Category: Penghianat

Menggugat aksi dan gelagat para Kaum Papindo sebagai penghianat tanah dan bangsa Papua.

  • Tokoh OPM Pertemuan Tertutup dengan Gubernur – Nicholas: Gubernur Sudah Lakukan yang Saya Mimpikan

    Nicolaas Jouwe, diapit Pengihanat Nick Messet, Fransalberth Joku dan Barnabas Suebu
    Nicolaas Jouwe, diapit Pengihanat Nick Messet, Fransalberth Joku dan Barnabas Suebu

    JAYAPURA- Setelah tiba di Jayapura, Ahad (22/3) lalu, Senin (23/3) kemarin, tokoh yang dikenal sebagai Pencetus Organisasi Papua Merdeka (OPM), Nicholas Jouwe bertemu dengan Gubernur Papua, Barnabas Suebu,SH di Gedung Negara, Dok V Jayapura.

    Setelah melakukan pertemuan tertutup sekitar 2 jam, Nicholas Jouwe yang datang bersama kedua anaknya, yaitu Alexander Jouwe dan Nancy Leilani Jouwe serta rombongan lainnya itu kemudian menyempatkan waktunya sebentar untuk berbicara di hadapan wartawan yang telah setia menunggu hingga pertemuan itu usai.

    “Saya senang sekali bertemu Bapak Gubernur. Memang saya seorang pejuang (OPM,red) dan semua orang tahu. Tapi Bapak Gubernur
    ini seorang pelaksana. Dia lakukan semua tugas yang saya mimpikan. Itu bedanya antara kita berdua,” tutur Nicholas Jouwe.

    Dirinya merasa sangat senang bertemu dengan sosok Putra Papua, Barnabas Suebu yang dinilainya telah duduk pada tempat yang benar. “Sebab apa yang saya perjuangkan dari luar, tapi dia kerjakan dari dalam dan itu bagusnya, itu bedanya. Beliau lebih capek daripada saya, sebab kalau saya cuma kata-kata, tapi dia ini orang dari perbuatan. Jadi beda antara kata dan perbuatan, dan inilah orangnya, Bapak Gubernur Suebu,” ujar Jouwe singkat.

    Saat ditanya lebih lanjut, Jouwe sudah enggan berkomentar, namun intinya, apa yang telah diperjuangkannya di luar, ternyata sudah dilaksanakan oleh Gubernur Papua, Barnabas Suebu,SH.

    Sementara itu, Gubernur Papua, Barnabas Suebu saat dimintai komentarnya mengatakan, dalam pertemuannya tersebut, pihaknya menjelaskan hal-hal yang dilakukannya untuk mensejahterakan rakyat dalam payung Otonomi Khusus.

    “Tadi saya menjelaskan, dalam payung otonomi khusus, kita membangun kampung, kita perbaiki makanan dan gizi, pendidikan, kesehatan, perumahan rakyat, air minum serta menjelaskan pembangunan infrastruktur dan membangun Papua yang pemerintahannya bersih dari korupsi. Ini semua untuk kesejahteraan. Itu yang Bapak Nic katakan, saya berjuang secara politik karena isi dari kemerdekaan itu pada akhirnya untuk rakyat sejahtera, untuk pendidikan baik, kesehatan baik dan sebagainya. Itu yang beliau (Nicholas Youwe,red) maksudkan, saya bicara di luar tapi yang kerjakan adalah bapak Gubernur,” terang Suebu.

    Usai bertemu gubernur, sang Tokoh senior OPM itu, berkesempatan mengunjungi kampung kelahirannya di Kayu Pulo. Saat menginjakkan kaki di Kayu Pulo, Jouwe disambut dengan tarian penyambutan ala suku Kayo Pulo. Dia mendapat sambutan hangat dari, keluarga, handaitaulan serta warga Kayu Pulo.

    Sebagaimana diketahui, Nicholas Jouwe, tokoh OPM yang sudah 50 tahun lebih tinggal di Belanda, sejak Ahad tiba di bumi Papua. Kedatangannya disambut pejabat setempat dan para pendukungnya. Mereka yang dendam dengan tokoh 85 tahun itu juga ikut menyambut.

    Jouwe tiba di Bandara Sentani siang itu dengan pesawat Garuda Indonesia. Dia didampingi kedua anaknya, Alexander Jouwe dan Nancy Leilani Jouwe. Kedatangannya disambut bak tokoh penting. Itu terlihat dari sambutan hangat yang diberikan Gubernur Papua Barnabas Suebu di bandara tersebut.

    Kedatangan Jouwe juga disambut dua orang eks aktivis OPM yang pernah mencari suaka ke Australia. Mereka kini sudah tobat setelah menyatakan diri untuk memilih kembali ke pangkuan ibu pertiwi. Mereka adalah, Franzalbert Joku dan Nicholas Messet.

    Sementara itu, Franzalbert Joku yang dimintai komentarnya terkait kedatangan pencetus OPM Nicholas Jouwe ke Jayapura mengatakan, tidak ada kepentingan tertentu, kecuali hanya ingin melihat secara langsung dan dari dekat tanah air yang dulu pernah ditinggalkan, selain menerima undangan presiden SBY.

