Category: Uncategorized

  • 1 Desember, momen klarifikasi persatuan rakyat Papua dalam ULMWP

     Rakyat Papua wilayah Lapago mendengarkan orasi politik pada perayaan HUT Papua Merdeka, 01 Desember 2016 – Jubi/ Wesai H
    Rakyat Papua wilayah Lapago mendengarkan orasi politik pada perayaan HUT Papua Merdeka, 01 Desember 2016 – Jubi/ Wesai H

    Wamena, Jubi – Sekitar lebih dari 3000 masyarakat Papua di wilayah Lapago turut serta memeriahkan Ibadah perayaan HUT Kemerdekaan Bangsa Papua yang ke 55 tahun, 01 Desember 2016 di Lapangan SInapuk Wamena, Kamis (1/12/2016).

    Aksi 1 Desember 2016 merupakan aksi tahunan. Aksi kali ini dilakukan dalam bentuk ibadah syukur yang dipimpin Pendeta. Isak Asso. Terik matahari siang itu tidak menyurutkan semangat warga Wamena yang hadir meneriakan yel-yel Papua Merdeka dan Referendum.

    Usai melakukan ibadah yang dimulai pukul 12.00 WP, orasi politik diawali pembacaan pidato tertulis Sekjen United Liberation Movement for West Papua oleh Sekretaris Dewan Aadat Papua Wilayah Lapago Dominikus Surabut yang juga tim kerja ULMWP. Pidato yang dibacakan ini berisi ungkapan syukur atas apa yang telah dijalani ULMWP bersama bangsa Papua dan dukungan yang terus mengalir hingga hari ini.

    “Pidato sekjen ULMWP sangat jelas. Disini saya sampaikan bahwa kami bangsa Papua sudah bersatu di ULMWP. Baik NFRPB, PNWP dan WPNCL. Yang non afiliasi dengan tiga elemen utama tersebut, segera bergabung, ini saatnya kita bersatu untuk bergerak bersama menuju pembebasan bangsa Papua” ajak Engelbert Surabut dalam orasi politiknya atas nama Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB).

    Ia menegaskan kelompok organisasi yang tidak bersatu dengan ULMWP namun melaksanakan kegiatan atas nama perjuangan rakyat bangsa Papua untuk menentukan nasib sendiri adalah lawan yang menyusup merusak perjuangan murni bangsa Papua melalui ULMWP

    Lanjutnya, saat ini mengatakan masalah Papua bukan lagi masaah internal Indonesia maupun Papua saja melain sudah menjadi masalah Pasifik dan saat ini sudah beberapa kali dibicarakan dalam sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa.

    “Ini persoalan harga diri, jati diri bangsa Papua yang tempatkan Tuhan di tanah ini, kita bukan pencuri, kina anak-anak adat yang tahu diri. Jangan takut bicara tentang masa depan Papua,” ajaknya.

    Perwakilan dari Parlemen Nasional West Papua (PNWP) dalam kesempatan orasinya, mengklarifikasi isu pernyataan-pernyataan yang menyebutkan bangsa Papua belum bersatu.

    “Itu isu yang tidak benar. Karena sesungguhnya 3 faksi besar organ perjuangan rakyat bangsa Papua yaitu NFRPB, WPNLC dan PNWP sudah nyatakan diri untuk bersatu melalui ULMWP,” kata Yosep Siep yang berorasi mewakili PNWP.

    Perayaan 1 Desember ini diakhiri sekitar pukul 14.30 WP. Masyarakat yang hadir membubarkan diri dengan tertib dan aman.

    Meski demikian, menurut Engelbert Surabut, ada dua mobil polisi yang hadir memantau kegiatan. Namun polisi yang ada di mobil tersebut tidak masuk ke lapangan Sinapuk.

    “Kami sudah kordinasi sebelumnya. Jadi mereka pantau saja di luar. Kami sampaikan terima kasih kami kepada pemerintah Indonesia melalui Polres Jayawijaya karena memberikan kesempatan pada kami untuk merayakan 1 Desember kali ini,” ujar Engelbert Surabut. (*)

  • Massa Pendukung Referendum Papua Ditembak Water Canon

    Massa Pendukung Referendum Papua Ditembak Water Canon
    Unjuk rasa FRI berakhir kericuhan. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

    Jakarta, CNN Indonesia — Petugas polisi menembakan water canon ke arah sekitar 50 pedemo yang bergabung dalam Front Rakyat Indonesia, Kamis (1/12). Penembakan water canon saat massa FRI sedang berada di Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat menuju Bunderan Hotel Indonesia untuk berunjuk rasa menuntut referendum bagi Papua.

