 04 April 2009 jam 8.30 telah terjadi penembakan terhadap M.Jamil 42 Tahun, anngota KPA (Komite Peralihan Aceh) kawasan Aramiah, Langsa. Penembakan dilakukan oleh 2 orang menggunakan RX King dengan baju jaket hitam. Kronologis korban menggunakan sepeda motor Mega Pro dari Birem, Bayuen menuju Kuala Simpang pulang ke rumah, sampai di desa Lhok Bani, Jalan Prof. Majid Ibrahim korban di tembak di kawasan sepi penduduk tulis KBS.

    Dengan itu kami atas nama Perkumpulan Rakyat Aceh se Dunia World Acehnese Association (WAA ) menyampaikan rasa duka yang mendalam atas kejadian yang menimpa anngota KPA yang di sebut bernama M.Jamil.

    Kami mengutuk keras tindakan yang sangat tidak manusiawi tersebut. Padalah saat ini rakyat Aceh sangat membutuhkan ketentraman dan kedamaian, apa lagi rakyat Aceh akan menghadapi pemilihan umum dalam beberapa hari lagi.

    Kekerasan yang masih terus terjadi di Aceh tanpa di ketahui pelakunya, itu merupakan kegagalan pihak yang bertanggung jawab terhadap keamanan di Aceh.

    Sangat di sayang kan jika kondisi ini akan berpengaruh buruk terhadap proses perdamaian antara GAM (Gerakan Aceh Merdeka) dan Pemerintah Indonesia kedepan. Kami meminta negara-negara dan badan Internasional kusunya Uni Eropa dan Crisis Management Initiative (*CMI*) yang terlibat dalam perdamaian Aceh, untuk segera turun tangan menyelesaikan berbagai kasus kekerasan dan pembunuhan yang terjadi di Aceh. Kami ingin pihak Internasional mengambil sesuatu tindakan yang dapat meredakan kondisi tersebut yang terus memakan korban, Demikian harapan kami. Minggu 05 April 2009

    Fjerritslev, Denmark.
    Tarmizi Age
    World Acehnese Association (WAA)
    Ban sigom donja *keue Aceh!*

    Tarmizi Age/Mukarram
    *World Acehnese Association* *( WAA )*
    * *Ban sigom donja *keu Aceh* *!*
    **
    *Sekretariat:*
    Molleparken 20,9690 Fjerritslev,Denmark,
    Mobile:0045 24897172
    mukarramwaa@yahoo.com

  • Genocide Politik Yang Berencana Dan Sistematis

    Oleh : Junaidi Beuransah

    Mencermati perkembangan Aceh akhir-akhir ini mulai terasa mencekam. Situasi dan kondisi Aceh menjelang pemilu 9 April mendatang semakin mencemaskan bagi rakyat Nanggroe Aceh Darussalam(NAD). Suasana tegang jelas terlihat dari berbagai aksi kekerasan (kriminalitas) dan usaha-usaha kelompok misterius yang menjurus ke “subversiv” untuk mendobrak perdamaian/MoU dan upaya menggagalkan pemilu yang melibatkan partai politik lokal di Aceh. Jaringan Group/kelompok misterius tersebut sampai saat ini masih berlebel “OTK”.

    Ketenangan dan kedamaian yang selama ini berlangsung di Aceh mulai terusik disebabkan tangan-tangan profokator maupun teror-teror yang kini sudah menjalar diseluruh nagad raya Aceh. Para teroris yang anti damai dan anti demokrasi di Aceh gemar menaburkan benih-benih ketakutan sehingga menimbulkan kegoncangan suasana kondusif yang sekarang dirasakan oleh masyarakat Aceh. Karena itu sulit diprediksi adanya sebuah jaminan keselamatan terhadap kondisi riil kedamaian Aceh untuk saat ini. Dan, ketegangan-ketegangan yang terjadi diberbagai daerah terindikasi sebagai wujud adanya kelompok/pihak terselubung yang melakukan operasi penyiraman bensin dan rencana pembakaran kembali Aceh.

    Suhu politik Aceh bertambah buruk sehubungan gencarnya intimidasi, teror, sweeping, penyiksaan, penyerangan massal, pembakaran kantor partai politik, pelemparan bahan peledak dan pembunuhan bersenjata layaknya dimasa konflik dulu. Kondisi ini menyebabkan rakyat Aceh cemas dan khawatir Aceh akan kembali digiring kelembah peperangan disaat Aceh sedang membalut suasana damai.

