Category: Penghianat

Menggugat aksi dan gelagat para Kaum Papindo sebagai penghianat tanah dan bangsa Papua.

  • TNI AD: 23 Pengikut Goliat Tabuni sudah Menyerahkan Diri

    Suara.com – Kepala Pusat Penerangan TNI AD Brigadir Jenderal Wuryanto memastikan 23 pengikut Jenderal Tertinggi Organisasi Papua Merdeka Goliat Tabuni sudah menyerahkan diri. Mereka tidak ditahan, melainkan bergabung dengan masyarakat di Puncak Jaya, Papua.

    “Goliat belum. Tapi yang sudah turun dan menyerahkan diri adalah 23 pengikutnya untuk bergabung dengan masyarakat lain,” kata Wuryanto kepada suara.com, Selasa (24/3/2015).

    Wuryanto mengatakan mereka menyerahkan diri beberapa hari yang lalu saat ada kunjungan Kasdam ke Puncak Jaya.

    Wuryanto berharap Goliat segera menyerahkan diri menyusul pengikutnya.

    “Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini, Goliat turun setelah melihat teman temannya sudah diterima masyarakat,” kata Wuryanto.

    Wuryanto mengatakan 23 pengikut Goliat minta dibuatkan honay atau rumah adat, mereka ingin hidup normal.

    “Mereka tidak ditahan. Mereka punya niat baik ingin hidup normal. Ya, kita terima dengan baik, kita bantu,” kata Wuryanto.

    Ketika ditanya kalau Goliat menyerahkan diri apakah akan ditahan atau langsung dibiarkan membaur dengan masyarakat seperti 23 pengikut, secara diplomatis Wuryanto mengatakan akan menerimanya dengan baik.

    “Kalau mereka menyerahkan diri, tentu akan diperlakukan sebagaimana masyarakat biasa, tapi kalau dimintai keterangan itu pasti. Misalnya ditanya apa kegiatan selama ini, permasalahannya apa. Tapi tidak akan ditahan karena mereka kan menyerahkan diri,” katanya.

    Source: Suara.com, Siswanto : 24 Mar 2015 | 20:01

  • Jendral Tertinggi OPM ‘Tobat’, Pilih Kembali ke NKRI

    Suara.com – Goliat Tabuni selama ini dikenal sebagai Jenderal tertinggi Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM). Selama bertahun-tahun, dia menebar teror di wilayah Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya, agar Papua dapat memisahkan diri dari Indonesia.

    Tapi kini, Goliat tersadar. Dia akui salah, dan sadar betul kalau perjuangannya hanya mimpi belaka.

    Karena itu, Goliat pun memilih kembali ke pelukan Ibu Pertiwi, menjadi masyarakat sipil, seperti sedia kala.

    Bersama Goliat, sebanyak 23 orang anggota kelompok seperatis bersenjata –yang merupakan anak buah sang jenderal, juga telah menyatakan tobatnya.

    “Ke-23 anggota KSB pimpinan Goliat Tabuni itu, mau turun gunung ke daerah Tingginambut beserta anak dan istrinya. Ya jika memang sudah menyadari dan ingin kembali menjadi WNI akan kita terima,”

    kata Kasdam XVII/Cendrawasih, Brigjen TNI Tatang Sulaiman saat berkunjung ke Tingginambut.

    “Mereka menyampaikan keinginan mereka di hadapan Kasdam, agar pemerintah dapat membangun delapan unit Honai (rumah masyarakat) sebagai tempat tinggal mereka. Mereka juga meminta agar di Tingginambut segera didirikan pos Koramil (posramil),”

    ujarnya.

    Menyikapi permintaan Goliat, Tatang berjanji akan menyampaikan pesan tersebut kepada pemerintah. “Akan saya sampaikan permintaan mereka. Pos Ramil memang sudah kami rencanakan,” katanya.

    Seperti diketahui, Goliat Tabuni dikenal sebagai Panglima (TPN/OPM) yang bermarkas di Tingginambut Puncak Jaya, Papua. Dia resmi memangku jabatan tersebut pada 11 Desember 2012 lalu, bersamaan dengan diangkatnya Wakil Panglima TPN-OPM, Letjen Gabriel Melkizedek Awom, dan Kepala Staf Umurn TPN-OPM, Mayjen Terianus Satto.