    Dikatakan, dari kesempatannya mengunjungi Kayu Pulo, Nicholas juga menyampaikan ucapan terima kasihnya kepada pemerintah Indonesia, dalam hal ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan para menteri yang sudah memberikan kesempatan mengunjungi keluarga ke Papua.
    “Beliau juga sempat memberikan bantuan Rp 100 juta pada gereja di sana. Dan untuk kemajuan Papua akan dibahas bersama presiden nantinya,” katanya. Disinggung mengenai apakah kedatangan Nicholas Jouwe bisa memberikan perubahan poltik di tengah maraknya kelompok orang yang menyuarakan aspirasi merdeka, menurut Franzalbert, keinginan tersebut merupakan sikap ketidakpuasan atas belum terpenuhinya apa yang seharusnya diperoleh, seperti hak dasar orang Papua maupun bentuk kesejahteraan yang merata.

    Hanya Franz melihat perlu satu kesadaran yang harus disosialisasikan untuk merubah pandangan tadi. Sekalipun masih ada yang meneriakkan merdeka, yang perlu diperhatikan adalah dalam arti apa kalimat tersebut diterjemahkan, mengingat saat ini dari penerapan Otsus di era reformasi sudah banyak yang dijawab.

    “Jika saat ini masih banyak orang yang menyuarakan tentang kemerdekaan, maka saya pikir itu pemahaman mereka sendiri dan itu perjuangan gaya lama meski selama ini terus disuarakan,” jelas Franz yang juga sebagai Ondofolo Ifar Besar memaparkan.

    Meski dari kedatangan pencetus OMP ini sempat diwarnai aksi massa yang menganggap Nicholas Youwe bertanggung jawab atas perjuangan yang ditinggalkan, menurut Frans apa yang dilakukan Nicholas saat ini masih tetap bagaimana memperjuangkan nasib orang Papua. “Ia (Nicholas Jouwe) memahami betul perubahan yang terjadi di dunia, di Indonesia dan Papua dan seumur hidupnya niat tersebut terus diperjuangkan agar bagaimana Papua sejahtera, aman tanpa pemerintahan yang otoriter dan kini dapat dijawab dengan perubahan yang ada,” bebernya.

    Menurutnya saat ini tidak perlu melihat Papua bergabung dengan negara mana, entah itu Papua New Guinea, Australia ataupun negara mana jika Indonesia sudah menjawab semuanya.

    “Dengan pemerintahan penuh, Otonomi Khusus dan stuktur pemerintahan yang lain bukanlah menjadi satu tujuan, tetapi sebaiknya dijadikan sarana untuk dikelola demi tujuan akhir yakni menjadikan masyarakat yang adil dan sejahtera tadi,” imbuhnya. (fud/ade)

  • Mantan Gubernur Izaac Hindom Tutup Usia

    Gambar: MELAYAT – Suasana haru di rumah duka Almarhum Izaac Hindom.

    Catatan SPMNews:
    Telah diberitakan beberapa hari lalu oleh SPMNews bahwa akan ada satu orang Tokoh Papua yang akan meninggal dan gempa bumi akan terjadi. Ternyata yang meninggal adalah Mantan Gubernur Irian Jaya. Pesan ini kami terima dari Pemangku Adat Papua yang diangkat oleh Alam Papua dengan Kode “AWAS”, yang sudah mulai melakukan kegiatan-kegiatan mendukung aspirasi bangsa Papua sejak Desember 2004.

    Walaupun kami masih berkomunikasi dengan makhluk selain manusia untuk mengkonfirmasi, kami telah melihat tanda-tanda beliau akan dipanggil ke Perut Bumi Cenderawasih.

    Beliau adalah penopang NKRI, pendukung penuh NKRI dengan otak dan secara khusus ADAT-nya yang selama ini sulit bagi kami untuk menembusnya. Sekarang satu benteng pertahanan NKRI dari sisi Adat telah rubuh. Kita tunggu dua lagi. Amin.

    Mantan Gubernur Irian Jaya (Irja) ke-6, Izaac Hindom, Rabu (11/3) kemarin sekitar pukul 09.30 WIT meninggal dunia diusia 78 tahun di RSUD Dok II Jayapura, setelah sebelumnya dirawat di Rumah Sakit (RS) Marthen Indey.

    JENAZAH almarhum mantan Gubernur yang juga merupakan pendiri Yayasan Bhineka Tunggal Ika (YBTI) Irian Jaya itu, disemayamkan di rumah duka di Jalan Sujarwocondronegoro NO. 4 Angkasapura, Jayapura. Almarhum menghembuskan nafas terakhirnya, setelah sebelumnya dirawat selama delapan hari di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dok II Jayapura.
    Dari pantauan Papua Pos, setibanya jenazah di rumah duka, para pelayat dari instansi pemerintah, TNI dan Polri berdatangan melayat dan memberikan ketabahan hati kepada keluarga yang ditinggalkan. Tak ketinggalan, seluruh mahasiswa dan pengurus Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ), turut hadir memberikan dukungan.

    Almarhum Izaac Hindom yang lahir di Adora Kabupaten Fak-fak, 23 Desember 1930 itu, meninggalkan 3 orang anaknya masing-masing satu anak kandung, dan dua anak angkat dan satu orang cucu.