    Perkembangan Aceh merosot tajam selama sebulan terakhir ini pasca penembakan empat personel KPA/PA di tiga lokasi berbeda di Aceh. Gelombang panas kembali memuncak setelah Gubernur Irwandi Yusuf melaporkan para milisi melakukan sweeping dan menangkap anggota PA di Bener Meriah, Aceh Tengah, Kamis(12/2) yang lalu. Informasi mendadak itu disampaikan Gubernur Irwandi dihadapan forum pertemuan khusus dengan Tim Menko Polhukam di aula serba guna Kantor Gubernur Aceh dan serta-merta menjadikan forum pertemuan itu senyap dan terpukul dengan informasi dimaksud.

    Masih berkaitan dengan informasi tadi, KPA-PA baru-baru ini menggelar konferensi pers di Sekretariat Komite Peralihan Aceh(KPA) di Banda Aceh untuk memberikan klarifikasi seputar insiden di Bener Meriah yang mengakibatkan anggota/kader PA menjadi korban kekerasan dan penganiayaan dari tim gabungan sweeping. Namun dalam kesempatan jumpa pers itu KPA-PA turut menghadirkan para saksi dan mereka(korban)-pun secara terbuka membeberkan kronologis peristiwa pahit yang menimpa mereka.

    Berita kontroversi yang menggegerkan tersebut, sebelumnya pernah dilansir harian Serambi edisi Sabtu(14/2) bahwa insiden penjaringan mantan anggota GAM itu hanya sebuah rekayasa yang dilakukan oleh pihak polisi. Namun kejadian sebenarnya telah diluruskan oleh para saksi(korban) bahwa semua itu dilakukan oleh kesatuan TNI. (lengkapnya, baca; Pengurus PA Hadirkan Korban Kekerasan Di Bener Meriah, Serambi, 15/2).

    Belum lama berselang dari tindakan kriminal berbaju politik di Aceh Tengah, agenda kekerasan dan ketegangan politik Aceh diperuncing lagi dengan peristiwa gerombolan bersebo yang menyerang pasar Indrapuri, Aceh Besar(Sabtu/15/2). Penyerangan membabibuta bersenjata tajam itu mengakibatkan masyarakat ketakutan dan mendapat tekanan psykis serta menghancurkan rasa kedamaian Aceh yang sedang terbina.

    Insiden brutal Indrapuri sama persis dengan drama pembacokan warga masyarakat dipasar Bireuen hampir dua tahun yang lalu dan ini merupakan foto copy masa konflikt yang terjangkit kembali. Komplotan yang umumnya berpostur tubuh tegap itu langsung melakukan aksinya dengan membacok masyarakat yang sedang berada dipasar tanpa sebab dan kesalahan apapun. Namun masyarakat di pasar Indrapuri sepertinya mendeteksi aksi para gerombolan kriminal tersebut. Ini merupakan model peristiwa kriminal dari serangkain kejadian yang telah terjadi di Aceh yang penuh muatan politis.

    Bumi Aceh sekarang kembali berdarah. Korban pembunuhan sia-sia terus berjatuhan dimana-mana. Mereka yang menjadi korban peluru “OTK” umumnya mantan anggota Gerakan Aceh Merdeka(GAM) yang sudah membaur kemasyarakat dan kini berlindung dalam wadah politik Komite Peralihan Aceh dan Partai Aceh. Mereka(anggota KPA/PA) tumbang satu demi satu disaat Aceh sedang damai setelah proses penyelesaian politik Aceh-Jakarta dimeja Helsinki Agustus 2005 lalu.

    Kenapa mereka(KPA/PA) selalu menjadi sasaran penembakan sniper? Tentu jawaban tepat dan logik adalah persoalan politik masa lalu dan sekarang. Mereka terus diburu karena dianggap lawan politik paling berbahaya. Sepertinya ini sebuah usaha rapi untuk melumpuhkan lawan. Dengan kata lain, adanya operasi kelompok terselubung untuk “Pemusnahan(Genosida) terhadap calon-calon politisi Partai Lokal Yang sangat Berencana dan Sistematis”.

    Eks gerilyawan GAM secara bertubi-tubi menerima ancaman dan tindakan kekerasan terhadap mereka yang dilakukan oleh pihak tertentu yang disinyalir sangat terorganisir ini. Seperti penegasan oleh juru bicara KPA, Ibrahim KBS; “Kami sudah tidak sanggup lagi mengalami perlakuan tidak adil dari aparat negara, hampir setiap hari ada saja anggota kami yang mendapatkan perlakuan kasar, anggota kami dibunuh, kantor kami dibakar, dilempar granat dan lainnya,”. “Dulu saat konflik kami terbunuh, saat damai juga dibunuh, kalau mati saat berperang, wajarlah, tapi ini mati saat sedang damai dan kami tidak memegang senjata,” ungkap Ibrahim yang mengaku telah lelah menghadapi persoalan ini, (Waspada/13/2).

