Category: Penghianat

Menggugat aksi dan gelagat para Kaum Papindo sebagai penghianat tanah dan bangsa Papua.

  • Lukas Enembe: Operasi Menumpas TPN/OPM

    pace-lukas PIDATO : Bupati Puncak Jaya Lukas Enembe saat memberikan arahan dalam suatu kegiatan di Puncak Jaya beberapa waktu lalu.
    Jayapura [PAPOS] – Bupati Puncak Jaya Lukas Enembe menegaskan, pihaknya siap mengungsikan penduduknya bila TNI/Polri melakukan operasi, guna menumpas kelompok separatis bersenjata TPN/OPM yang aktifitasnya sudah sangat meresahkan masyarakat di Distrik Meurok

    " Kami siap mengungsikan penduduk sehingga pelaksanaan operasi tersebut tidak berimbas ke warga sipil," tegas Bupati Enembe menjawab pertanyaan wartawan di Jayapura, Selasa(27/4) kemarin.

    .Diakuinya, saat ini sepak terjang kelompok sipil bersenjata yang ingin memisahkan diri dari NKRI itu sudah sangat meresahkan , karena mereka (TPN/OPM) tidak saja menyerang aparat keamanan baik TNI maupun Polri tetapi juga warga sipil.

    Apalagi, jelas Bupati Enembe, selain menyerang dan membunuh warga sipil, TPN/OPM juga membakar berbagai bangunan pemerintah yang ada seperti sekolah, puskesmas maupun kantor distrik.

    Dalam melakukan aksinya, TPN/OPM membakar semua fasilitas yang dibangun pemerintah serta merampas ternak seperti babi milik penduduk. "Aparat keamanan harus bertindak tegas karena berbagai pendekatan yang dilakukan pemda tidak membuahkan hasil yang maksimal, padahal pihaknya sudah melakukan pendekatan sosial budaya," tegas Enembe.

    Menurut Bupati Puncak Jaya , sejak tahun 2002 kelompok TPN/OPM sering melancarkan penyerangan hingga mengakibatkan banyak warga sipil dan aparat keamanan tewas serta menghambat pembangunan di kawasan itu.

    Bupati Puncak Jaya, Lukas Enembe mengakui, masalah yang dihadapi daerahnya sudah dilaporkan ke Gubernur Papua Barnabas Suebu,Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen TNI Hotman Marbun, Kapolda Papua yang diwakili Irwasda Kombes Pol Chaidir dan Karo Ops Polda Papua Kombes Pol Supriyadi serta Wakil Ketua DPRP Papua Yunus Wonda.

    Bahkan Senin malam (26/4) sudah dilakukan pertemuan guna membahas langkah yang akan diambil . Namun pertemuan tesebut belum menghasilkan langkah yang akan diambil sehingga dijadwalkan akan dibahas seminggu lagi.

    "Mudah- mudahan dalam pertemuan nanti dapat diambil langkah yang tepat guna menangani masalah tersebut," harap Bupati Enembe. [anyong/ant]

  • Papua Sudah Final Masuk NKRI

    Jayapura [PAPOS]– Papua sudah final menjadi bagian dan masuk dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sejak Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada tahun 1969. Jangan ada lagi kelompok di Papua yang bermimpi ingin mendirikan sebuah negara.

    “Keinginan seperti itu adalah kerja sia-sia. Buang-buang energi dan waktu saja untuk meminta referendum. Tidak akan terjadi dan tidak akan pernah terwujud sampai kapan pun. Sekarang pemerintah sudah berikan otonomi khusus (otsus) bagi Papua dengan dana triliunnan rupiah setiap tahunnya,” ujar Mantan Wakil Menlu Organisasi Papua Merdeka (OPM) Nicholas Messet kepada SH, di Jayapura, Rabu (24/3).

    Hal itu ia katakan untuk menanggapi demo puluhan massa dari kelompok yang menamakan dirinya Komite Nasional Papua Barat (KNPB), yang menuntut di adakannya referendum untuk memerdekakan Papua.

    Aksi demo puluhan orang yang dilakukan oleh KNPB, Senin (22/3) pagi, itu telah dibubarkan paksa oleh aparat kepolisian di titik kumpul Expo Waena Jayapura, dengan tujuan gedung DPR Papua, karena mengarah pada makar.

    Bahkan, 17 orang di antaranya telah diamankan di Mapolda Papua. Tuntutan lain dari aksi demo itu adalah menolak dialog Jakarta– Jayapura, menarik TNI dari Papua, tutup Freeport, dan meminta Presiden Amerika Barack Obama untuk memfasilitasi dialog internasional.