    Pelantikan ini sesuai dengan KTT TPN-OPM yang digelar di Markas TPN Perwomi Biak, Papua, pada 1-5 Mei 2012 lalu.

    Kala itu, pelantikan tersebut dihadiri sekitar 500 pengikut TPN-OPM. Ditandai pula dengan tembakan ke udara oleh anggota TPN-OPM.

    Selama kepemimpinannya, kelompok Goliat Tabuni telah menewaskan puluhan anggota TNI/Polri di wilayah Puncak Jaya. (Lidya Salmah)

    Source: SUARA.com, Ardi Mandiri : 23 Mar 2015 | 22:51

  • Eks Pengungsi PNG Pertanyakan Dana Bantuan Perumahan Rp7 M

    JAYAPURA – Rencana Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Papua memulangkan sekitar 30 ribu pengungsi di PNG, nampaknya turut menjadi perhatian Community Relation West Papua Interesy Associatin, juga eks Pengungsi Tahun 2000, dan Forum Pengungsi Tahun 2000.

    Community Relation West Papua Interesy Associatin, juga Pengungsi Tahun 2000, yaitu, Billy Fonataba, mengatakan, rencana pemerintah untuk memulangkan 30 ribu pengungsi di PNG sebaiknya ditunda dulu pelaksanaannya.

    Pasalnya, 900 ribu pengungsi yang dipulangkan dari PNG pada Tahun 2000 sampai kini masih menyisakan persoalan serius yang harus mendapatkan perhatian untuk diselesaikan secara tuntas. Diantaranya, hingga kini 900 ribu pengungsi tersebut masih belum memiliki rumah tetap, karena kebanyakan masih tinggal menumpang keluarganya dan tinggal di rumah kontrakan.

    “Kami yang dipulangkan secara resmi oleh Pemerintah Pusat dan Badan Urusan Pengungsi PBB yaitu Komisi UNHCR, tapi hidup kami tidak sesuai dengan janji yang kami dengar Pemerintah sampaikan kepada kami saat kami masih di PNG,” ungkapnya saat bertandang ke Kantor Redaksi Bintang Papua, Minggu, (17/1).

    Dijelaskannya, pasca pemulangan 900 ribu pengungsi dari PNG, Badan Urusan Pengungsi PBB memberikan bantuan dana untuk membangun perumahan dan kesejahteraan pengungsi yang disalurkan lewat Yayasan Gereja Katolik ketika itu Uskupnya adalah Mgr. Herman Moning Of, namun oleh Pemerintah Indonesia menyampaikan bahwa dana tersebut harus dikembalikan, karena jangan sampai dana itu digunakan untuk membeli senjata atau urusan politik dan lain-lain.
    Selanjutnya, Pemerintah Pusat menggelontorkan dana Rp7 M untuk perumahan rakyat bagi pengungsi. Dana dimaksud itu diterima oleh Badan Kerjasama Perbatasan Provinsi Papua, dibawah kepemimpinan Kepala Badan Kerjasama Perbatasan Provinsi Papua, Felix Suryanto. Hanya saja, sampai sekarang dana Rp7 M tersebut tidak pernah digunakan untuk pembangunan perumahan dan kesejahteraan eks pengungsi, bahkan dana tersebut tidak diketahui keberadaannya sama sekali.

    “Dana Rp7 M itu, pernah kami sampaikan kepada Kepala Kesbang Pol Provinsi Papua Tahun 2006, Kolonel. Drs. Wempi Wola, tapi jawabannya tidak tahu menahu soal uang itu dan Bapak Wempi Wola bilang bahwa silakan tanyakan ke Kepala Badan Kerjasama Perbatasan Provinsi Papua, Felix Suryanto,” ujarnya.
    Atas ketidakjelasan penggunaan dana tersebut, dirinya bersama rekan-rekannya meminta Polda Papua dan Kejati Papua agar segera melakukan penyidikan dan penyelidikan guna anggaran ini untuk dipetanggungjawabkan penggunannya secara jelas.