    Riwayat Almarhum Izaac Hindom semasa hidup, antara lain pernah menjabat sebagai Wakil Gubernur selama dua tahun (1980-1982), lalu menggantikan Gubernur Irian Jaya ke-5, Drs. Busiri Suryowinoto yang meninggal dunia dan menjabat sebagai kepala pemerintahan di provinsi tertimur di Indonesia ini, sejak tahun 1982-1987.

    Sebelum menjabat sebagai Gubernur ke-6 Irian Jaya, almarhum terlebih dahulu menjabat sebagai kepala pemerintahan pada kecamatan Teminabuan, Inanwatan, Aryamaru, Aitinyu dan Aifat, di Keresidenan Manokwari, Irian Jaya.

    Selain itu, beliau (almarhum-red) pernah menjadi anggota Badan Pemerintah Harian (BPH) Provinsi Irian Barat pada tahun 1965, anggota DPR/MPR-RI pada tahun 1971 hingga 1981 dan juga menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) sejak tahun 1988.

    Ricky Hindom, anak kedua almarhum ketika ditemui wartawan, Rabu (11/3) kemarin di rumah duka mengatakan, meninggalnya Ketua Yayasan Bhineka Tunggal Ika ini disebabkan adanya penyumbatan di paru-paru, sehingga fungsi dari paru-paru tidak dapat berfungsi dengan baik.
    Menurutnya, almarhum akan dimakamkan di Pemakaman Umum Kristen Abepura (Tanah Hitam), tepat disamping almarhumah Ny. Hindom dan rencananya akan dilakukan pemakaman pada Jumat (13/3) lusa.(**)

    Sumber Click

    Ditulis Oleh: Islami/Papos

  • Nasib Pejuang Integrasi Papua Dilupakan

    Hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri. Ungkapan itu, mencerminkan pengalaman warga negara Indonesia asal Provinsi Papua yang melintas batas dan menetap di negara tetangga Papua Nugini (PNG). Pelintas batas itu menyebar di Port Moresby, Wewak, Madang, Lae, Buka, Rabaul, Kingga, Daru, Vanimo, dan Manus. Sebanyak 708 orang dari ribuan pelintas tahun 1984 tersebut ingin kembali ke tanah kelahirannya atas kesadaran sendiri. Mereka melintas batas, karena alasan konflik sosial politik yang mengancam kelangsungan hidup.

    Menurut Departemen Luar Negeri, pelintas batas tersebut akan kembali seusai pemilihan umum calon anggota legislatif 9 April 2009.

    Sekretaris Daerah Provinsi Papua Tedjo Soeprapto dalam rapat persiapan di Jayapura baru-baru ini mengungkapkan, pemulangan pelintas batas akan menghabiskan dana Rp 30 miliar untuk persiapan sarana dan prasarana, termasuk pembinaan. Dana berasal dari Kantor Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Dua kabupaten yang paling banyak menerima kepulangan pelintas batas, yakni Jayapura 119 keluarga (451 jiwa) dan Boven Digoel 22 keluarga (108 jiwa). Selain itu, Kabupaten Merauke, Puncak Jaya, Tolikara, Mimika, Biak Numfor, dan Keerom.

    Menurut Neles Tebay, pelintas batas yang pulang itu merupakan kemenangan diplomasi pemerintah. Kemenangan tersebut akan dimanfaatkan dalam diplomasi internasional. Mereka mau pulang karena Papua sudah aman dan diperlakukan mereka dengan baik. “Tetapi, kalau dana Rp 30 miliar digunakan untuk memperbaiki nasib pejuang integrasi Papua ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tak akan membuat pemerintah populer di luar negeri. Padahal, keutuhan NKRI disatukan oleh para pejuang,” katanya.

    Sementara, pemerintah melupakan pengorbanan pejuang integrasi, yakni Trikora, Gerakan Merah Putih, dan Dewan Musyawarah Pepera. “Pejuang yang masih hidup harus diperhatikan. Secara psikologis, yang diinginkan orang- orang Papua pejuang integrasi supaya dihormati, diingat, jasa-jasa mereka dihargai, dan dikenang. Sekalipun bantuan sosial itu tak seberapa, prinsipnya pemerintah mengakui keberadaannya sebagai pejuang dalam menegakkan keutuhan NKRI,” ujarnya.

    Mantan Wakil Ketua Gerakan Merah Putih, Joel Worumi yang dijebloskan Belanda berkali-kali ke penjara mengatakan, pelintas batas kembali ke Papua karena ini tanah kelahirannya.

    Joel mengungkapkan pihaknya kecewa atas perlakuan pemerintah yang tak adil itu. Padahal, mereka sudah mengkhianati negara. Sedangkan, pejuang integrasi yang mempertaruhkan nyawa dan darah untuk keutuhan bangsa, kehidupannya memprihatinkan.”Jangan hanya memprioritas pelintas batas yang mengkhianati keutuhan bangsa. Tolong berlaku adil juga untuk pejuang. Kalau pemerintah memperhatikan pengungsi yang kembali ke Papua dari PNG, tolong perhatikan kami juga,” katanya.