    Menurut Nicholas Messet, seorang pejuang Papua Merdeka yang sudah lebih 40 tahun menetap di luar negeri lalu kembali menjadi warga negara Indonesia (WNI), tidak perlu ada lagi dialog Interna sional karena ia mengetahui persis tidak ada satu pun negara di dunia ini yang mendukung Papua Merdeka.

    Itu hanyalah mimpi dan kerja sia-sia. Ia mengatkan, referendum juga tidak di mungkinkan karena PBB sudah menetapkan bahwa Papua (Irian Barat) menjadi bagian Republik Indonesia.

    “Jadi, menunggu PBB bubar dulu baru Papua bisa melakukan upaya memisah kan diri. Hal itu pun tidak mungkin, saya sendiri sudah pernah ke PBB dan menda pat jawaban bahwa Papua sudah final menjadi bagian dari Republik Indonesia,” ujarnya.

    Mengenai keinginan Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Forkorus Yaboisembut yang akan melakukan diplomasi internasional secara terbuka ke mancanegara, Nicholas Messet menganjurkan supaya Yaboisembut belajar bahasa Inggris dulu dengan baik. Karena Yaboisembut, kata Nicholas Messet, sudah melakukannya selama puluhan tahun dan hasilnya sia-sia.

    Kunjungan Obama ke Indonesia adalah kunjungan kenegaraan untuk Indonesia, jadi tidak ada kaitannnya de ngan Papua.

    Nicholas Messet juga meminta anak-anak muda Papua yang lahir setelah 1969 utnuk menghentikan dengan kegiatan-kegiatan seperti itu dan tidak mengikuti pola pikir orang-orang tua yang sudah ketinggalan zaman.

    Ia mengimbau mereka untuk mendidik anak-anak dengan baik agar kemudian bersama-sama membangun Papua yang lebih baik lagi.

    Perjuangan Sia-sia

    Nicholas Messet meng ungkapkan, kembalinya tokoh OPM Papua Nicholas Youwe ke Jayapura, yang sudah puluhan tahun berada di negeri Belanda, untuk menetap dan menjadi WNI, merupakan suatu pertanda bahwa perjuangan OPM adalah sia-sia.

    Nicholas Youwe (80) adalah pemimpin besar OPM yang telah sadar dan kembali ke pangkuan RI. Dialah pencipta bendera Bintang Kejora, bendera kedaulatan Papua Barat yang aslinya sampai sekarang masih ia simpan.

    “Hendaklah yang telah dilakukan Nicholas Youwe diikuti oleh yang lainnya, untuk kembali sadar dan bersama-sama membangun Papua,” ujarnya.[suhendarto/agi]

    Ditulis oleh Suhendarto/Agi/Papos
    Kamis, 25 Maret 2010 00:00

  • Papua Merdeka Hanya Mimpi

    JAYAPURA [PAPOS]- Mantan anggota sekaligus pendiri Organisasi Papua Merdeka Nicholas Jouwe, mengatakan, Papua tidak akan pernah merdeka, karena Papua telah merdeka di dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

    “Papua Merdeka itu hanya mimpi, saya orang yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa Papua Barat di PBB, tapi jawaban yang didapat hanyalah, kamu sudah mereka didalam bingkai NKRI,” ungkap Nicholas Jouwe kepada pers Kamis (4/3), di Swisbel Hotel Jayapura, kemarin.

    Kepulangan pria yang memperjuangkan kemerdekaan Papua di negeri Belanda, rencanya untuk menetap selamanya di tanah kelahiranya.

    “Saya harus pulang ke Papua, karena saya orang Indonesia. Dan ini sudah direncanakan sebelum kepulangan saya ke Papua tahun kemarin,” ujarnya.

    Menurut Nicholas Jouwe, kepulangannya ke Papua tentu menjadi kebanggan baginya. Sebab, saudara-saudara banyak dan kedepan saya harus menjumpai mereka semua. Hanya saja, ia masih merasa ganjil dengan kehidupannya di Papua nanti.

    “Saya belum terbiasa makan pinang, jadi harus belajar lagi,” katanya.

    Masih menurutnya, dia memang sudah sangat rindu pulang ke kampung halamannya apalagi pada Maret 2009 lalu, bersama dua anak saya menyempatkan diri mengunjungi kampung kelahirannya di Kayu Pulo saat datang dari Belanda.