    “Jangan pengungsi jadi obyek untuk oknum pejabat pemerintah untuk mencari keuntungan pribadi,” terangnya.

    Sementara itu, koordinator Kesejahteraan Pengungsi PNG asal Papua, Abihud Waromi, menandaskan, Tahun 2006 ketika ada pertemuan Dinas Kesejahteraan dan Masyarakat Terisolir Sosial Provinsi Papua, Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua dan Bappeda Provinsi Papua dengan pengungsi dan dijanjikan para pengungsi di bangun perumahan Tipe B di Moso, lagi-lagi tidak ada realisasinya.

    Senada dengan itu, Perwakilan Pengungsi dari Kabupaten Merauke, Willem Kenot, menuturkan, pada Tahun 2012 dan Tahun 2013, pihaknya memasukan proposal ke Pemerintah Kabupaten Boven Digoel untuk pengungsi di Distrik Mindiptama untuk perumahan rakyat, tapi tidak ada realisasi bantuan.

    “Pertanggungjawabkan dulu persoalan lama, baru pulangkan 30 ribu pengungsi itu. Jadi Pemerintah Provinsi Papua, harus evaluasi kembali hak-hak pengungsi, karena pengungsi yang pulang di kampungnya sendiri, seolah-olah sebagai warga asing. Badan Perbatasan datang ambil data-data dengan manis-manis, namun tidak ada buktinya. Pemda Provinsi Papua, jangan tanggapi Martinus Tolib punya pernyataan,” tapi kenyataannya untuk kepentingan pribadi,” tukasnya.(Nls/don)

    Source: Senin, 19 Januari 2015 06:55, BinPa

  • 1 Anak Buah Mathias Wenda Kembali ke NKRI

    Sabtu, 16 Agustus 2014 06:44, BINPA

    Stanis Stanfa Chilong Anak Buah Mathias Wenda saat memberikan keterangan pers usai menandatangani pernyataan resminya kembali ke NKRI yang disaksikan, Pangdam XVII/Cenderawasih, Para Ondofolo, Ondoafi, di Pos pengamanan Skouw Wutung, Kamis (14/8) kemarin. JAYAPURA – Salah satu anggota Tentara Pembebasan Nasional-Orang Papua Merdeka (TPN/OPM) bernama Stanis Stanfa Chilong (70 tahun), anak buah dari Mathias Wenda yang selama ini melakukan aksi penembakan di daerah Perbatasan Wutung RI-PNG kembali ke pangkuan NKRI, di Pos pengamanan Skouw Wutung, Kamis (14/8) kemarin.

    Kembalinya Stanis dengan nama sapaannya itu, diterima langsung Panglima Kodam XVII/Cenderawasih, Mayor Jenderal TNI. Drs. Christian Zebua didampingi Wakil Bupati Keerom M. Markum, Para Ondoafi, ondofolo disekitar perbatasan, bersama sejumlah pejabat utama Kodam XVII/Cenderawasih, dengan ditandai dengan penandatangan pernyataan bahwa ia telah resmi kembali ke pangkuan ibu pertiwi.

    Alasan kembali bapak berusia 70 tahun itu, karena dirinya sudah malas hidup di daerah perbatasan PNG yang selama ini hidup tidak beraturan. “Kenyamanan dan kesejahteraan, jauh berbeda ketika berada di Indonesia sehingga saya menyatakan kesetiaan kepada NKRI,” pungkasnya.

    Disamping itu, ia kembali bukan karena paksaan dari siapapun akan tetapi merupakan niat dan tulus karena sudah sadar apa yang dilakukan selama ini. “Saya kembali ke NKRI tanpa ada paksaan dari pihak manapun,” tandasnya.

    Kepada wartawan, Stanis menyatakan selama 10 tahun terakhir ini mengaku sudah tinggal di Muara Tami-Indonesia. Bahkan, sudah mengelola kebun dengan baik dan berencana akan mengajak 12 anak dan 40 cucunya yang ada di PNG untuk tinggal di Indonesia.

    Ia menyatakan bahwa, ia masuk ke NKRI hanya sediri tanpa membawa apa-apa, namun rencana akan mengajak 12 anak dan 40 cucunya yang ada di PNG. “Nanti saya akan sampai bahwa kehidupan di Indonesia lebih baik, ketimbang di PNG,” tutur Stanis dengan ucapan bahasa Indonesia yang masih fakum.