    Akibat dampak dari rangkaian pembunuhan yang selama ini terjadi, maka sangat dikhawatirkan terhadap keberlangsungan proses demokrasi Aceh dalam pemilu bulan dekan. “Dampaknya adalah ini telah mencederai pertama apa yang kita harapkan yaitu perdamaian. Ini telah mencederai semangat perdamaian di Aceh. Yang kedua, ini juga telah mencederai proses penegakan hukum di Aceh, bahwa telah menunjukan hukum tidak mampu menyelamatkan warga negara. Sehingga orang bisa mati begitu saja, sehingga upaya-upaya teror bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja”,(Radio Nederland Weredomroep/16/2).

    Ikrar politik GAM-RI di Helsinki merupakan sebuah kewujudan bersama untuk menghentikan peperangan di Aceh. Tidak ada lagi darah yang mengalir di bumi Aceh. Hilang rasa dendam dan sebutan-sebutan negativ terhadap bekas GAM. Kita masih terekam diingatan tentang hal-hal penting yang terdapat dalam kesepakatan bersama MoU Helsinki dalam teks pidato “Wali Nanggroe” Teungku Hasan Muhammad Ditiro ketika pulang ke Aceh bahwa;

    Pertama: Mantan pejuang Aceh tidak ada lagi dipanggil dengan sebutan “sparatis”, karena t elah mengikat diri dengan kesepakatan yang telah di tanda-tangani oleh pihak seperti termaktup di dalam MoU Helsinki. Kini rakyat Aceh sudah mulai merasakan hidup aman dan tenang serta tidak lagi merasa takut terhadap berbagai tindakan kekerasan seperti y ang terjadi di masa konflik yang baru berakhir sekitar tiga tahun yang lalu.

    Kedua: Aceh telah lama dilupakan dunia, akan tetapi dengan gempa dan tsunami serta adanya MoU Helsinki, Aceh telah menjadi perhatian dunia internasional untuk dapat dibantu secara langsung terhadap kepentingan rakyat Aceh dari segala kehancuran dan ketinggalan di semua bidang.

    Ketiga: Aceh akan mendapatkan kebebasan dalam bentuk hak-hak sipil, politik dan mengenai hak-hak ekonomi, sosial dan budaya sebagaimana tercantum di dalam K onvenan Internasional Perserikatan Bangsa-bangsa, di mana proses tersebut, dijalankan melalui proses demokrasi, adil dan bermartabat. Sebagai imbalan, Pemerintah Pusat mempunyai hak-hak tersendiri yang telah diatur di dalam MoU Helsinki tersebut.

    Perjanjian politik antara Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintah Indonesia di Helsinki, 15 Agustus 2005, merupakan rahmat besar yang sekarang dirasakan seluruh masyarakat Aceh karena kedamaian dan kenyamanan secara menyeluruh telah tercipta di bumi Aceh. Memorandum of Understanding(MoU) turut memberikan konstribusi sangat berharga terhadap proses awal tegaknya demokrasi di Indonesia. Dan tidak hanya itu, Indonesia juga telah membawa keharuman bangsa dimata Internasional dengan sebab penyelesaian Aceh lewat meja diplomatik.

    Kiranya semua pihak diharapkan menjaga dan memelihara perdamaian Aceh dan bukannya berusaha menghancurkan. Proses perdamaian yang cukup alot dan sulit diperoleh ini perlu diselamatkan oleh semua komponen bangsa. MoU yang dihasilkan di Helsinki adalah dasar pijakan hukum bagi terciptanya kebebasan dan kedamaian yang berkelanjutan bagi semua pihak.

    *Penulis adalah aktifis World Acehnese Association ( WAA ) sekarang menetap di Denmark*

    Kamis 19 Februari 2009

    Fjerritslev, Denmark
    Tarmizi Age/Mukarram
    *World Acehnese Association* *( WAA )*
    * *Ban sigom donja *keu Aceh* *!*
    **
    *Sekretariat:*
    Molleparken 20,9690 Fjerritslev,Denmark,
    Mobile:0045 24897172
    mukarramwaa@yahoo.com
    www.waa-aceh.org

  • Kekerasan yang berterusan di Aceh Amat di Sesalkan

    World Acehnese Association ( WAA ) merasa prihatin terhadap situasi Aceh paska 3 tahun lebih memorandum of understanding (MoU).