    Kesejahteraan

    Senada dengan Worumi, mantan Komisaris Gerakan Merah Putih, Jantje Numberi menegaskan, pejuang membutuhkan sentuhan kesejahteraan dan dialog kemanusiaan. “Alangkah bahagianya ketika menjelang Pemilu 2009 maupun pemilihan presiden, diharapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Jusuf Kalla berkesempatan berdialog dengan pejuang integrasi di Tanah Papua,” katanya.

    Sementara pejuang lain, Peter Wona mengatakan, mereka telah mempertahankan tetap berkibarnya bendera Merah Putih di Papua. Apakah pemerintah melupakan perjuangan masyarakat Papua? Padahal, mereka sudah memberikan segalanya bagi negara.

    “Lalu apa yang kami dapat dari negara. Untuk itu, siapa pun yang menjadi presiden, orang Papua punya hak menjadi menteri atau menduduki berbagai jabatan di pemerintah pusat dalam mengukuhkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Tentu yang dipilih harus orang Papua yang berkualitas,” katanya.

    Harapan pejuang integrasi dan veteran di Papua dan Papua Barat dapat diwujudkan pemerintah. Menurut Presiden Susilo Bambang Yodhoyono dalam buku Semuanya Untuk Rakyat, pemerintah sangat peduli dengan veteran pejuang Kemerdekaan RI yang telah berjuang mengusir penjajah, membela dan mempertahankan NKRI. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya, termasuk dalam meneruskan cita-cita dan perjuangannya.

    Presiden Yudhoyono dalam buku itu antara lain menyatakan, pemerintah menyadari bahwa veteran lebih mengharapkan penghargaan daripada materi. Namun, pemerintah tetap memberikan tunjangan veteran yang berkisar antara Rp 470.000 sampai Rp 526.000 per bulan.

    Selain itu, diberikan jaminan kesehatan bagi veteran beserta keluarga dan pemberian dana kehormatan veteran lain. Apakah ini diberikan juga untuk veteran di Papua? Dengan demikian mereka tak merasa dibiarkan dibandingkan pelintas batas yang kembali dari PNG ke Provinsi Papua dan Papua Barat. [SP/Wolas Krenak/Robert Isidorus]

  • 57 Warga PNG Minta Bergabung ke NKRI

    MERAUKE (PAPOS) – Sebanyak 57 warga PNG yang lahir dan besar di Kampung Olmawata, Daru-PNG meminta untuk bergabung ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Permintaan itu disampaikan oleh warga saat berdialog dengan Asisten III Setda Kabupaten Merauke, Agustina Basik-Basik, S.Sos dan Badan Kesbang Linmas Merauker beberapa hari lalu di Kampung Nasem.

    Kasubdit Pengembangan Perbatasan Kesbang Linmas Kabupaten Merauke, Elieser Teorupun yang ditemui Papos di ruang kerjanya, Rabu (4/2) mengatakan, sebanyak 57 warga yang terdiri dari 9 kepala keluarga (KK) beradal dari Kampung Olmawata, PNG telah menyatakan kesediaan untuk bergabung ke pangkuan NKRI.

    “Mereka adalah orang yang lahir dan besar di kampung Olmawata tetapi minta kembali ke Indonesia,” katanya.

    Dimana keinginan pulang itu datang dari warga sendiri tanpa ada unsur pemaksaan dari siapapun. Hanya saja merasa saat ini tidak nyaman hidup di PNG lantaran kurang diperhatikan hak-hak mereka oleh pemerintah negara PNG

    Masih menurut Teorupun, saat ini ke- 57 warga itu tinggal sementara bersama keluarga mereka di Kampung Nasem sejak dua bulan lalu (Desember 2008), bahkan sekarang semuanya tidak mau lagi pulang ke PNG, tetapi mereka mengiginkan kembali ke pangkuan NKRI.

    Untuk menindaklanjuti rencana kepulangan mereka ke Kampung Nasem, lanjut Teorupun, akan dilakukan setelah mengurus semua administrasi dan setelah ada petunjuk dari Bupati Merauke, Drs. Johanes Gluba Gebze, karena hal ini terkait dengan hubungan antar dua negara.

    “ Agar hubungan kedua negara tetap harmonis sebagaimana biasa, maka semua persyaratan administrasi harus dibereskan, apalagi mereka sudah bisa hidup dengan keluarganya di Kampung Nasem,” katanya.

    Ditambahkan, ke 57 warga itu lahir dan besar di PNG dan kehidupan sehari-hari di Kampung Olmawata adalah sebagai petani. Tetapi karena ada sanak saudara dan keluarga di Kampung Nasem, mereka datang untuk Natal sekaligus menjajaki dan atau melihat kondisi di Merauke dan ternyata setelah melihat malah mereka tidak mau lagi kembali ke Olmawata, PNG malah mereka minta untuk menjadi warga NKRI. (cr-44)

    Ditulis Oleh: Cr-44/Papos
    Jumat, 06 Februari 2009

  • 708 Warga Papua Akan Pulang dari PNG

    [BANDUNG] Departemen Luar Negeri (Deplu) menanti kucuran dana dari Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat untuk memulangkan 708 orang warga negara Indonesia (WNI) dari Papua Nugini (PNG). Mereka tersebar di 10 kabupaten di PNG.