    Stanis juga mengakui di PNG masih ada Mathias Wenda salah satu pimpinan Kelompok OPM di daerah perbatasan. Mereka kerap berulah di wilayah Indonesia dan kemudian bersembunyi di wilayah PNG.

    ”Di sana ada bos satu, Mathias Wenda itu memang betul orang OPM. Kalau anak-anak yang tinggal di Baromo, Jako, Wutung itu orang raskol. Jadi memang banyak orang yang bikin masalah di sini lari ke PNG, orang bikin masalah di PNG lari ke sini,”

    beber Stanis

    Mengenai persoalan itu, Stanis meminta kepada pihak keamanan di Indonesian dan PNG agar membuat suatu kerjasama bersama untuk menangkap para pelaku kriminal yang berulah di kedua negara tersebut agar ia dan keluarganya nyaman dalam menjalani kehidupan baru.

    Saya mau ada surat berat antara PNG dan RI, biar bisa kerja sama saling tangkap yang bikin masalah, itu biar kami semua aman,” ungka kata hati Stanis yang salah satu anaknya telah masuk pendidikan Militer di Jakarta.

    Sementara itu, Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayjend TNI Christian Zebua menyatakan bahwa masuknya Stanis tersebut adalah bukti bahwa keamanan di perbatasan, khususnya di wilayah NKRI sudah aman dan kondusif.

    Pangdam juga menyambut dengan tangan terbuka kepada siapapun orang yang hendak menyatakan kesetiaannya kepada NKRI, terlebih harapannya kepada masyarakat yang masih bergabung dengan KKB.

    “Stanis adalah salah satu orang yang selama ini mengikuti gerakannya Mathias Wenda, dan dengan sadar menyatakan gabung dengan NKRI dan akan menyampaikan imbauan kepada saudara-saudaranya yang ada di PNG untuk gabung dan membangun daerahnya,”

    kata Pangdam kepada usai usai menyaksikan penandatanganan pakta kesetiaan dari Stanis Stanfa Chilong.

    Mengenai perjanjian keamanan diantara Indonesia dan PNG, Pangdam menyatakan sudah berjalan dengan cukup bagus dan sudah sering saling membantu. Namun untuk MoU secara resmi sendiri antara TNI dengan Tentara PNG masih belum dilakukan, karena harus dibicarakan kembali antar kedua pihak.

    “Memang kalau ada masyarakat yang berbuat kejahatan di Indonesia, berbuat kejahatan di Papua Nugini, ini lebih kepada tindakan-tindakan kepolisian. Jadi kita koordinasi dengan mereka untuk menghadapi kelompok bersenjata,”

    kata Pangdam Zebua. (Loy/don)

  • 17 Pengikut Rudy Orarei Menyerahkan Diri

    SERUI [PAPOS]- Sebanyak 17 pengikut, Rudy Orarei,Panglima TPN/OPM Wilayah Timur akhirnya menyerahkan diri pekan lalu. Mereka secara resmi diterima Bupati, TonnyTesar,S.Sos dan Wabup Frans Sanady.

    Dalam kesempataan itu, mereka menyatakan sikap ingin kembali sebagai masyarakat biasa. Dan menyerahkan 3 pucuk senjata api rakitan dan 4 buah amunisi.

    Pada saat itu, hadir pula Kapolres Kepulauan Yapen, AKBP Azis Ardiansyah, SH, S.Ik, MHum, Dandim 1709/Yawa, Letkol Inf Dedi Iswanto, dan Wakapolres Kompol I Made Suartika.

    Bupati TonnyTesar ,S.Sos dalam arahannya mengatakan, atas nama Pemerintah Daerah mengucapkan terima kasih pula kepada17 anak buah Rudy Orarei yang selama ini bebeda pandangan ,tetapi dapat bertemu pemerintah beserta pihak keamanan untuk menyatakan sikap ingin kembali ketengah-tengah masyarakat untuk bersama-sama membangun daerah.

