Category: Penghianat

Menggugat aksi dan gelagat para Kaum Papindo sebagai penghianat tanah dan bangsa Papua.

  • Dewan Presidium Masyarakat Papua Indonesia Siapkan Kongres

    Jayapura (ANTARA News) – Dewan Presidium Masyarakat Papua Indonesia (DPMPI) mulai melakukan berbagai persiapan dalam rangka pelaksanaan kongres pertama yang menurut rencana digelar Agustus mendatang guna memperkuat visi perjuangan dalam mempertahankan tanah Papua dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

    Hal itu disampaikan salah seorang deklarator DPMPI, Heemskercke Bonay di Jayapura, Selasa sehubungan dengan dimulainya persiapan penyelenggaraan kongres pertama perkumpulan ini yang merupakan wadah berkumpulnya para mantan pejuang dan anak-anak mantan pejuang keutuhan NKRI di tanah Papua.

    “Dewan Presidium Masyarakat Papua Indonesia telah berencana menggelar kongres pertama setelah dibentuk setahun yang lalu bertempat di gedung Bank Papua, Jayapura. Berbagai persiapan mulai dilakukan, seperti pembentukan panitia kongres, persidangan, peserta kongres dan sebagainya,” katanya.

    Kongres pertama ini, lanjut putri sulung mantan gubernur pertama Irian Barat (kini Papua), Eliezer Yan Bonay itu, selain untuk memperteguh visi perjuangan DPMPI yakni mempertahankan Papua dalam bingkai NKRI juga ingin menyatakan diri kepada seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke dan dari Sangir hingga Rote Ndao bahwa para mantan pejuang keutuhan NKRI masih ada di tanah Papua.

    Kongres ini pun merupakan momentum berharga bagi penerusan dan pelestarian semangat juang keutuhan Papua dalam bingkai NKRI kepada generasi muda khususnya para anak cucu mantan pejuang NKRI.

    Heems menjelaskan, semua anggota DPMPI, para kader dan simpatisan organisasi ini telah bertekad melestarikan semangat nasionalisme 1 Mei 1963 yakni kembalinya tanah Papua (ketika itu disebut Irian Barat) ke pangkuan ibu pertiwi Indonesia.

    Penyerahan Irian Barat dari wakil UNTEA, Dr Djalal Abdoh kepada Pemerintah RI yang diwakili Sujarwo Condronegoro berlangsung pada 1 Mei 1963.

    “Hari ini tanggal 1 Mei 1963, kita menghadapi suatu peristiwa yang sangat penting. Ya, hari yang bersejarah bagi kita sekalian, khususnya bagi rakyat Irian Barat dan bagi bangsa Indonesia seluruhnya. Betapa hebatnya perjuangan bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke yang telah diberikan untuk mencapai saat yang penting ini,” kata Condronegoro ketika berpidato pada 1 Mei 1963.

    Saat yang penting ini, lanjutnya adalah penyerahan kekuasaan pemerintahan atas daerah ini kepada pemerintah Republik Indonesia, yang berarti penyatuan kembali seluruh daerah yang dahulu merupakan daerah Hindia Belanda.

    Penyatuan kembali seluruh daerah Hindia Belanda dalam bingkai NKRI telah disampaikan oleh Wakil Belanda, Dr.Van Royen dalam sidang Dewan Keamanan PBB, 22 Desember 1948.

    “Seperti yang saya terangkan semula, pertikaian bukan mengenai soal apakah Indonesia akan menjadi merdeka atau tidak. Semua pihak bersetuju bahwa apa yang dulu dinamakan Hindia Belanda harus menjadi satu negara merdeka secepat mungkin,” kata Van Royen seperti dikutip Sujarwo Condronegoro,SH dalam pidatonya itu. (*)

  • OPM Rame-rame Kembali ke Ibu Pertiwi

    Anggota Organisasi Papua Merdeka (Dok. GATRA/Ida Palaloi)Otonomi khusus di Papua sedikit memperlihatkan tuah. Setidaknya, dua pimpinan Organisasi Papua Merdeka (OPM) mengakui hal itu. Mereka yakin, otonomi khusus yang dilaksanakan Pemerintah Indonesia di Papua sudah memenuhi prinsip keadilan. Karena itu, dua tokoh bernama Nicholas M. Messet, yang disebut-sebut sebagai mantan Wakil Menteri Luar Negeri OPM, menyatakan ingin kembali menjadi warga negara Indonesia (WNI).

    Medio pekan silam, seorang di antara mereka menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla di Istana Wakil Presiden. “Saya sudah kirim surat kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk kembali sebagai WNI,” kata Nicholas, yang kini memegang kewarganegaraan Swedia.

    “Otonomi khusus adalah pilihan terbaik bagi Papua,” kata Nicholas di hadapan pers. Pada saat ini, menurut dia, banyak anggota OPM di luar negeri yang ingin kembali menjadi WNI. Setidaknya, ia menyebut angka 1.000 orang yang menetap di Papua Nugini dan 20-30 orang di Belanda yang punya keinginan sama dengannya. Termasuk mantan petinggi OPM lainnya bernama Frans Albert Joku.