    “Sebanyak 708 dari sekitar 25.000 orang Papua di PNG ini sudah menyampaikan niatnya pulang sejak 2008 secara sukarela. Kehidupan ekonomi mereka tidak jauh berbeda dibandingkan saat masih tinggal di Papua,” kata Direktur Keamanan Diplomatik Deplu, Sujatmiko, di Bandung, Jawa Barat, Senin (12/1).

    Dikatakan, pemerintah menargetkan memulangkan mereka sebelum April 2009. Penduduk asal Papua yang bermaksud kembali ke tempat kelahirannya itu sudah tinggal antara lima hingga 20 tahun di PNG. Kebanyakan dari mereka, tinggal di daerah hutan dan perbatasan.

    Pemerintah sudah pernah memulangkan warga Papua dari negara yang sama pada tahun 2005. Jumlahnya waktu itu 250 orang lewat jalur Merauke. Untuk pemulangan kali ini, setiap warga akan dikumpulkan di Port Moresby dari 10 kabupaten di PNG. Dari sana, mereka akan diterbangkan ke Jayapura dan dipulangkan ke tempat tinggal masing-masing. [153]

  • Kepulangan 708 Warga Papua Tertunda

    BANDUNG, SENIN — Kepulangan 708 warga Papua yang menyeberang ke Papuaniugini dan kini hendak kembali ke daerah asalnya tertunda. Hingga kini keinginan mereka terkendala dana Pemerintah Indonesia untuk membiayai ongkos perjalanan.

    Menurut Direktur Keamanan Diplomatik Departemen Luar Negeri Republik Indonesia Sujatmiko di Bandung, Senin (12/1), pengajuan kepulangan mereka sebenarnya sejak tahun lalu. Namun, hingga kini, pihaknya belum menerima persetujuan dan pengucuran dana.

    “Mengenai besarannya, saya serahkan pada negara. Namun, dengan keinginan besar warga untuk pulang, kami targetkan pencairan dana turun sebelum Pemilihan Umum 2009,” katanya.

    Menurut Sujatmiko, mereka yang ingin pulang adalah bagian dari sekitar 25.000 warga Papua yang berada di sepuluh kabupaten Papuaniugini. Mereka telah tinggal di Papuaniugini antara 5 dan 25 tahun atau bahkan lebih. Mereka meninggalkan Indonesia dengan alasan ketakutan pada organisasi pengacau keamanan (OPM), ketakutan perang adat, konflik dengan pendatang, hingga motif ekonomi.

    “Mereka secara tradisional melewati perbatasan, seperti berjalan kaki. Pengawasan pertugas perbatasan tidak maksimal karena dengan batas antarnegara yang membentang 700 kilometer,” katanya.

    Akan tetapi, harapan mereka mendapatkan kehidupan lebih baik ternyata tidak tercapai. Sujatmiko mengatakan, mereka malah hidup lebih miskin. Bahkan, tidak jarang banyak warga Papua terpaksa hidup di hutan akibat kesulitan ekonomi. “Di luar semua itu, hal yang paling mendorong mereka untuk kembali adalah keadaan Papua yang saat ini dikatakan lebih aman,” katanya.

    Mengenai perkembangan kepulangan warga Papua di Australia, dari sementara target 43 orang, Deplu sudah membantu kepulangan lima warga. Adapun 38 orang lainnya, meski belum pulang, diyakini dalam waktu dekat akan kembali ke Indonesia.

    Sementara itu, di Gedung Merdeka Bandung digelar diskusi bertema “Diplomasi Untuk Papua”. Sebagai pembicara adalah Peneliti Senior Pusat Studi Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Muridan Widjojo dan Yoel Rohrohmana, Pejabat Fungsional Direktorat Amerika Utara dan Tengah Deplu, yang berasal dari Papua.

    Menurut Muridan, masih banyak hal yang harus dilakukan Indonesia untuk Papua. Pemerintah dituntut menghapuskan marjinalisasi warga Papua, menuntuaskan pembangunan di segala bida ng dasar, persoalan pelanggaran hak asasi manusia (HAM), serta sejarah kepercayaan kemerdekaan Papua.

    Penghapusan marjinalisasi, menurut Muridan, bisa dilakukan dengan memaksimalkan otonomi khusus. Di dalamnya bisa dilakukan pelatihan dan pendekatan, baik bagi pejabat pemerintah dari Papua, maupun kalangan swasta Papua.

    Pembangunan di segala bidang dasar, seperti pendidikan, kesehatan, dan akses ekonomi juga harus diperhatikan. Minimnya perhatian membuat kesejahteraan masyarakat Papua sangat rendah.

    “Untuk permasalahan HAM, pemerintah bisa mendorong Komisi Nasional HAM membuat buku putih pelanggaran. Selain itu perlu dialog intensif agar masyarakat Papua bersatu dalam Republik Indonesia,” katanya.

    Sementara itu, Yoel mengatakan, banyak pembangunan di Papua justru tidak menyentuh kebutuhan pokok masyarakat, terutama kesejahteraan sosial, ekonomi, dan keamanan. Hal itu membuat Papua semakin tertinggal. Hal itu sangat disayangkan karena potensi ekonomi dan sosial budaya di Papua sangat tinggi.