    “Tidak ada orang yang dapat merubah diri kita, selain diri kita sendiri yang bisa merubah hidup kita , menyatakan sikap dan menyerahkan senjata merupakan suatu perbuatan yang kami anggap positif, “ ujarnya.

    Mewakili pemerintah daerah, Bupati sangat mengharapkan pernyataan sikap sungguh-sungguh dilakukan atas kesadaran diri sendiri, sebab nega

  • Isu Merdeka Hanya Melelahkan

    Nicholas MesetJAYAPURA—Penolakan UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otsus Papua yang kemudian memunculkan wacana referendum, dinilai sebagai eforia yang berlebihan. Pasalnya Mahkamah Internasional telah mengakui Pepera 1969 sah.

    “Referendum dan mau merdeka, itu hal yang panjang dan melelahkan, lebih baik kita maksimalkan Otsus yang ada ini,” tegas eks Tokoh Organisasi Papua Merdeka (OPM) Nicholas Meset belum lama ini di Jayapura menyikapi penolakan UU Otsus Papua.

    Meset mengatakan, isu untuk memerdekan Papua sudah tidak lagi menarik perhatian dunia internasional, hal ini terlihat dari keharmonisan Indonesia dengan negara tetangga, hubungan hubungan bilateral maupun mulitirateral yang semakin terbina.“Dunia tidak butah, banyak hal-hal yang menjadi persoalan dunia saat yang perlu dibicarakan dan diselesaikan yaitu HIV Aids, kekurangan pangan, air laut naik, terorisme dan banyak lagi persoalan,” ungkapnya.

    Namun disisi lain, penolakan dari UU Otsus Papua itu, kata Meset, bertolak dari 8 tahun pemberlakuan UU Otsus Papua, tidak ada keseriusan Pemerintah Indonesia untuk membangun Papua. “Jakarta juga harus jujur dan serius kepada rakyat Papua, jangan setengah hati, biar rakyat ini percaya bahwa Indonesia mau bangun Papua,” singgungnya.

    Menyinggung soal pengembalian Otsus Papua Meset mengatakan, pengembalian tersebut mestinya dipertimbangkan dengan matang, pasalnya pasca pengembalian Otsus Papua, Pemerintahan di Papua akan mengalami kemuduran. Yang artinya anggaran mulai terkuras, program pemberdayaan rakyat mulai berkurang dan banyak persoalan lain.

    “Jadi otus sebenarnya tidak gagal yang menggagalkan Otsus adalah pemerintah daerah,” sebutnya.(hen)

  • Klaim TPN/OPM ‘yang Sah’, Gelar Jumpa Pers

    Kamis, 08 Juli 2010 06:5, BintangPapua.com

    Jayapura- Menyandang status OPM bukan lagi status yang menakutkan bagi seseorang. Belakangan ini justru sejumlah kelompok mulai bermunculan  mengklaim diri sebagai TPN/OPM yang sah.  Ironisnya lagi,  yang mengaku TPN/OPM tidak hanya berada di hutan-hutan belantara, namun  juga sudah ada di kota.

    Ya, perjuangan sparatisme yang dilakukan oleh kelompok yang menamakan diri TPN/OPM, kini berada di Kota. Hal itu diungkapkan Aleks Mebri yang mengaku sebagai Panglima Tertinggi TPN/OPM dalam kesempatan jumpan pers di Prima Garden, Rabu kemarin. “Sekarang ini TPN/OPM ada di Kota, kalau di hutan itu pengacau,” ungkapnya.

    Dikatkan bahwa perjuangannya di kota atas kemerdekaan Papua tidak akan menjadikan negara dengan sistem parlemen, melainkan menggunakan sistem kerajaan yang dipimpin oleh seorang perdana menteri.

    “Perdana mentrinya adalah Mama Persila Yakadewa yang baru kembali dari Roma dan wakilnya Luther Wrait,”  ungkapnya kepada wartawan.

    Sedangkan Aleks Mebri sendiri ada panglima tertinggi. “Saya panglima tertingginya, dia (Jefri Warisu) ketua. Nantinya ada 36 Mentri dan 10 gubernur. Susunan kabinet ini sudah sampai ke PBB,” ungkapnya lagi.