    Terkait dengan pembangunan di Papua sendiri, Nicholas mengatakan telah mendapat banyak informasi. Tapi pembangunan dulu dengan sekarang antar langit dan bumi. “ Pembangunan sudah sangat maju, dulu orang di gunung masih hidup pasa zaman batu, sekarang sudah hidup modern,” tandasnya. [anyong]

    Source

  • NICHOLAS JOUWE ; DUNIA TIDAK AKUI KEMERDEKAAN PAPUA

    [BERITA-PAPUA],- Setelah 42 tahun menetap di Negeri Belanda dan memperjuangkan kemerdekaan Bangsa Papua, tokok Organisasi Papua Merdeka [OPM] Nicholas Jouwe akhirnya menyatakan kedaulatan Papua dalam bingkai Negara Kesatuan Repiublik Indonesia [NKRI] dan mengakui bahwa perjuangan memisahkan diri ternyata tidak mendapat respon dunia internasional.

    Jouwe yang datang kedua kali ke Indonesia dan Papua, mengaku kagum dengan keseriusan pemerintah Indonesia dalam membangun Papua, pasalnya sejak pelariannya ke Eropa tersebut masyarakat Papua masih hidup dalam zaman batu yakni belum sepenuhnya megenal peradaban.

    “Hampir 70 persen rakyat Papua massa itu masih hidup dalam zaman batu, sekarang saya datang dan saya lihat setelah 42 tahun di Eropa, Papua telah maju, bangsa Papua sangat maju,” terang Jouwe yang mengaku kepulangannya ke Papua karena dirinya adalah warga Negara Indonesia suku Papua yang sama dengan WNI yang lain.

    Menyinggung soal perjuangan sebagian rakyat Papua yang masih menginginkan pemisahan diri dari NKRI dengan tujuan membentuk Negara Papua yang merdeka terlepas dari NKRI, Jouwe dengan nada tinggi justru balik mempertanyakan maksud pemisahan diri yang diinginkan sebagian masyarakat Papua.

    “Saudara-saudara itu mau kemana, mereka mau bikin apa? Memisahkan diri dari Negara apa? Itu tidak akan pernah terjadi,” tegasnya .

    “Saya perjuangkan itu mati-matian, sampai tahun 1969, saya tanya kepada PBB kenapa Papua tidak bisa merdeka, PBB bilang Papua punya kemerdekaan sudah direalisasikan oeh Soekarno Hatta pada 17 agutus 1945. Belanda yang sembunyi-sembunyi kamu, bahwa kamu sebenarnya sudah merdeka. Kamu punya negeri masuk dalam kerajaan Hindia Belanda 28 agustus 1828 saat Proklamasi kemerdekaan,” jelasnya.

    Ia menambahkan, pada tahun 1828 Papua di anasir oleh Pemerintah Belanda dan dimasukkan ke dalam Hindia Belanda yang mana Neuguinea [Papua] sudah dijajah Belanda selama 134 tahun dan melalui perjanjian New York penyerahan Papua kedalam Republik Indonesia di susup masuk, sehingga bila penjajahan Hindia Belanda termasuk Papua menjadi 350 tahun.

    “Tidak ada satu Negara di dunia ini yang mengakui kemerdekaan Bangsa Papua, saya bikin bendera, saya susun segala sesuatu untuk bentuk satu Negara Papua yang diperintahkan oleh Belanda berdasarkanb Hak-Hak yang diakui dalam deklarasi PBB pasal 73 tentang DEklarasi Mempercepat kemerdekaan bagi Bangsa-Bangsa yang belum merdeka. Itupun ditolak mentah-mentah, karena Papua sudah 350 tahun di Jajah bersama Indonesia oleh Belanda.

    “Kemedekaan Papua sudah direalisasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, jadi Papua tidak usah cari-cair keluar tapi cari dalam Indonesia,” tekan Jowe mengingatkan.*[ay/mhi]

  • Dunia Internasional Ingin Otsus Papua Berjalan Baik

    Kondisi anak-anak Papua masih sangat memperihatinkan, apakah merekah sudah merasakan dampaknya Otsus? Jika sudah apakah mereka masih harus telanjang?.Jayapura [PAPOS]- Tokoh masyarakat Papua, Nicolas Messet mengatakan masyarakat internasional menginginkan agar UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua dijalankan dengan baik demi kesejahteraan seluruh masyarakat Papua.

    “Saat ini yang diinginkan masyarakat internasional adalah bagaimana menjalankan Otsus dengan baik supaya masyarakat Papua benar-benar sejahtera,” kata Nicolas Meset, di Jayapura, Senin.

    Mantan Melu Organisasi Papua Merdeka (OPM) ini menegaskan, sekarang yang menjadi pertanyaan, mengapa pelaksanaan Otsus Papua pincang selama lebih dari delapan tahun (2001-2010) ini?