    Pernyataan Nicholas itu segera saja menuai reaksi keras dari sejumlah tokoh OPM di luar negeri. Setidaknya, dua pentolan organisasi itu buka suara. Menurut Moses Weror, tokoh OPM di Madang, Papua Nugini, setidaknya ada dua hal yang mesti diluruskan. Pertama, soal jabatan mantan wakil menteri luar negeri. “Dia hanya anggota di ring empat, yang status keanggotaannya masih diragukan. Dalam OPM juga tidak ada jabatan menteri luar negeri atau wakilnya. Yang ada hanya penghubung luar negeri di sejumlah negara,” katanya.

    Selain itu, Moses juga mengungkapkan, baik Nicholas maupun Frans semula memang anggota OPM murni. Mereka sempat diberi posisi: Frans sebagai penghubung di Papua Nugini dan Nicholas menjadi anak buahnya. “Tapi mereka dipecat sejak tahun 2005 dan sudah ada penggantinya,” ujar Moses lagi tanpa menyebutkan nama penggantinya karena memang dirahasiakan. Itu hal kedua yang mesti diluruskan tentang ketokohan Nicholas dan Frans.

    Menurut Moses, pemecatan itu dilakukan atas sejumlah pertimbangan. Para petinggi OPM menilai, sejak kematian Theys Hiyo Eluay pada 10 November 2001, sikap Nicholas dan Frans tampak berubah. Keduanya dinilai aktif mempengaruhi warga OPM kembali ke Papua dan mempromosikan keberhasilan konsep otonomi khusus untuk Papua. Sampai-sampai keduanya dicap sebagai susupan Pemerintah Indonesia. “Sebab, bagi kami, kemerdekaan Papua adalah harga mati,” kata Moses.

    Penilaian senada diungkapkan John Otto Ondowame, petinggi OPM untuk Vanuatu. Berbicara dari Port Villa, ia menilai langkah yang ditempuh Nicholas tidak akan mempengaruhi perjuangan OPM. Sebab posisi Nicholas tidak berarti apa-apa bagi anggota OPM. “Benar, pada organisasi kami tidak ada jabatan menteri luar negeri. Yang ada hanya liaison officer, pejabat penghubung, untuk negara tempat tinggal aktivis kami,” kata John, yang juga sudah menjadi warga negara Swedia.

    Nicholas yang akrab dengan nama sapaan Nick itu pun membantah semua tudingan. Ia menegaskan bahwa dirinya bukan pengkhianat dan bukan pula orang susupan Pemerintah Indonesia. “Saya aktivis OPM murni, berjuang untuk Papua merdeka. Niat saya kembali menjadi WNI hanya karena sudah ada kemajuan serius setelah sekian lama saya tinggalkan Papua,” ujarnya.

    Nick yang kini berusia 61 tahun itu menyatakan, kesediaannya kembali menjadi WNI terutama setelah melihat program otonomi khusus. “Saya melihat ada perubahan besar, kemajuan besar, yang dicapai rakyat Papua setelah pemberlakuan program otonomi khusus. Program itu, menurut saya, cukup berhasil,” ia menegaskan.

    Nick yang kini berprofesi sebagai pilot di Papua Nugini itu lahir dan dibesarkan di kota kecil bernama Sarmi –kini sudah menjadi kabupaten sendiri. Ia berasal dari keluarga berada. Ayahnya, Thontje Messet, tercatat enam tahun menjadi Bupati Jayapura (1976-1982). Tapi, sejak menginjak dewasa, ia memendam kekecewaan mendalam karena merasa diperlakukan tak adil.

    Cita-citanya menjadi orang Papua pertama yang jadi pilot Indonesia kandas. Walhasil, pada 1969, ia kabur ke Papua Nugini dan meminta suaka di sana. Nick pun langsung mendapat beasiswa untuk mengikuti pendidikan pilot di Australia. Setamat sekolah pilot, ia memilih kewarganegaraan Swedia sambil aktif berkampanye untuk kemerdekaan Papua di mancanegara.

    Kini, setelah mengutarakan niatnya kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi, Nick tentu masih harus melalui proses lagi. Menurut Menteri Hukum dan Hak-hak Asasi Manusia, Andi Mattalatta, prosesnya tidak akan rumit karena dia bukanlah seorang terpidana. “Soal syaratnya, tentu tidak hanya proses administrasi, melainkan juga melihat semangat kejiwaannya terhadap negara kesatuan Republik Indonesia,” katanya kepada Anthony dari Gatra.

    Namun lembaga yang dipimpin Andi itu tampaknya bakal kebanjiran permohonan repatriasi. Sebab, menurut R. Sandjaya, staf media dan informasi Kedutaan Besar Indonesia di Port Moresby, setidaknya ada 200 warga di Papua Nugini yang ingin menjadi WNI lagi. “Jumlah mereka yang ingin repatriasi makin bertambah karena mereka menilai situasi Papua sudah membaik,” ujarnya kepada John Kristian Pakage dari Gatra.