    Berbagai persiapan seperti mata uangnya dan lain-lainnyapun sudah ditetapkan. “Mata ungnya kita tetapkan Kisang, Bahasa Nasional Hai Tanahku Papua, Hari Nasional 1 Juli, Bendera Sang Pari,” lanjutnya.

    Disinggung tentang kabinet yang dibentuk oleh kelompok TPN/OPM yang menunjuk Anton Tabuni sebagai presidennya, Alex Mebri menyatakan bahwa kabinet tersebut tidak berlaku. “Yang berlaku punya kami yang sudah sampai ke PBB,” ungkapnya. (cr-10)

  • Dokumen Pepera Terkuak

    Bersama Dokumen  Lain Akan Diserahkan kepada Presiden SBY

    pepera JAYAPURA—-Memanasnya aspirasi desakan referendum akhir-akhir ini, rupanya membuat hati keluarga para  pencetus Pepera meradang, untuk itu  mereka akhirnya secara terang-terangan mempublikasikan  dokumen sejarah Pepera itu kepada publik. Ya, dokumen sejarah Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat),  terkuak. Ternyata dokumen berharga itu, masih tersimpan rapi di rumah keluarga keturunan Stefanus Saberi, mantan Ketua Gerakan Merah Putih Provinsi Irian Jaya sesuai  SK No 35/TK/Thn 1968.   Dalam SK Gerakan Merah Putih Provinsi Irian Jaya tersebut tercatat sebagai pelindung adalah Pangdam XVII Cenderawasih Brigjen Sarwi Eddie Wibowo dan Muspida Provinsi Irian Jaya saat itu.

    Pepera adalah referendum yang diadakan pada tahun 1969 untuk menentukan status daerah bagian barat Pulau Papua antara milik Belanda atau Indonesia. “Gejolak politik  yang akhir- akhir ini terjadi di Papua antara lain  tuntutan agar pemerintah Indonesia memberikan referendum bagi rakyat Papua untuk membentuk negara otonomi  terlepas dari induk semangnya  Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)  membuat keluarga keturunan Stefanus Samberi  mempublikasikan kepada rakyat Indonesia khususnya rakyat Papua,” ujar Yakobus D Affar, cucu tertua almarhum mendiang Stefanus Samberi  ketika menggelar jumpa pers di Restauran Bintang Laut, Kelurahan Entrop, Distrik Jayapura Selatan, Rabu (23/6) pagi.  Pasalnya, menurut  Affar, selama  sejumlah pihak selalu mengklaim bahwa  merekalah  pencetus Pepera, padahal dalam dokumen tersebut  dikatakan bahwa   Stefanus Samberi adalah  seorang pencetus masuknya Irian Jaya  ke pangkuan ibu pertiwi NKRI. “Dokumen otentik menyangkut sejarah Pepera kini masih tersimpan utuh di tangan saya. Semua kunci perjuangan Irian Jaya masuk ke NKRI ada ditangan saya,” tukas  Affar. Karena itu, lanjutnya, pihaknya minta agar pemerintah Indonesia segera meluruskan  sejarah Pepera yang tertuang dalam dokumen yang ditinggalkan Stefanus Samberi serta  minta pemerintah Indonesia melindungi  keluarga keturunan Stefanus Samberi di atas Tanah Papua.

    “Melihat gejolak politik di Provinsi Papua antara lain rakyat Papua minta referendum, maka posisi kami terancam.  Saya minta pemerintah Indonesia harus segera meluruskan sejarah Pepera agar semua orang dapat memahami tokoh No 1 yang memasukan Irian Jaya ke NKRI adalah Stefanus Samberi,” tukasnya meneteskan air mata. “Saya  menyampaikan hal ini karena didukung bukti otentik  dari dokumen asli  peninggalan tete saya Stevanus Samberi. Saya hanya ingin menyampaikan  bahwa Mantan Ketua Gerakan Merah Putih  Provinsi Irian Jaya  saat Pepera hanya tete saya Stefanus Samberi bukan banyak orang sebagaimana yang diklain sejumlah pihak selama ini,” tukasnya seraya menunjukan dokumen asli peninggalan Stefanus Samberi.