    Sejak pagi tadi, massa FRI berkumpul di Lembaga Bantuan Hukum Jakarta dan melanjutkan aksi longmarch ke Bunderan HI.

    Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com, ketika massa tiba di lampu merah Imam Bonjol yang berjarak sekitar 50 meter dari Bunderan HI, puluhan polisi perempuan membentuk pagar betis memblokade massa.

    Beberapa menit kemudian, sembari berorasi dan bernyanyi, massa bergerak maju. Pagar betis para polwan kemudian digantikan petugas polisi bertameng.

    Menghadapi polisi bertameng, pedemo kemudian mengeluarkan ikat merah berlambang kejora. Polisi dari atas mobil komando pun memerintahkan petugas untuk menembakan water canon ke arah pedemo.

    Setelah menembakan water canon, petugas menarik ikat kepala dari para pedemo. Terlihat aksi tarik menarik antara petugas dan para pedemo. Polisi juga tampak mengamankan beberapa pedemo.

    Menurut aktivis LBH Jakarta, Veronica Koman, polisi juga mengamankan tiga pedemo, yang terdiri dari dua orang koordinator lapangan dan satu lagi dari Free West Papua.

    “Tiga orang itu kemungkinan dibawa ke Polda. Polanya kalau setahun ini semua orang Papua diangkut supata tidak bisa berekspresi di Indonesia,” kata Veronica.

    FRI merupakan organisasi yang terdiri dari sejumlah kelompok masyarakat Partai Pembebasan Rakyat, Pusat Perjuangan Rakyat Indonesia, PEMBEBASAN, Serikat Kebudayaan Masyarakat Indonesia, Lingkar Studi Sosialis, dan Perkumpulan Solidaritas Net.

    Rencananya, selain mendukung referendum Papua, massa FRI mendukung keanggotaan United Liberation Movement fof West Papua (ULMWP) di Melanesia Spearhead Group, Pacific Island Forum dan memperjuangkan keanggotaan ULMWP di Perserikatan Bangsa-bangsa.

    FRI mendesak militer ditarik dari Papua agar referendum berjalan damai, adil dan tanpa tekanan. Hal ini juga supaya masyarakat Papua mendapatkan kebebasan informasi, ekspresi dan berorganisasi.

    Selain itu, FRI membawa pesan kepada dunia internasional untuk membangun konsilidasi solidaritas perjuangan hak menentukan nasib sendiri bagi Papua Barat.

    “Kami juga memperjuangkan supaya masyarakat dapatkan pendidikan gratis, perluasan sekolah dan universitas, kesehatan gratis dan transportasi murah,” ujarnya.

    Tanggal 1 Desember selama ini dikenal sebagai Hari Ulang Tahun Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan dianggap istimewa bagi sebagian kelompok di Papua karena dinilai sebagai hari kemerdekaan. Setiap tahunnya pada tanggal ini petugas keamanan selalu memperketat pengawasan di Papua lantaran kerap ada pengibaran bendera bintang. (yul)

  • Deklarasi Dukung Papua Tentukan Nasib Sendiri Berisi 9 Poin

    Juru Bicara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-West Papua), Surya Anta, memberikan penjelasan kepada wartawan seusai membacakan deklarasi. (Foto: Eben E. Siadari)
    Juru Bicara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-West Papua), Surya Anta, memberikan penjelasan kepada wartawan seusai membacakan deklarasi. (Foto: Eben E. Siadari)

    JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Lewat sebuah konferensi pers yang sederhana di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Jakarta, Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-West Papua) hari ini (29/11) mendeklarasikan dukungan bagi hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Papua, yang  mereka sebut sebagai bangsa West Papua.