    Kami simpati kepada rakyat Aceh yang terus menjadi korban kekerasan setelah damai di sepakati. Kekerasan yang seakan-akan sengaja di cipta dengan target kusus di Aceh seperti memukul dan bahkan menembak orang-orang KPA (Komite
    Peralihan Aceh)/Partai Aceh adalah hal yang cukup disayangkan, bahkan menjadi satu pertanyaan kusus kepada kita semua mengapa kekerasan tak henti-henti di Aceh, dan terus menerus terjadi padahal Aceh sudah di Isytiharkan damai sejak 15 agustus 2005.

    Pemukulan Rakyat Aceh di Bener Meriah oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada 11/02/2009 seperti yang di lansir Theglobejourna.com adalah salah satu bentuk penganianyaan yang tidak seharusnya terjadi jika penghormatan terhadap hak rakyat untuk hidup aman damai di hormati.

    Penembakan Taufik (35), Ketua Posko Partai Aceh (PA) Desa Ujong Kalak, Kecamatan Johan Pahlawan (Meulaboh), Aceh Barat, Kamis (12/2) seperti di laporkan Serambinews.com 13/02/2009 08:55 WIB di lihat oleh kami sebagai penghilangan hak hidup oleh orang-orang yang sangat arogen dengan situasi damai.

    Berbagai situasi dan kondisi yang memburuk di Aceh menurut kami tidak terlepas dari lemahnya kinerja Polisi yang salah satu tugasnya untuk memberi rasa aman dan damai kepada seluruh rakyat Aceh.

    Kami masyarakat Aceh di luar negeri turut berusaha dengan upaya yang ada, agar Aceh menjadi sebuah tempat yang aman, besar harapan kami semoga seluruh rakyat Aceh tidak lagi di siksa dengan berbagai tindak kasar oleh siapapun,
    cukuplah sudah penderitaan yang di rasakan sebelumnya, biarkanlah damai di Aceh benar-benar di nikmati oleh semuanya.

    Minggu 15 Februari 2009
    Fjerritslev, Danmark

    Tarmizi Age
    World Acehnese Association ( WAA )
    Ban sigom donja *keu Aceh !*

    Tarmizi Age/Mukarram
    *World Acehnese Association* *( WAA )*
    * *Ban sigom donja *keu Aceh* *!*
    **
    *Sekretariat:*
    Molleparken 20,9690 Fjerritslev,Denmark,
    Mobile:0045 24897172
    mukarramwaa@yahoo.com
    www.waa-aceh.org

  • Eks Pengungsi Timtim Didekati Parpol

    JAYAPURA (PAPOS) –Masyarakat eks pengungsi Timor-Timur (Timtim) yang bermungkim di Provinsi Papua sejak tahun 1999 mulai didekati oleh Parpol (Partai Politik) seperti yang dilakukan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) “PDIP melalui Ketua DPD PDIP Provinsi Papua setelah mendapat informasi bahwa hingga kini masyarakat eks pengungsi Timtim belum mendapatkan hak-hak mereka sesuai janji pemerintah maka partai ini mulai mendekati mereka untuk memperjuangkan hak-hak itu,” kata Lambertus, salah seorang pengurus eks pengungsi Timtim di Jayapura, Minggu kemarin.

    Maksud digelar pertemuan bersama masyarakat eks pengungsi Timtim yang bermukim di Jayapura, Minggu (26/10) kemarin untuk mencek berkas administrasi keanggotaan perkumpulan eks pengungsi Timtim dan selanjutnya bersama DPD PDIP Papua berangkat ke Jakarta untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat eks pengungsi yang selama ini belum diterima.

    Diupayakan, setiap kepala keluarga (KK) dapat menerima uang sebesar Rp10 juta sebagai bagian dari pelaksanaan pemenuhan hak-hak masyarakat eks pengungsi Timtim yang bermukim di Papua.

    Jumlah warga eks pengungsi Timtim yang bermukim di Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura tercatat sebanyak 500 KK dan dari jumlah tersebut, 200 KK di antaranya sudah memiliki kartu keanggotaan perkumpulan masyarakat eks pengungsi Timtim.

    “Kita menghargai inisiatif DPD PDIP Papua yang dalam waktu dekat berangkat ke Jakarta memperjuangkan hak-hak masyarakat eks pengungsi Timtim di Papua. Tentu saja, inisiatif ini tidak bermaksud sebagai upaya Parpol ini untuk membeli suara menjelang Pemilu legislatif 2009 mendatang,” kata Lambertus.