    Menurut Affar, pihaknya membuka dokumen sejarah Pepera kepada publik lantaran Nikolaus Youwe, Ketua Organisasi Papua Merdeka (OPM) telah  kembali ke Tanah Air setelah selama puluhan tahun tinggal di Negeri Belanda. Keberangkatan Nikolaus Youwe ke Negeri Belanda saat itu juga adalah berkat saran dari Stevanus Samberi.  Ketika Nikolaus Youwe tiba di Jayapura, maka ketika itu pula Yakobus Affar   berinisiatif meminta waktu untuk bertatap muka bersama Nikolaus Youwe hanya untuk  sekedar  menunjukkan foto dirinya dan Nikolaus Youwe tempo dulu sekaligus  memohon kepada Nikolaus Youwe  memfasilitasi agar keluarga almarhum mendiang Stefanus Samberi dapat bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

    Namun demikian, ujar Affar, permohonan untuk bertemu Nikolaus Youwe hingga kini tak pernah ditanggapi yang bersangkutan. Bahkan ia juga meminta bantuan Ondoafi  Gasper Sibi untuk mempertemukannya dengan Nikolaus Youwe. Tapi belum terealisasi hingga kini.  Maksud pertemuan dengan Presiden SBY, tambah  Affar, agar pihaknya dapat menunjukkan sebuah dokumen tentang sejarah Pepera.  Betapapun, sejarah Pepera mesti  diluruskan oleh pemerintah serta  rakyat Indonesia  khususnya  rakyat di Provinsi Papua. “Hal yang benar harus diungkapkan karena kebenarannya adalah diatas segalanya,” tukasnya.

    “Karena sulit bertemu Nikolasu Youwe, makanya saya gelar jumpa pers agar dapat dipublikasikan kepada pemerintah dan rakyat Papua. Biar pemerintah Indonesia dapat membandingkan perjuangan tete Stevanus Youwe dengan Nikolaus Youwe” Sekedar diketahui, Stefanus  Samberi lahir di Serui 6 Juli 1935. Pada 9 Agustus 1976 di Jayapura ia diangkat menjadi Ketua Gerakan Merah Putih Provinsi Irian Jaya Almarhum Stefanus Samberi  meninggal  tahun 1983 ketika transit di Bandara  Hasanuddin Makasar  dalam penerbangan dari Jakarta menuju Jayapura. Kini jasad  Stevanus Samberi  dibaringkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Trikora, Waena. (mdc)

  • Pendiri OPM Sah Jadi WNI

    PATRIASI : Pendiri OPM Nicholas Jouwe diapit Menteri Hukum dan HAM RI, Patriliasi Akbar dan Menkokesra Agung Laksono usai menyerahkan Surat Keputusan (SK) kewargaan negaraan Indonesia kepada Nicholas Jouwe, Sabtu (15/5), di Gedung Negara.JAYAPURA [PAPOS]

  • TNI dan Polri Harus Bertindak

    nesco-wonda JAYAPURA [PAPOS]- Aksi brutal yang dilakukan TPN/OPM di Tinggi Nambut, Puncak Jaya dinilai sudah tidak bisa ditolerir lagi. Meskipun pemerintah kabupaten [Pemkab] Puncak Jaya sudah berusaha melakukan pendekatan, namun aksi TPN/OPM malah semakin menjadi-jadi, bahkan mereka tidak segan-segan mengintimidasi dan menteror warga serta melakukan pengrusakan pasilitas yang dibangun pemerintah, seperti jalan, jembatan dan gedung pemerintah lainnya.

    Ketua DPRD Puncak Jaya, Nesco Wonda, S.Sos mengatakan untuk menghentikan tindakan TPN/OPM ini, Pemkab Puncak Jaya menyerahkan sepenuhnya kepada TNI dan Polri dengan cara apapun penyelesaian yang dibuat pihak pemerintah siap memback-up TNI dan Polri.

    Karena TPN/OPM ini selalu melakukan intimisadi dan terror kepada warga, dimana mereka selalu memaksakan kehendak dengan meminta apa saja dari masyarakat, jika tidak diberikan, mereka mengancam ditembak dan jika satu peluru mereka hilang, maka warga harus ganti dengan lima ekor babi ( harga 1 ekor babi = Rp 2 Juta

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?