    Deklarasi itu dibacakan oleh Juru Bicara FRI-West Papua, Surya Anta, di depan sejumlah wartawan dan puluhan aktivis. Deklarasi ini unik, karena disuarakan oleh FRI-West Papua yang nota bene adalah aliansi sejumlah kelompok aktivis yang berlatar belakang bukan Papua. Mereka merasa solider dengan nasib rakyat Papua yang menurut mereka mengalami diskriminasi rasial di tanah Papua maupun di luar Papua selama beberapa dekade.

    Juru Bicara FRI-West Papua, Surya Anta, saat membacakan deklarasi mendukung hak menentukan nasib sendiri bagi West Papua (Foto: Eben E. Siadari)
    Juru Bicara FRI-West Papua, Surya Anta, saat membacakan deklarasi mendukung hak menentukan nasib sendiri bagi West Papua (Foto: Eben E. Siadari)

    Deklarasi itu sendiri cukup panjang, berisi penjelasan tentang apa yang terjadi di Papua, antara lain kecurangan dan penipuan sejarah Papua, diskriminasi sosial, genosida perlahan, penangkapan, penyiksaan dan pemenjaraan rakyat Papua serta perampokan kekayaan alam.

    Lalu disajikan juga penjelasan alasan perlunya hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Papua. Ditekankan bahwa West Papua adalah sebuah bangsa, yang terbentuk berdasarkan kesamaan bahasa, teritori, kehidupan ekonomi dan perubahan psikologi yang termanifestasikan dalam sebuah kebudayaan bersama.

    Deklarasi diakhiri dengan permintaan kepada rakyat Indonesia, pemerintah Indonesia dan dunia internasional, yang menyerukan agar hak menentukan nasib sendiri diberikan kepada rakyat Papua.

    “Adalah kemunafikan apabila kita atau pemerintah Indonesia bisa mendukung pembebasan Palestina tapi diam dan membiarkan penjajahan yang terjadi dalam bingkai teritori Indonesia. Oleh karena itu, tak ada lagi alasan menganggap West Papua sebagai bagian Indonesia baik dalam hukum internasional maupun secara politik,” kata Surya membacakan deklarasi.

    Selengkapnya sembilan permintaan dalam deklarasi tersebut adalah sebagai berikut:

    Pertama,  mendukung bangsa dan rakyat West Papua untuk menentukan nasib sendiri melalui mekanisme referendum. Dan kepesertaan referendum akan ditentukan oleh rakyat West Papua melalui representasi politiknya dalam United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

    Kedua, mendukung keanggotaan ULMWP di Melanesia Spearhead Group (MSG), Pasific Island Forum dan  memperjuangkan keanggotaan ULMWP di PBB.

    Ketiga, sebagai syarat yang tak terpisahkan bahwa militer organik dan non-organik di West Papua harus ditarik agar referendum di West Papua dapat berjalan secara damai, adil, dan tanpa tekanan.

    Keempat, kebebasan informasi, berekspresi, berorganisasi dan berpendapat bagi Bangsa West Papua harus dibuka lebar dan dijamin.

    Kelima, menolak intervensi imperialis dalam proses perjuangan demokratik West Papua.

    Keenam, juga menyerukan kepada dunia internasional untuk membangun konsolidasi solidaritas perjuangan hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa West Papua.

    Ketujuh,  menganjurkan kepada rakyat Indonesia yang bermukim di tanah West Papua untuk mendukung perjuangan bangsa Papua dalam menentukan nasibnya sendiri.

    Kedelapan, menolak politik rasial yang dilakukan oleh NKRI dan TNI/POLRI secara sistematis dan masif terhadap bangsa West Papua.

    Kesembilan, pendidikan gratis, perluasan sekolah dan universitas, kesehatan gratis, transportasi murah dan massal, dsb.

    Kelompok yang menamakan diri Front Penyelamat Indonesia (FPI) berunjuk rasa di depan kantor LBH menolak deklarasi (Foto: Eben E. Siadari)
    Kelompok yang menamakan diri Front Penyelamat Indonesia (FPI) berunjuk rasa di depan kantor LBH menolak deklarasi (Foto: Eben E. Siadari)

    Menurut Surya Anta, ada enam elemen gerakan sipil yang tergabung dalam FRI-West Papua. Mereka adalah Partai Pembebasan Rakyat, Pusat Perjuangan Rakyat Indonesia, PEMBEBASAN, Serikat Kebudayaan Masyarakat Indonesia, Lingkar Studi Sosialis, Perkumpulan Solidaritas Net. Sebagian besar anggotanya adalah aktivis-aktivis muda.

