Category: Terorisme

Aksi Teror atau Terorisme oleh Pemerintah NKRI, agen Teroris Internasional dan Miliasi NKRI serta teror-teror politik, ekonomi, terhadap alam semesta dan budaya.

  • Lekhakha Telenggen Jadi Target Operasi Polda

    Timika – Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) pimpinan Lekhakha Telenggen dan putranya sebagai pelaku utama penyerangan yang menewaskan dua anggota Brimob di Ilaga, ibu kota Kabupaten Puncak pada awal Desember 2014, terus diburu pihak Polda Papua. Penegasan itu diungkapkan Kepala Kepolisian Daerah Papua Irjen Polisi Yotje Mende.

    “Kalau kasus di Ilaga itu pelakunya Lekhakha Telenggen. Dia masuk target operasi kita. Kemana pun dia pergi, kita akan kejar. Termasuk anaknya juga sebagai pelaku,” kata Yotje Mende kepada Antara di Timika, Selasa.

    Kasus penembakan terhadap dua anggota Brimob itu terjadi pada Rabu (3/12). Dalam kejadian tersebut, dua anggota Brimob Polda Papua Ipda Thomson Siahaan dan Bripda Jeferson tewas seketika dan para pelaku membawa kabur dua pucuk senjata api jenis AK 47.

    Kedua korban ditembak saat melintas di depan Kantor Bupati Kabupaten Puncak menggunakan truk saat sedang mengangkut kursi untuk dibawa ke gereja GKI.

    KKB Lekhakha Telenggen dan anaknya Tengahmati Telenggen diketahui merupakan Kelompok Yambi, anggota jaringan Wamena.

    Yotje mengatakan kasus penyerangan aparat oleh KKB di Papua akhir-akhir ini kian meningkat dengan target untuk merampas senjata api.

    Kasus serupa terjadi di Utikini Lama, Tembagapura pada 1 Januari lalu, dimana para pelaku yang disinyalir merupakan anggota KKB Ayub Waker menembak mati dua anggota Brimob Satgas Pengamanan PT Freeport Indonesia dan seorang petugas keamanan internal perusahaan.

    Para pelaku juga membawa kabur dua pucuk senjata api jenis Steyer serta ratusan amunisi.

    “Kalau dalam kasus di Utikini Tembagapura itu, anaknya juga sebagai pelaku,” jelas Kapolda Papua Irjen Yotje.

    Terkait kasus tersebut, polisi sudah menahan dan menetapkan dua orang sebagai tersangka.

    Kedua tersangka yaitu MW dan JW. MW ditangkap di bantaran Kali Kabur di sekitar lokasi penembakan anggota Brimob dengan barang bukti sebilah pisau sangkur yang masih berlumuran darah. Sedangkan JW diketahui merupakan anggota KKB Ayub Waker yang melakukan penyerangan mobil yang ditumpangi anggota Brimob dan petugas keamanan internal Freeport. (ant/don)

  • Penyisiran di Utikini, Timika, Gabungan TNI/POLRI Tembak Yondiman Waker

    Author : Benny Mawel, January 8, 2015 at 01:54:57 WP, Editor : Victor Mambor

    Abepura, Jubi – Aktivis HAM mengatakan aparat gabungan TNI dan POLRI melakukan penyisiran terhadap warga Kali Kabur, wilayah perbukitan, kampung Utikini sampai Towkima, distrik Tembagapura, kabupaten Timika, Papua, yang selama ini mencari makan dari pembuangan tailing Freeport.

    Penyisiran yang digelar untuk memburu pelaku, Selasa (6/1), pasca penyerangan mobil patroli QRF PT Freeport Indonesia, yang menewaskan 2 anggota Brimob anggota Satgas Amole dan seorang anggota sekuriti Freeport, Kamis (1/1/2015) lalu, pasukan gabungan TNI dan Polri membakar sejumlah rumah warga dan menembak seorang warga.

    “Saat penyisiran, pukul 05:00, dari Tim gabungan TNI dan POLRI, ditembak, saudara Yondiman Waker, umur 39 tahun di bagian perut 2 CM dari tali pusat. Rumah warga dibakar habis,” kata Benny Pakage, aktivis HAM gereja Kigmi Papua, kepada Jubi dari Timika, Rabu (7/1) .

    Menurut Pakage, penulis buku Umeki Anekletus Tuan Jendral Kelly Kwalik ini, kini korban tidak menjalani perawatan medis. Katanya, korban masih masih hidup dan berada dalam hutan, tempat warga menyelamatkan diri ketika aparat melakukan penyisiran.

    Warga tidak bisa mengatarnya ke Rumah Sakit karena akses dari lokasi ke rumah sakit hanya satu jalan. “Tidak bisa bawa ke rumah sakit karena akses jalan hanya satu jalur dan anggota sudah diblok,” kata Pakage.

    Aparat gabungan melakukan penyisiran dalam rangka mencari pelaku penembakan, yang Kapolda Papua duga kelompok Ayub Waker. Kata, Pakage, kalau Kapolda Papua tahu itu kelompok Ayub Waker tidak pernah melakukan penangkapan sebelum peristiwa. “Kalau tahu itu, kenapa tidak tangkap dari dulu,” katanya.

    Sebelumnya, selasa (6/1), kepala Kepolisian Daerah Papua Inspektur Jenderal Polisi Yotje Mende, seusai meninjau ke Kampung Utikini, Tembagapura, mengatakan, pihaknya akan terus melakukan pengejaran hingga pelaku tertangkap.