    CHE

  • Para Mantan Pejuang Trikora Tidak Rela Papua Pisah dari NKRI

    JAYAPURA- Dalam rangka HUT Trikora ( Tiga Komando Rakyat) ke-47, jajaran Muspida Provinsi Papua, Kamis (18/12) kemarin melaksanakan kegiatan sosial anjangsana ke sejumlah mantan Pejuang Trikora.

    Kegiatan anjangsana ini dibagi dalam beberapa kelompok/rombongan. Rombongan pertama, Kasdam XVII/Cenderawasih Brigjen TNI Hambali, Kakesbang Papua mewakili Gubernur, Wakajati Papua Poltak Mannulang, SH, Aster Kasdam Kolonel CHB Viktor Tobing dan Kapendam Letkol Inf. Imam Santoso mengunjungi Mantan Pejuang Adrianus Apelam di Cigombong Kotaraja.

    Rombongan kedua, Ketua Pengadilan Tinggi Papua, Danrem 172/PWY Kolonel Czi I Made Sukadana, Asops Kasdam dan Kasintelrem melaksanakan anjangsana ke kediamana Alfons Nussy di Hamadi dan Pieter Wona di Argapura. Rombongan ketiga, Kapolda Papua Irjen Pol Drs FX Bagus Ekodanto, Danlantamal, Aslog Kasdam, Asren Kasdam dan Kababinminvetcad mengunjungi kediaman Arif Puasa di Abepura dan Sakur Wahid di Perumnas 1 Waena.

    Rombongan keempat, Ketua DPRP Drs. John Ibo, MM, Irdam, Asintel Letkol Inf. Khairully, Aspers dan Dandim 1701/ Jayapura Letkol Kav A.H Napoleon mengunjungi keluarga Marthen Rodjuto di Entrop dan Abdul Fuad di Abepura dan rombongan kelima, Danrindam, Danlanud Jayapura, Bupati Jayapura, Danyon 751/BS dan Kasiterrem melaksanakan anjangsana ke rumah keluarga Natales Maturbong dan Jerol J di Sentani.

    Kasdam XVII/Cenderawasih Brigjen TNI Hambali Hanafiah mengatakan, tujuan anjangsana para unsur pimpinan Muspida ke sejumlah mantan para pejuang Trikora ini sebagai wujud kepedulian pemerintah sekaligus bentuk penghormatan dan penghargaan kepada mereka. Sebab, tanpa pengorbanan dan perjuangan mereka maka Papua tidak mungkin ada seperti sekarang ini.

    “ Siapa pun harus menyadari dan menyakini bahwa Papua yang merupakan bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bukanlah pemberian bangsa lain tapi merupakan hasil perjuangan dan penghorbanan para mantan pejuang. Kita sebagai generasi penerus mereka tidak boleh melupakan sejarah apalagi sampai menodai perjuangannya,” ujar Kasdam kepada wartawan, kemarin.

    Menurut Kasdam, yang patut diteladani oleh generasi muda adalah, meskipun usai mereka ini sudah lanjut namun semangat dan tekadnya untuk tetap mempertahankan NKRI dari Sabang sampai Merauke sangat tinggi.

    Harusnya nilai-nilal perjuangan dan semangat mereka ini yang harus terus dipupuk dan dipelihara untuk membangun daerah ini. Sebab, cita-cita untuk meraih kemajuan dan kehidupan yang lebih baik hanya bisa diraih jika dilandasi dengan tekad dan semangat yang tinggi.

    Pada saat Presiden Soekarno pada tanggal 19 Desember 1961 mencetuskan Trikora, para mantan pejuang saat itu rela meninggalkan keluarganya untuk berjuanga melawan kolonial Belanda di tanah Papua (Irian Barat). Yang ada dibenaknya saat itu adalah Papua sekarang ini tidak boleh lepas dan harus tetap utuh menjadi bagian NKRI.

    Sementara itu, salah seorang mantan pejuang Trikora Andrianus Apelam mengaku sangat sedih jika masih adanya kelompok-kelompok masyarakat yang menginginkan Papua lepas dari NKRI. Sebab, untuk mempertahankan atau merebut Papua dari kolonial Belanda ratusan pejuang termasuk dari Papua sendiri telah gugur dimedan perang.

    Tidak itu saja, banyak juga diantara mereka yang saat ini masih hidup namun mengalami cacat tubuh akibat terkena peluru serdadu Belanda. Termasuk dirinya sendiri yang tangan kanannya sempat cacat akibat terjangan peluru Belanda. Bekas luka itu masih ada di tangannya.

    “ Yang jelas saya tidak rela jika sampai Papua ini lepas/terpisah dari NKRI. Sebab, untuk mempertahankan Papua menjadi bagian dari NKRI tidak sedikit perjuangan dan pengorbanan yang sudah dilakukan. Saya sendiri dan beberapa teman dari Papua sempat dua kali ditangkap dan dibuang (dipenjara) ke Boven Digoel. Tapi saat itu saya tidak pernah takut dengan belanda justru semangat untuk melawan Belanda saat itu semakin berkobar,” ujarnya seraya mengingat perjuangan masa lalu.