    Sementara itu, salah seorang pengurus perkumpulan masyarakat eks pengungsi Timtim, Yosis mengatakan, pihaknya terus berusaha agar setiap warga eks pengungsi Timtim di Papua memiliki kartu tanda pengenal sehingga apabila pemerintah pusat mengucurkan dana bantuan maka pembagian dana tersebut mengacu pada kartu keanggotaan itu.

    “Kami sudah membagikan sedikitnya 200 kartu tanda pengenal eks pengungsi Timtim dan masih banyak dari warga eks pengungsi ini yang hingga kini belum memiliki kartu tanda pengenal itu sehingga pengurus terus berupaya mendata warga eks pengungsi Timtim guna diberikan kartu tanda pengenal,” katanya.

    Dia mengakui kalau DPD PDIP berinisiatif untuk memperjuangkan hak-hak eks pengungsi Timtim yang selama ini bermukim di Papua. Kiranya inisiatif tersebut tidak dipandang sebagai kampanye memebli suara menjelang Pemilu 2009 melainkan bkti kepedulian PDIP atas nasib masyarakat eks pengungsi Timtim di Papua.

    Pertemuan yang dihadiri sekitar 100 warga eks pengungsi Timtim itu berlangsung di Asrama Haji, Kotaraja, Jayapura.

    Suasana pertemuan diwarnai hujan interupsi dan pertanyaan-pertanyaan kristis seputar kesungguhan PDIP memperjuangkan nasib eks pengungsi Timtim di Papua, sumber dana yang akan diberikan kepada warga eks pengungsi Timtim, apakah dari Pemerintah Pusat melalui Departemen Sosial ataukah dari kantong Ibu Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum DPP PDIP.

    Selain itu, banyak peserta pertemuan bersikap ragu dan pesimis atas tawaran bantuan PDIP Papua untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat eks pengungsi Timtim itu karena mereka sudah berpengalaman seputar janji-janji seperti ini dari banyak instansi baik swasta maupun pemerintah yang hingga kini tidak terwujud namun menjelang Pemilu, PDIP kelihatannya berbaik hati dan relah berkorban untuk urusan ini.(ant)

    Ditulis Oleh: Ant/Papos
    Senin, 27 Oktober 2008

  • *World Acehnese Association ( WAA ) Selamat kepada Partai Aceh ( PA )

    *World Acehnese Association ( WAA )

    Selamat kepada Partai Aceh ( PA )

    Salam Demokrasi.

    Kami sebagai sebuah persatuan masyarakat Aceh sedunia atau disebut dengan World Acehnese Association ( WAA ), pertama sekali, kami ingin menyampaikan *Selamat kepada Partai Aceh ( PA )* dan partai lainnya yang telah berhasil sukses melalui berbagai ujian sehingga lulus menjadi sebuah Partai yang bisa berpartisipasi penuh di Aceh.

    Kami simpati dengan usaha yang gigih dari para pejuang Aceh ( GAM ) dan seluruh rakyat Aceh yang dengan berbesar hati telah bisa meninggalkan perjuangan bersenjata dan menukar dengan Demokrasi, sehingga hari ini semua orang sudah bisa aktif berperan dalam kancah politik di Aceh dengan sebuah tekat dan tujuan untuk membangun Aceh yang damai.

    Semoga saja rakyat Aceh dapat memahami dan ikut berpartisipasi mendukung usaha –usaha pejuang untuk masa depan Aceh yang gemilang.

    Kami sebagai bahagian dari masyarakat Aceh yang tersebar di seluruh penjuru dunia dengan penuh semangat *mendukung* *Partai Aceh ( PA ) *dengan harapan *PA* akan berada dibarisan hadapan dalam mewujudkan cita-cita seluruh rakyat Aceh . * *

    Kepada semua partai di Aceh yang telah ikut lulus verikasi, untuk terus bangkit menyuarakan cita-cita rakyat Aceh dengat tetap mengutamakan semangat perdamaian yang telah di tempuh dalam masa yang sangat sulit.

    Kami World Acehnese Association ( WAA ) punya keyakinan bahwa partai –partai yang lahir di Aceh yang berdasar artikel *1.2 Tentang Partisipasi Politik* , yang di sebut pada Perjanjian Damai antara GAM ( Gerakan Aceh Merdek ) dan RI ( Republic Indonesia ), akan menjadi rebutan Rakyat Aceh untuk menyuarakan aspirasi mereka,maka kami berharap kepada seluruh Partai di Aceh untuk menunjukkan sikap kedewasaan dalam berpolitik dan saling menghargai.