    Menurut Messet, delapan tahun, Otsus berjalan pincang karena disebabkan pejabat pemerintah yang adalah orang asli Papua, serta para pejabat yang bekerja di tanah Papua tidak memanfaatkan dana Otonomi Khusus dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Otsus.

    “Hal inilah yang telah terjadi, padahal masyarakat menginginkan dana yang beredar dimanfaatkan secara baik di Papua, dan Papua Barat, supaya tidak ada lagi warga yang meminta Merdeka -lepas dari Indonesia,” tandasnya.

    Nicolas Messet mengatakan, Otsus Papua adalah hasil kompromi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan orang Papua pada tahun 2000, di saat rakyat Papua meminta merdeka, namun Indonesia tidak mau. Salah satu solusi (Win-win Solution) adalah datangnya UU Otsus.

    Dengan masuknya dana Otsus Papua yang begitu banyak maka terjadi begitu banyak penyimpangan yang dilakukan para pejabat untuk berfoya-foya,seperti membeli rumah mewah dan melancong sampai luar negeri. Padahal rakyat yang berda di kampung-kampung masih miskin.

    “Sampai detik ini masih ada pejabat Papua melancong ke luar negeri dengan menggunakan dana Otsus,” katanya.

    Meset mengatakan dirinya sangat setuju apabila Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) datang ke Papua dan memeriksa semua pejabat Papua yang “nakal”.

    “Jika nantinya setelah diperiksa terbukti adanya penyelewengan dana Otsus oleh para pejabat Papua, maka mereka harus segera ditangkap dan segera di proses sesuai hukum yang berlaku,” katanya.

    Jangan berfikir kalau menangkap satu pejabat yang diduga korupsi seluruh masyarakat Papua akan berteriak merdeka. Tidak sama sekali.

    Sedangkan mengenai gagasan digelarnya dialog internasional membahas penyelesaian masalah Papua masa lalu, Nicolas Meset menilai hal tersebut tidak perlu dilakukan, karena permasalahan Papua sudah selesai sejak dilakukan Penentuan Pendapat Rakyat atau Pepera.

    “Jika dialog itu tetap akan dilakukan,maka sebaiknya jangan memakai kata dialog antara pusat dan Papua, tetapi yang ada hanya musyawarah,” katanya.

    Menurutnya, kata yang tepat adalah musyawarah, karena Jakarta dan Papua adalah satu rumah, yang membedakanya hanya kamar tidur yang terpisah.

    “Saat ini yang diinginkan seluruh masyarakat Papua dan Papua Barat adalah bagaimana menjalankan UU Otsus Papua dengan baik, supaya orang Papua dapat sejahtera dan hidup damai,” tandasnya.[ant/agi]

    Ditulis oleh Ant/Papos
    Selasa, 02 Maret 2010 00:00

  • Deklarasi Provinsi Pegunungan Tengah Dinilai Wajar

    JAYAPURA [PAPOS] – Deklarasi provinsi Pegunungan Tengah oleh Asosiasi Bupati Pegunungan Tengah di Wamena, Senin [23/2] disambut positif anggota DPR-RI asal Papua, Paskalis Kosay,MM dan anggota DPD-RI Paulus Sumino.

    Deklarasi provinsi Pegunungan Tengah ini menurut politikus partai Golkar ini harus didukung sepenuhnya oleh semua komponen masyarakat Pegunungan Tengah. Sebab pemekaran Pegunungan Tengah adalah jalan untuk mempercepat pembangunan di Pegunungan Tengah.

  • Nicholaas Joouwe: OPM Kata yang Tak Punya Arti Apa-apa

    Senin, 25/01/2010 13:36 WIB

    Jakarta – Salah satu pendiri Organisasi Papua Merdeka (OPM) Nicholaas Joouwe (84) minta pindah dari warga negara Belanda menjadi WNI. Nicholaas mengatakan OPM hanyalah kata yang tak punya arti.

    “Kata OPM itu sebenarnya suatu kata mati yang tidak punya arti apa apa, tapi selalu digembar-gemborkan,” ujar Nicholaas.

    Hal itu dikatakan dia usai bertemu Wapres Boediono di Istana Wapres, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin (25/1/2010).

    “Kami harus tahan ini karena bukan pendapat orang Papua. Orang Papua sama sekali tidak tahu apa-apa,” imbuh Nicholaas.

    Dari segi paham nasionalisme OPM, kebanyakan masyarakat Papua tidak mengerti. Mereka, lanjut Nicholaas, masih merasa rendah diri dan kurang pengetahuan karena pendidikan yang minim sehingga mudah diprovokasi pihak-pihak yang tak bertanggung jawab.