    Yang ada dibenaknya saat itu bendera merah putih harus terus berkibar di wilayah Irian Barat. Akhirnya melalui perjuangan yang panjang dan tidak kenal menyerah Belanda akhirnya bersedia mengembalikan Irian Barata ke PBB untuk dikembalikan ke Pangkuan Ibu Pertiwi.

    Karena itu, dirinya meminta kepada kelompok-kelompok yang menginginkan Papua lepas dari NKRI agar belajar sejarah yang benar kepada saksi-saksi/pelaku sejarah yang masih hidup dan bukan kepada orang lain yang tidak tahu sejarah sebenarnya.

    Papua bagian dari NKRI sudah final dan telah mendapat pengakuan dunia internasikonal dan PBB. Yang harus dipahami adalah, proses penentuan pendapatan (Pepera) saat itu belum mengenal metode one vote one man ( satu orang satu suara) seperti sekarang ini, tapi hanya bisa dilakukan melalui keterwakilan. Proses penentuan pendapat itu sendiri dibawah pengawasan langsung PBB. Jadi kondisi ini yang perlu dipahami rakyat Papua mengenai sejarah Pepera.

    Sementara itu, Ketua Panitia HUT Trikora Kolonel CHB Viktor Tobing mengatakan, 19 Desember 1961 merupakan peristiwa penting bagi keutuhan NKRI karena tanggal ini Presiden Soekarno menyerukan Komando Trikora. Bagi Kodam, HUT Trikora ke-47 dan Infantri ke-63 merasa perlu digabungkan agar generasi muda tidak melupakan dua peristiwa sejarah bangsa tersebut.

    Perintah Presiden disampaikan dengan lantang di depan rapat akbar di Jogyakarta, karena belanda masih melanjutkan kolonialisme di tanah air. Sehingga rakyat Indonesia termasuk yang berada di Irian Barat untuk melaksanakan Tri Komando yang isinya, Pancangakan sasangka Merah Putih di Irian Barat, Gagalkan Negara Boneka Papua dan adakan mobilisasi umum.

    Guna memuluskan operasi Trikora, dibentuklah Komando Mandala yang membawahi unsure AD, AL dan AU dan Kohanudgab Mandala yang bertugas merencanakan, mempersiapkan dan menyelenggarakan operasi militer untuk merebut Papua Barat dari Belanda.

    Sementara itu berkaitan dengan HUT Trikora dan HUT Infantri, Kamis (18/12) kemarin telah dilaksanakan sejumlah kegiatan diantaranya karya bhakti TNI pembersihan tugu Yos Sudarso di Taman Imbi dan Pepera yang dipimpin Dandim 1701/Jayapura Letkol Kav. A.H Napoleon. Menurut Dandim, dua tugu tersebut memiliki nilai sejarah yang tinggi sehingga keberadannya perlu dijaga dan dirawat. Sorenya, Dandim juga membuka pertandingan Futsal di Yapis Jayapura yang juga merupakan rangkaian HUT Trikora.

    Sehari sebelumnya, Kodam juga telah melaksanakan kegiatan pengobatan massal bagi warga Hamadi yang belum lama ini terkena musibah gelombang pasang. Disela-sela meninjau kegiatan pengobatan massal, Kasdam menyerahkan sembako kepada warga setempat.

    Sedangkan puncak HUT Trikora dan HUT Infantri akan dilaksanakan pagi ini Jumat (19/12) dalam suatu upacara militer di Lapangan PTC yang dipimpin Pangdam Mayjen TNI A.Y Nasution. Rencananya, acara ini akan dihadiri unsur Muspida Provinsi Papua Gubenur Papua Barnabas Suebu, SH, Ketua DPRP John Ibo, MM, Kapolda dan eleman masyarakat lainnya. (mud)

  • Tahun Depan 708 Pelintas Batas Kembali ke Papua

    JAYAPURA-Sebanyak 708 orang pelintas batas yang merupakan Warga Negara Indonesia (WNI) yang menyeberang ke negara tetangga Papua New Guinea (PNG) rencananya akan dipulangkan pada tahun 2009.

    Kembalinya para pelintas batas tersebut ke pangkuan NKRI menurut Kepala Badan Perbatasan Provinsi Papua, Berty Fernandes, merupakan upya yang dilakukan

    Pemprov Papua dan pemerintah pusat. “Bukan hanya pemerintah daerah, pemerintah pusat lebih berperan untuk mengembalikan pelintas batas dari negara lain,” kata Kepala Badan Perbatasan Provinsi Papua, Berty Fernandes kepada Cenderawasih Pos, Jumat (12/12).

    Dikatakan, dari berbagai informasi yang dihimpun pemerintah, jumlah pelintas batas yang berada di negara tetangga sekitar 25 ribu hingga -28 ribu orang.

    Namun sejak 1984 hingga 2005 pemerintah RI telah mengembalikannya ke Papua sekitar 15 ribu orang. “Sisanya yang belum kembali akan diupayakan agar segera bergabung dengan saudara-saudaranya yang ada disini,”jelasnya.

    Diungkapkan, meski umumnya masyarakat di Indonesia merayakan ntal bersama keluarga seperti yang terjadi di daerah-daerah lainnya yang mulai terlihat orang-orang pulang kampung, namun untuk pelintas batas masih belum ditemui adanya eksodus besar-besaran masuk ke Papua.