    Kepada seluruh rakyat Aceh kami berharap memanfaatkan momentum ini untuk membuktikan,bahwa kita masyarakat Aceh tetap bersatu dalam kondisi apapun juga,dan kita bisa menjadikan Aceh sebagai daerah yang benar-benar Demokrasi dan Damai sehingga kita bisa meraih kehidupan yang sejahtera dan bahagia.

    Sekali lagi selamat sukses kepada para Pejuang Gerakan Aceh Merdeka ( GAM ) dan *Partai Aceh ( PA )*
    Hassan Basri : Denmark
    Adnan Daud : Denmark ( Eropa )
    Tgk Hamdani Hamid : Kanada
    Muhammad Nurul Al-Khalil : Amerika
    Hajji Tengku Qadir Abdullah : Norwegia ( Scandinavia )
    Safrizal Juli, : Sudan ( Afrika )
    Fjerritslev, Denmark 10 July 2008

    Mukarram
    Kontak Person
    Molleparken 20,
    Pos 9690 Fjerritslev, Denmark.
    Mobile : +4524897172
    Email : mukarramkmpd@yahoo.com
    mukarramkmpd@gmail.com

  • Pernyataan WAA : Undang-Undang Pemerintah Aceh Halangi MoU

    Undang-Undang Pemerintah Aceh ( UU PA ) halangi MoU

    Salam Perdamaian.

    Memorandum of Understanding Between The Government of The Republic of Indonesia And The Fre Aceh Movement ,merupakan satu perjanjian perdamaian untuk Aceh dan seluruh rakyatnya.

    Pemerintah republic Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka ( GAM ) telah menegaskan komitmen mereka untuk penyelesaian konflik Aceh secara damai,menyeluruh,berkelanjutan dan bermartabat bagi semua.

    Kami World Acehnese Association ( WAA ) gembira dengan proses-proses yang sudah berjalan di Aceh selama ini yang sesuai dengan MoU,namun ada banyak hal yang masih harus di betulkan oleh pemerintah Indonesia untuk tidak lari
    jauh dari inti dasar perjanjian damai yang termuat dalam butir-butir MoU.

    Undang-Undang Pemerintah Aceh ( UU PA ) yang di tandatangani oleh DPR-RI ( Dewan Perwakilan Rakyat – Repbublik Indonesia ) pada 11 July 2006 dan di sahkan oleh Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada 1 Agustus 2006
    adalah merupakan hasil yang lahir dari kompromi perdamaian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka ( GAM ) yang di tandatangani pada 15 Agustus 2005 di Helsinki,Finlandia,maka cukup tidak relevan UU PA
    untuk di gunapakai di Aceh jika ada bab atau fasal di dalam UU PA yang menghalangi MoU.

    Ada beberapa hal yang jelas terlihat oleh kita masih menjadi hambatan dalam Perdamaian di Aceh dan ini berkaitan erat dengan UU PA yang tidak aspiratif dan kami menaruh harapan kepada Pemerintah Indonesia sebagai penanggung
    jawab pelaksana proses damai di Aceh harus segara merevisi bab dan fasal dalam UU PA yang bertolak belakang dengan MoU agar di kemuadian hari tidak menjadi landasan timbulnya konflik baru di Aceh,ini sangat penting.

    Eropa dan Crisis Management Initiative ( CMI ), Pemerintah Repubik Indonesia ( RI ) dan Gerakan Aceh Merdeka ( GAM ) serta Negara-negara di dunia dan juga lembaga-lembaga yang berperan di Aceh, kami mengharap untuk menggunkan
    artikel-artikel MoU dalam berbagai aktifitas di Aceh,jika ada hal-hal yang bertentangan dengan MoU dalam UU PA misalnya,maka diharap semua pihak untuk segera merujuk kembali kepada isi perjanjian utama,agar tidak menimbulkan
    krisis-krisi kepercayan terhadap perdamaian.

    WAA World Acehnese Association ( WAA ) juga meminta kepada Eropa dan CMI memberitau Pemerintah Republik Indonesia ( RI ) dan Gerakan Aceh Merdeka ( GAM ) dan pihak-pihak yang terlibat mensukseskan perdamaian Aceh untuk
    segera merealisasi perkara-perkara penting di Aceh :
    * KKR dan pengadilan HAM hingga saat ini belum terbentuk di Aceh
    * Proses reintegrasi masih sumbat
    * Polisi dalam penegakan hukum harus fair dan tidak diskriminatif serta menghormati HAM
    * TNI dan dalam proses hukum dan fungsi Pertahanan di Aceh harus sesuai dengan MoU.
    * Segala Keputusan Untuk Aceh harus berdasarkan persetujuan pemerintah Aceh

    Beberapa hal diatas menurut kami merupakan penunjang utama suksesnya perdamaian Aceh yang berkelanjutan dan bermartabat.