    Mereka juga berencana melaksanakan aksi pada 1 Desember di Jakarta dan di beberapa kota di pulau Jawa.

    Sementara itu pada saat yang sama, di depan gedung LBH Jakarta, berlangsung pula aksi unjuk rasa dari puluhan aktivis Front Penyelamat Indonesia (FPI). Mereka mengecam dan menolak deklarasi.

    Editor : Eben E. Siadari

  • Miss Pacific Islands contest starts in Samoa

    Main Stories

    The Miss Pacific Islands Pageant (MPIP) in Apia, Samoa, started with a church service on Sunday.

    The contestants were given a rousing welcome by a gospel choir during the  service.
    Miss Papua New Guinea Kellyanne Limbiye was the first to introduce herself to the church congregation and expressed how inspired she was by the choir’s “angelic singing”.

    The service was followed by press interviews and selection of topics to be presented by the contestants on Thursday.

    Limbiye chose to speak about health.

    Topic presentation is one of the highest scoring categories in the pageant won by Papua New Guinea’s Abigail Havora last year.

    Each contestant will be given five-minutes to present their view on the chosen topic.
    The other categories are sarong wear and traditionally-inspired dress.

    Eight contestants are vying for the crown this year and they are Miss American Samoa, 19-year-old Antonina Keka Lilomaiava; Miss Cook Islands, 21-year-old Tepaeru Helen Toka; Miss Fiji, 24-year-old Anne Christine Dunn; Miss Nauru, 19-year-old Lucina Detsiogo; Miss PNG 23-year-old Kellyanne Marie-Lisa Limbiye, Miss Solomon Islands,

    23-year-old Camilla Grossmith; Miss Samoa, 26-year-old Prisilla Olano and Miss Tonga, 21-year-old Laura Melaia Renae Lauti.

    The theme for this year’s Miss Pacific Islands Pageant is ‘Celebrating our history and embracing our future’.

    The crowning will be on Friday 2 at Gymn 1 in Tauanaimato, Samoa.

  • CSO Pasifik tetap berkomitmen mendukung dekolonisasi Papua

    Jayapura, Jubi – Pertemuan Dewan ke delapan Asosiasi Organisasi Non-Pemerintah Kepulauan Pasifik (PIANGO) pekan lalu dilakukan untuk menyusun Rencana Strategis organisasi 2016-2020.

    Dengan tema ‘Membentuk kembali Pasifik untuk generasi masa depan kita’, rencana strategis yang baru ini difokuskan pada lima bidang utama yaitu, penguatan platform Organisasi Masyarakat Sipil (CSO) di Pasifik; efektivitas pembangunan; advokasi kebijakan berbasis bukti; mengembangkan kepemimpinan Pasifik dan penguatan kapasitas CSO. Ketua Dewan PIANGO yang digantikan, Siotame Drew Havea mengatakan dalam rencana mereka berikutnya untuk 2016-2020, PIANGO telah mempertimbangkan bahwa visi, misi dan fokus wilayah masih relevan.

    “Tapi kita masih perlu mengedepankan penguatan kapasitas CSO; akuntabilitas OMS dan pengembangan Pedoman Standar Minimum, program kepemimpinan generasi selanjutnya dan menanggapi kebutuhan untuk bantuan kemanusiaan, “katanya.

    Ia juga menekankan pentingnya advokasi dekolonisasi.

    “Kami juga telah menjadi lebih vokal tentang advokasi untuk dekolonisasi dan penentuan nasib sendiri, khususnya dalam mendukung Papua Barat,” kata Havea.

    Tanggung jawab PIANGO, lanjutnya adalah untuk melihat PIANGO relevan di Pasifik selama 25 tahun ke depan. PIANGO dapat melakukan ini dengan dukungan yang inklusif dari anggotanya, dan menetapkan agenda efektivitas pembangunan; terlibat dengan SAMOA Pathway, Deklarasi Suva yang didukung oleh para pemimpin Pasifik dan memperjuangkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan Agenda 2030 di semua tingkatan.