    Kendati begitu, Berty Fernandes tidak menepis bahwa ada beberapa orang pelintas batas yang jumlahnya sekitar 10 sampai 20 orang yang pulang ke Papua mulai awal Desember ini. “Perayaan Natal ini belum ada lonjakan, kalau pun ada jumlahnya tidak lebih dari 20 orang,”terangnya.

    Untuk masalah pelintas batas, agar tidak menjadi masalah, baik itu masalah kepulangan maupun penanganannya, menurutnya kedepan pemerintah daerah bersama pemerintah pusat akan mensinkronkan hal-hal yang berkaitan dengan para pelintas batas khususnya di wilayah RI-PNG.

    Diharapkan, kepulangan para pelintas batas ke wilayah RI bukan menjadi beban pembangunan pada daerah yang didatanginya, melainkan kepulangan mereka dapat memagari integritas nasional, meningkatkan pertumbuhan ekonomi bahkan meningkatkan citra bangsa.(api)

  • Proses Hukum Buchtar Tabuni Dapat Dukungan

    JAYAPURA-Proses hukum terhadap Buchtar Tabuni, Ketua IPWP yang disangka melakukan tindakan makar dan penghasutan oleh penyidik Direktorat Reserse dan Kriminal Polda Papua, didukung oleh tokoh masyarakat, kepala-kepala suku Rukun Keluarga Jayawijaya di Jayapura dan Ketua Mahasiswa Jayawijaya di Jayapura.

    Dukungan ini, disampaikan langsung kepada Direktur Reserse dan Kriminal Polda Papua, Kombes Pol Drs Paulus Waterpauw yang menemuinya di Gedung Ditreskrim Polda Papua, Sabtu (6/12) kemarin.
    Mereka adalah Kepala Suku RKJ di Jayapura, Rayon Jayapura Utara, Bion Tabuni, Kepala Suku RKJ Jayapura Selatan, Bani Tabuni, Thomas Wenda Tokoh Masyarakat Jayawijaya, Alberth Tabuni aktivis mahasiswa dan Ketua Mahasiswa Jayawijaya di Jayapura, Sem Tabuni.

    Usai bertemu dengan Direskrim Paulus Waterpauw, Ketua Mahasiswa Jayawijaya di Jayapura, Sem Tabuni mengatakan bahwa pihaknya sangat mendukung upaya Polda Papua untuk melakukan proses hukum terhadap Buchtar Tabuni.

    “Kami sangat mendukung proses hukum terhadap saudara kita, Buchtar Tabuni. Karena yang jelas apa yang disangkakan terhadapnya adalah menentang pemerintahan yang sah,” kata Sem Tabuni kepada wartawan.

    Menurutnya, apa yang disangkakan penyidik Ditreskrim Polda Papua terhadap Buchtar Tabuni sudah jelas masuk ke wilayah hukum, bukan politis. Untuk itu, pihaknya meminta agar hal tersebut, perkara pidana atau hukum, dibawa atau dipolitisir ke wilayah politik. “Ini selalu dipolitisir, karena yang jelas itu melawan hukum. Sebaiknya kita tunggu proses hukumnya berjalan, nanti terbukti bersalah atau tidak akan diketahui,” ujarnya.

    Sem Tabuni mengharapkan para mahasiswa asal pegunungan tengah Papua agar dapat melaksanakan studynya hingga selesai, apalagi harapan orang tua di tengah keterbatasan dana agar anaknya lulus menjadi sarjana. “Orang tua pasti akan kecewa, jika mendengar anaknya diproses hukum,” ujarnya.
    Sem Tabuni menyarankan agar mahasiswa lebih fokus untuk kuliah, bukan demonstrasi apalagi ada cara-cara yang bermartabat misalnya dengan dialog bersama intansi terkait seperti Kapolda Papua atau DPRP dan tidak perlu ada pengerahan massa. “Tak perlu kerahkan massa untuk demo minta Buchtar dibebaskan tanpa syarat, itu tidak masuk akal,” tandasnya.

    Sementara itu, Kepala Suku RKJ Rayon Jayapura Utara, Bion Tabuni menambahkan pihaknya juga mendukung proses hukum terhadap Buchtar Tabuni tersebut. “Kami mendukung penegakan hukum terhadap Buchtar Tabuni, nanti akan diketahui ia salah atau tidak,” ujarnya.

    Menurutnya, jika yang bersangkutan tidak bersalah, tentu akan dibebaskan, sehingga ia meminta agar Buchtar Tabuni kooperatif dengan polisi, apalagi masyarakat juga ingin tahu proses hukum terhadapnya.

    Sebagai orang tua, Bion Tabuni mengingatkan agar para mahasiswa asal Jayawijaya untuk fokus mengikuti pendidikan, bukan ikut-ikutan demo. “Itu kurang bagus, akan menghambat belajar, apalagi orang tua tentu ingin melihat anaknya lulus kuliah dan berhasil mendapatkan pekerjaan,” imbuhnya. (bat)

  • Waspadai Kepulangan

    TIBA : Yunus Wanggai bersama Putrinya Anike Wanggai tiba di bandara Soekarno Hatta – Cengkareng, Sabtu (29/11) lalu

    Jakarta (PAPOS)

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?