    Terakhir sekali kami menaruh harapan kepada seluruh rakyat Aceh untuk terus memupuk perdamaian di Aceh dan tetap cerdas dalam mengontrol perdamaian,sehingga rakyat Aceh tidak kembali terbohongi dengan
    alasan-alasan baru yang bertolak belakang dengan kehendak perjanjian damai.

    Fjerritslev, Denmark 30 July 2008
    Mukarram
    Kontak Person

    Molleparken 20,
    Pos 9690 Fjerritslev, Denmark.
    Mobile : +4524897172
    Email : mukarramkmpd@gmail.com

  • Solusi Damai atas Masa Lalu

    INDONESIA dan Timor Leste bersepakat untuk melupakan masa lalu dengan hati dan semangat damai. Adalah terlalu mahal dan melelahkan bila masa lalu terus saja dikenang dengan hati dan kepala panas.

    Tidak banyak pihak atau negara yang mau menempuh solusi seperti ini. Apalagi di antara dua negara yang pernah terlibat pertikaian dan pertumpahan darah.

    Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP)–badan yang dibentuk untuk menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia di Timor Leste–telah menyelesaikan tugasnya. Sebuah rekomendasi disusun KKP dengan judul Mengenang Masa Lalu untuk Masa Depan.

    Rekomendasi itu diserahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Timor Leste Ramos Horta dalam pertemuan di Denpasar, Bali.

    Banyak hal yang harus dikerjakan sesuai rekomendasi itu. Akan tetapi yang paling penting adalah kesepakatan kedua negara untuk menghentikan tuntutan hukum terhadap pelanggaran hak asasi di Timor Leste, baik oleh kalangan militer Indonesia maupun oleh kalangan Timor Leste sendiri.

    Inilah kesepakatan yang melegakan. Melegakan, karena dengan demikian tidak ada lagi petinggi militer atau mantan petinggi militer Indonesia yang merasa dikejar-kejar oleh tuduhan pelanggaran HAM. Orang seperti Wiranto yang selama ini terus dihantui kecurigaan dan tuduhan, boleh bernapas lega.

    Sesungguhnya rekonsiliasi antara Indonesia dan Timor Leste tidak hanya keharusan di antara kedua negara, tetapi yang jauh lebih penting adalah rekonsiliasi di antara orang-orang Timor Leste sendiri. Rekonsiliasi antara Timor Leste timur dan Timor Leste barat. Rekonsiliasi antara orang-orang Timor Leste yang lari ke Indonesia karena dianggap membela penyatuan Timor Timur–ketika itu–dengan Republik Indonesia dan warga Timor Leste yang memilih merdeka.

    Sejarah yang dipenuhi dengan kekerasan dan pertumpahan darah yang berlangsung lama adalah luka yang sulit disembuhkan kalau tidak didukung tekad kuat untuk melupakan dan memaafkan. Bagi para pemimpin Timor Leste saat ini, mengurus rakyat memperbaiki masa depan melalui kesejahteraan jauh lebih penting daripada selalu membebani diri dengan mencari-cari siapa di masa lalu yang pantas dihukum karena telah melakukan kejahatan.

    Seorang Nelson Mandela bisa menjadi contoh tentang rekonsiliasi yang jujur, bersih, dan bersemangat negarawan. Dia mengakhiri begitu saja pertumpahan darah dan politik apartheid yang amat rasialis di Afrika Selatan tanpa menuntut apa-apa. Dan, kini Afrika Selatan bangkit.

    Indonesia dan Timor Leste memilih cara melupakan dan memaafkan. Hubungan baik kedua negara di masa depan jauh lebih penting daripada mengungkit-ungkit kesalahan dan kejahatan masa lalu.

    Hanya, harus dipahami bangsa yang lupa pada kebaikan adalah bangsa yang jahat. Bangsa yang lupa pada keburukan adalah bangsa yang bodoh. Sejarah, kalau mau ditulis dan dikenang adalah peringatan bagi generasi bahwa bangsanya atau nenek moyangnya di masa lalu pernah melakukan kekejaman yang tidak perlu diulang lagi.

    Itulah aspek penting dari rekonsiliasi. Rekonsiliasi tidak akan terjadi kalau dilandasi semangat balas dendam dan dengki.

    Indonesia dan Timor Leste telah memberi pelajaran tidak saja kepada dunia tentang cara penyelesaian konflik, tetapi juga kepada anak cucu di kedua negeri. Bahwa untuk berdamai harus ada semangat dan kemauan untuk melupakan dan memaafkan.