    Ketua dewan PIANGO yang baru, Sarah Thomas Nededog yang berasal dari Guam mengatakan apa yang disampaikan oleh Havea masih relevan untuk PIANGO.

    “Advokasi kolonisasi perlu untuk terus dilakukan. Pasifik harus bebas dari kolonisasi. Kami tetap mendukung proses dekolonisasi di Pasifik, termasuk West Papua,” kata Nedegog kepada Jubi, Sabtu (26/11/2016).

    Anggota dewan PIANGO yang baru, lanjut Nedegog berasal dari CSO Kepulauan Cook, Fiji, Nauru, Republik Kepulauan Marshall, Samoa dan Kepulauan Solomon.

    “PIANGO telah memasuki era baru dan tidak ada yang mungkin terjadi tanpa dukungan dari semua anggota PIANGO ini, Dewan Direksi, sekretariat dan Direktur Eksekutif,” lanjutnya.

    Pertemuan Dewan PIANGO ke delapan ini dihadiri oleh Liaison Unit Nasional (NLUs) dari Aotearoa, Australia , Kepulauan Cook, Kepulauan Mariana Utara, Negara Federasi Mikronesia, Fiji, Guam, Kanaky, Kiribati, Nauru, Samoa, Tonga, Tuvalu, Papua Nugini, Kepulauan Solomon dan Vanuatu serta perwakilan dari Papua, Bougainville, CIVICUS dan organisasi regional dan internasional. (*)

  • Former Cuban leader Fidel Castro dies aged 90

    Fidel Castro, the Cuban revolutionary leader who built a communist state on the doorstep of the United States and for five decades defied U.S. efforts to topple him, died on Friday. He was 90.

    A towering figure of the second half of the 20th Century, Castro stuck to his ideology beyond the collapse of Soviet communism and remained widely respected in parts of the world that had struggled against colonial rule.

    He had been in poor health since an intestinal ailment nearly killed him in 2006. He formally ceded power to his younger brother Raul Castro two years later.

    Wearing a green military uniform, a somber Raul Castro, 85, appeared on state television on Friday night to announce his brother’s death.

    “At 10.29 at night, the chief commander of the Cuban revolution, Fidel Castro Ruz, died,” he said, without giving a cause of death.

    “Ever onward, to victory,” he said, using the slogan of the Cuban revolution.

    Tributes came in from allies, including Indian Prime Minister Narendra Modi and Venezuela’s socialist President Nicolas Maduro, who said “revolutionaries of the world must follow his legacy.”

    Although Raul Castro always glorified his older brother, he has changed Cuba since taking over by introducing market-style economic reforms and agreeing with the United States in December 2014 to re-establish diplomatic ties and end decades of hostility.

    Fidel Castro offered only lukewarm support for the deal, raising questions about whether he approved of ending hostilities with his longtime enemy. Some analysts believed his mere presence kept Raul from moving further and faster, while others saw him as either quietly supportive or increasingly irrelevant.

    He did not meet Barack Obama when he visited Havana earlier this year, the first time a U.S. president had stepped foot on Cuban soil since 1928.

    Days later, Castro wrote a scathing newspaper column condemning Obama’s “honey-coated” words and reminding Cubans of the many U.S. efforts to overthrow and weaken the Communist government.

    The news of Castro’s death spread slowly among Friday night revelers on the streets of Havana. One famous club that was still open when word came in quickly closed.

    Some residents reacted with sadness to the news.

    “I’m very upset. Whatever you want to say, he is a public figure that the whole world respected and loved,” said Havana student Sariel Valdespino.

    But in Miami, where many exiles from Castro’s Communist government live, a large crowd waving Cuban flags cheered, danced and banged on pots and pans.

    Castro’s body will be cremated, according to his wishes. Cuba declared nine days of mourning, during which time the ashes will be taken to different parts of the country. A burial ceremony will be held on Dec. 4.

    The bearded Fidel Castro took power in a 1959 revolution and ruled Cuba for 49 years with a mix of charisma and iron will, creating a one-party state and becoming a central figure in the Cold War.

    He was demonized by the United States and its allies but admired by many leftists around the world, especially socialist revolutionaries in Latin America and Africa.