    “Ini karena kebodohan, tidak tahu artinya diucapkan. Apalagi disogok dengan uang sedikit, Rp 100 ribu, wah dia berkoar-koar di sana sini tentang OPM,” imbuhnya.

    Menanggapi permintaan Nicholaas menjadi WNI, Wapres Boediono berjanji untuk mempercepat dan memprioritaskan permintaan Nicholaas itu.

    “Saya rasa dapat impres suatu suasana yang sangat menyenangkan. Beliau akan memperhatikan sebagaimana beliau katakan ini suatu persoalan yang akan diprioritaskan dan diperhatikan dengan secepatnya,” tuturnya.

    Dia juga berharap dapat secepatnya menjadi WNI dan mengabdi membangun Papua dalam NKRI.

    Nicholaas Joouwe merupakan salah satu pendiri OPM dan penggagas bendera Bintang Kejora. Pria kelahiran Biak 1925 ini menjadi warga negara Belanda selama 47 tahun terakhir.

    (nwk/nrl)

  • Pendiri: OPM Sebenarnya Kata Mati

    VIVAnews – Organisasi Papua Merdeka (OPM) selama ini mendapat label separatis. Kelompok ini juga dituding di balik beberapa aksi kekerasan di Papua.

    Salah satu pendiri OPM, Nicholas Jouwe mengatakan saat ini apa yang diperjuangkan OPM saat ini bukanlah aspirasi rakyat Papua. Jouwe sendiri menilai OPM tidak memiliki arti apa-apa di Papua dan hanya dibesarkan pihak tertentu.

    Hal ini dikatakan Jouwe usai menemui Wakil Presiden Boediono di Istana Wapres, Jakarta 25 Januari 2010. “Kata OPM sebenarnya kata mati yang tidak punya arti apa-apa. Tapi itu selalu digembar-gemborkan,” kata dia.

    Kebanyakan masyarakat Papua pendukung OPM, kata Jouwe, juga tidak mengerti maksud perjuangannya. Ini dikarenakan minimnya pendidikan dan kurangnya pengetahuan mereka.

    “Orang Papua sama sekali tidak tahu apa-apa,” ucap Jouwe yang juga menggagas bendera Bintang Kejora.

    Selain minimnya pendidikan, Jouwe bahkan menganggap masyarakat Papua menjadi mudah terprovokasi OPM karena sogokan uang.

    “Ini karena kebodohan, tidak tahu artinya diucapkan. Apalagi disogok dengan uang sedikit, Rp 100 ribu, dia berkoar di sana sini tentang OPM,” ujar Jouwe yang 47 tahun menetap di Belanda untuk memperjuangkan Papua Merdeka.

    Jouwe menemui Wapres Boediono untuk meminta percepatan proses pengajuan dirinya sebagai Warga Negara Indonesia. Boediono, menurut Jouwe, juga berjanji akan mempercepat dan memprioritaskan permintaan Jouwe.

    Jouwe mengaku terkesan atas suasana yang menyenangkan saat bertemu Wapres Boediono. Selanjutnya, Jouwe berjanji akan mengabdikan dirinya untuk membangun Papua.

    “Saya sudah lama tunggu itu. Saya mau bantu bangsa saya di Papua, mendatangkan masa depan yang baik, yang penuh damai dan cinta kasih,” tuturnya.

  • Tokoh Pendiri OPM Nicholas Jouwe Sambangi KPK

    Jakarta – Tokoh pendiri Organisasi Papua Merdeka (OPM) Nicholas Jouwe (86) mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Nicholas yang puluhan tahun menetap di Belanda ini akan membahas masalah korupsi di Papua.

    Nicholas tiba di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (21/1/2010) pukul 13.10 WIB. Nicholas didampingi 2 orang yang salah satunya pria berkewarganegaraan asing.

    Nicholas tampak mengenakan tongkat, kemeja warna putih, dan bertopi koboi. Dia tidak memberikan komentar apapun.

    “Kita tujuannya mau ketemu Bibit dan Chandra. Kita mau bertemu KPK terutama membahas persoalan korupsi, khususnya di Papua. Saya heran bagaimana kerja di KPK. Padahal, di Papua banyak kasus suap bupati-bupati,” kata seorang rekan Nicholas yang enggan disebutkan namanya itu.

    Ketika ditanya mengenai kewarganegaraan Nicholas, pria itu menjawab hal tersebut sudah dilaporkan ke Menkum HAM Patrialis Akbar. “Sedang dalam proses,” ujar dia sambil bergegas masuk ke dalam gedung.

    (aan/iy)

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?