  • Korban HAM Timor Timur Masih Bisa Tempuh Jalur Internasional

    TEMPO Interaktif, Jakarta:Korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) Timor Timur masih bisa mencari keadilan melalui jalur internasional. Ketua Komisi Nasional HAM Ifdhal Kasim mengatakan, mekanisme internasional tersebut yakni mendorong Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk membuka peradilan internasional terhadap pelaku pelanggaran HAM. ”Selain, perlu juga diketahui bagaimana sikap Sekretaris Jenderal PBB atas hasil kerja Komisi Kebenaran dan Persahabatan dan komisi ahli PBB yang memantau proses penegakan hukum di pengadilan HAM sebelumnya,” ujar Ifdhal saat dihubungi Tempo, Rabu (16/7).

    Komisi Kebenaran dan Persahabatan Indonesia-Timor Leste telah menyerahkan laporan akhir tentang temuan pelanggaran berat hak asasi manusia sebelum dan setelah jajak pendapat di Timor Leste, September 1999. Komisi yang dibentuk sejak 11 Agustus 2005 itu menyerahkan laporannya kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Timor Leste Jose Ramos Horta, dan Perdana Menteri Timor Leste Kay Rala Xanana Gusmao di Nusa Dua, Bali, Selasa (15/7) kemarin. Kedua negara bersepakat tidak melanjutkan kasus pelanggaran HAM yang terjadi sebelum dan sesudah jajak pendapat ke proses hukum.

    Ifdhal mengatakan, hasil pantauan komisi ahli PBB pada tiga tahun lalu merekomendasikan agar dibentuk pengadilan internasional atau pengadilan campuran dan pengadilan nasional yang di dalamnya ada unsur internasional, misalnya salah satu hakimnya adalah hakim asing.

    Sementara hasil Komisi Kebenaran dan Persahabatan yang disampaikan kepada kedua negara, menurut dia, menyebutkan terjadi pelanggaran HAM dan mengusulkan agar kedua negara melakukan pemulihan terhadap para korban. Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Timor Leste Ramos Horta menyesalkan peristiwa itu dan tidak menindaklanjuti ke ranah hukum.

    Namun upaya melalui jalur internasional ini, kata Ifdhal, membutuhkan waktu panjang. Alasannya, kedua negara sudah sepakat untuk tidak membawa masalah ini ke pengadilan. ”Secara politis sudah tertutup kemungkinan itu,” ujarnya.

    Komnas, kata dia, juga tidak bisa menindaklanjuti laporan KKP karena komisi itu menggunakan laporan dan hasil investigasi Komnas sebagai dasar klarifikasinya. Lagipula, lanjut Ifdhal, prosedur penanganan kasus dugaan pelanggaran HAM akan dilimpahkan ke kejaksaan. Sedangkan kejaksaan adalah alat pemerintah dan bekerja atas perintah presiden serta pembentukan pengadilan HAM ad hoc pun perlu persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. ”Jadi tidak bisa menggunakan mekanisme nasional,” katanya.

    Rini Kustiani

  • Semangat Rekonsiliasi

    Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) RI-Timor Leste, yang dibentuk pada 9 Maret 2005, bertujuan mewujudkan ke- inginan rakyat Indonesia dan Timor Leste, menyelesaikan masa lalunya dengan tetap melihat pada kebenaran dan semangat rekonsiliasi.

    KKP dibentuk atas alasan penegakan keadilan lewat persidangan-persidangan terbukti tidak bisa memberikan hasil memuaskan.

    Pengadilan menghasilkan keputusan yang sifatnya semata-mata menang dan kalah, yang diyakini justru akan bisa jadi ganjalan upaya-upaya rekonsiliasi.

    Menyeret para pelaku pelanggaran HAM di Timor Leste ke baik ke meja persidangan maupun mahkamah internasional, seperti yang diharapkan banyak kalangan, dikhawatirkan justru menyulitkan penyembuhan luka lama dan menjadi kendala rekonsiliasi.

    Karena itu, KKP dalam mandatnya sengaja dirancang untuk tidak memiliki fungsi pro yustisi atau penegakan hukum. Dengan begitu, rekomendasi apa pun yang dihasilkan oleh KKP tidak akan berujung dengan digelarnya persidangan-persidangan.

    Mengacu mandatnya itu, KKP tidak mempunyai kewenangan untuk membuat rekomendasi pengadilan lanjut. Maka, sejak awal para komisioner KKP harus memelihara tugas-tugasnya di komisi agar tidak tergelincir ke aktivitas-aktivitas yang bersifat pro yustisia. [E-9]

    Last modified: 15/7/08

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?