    Nelson Mandela, once freed from prison in 1990, repeatedly thanked Castro for his firm efforts in helping to weaken apartheid.

    In April, in a rare public appearance at the Communist Party conference, Fidel Castro shocked party apparatchiks by referring to his own imminent mortality.

    “Soon I will be like all the rest. Our turn comes to all of us, but the ideas of the Cuban communists will remain,” he said.

    Castro was last seen by ordinary Cubans in photos showing him engaged in conversation with Vietnamese President Tran Dai Quang earlier this month.

    Transforming Cuba from a playground for rich Americans into a symbol of resistance to Washington, Castro crossed swords with 10 U.S. presidents while in power, and outlasted nine of them.

    He fended off a CIA-backed invasion at the Bay of Pigs in 1961 as well as countless assassination attempts.

    His alliance with Moscow helped trigger the Cuban Missile Crisis in 1962, a 13-day showdown with the United States that brought the world the closest it has been to nuclear war.

     

  • PBB Setujui Resolusi tentang Hak Menentukan Nasib Sendiri

    Duta Besar Pakistan untuk PBB, Maleeha Modi (Foto: Time of Islamabad)
    Duta Besar Pakistan untuk PBB, Maleeha Modi (Foto: Time of Islamabad)

    NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Sebuah komite yang bertanggung jawab kepada Majelis Umum PBB pada hari Senin (21/11) dengan suara bulat mengeluarkan resolusi yang disponsori Pakistan yang menegaskan kembali bahwa realisasi universal hak masyarakat untuk menentukan nasib sendiri adalah kondisi mendasar bagi jaminan efektif dan ketaatan pada Hak Asasi Manusia (HAM).

    Resolusi itu ikut disponsori oleh 72 dari 193 negara anggota komite, dan diadopsi secara aklamasi tanpa pemungutan suara.

    Komite ini disebut juga Komite Ketiga, yang menangani isu-isu kemanusiaan, budaya dan sosial.

    Resolusi ini diharapkan akan diajukan dan disahkan pada sidang Majelis Umum PBB bulan depan.

    Salah satu bagian dari isi resolusi menyatakan bahwa 193 negara anggota komite dengan tegas menentang intervensi militer, agresi dan pendudukan militer asing karena hal tersebut mengakibatkan  penindasan hak masyarakat untuk menentukan nasib sendiri dan hak asasi manusia di beberapa belahan dunia.

    Resolusi tersebut menyerukan kepada negara-negara yang bertanggung jawab agar menghentikan intervensi militernya dan pendudukannya di teritori asing serta mengakhiri semua tindakan eksploitasi, represi, diskriminasi dan penganiayaan.

    Menurut laporan geo.tv , ketika menyampaikan draft resolusi tersebut, Duta Besar Pakistan untuk PBB, Maleeha Lodhi, mengatakan hak untuk menentukan nasib sendiri adalah prinsip dasar Piagam PBB dan hukum internasional.

    “Melakukan hak ini akan memungkinkan jutaan orang di seluruh dunia bangkit dari  pendudukan kolonial dan asing dan dominasi asing,” kata dia.

    Ia menambahkan: “banyak dari kita yang hadir di sini hari ini adalah pewaris dari perjuangan untuk mencapai kehidupan yang bermartabat dan terhormat sebagai warga negara bebas di negara merdeka.”

    Majelis Umum PBB telah mendesak Dewan HAM PBB untuk  memberikan perhatian khusus pada pelanggaran HAM terutama yang dikaitkan dengan hak untuk menentukan nasib sendiri, yang diakibatkan oleh intervensi militer dan agresi asing atau pendudukan asing.

    Sekretaris Jenderal PBB diminta melaporkannya pada sesi Sidang Umum PBB berikutnya.