    Erwin Y. Salim dan Antonius Un Taolin
    [Nasional, Gatra Nomor 46 Beredar 30 September 2007]

  • JONAH WENDA MURNI DIPAKAI OLEH BIN, BAIS, BAKIN DAN AGEN CIA UNTUK MENGHANCURKAN TPN/OPM DI HUTAN RIMBA RAYA

    TO:

    CC: bwenda@infopapua.org; koteka@papuapost.com

    Friday, January 19, 2007 11:17 A

    SPMNews Port Numbay

    JAYAPURA – Jonah Wenda salah seorang Agen BIN, BAIS, BAKIN, CIA yang bersembunyi dibalik baju Liberation, Peace, Love, Justice & Independence Must be Taken By Force telah mengadakan pertemuan dengan beberapa LSM-LSM di Papua Barat untuk melakukan KTT di PNG sebagai Konggres Tandingan yang telah dilakukan oleh Panglima TPN-OPM General Matias Wenda di PNG pada bulan Desember 2006 lalu.

    Isu-isu propokatif yang sedang dijalankan oleh Jonah Wenda, Daniel Randongkir, Deni Yomaki, Dias Gujangge menyebar isu bahwa KTT ini telah mendapat mandat dari seluruh panglima Kodap serta sebagai bukti Foto-foto ketika turun kelapangan. Kenyataannya Jonah Wenda tidak pernah ketemua dengan Kelly Kwalik, Titus Murib, Goliat Tabuni, Matias Wenda tetapi Jonah Wenda pergi kedaerah-daerah ketemu dengan beberapa teman-teman lama yang kebanyakan para hamba Tuhan sambil itu Jonah mengambil gambar, aneh dan sangat mengherankan photo-photo para hamba Tuhan dibilang para gerilyawan yang sambil pegang Alkitab, duduk minum kopi susu, makan nasi ayam di STA Sinatma, Nabire, Timika ke Yamahak. TPN-OPM punya rumah di hutan rimba raya tidak pernah duduk minum kopi susu, makan nasi ayam.

    Seorang pemimpin Politikus murahan yang kerjanya hanya meminta-minta uang dimasyarakat, hal terbukti dengan hasil keringgat masyarakat Sorong 100.000.000 juta telah terima dari seorang tokoh Melanesia di Abe dan Junus Wenda, Daniel Randongkir, Dias Gwijangge, Sem Rumbrar dengan menggunakan mobil kaca gelap merk Alfansa membawa kabur ke PNG uang rakyat hasil penjual sayur kacang panjang, sayur kangkung dipakai untuk mabuk-mabuk dan hambur-hamburkan uang, sangat menyedihkan sekali hasil keringgat masyarakat bukan dipakai untuk perjuangan. Kegiatan ini mereka dalam perjuangan untuk bisnis perut saja.

    Sekarang ini, kegiatan mereka dikota Nabire sedang menggupulkan dana. Sementara tidak pernah ada perintah dari beberapa Panglima Tinggi dari beberapa Kodap untuk melaksanakan KTT TPN-OPM. Karena kegiatan persatuan dan kesatuan telah dilaksanakan oleh Panglima Pusat Revolusi TPN/OPM telah memilih General Matias Wenda sebagai Panglima TPN-OPM yang sah pada bulan Desember 2006 lalu di PNG. Jika ada KTT TPN-OPM hasil karangan agen BIN, Bakin, Bais, CIA sudah jelas arahnya untuk menghancurkan TPN-OPM yang selama ini bertahun-tahun dihutan rimba raya.

    Jonah Wenda yang sedang diboncengi LSM-LSM pemakan bangkai (Drakula) yang hidup hanya menari-nari diatas darah-darah rakyat Papua berusaha melakukan KTT di Australia, LSM-LSM tidak punya hak sama sekali untuk urus pagar Militer TPN-OPM. Karena fisi dan missi perjuangan berbeda. LSM-LSM kerja untuk cari proyek untuk bisa dapat makan sementara TPN-OPM berjuang untuk Papua Merdeka Penuh dari segala bidang, bukan LSM-LSM dan Jonah Wenda hitung-hitung korban lalu dapat founding Luar bukan politik murni. Jonah Wenda memang murni dipakai oleh BIN, BAKIN, BAIS, dan CIA untuk menghancurkan perjuangan Papua Merdeka selama ini. Hati-Hati dengan Penjilat Pantat NKRI dan CIA demi menyelamatkan Papua kedalam tangan Burung Garuda dan Bicara Papua Merdeka untuk cari makan. Silahkan hubungi sang penjilat pantat sejati Jonah Wenda HP: 085244525489

    Konsulat Jenderal AMP Internasional Papua
    Iringgame Tabuni

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?