  • Ada Isu Makar, Jokowi Perintahkan TNI-Polri Siaga Penuh

    postmetro.co Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan prajurit TNI dan personel kepolisian bersiaga untuk mengantisipasi dugaan adanya rencana makar.
    “Itu tugasnya Polri dan TNI untuk waspada yang membahayakan NKRI, membahayakan demokrasi kita,” kata Jokowi usai bertemu Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri di beranda belakang Istana Merdeka Jakarta, Senin (21/11/2016).
    Jokowi kembali mengingatkan bahwa sudah menjadi tugas Polri dan TNI untuk mewaspadai adanya upaya makar itu.
    “Tapi semuanya harus merujuk ketentuan hukum yang ada,” kata dia.
    Kapolri Jenderal Tito Karnavian sebelumnya mengaku sempat mendapat informasi mengenai adanya unjuk rasa yang bertujuan untuk makar dan menduduki gedung DPR pada tanggal 25 November 2016.
    Unjuk rasa ini diperkirakan masih terkait dengan kasus dugaan penisaan agama Gubernur nonaktif DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. [tsc]

  • Amien Rais : Saya Akan Memimpin Semua Rakyat Pisah Dari Indonesia , Bila Ahok Tidak Ditankap

    Kabarhoki.com, Jakarta – Mantan Ketua PP Muhammadiyah Amien Rais meminta kepada Presiden Joko Widodo lebih mengedepankan kepentingan bangsa yang lebih besar terkait kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama ( Ahok) itu.

    “Untuk itu segeralah menahan Ahok, sebab kasusnya sudah bukan lagi persoalan umat Islam dan berpotensi memecah-belah bangsa,” kata Amien Rais usai memberi ceramah pada Resepsi Milad ke-107 Muhammadiyah Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Surabaya, di Graha ITS, Minggu (20/11). Demikian dikutip dari Antara.

    Dia mengatakan hal itu perlu dilakukan sebelum terlambat. “Nasi belum jadi bubur, tangkap segera. Kalau yang lain ditangkap, kenapa ini kok bebas. Ada apa?,” tegas Amien yang juga tokoh reformasi.

    Amien menyampaikan hal itu agar Presiden Jokowi memerhatikan kepentingan bangsa yang lebih besar. Dia sendiri secara pribadi mengaku mengenal Jokowi sebagai teman baik.

    “Tapi saya ingatkan agar cepat mengambil kebijakan. Tolong dipercepat selesai itu,” katanya.

    Menurut Amien, jika sampai Presiden Jokowi terlambat, maka sama saja dengan membunuh sejarah Indonesia. Bangsa ini, kata Amien, sedang gonjang-ganjing. “Jangan sampai saya yang akan memimpin semua Rakyat Indonesia pisah dari Indonesia,bila Ahok tidak di segera di tangkap” ujarnya.

    Amien menyarankan sebaiknya Jokowi tidak hanya mendengar masukan dari yang asal bapak senang. “Dengarkan juga tokoh-tokoh dari kalangan ulama, intelektual, orang kampus, wartawan, dan lain-lain. Insyaallah mereka akan memberi pandangan yang imbang,” katanya.

     

    Sumber : Merdeka.com

  • Uskup-uskup Katolik Minta Maaf Akan Genosida di Rwanda

    voaindonesia – PIhak Gereja Katolik di Rwanda hari Minggu meminta maaf akan perannya dalam genosida tahun 1994, dan menyesali aksi mereka yang terlibat dalam pembantaian itu.

    Gereja Katolik di Rwanda hari Minggu meminta maaf akan peran gereja itu dalam genosida tahun 1994, dan menyesali aksi mereka yang terlibat dalam pembantaian itu.

    “Kami meminta maaf atas segala kesalahan gereja. Kami meminta maaf atas nama seluruh umat Kristiani atas segala bentuk kesalahan yang kami lakukan. Kami menyesal karena para anggota gereja melanggar sumpah setia mereka atas perintah-perintah Tuhan,” kata pernyataan Konferensi Uskup Katolik, yang dibacakan di paroki-paroki di seluruh negeri.

    Pernyataan itu mengakui bahwa para anggota gereja merencanakan, membantu dan mengeksekusi genosida, dimana lebih dari 800,000 etnis Tutsi dan Hutu moderat dibunuh oleh ekstremis Hutu.

    Banyak korban tewas di tangah pastor, biarawan dan biarawati, menurut penuturan saksi mata. Dan pemerintah Rwanda mengatakan banyak korban tewas di gereja-gereja dimana mereka mencari perlindungan.

    Pernyataan uskup-uskup itu dianggap sebagai perkembangan positif dalam upaya rekonsiliasi di Rwanda. [vm]

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?