    “Mereka boleh kucing-kucingan, silakan, tetapi kami akan kejar sampai ketemu. Saya ultimatum untuk menyerahkan diri. Kalau tidak, ke mana pun mereka pergi, bahkan ke neraka sekalipun, akan kami kejar,” tekan Mende kepada wartawan di Timika, Selasa malam, pekan ini. (Mawel Benny)

  • DPRP Tak Sudutkan Polri Tapi Mengingatkan

    JAYAPURA – Pernyataan Kapolda Papua Inspektur Jenderal Polisi, Drs. Yotje Mende yang menyatakan, kasus Paniai agar jangan menyudut polri, ditanggapi serius oleh anggota Dewan Perrwakilan Rakyat Papua (DPRP).

    “Kami sebenarnya bukan dalam posisi menyudutkan aparat TNI/Polri tapi statemen yang kami sampaikan hanya untuk mengingatkan kepada TNI/Polri, terutama kepada aparat yang bertugas di daerah pedalaman, baik di Pegunungan maupun di kawasan pesisir untuk bertindak profesional dan lebih mengedepankan pendekatan secara persuasif, tidak melakukan dengan cara yang akhirnya mengorbankan nyawa manusia,” ungkap Yunus Wonda selaku anggota DPR Papua kepada wartawan, Selasa (16/12).

    Yunus Wonda menandaskan, senjata yang dimiliki aparat bukan untuk membunuh rakyat. Sebab aparat hadir diseluruh tanah Papua, bertujuan untuk melindungi rakyat. Namun kejadian-kejadian yang sudah terjadi, masyarakat kini meminta perlindungan kepada siap?.

    Padahal menurutnya, rakyat hanya berharap aparat bisa melindungi mereka, tapi kenyataannya justru aparat membuat situasi hingga akhirnya rakyat trauma. “Sejak tahun 60-an trauma itu masih terbawa sampai hari ini, dimana rakyat Papua dan masyarakat di pelosok di Papua,” tandas dia.

    Dengan peristiwa yang terjadi saat ini, masyarakat takut untuk mengadu.”Kami minta aparat keamanan harus bertindak bijaksana bukan dengan cara harus melakukan tembakan. Bagaimana kita melawan orang tidak dengan senjata. Terus senjata apakah membunuh orang atau kah membunuh warganya sendiri”

    “Kalau memang latihan perang lebih bagus kita lewat jalur Gaza, Timur Tengah untuk melakukan latihan, bukan di Papua. Sekali lagi, nyawa orang Papua satu orangpun sangat mahal diatas tanah ini,” tegas Yunus politisi partai Demokrati itu.

    Kata dia, jikalau datang melindungi orang Papua wujudkan dan bukti melindungan orang Papua seperti Apa. Bagaimana rakyat hari ini kita sedang mendorong mereka untuk mencintai bangsa ini, tetapi bangsa untuk mencintai orang Papua sehingga orang Papua mencintai bangsa ini.

    “Hari ini bagaimana kita membuat rakyat Papua ini mencintai TNI/Polri dan ada rasa memiliki. Di tahun 80-90an masyarakat sangat dekat dengan aparat, akan tetapi di tahun 2000 ke atas ini, masyarakat semakin membenci aparat,” ucapnya.

    Untuk itu diharapkan kepada Kapolda dan Pangdam agar merubah cara pendekatan yang dilakukan selama ini. “Kalau bicara Zona damai buktikan itu. Buktikan peluru itu milik siapa. Bertahun-tahun diatas tanah ini, peristiwa setiap peristiwa selalu katakan kami kirim ke pusat sana untuk melihat peluru milik siapa, tapi sampai hari ini tidak pernah dibuktikan kepada media,” katanya.

    Yunus Wonda juga mengingatkan kepada Pangdam dan Kapolda agar anggotanya yang ditugaskan di pedalaman untuk tidak terlalu lama sehingga tidak stress.”Anggota yang ditempatkan disana, bisa dirotasi 1 atau dua bulan supaya mereka tidak stress. Apalagi mereka sulit untuk melakukan komunikasi kepada keluarga mereka,” ucapnya.

    PCI Desak TNI-Polri Libatkan Tim Independen

    Sementara itu, Papua Cirle Institute (PCI) melalui Direkturnya, Hironimus Hilapok, M.Si., ketika dihubungi Selasa, (16/12) mengatakan, apapun yang dilakukan aparat keamanan sebagai upaya pengungkapan kasus penembakan di Paniai itu harus dilakukan secara transparan agar rakyat Papua bisa mengetahuinya.

    “Jangan ditutup-tutupi. Semuanya harus transparan dan terbuka sebab saat ini masyarakat Papua khususnya di Paniai sangat kecewa dengan kelambanan aparat membongkar kasus itu. Masyarakat masih menunggu hasil investigasi tersebut,”

    tegasnya ketika dihubungi via ponselnya, Selasa, (16/12).

    Kekecewaan itu hanya bisa diobati dengan ungkapan kasus yang benar-benar terbuka dan transparan.

    Ditandaskan demikian, karena mengingat sebelumnya pihak Polda Papua sudah mengeluarkan pernyataan pers yang menyebutkan bahwa ada upaya masyarakat untuk mengaburkan bukti-bukti dengan menggantikan baju korban dengan seragam sekolah.

    “Ini upaya pengaburan bukti dan pemutarbalikan fakta yang sangat disayangkan. Oleh sebab itu, saya meminta agar pencarian fakta oleh tim gabungan TNI-Polri harus terbuka dan melibatkan masyarakat,”

    tukasnya.

    Lanjutnya, pihak independen seperti Komnas HAM yang harus segera membentuk Fact Finding Team (Tim Pencari Fakta) untuk mengimbangi sekaligus mendampingi bukti-bukti yang ditemuka oleh tim gabungan TNI-Polri.

    Dari Paniai dikabarkan situasi Kota Enarotali, sudah mulai kondusif pasca penembakan di Lapangan Karel Gobay yang menelan 5 korban siswa tersebut. Sementara tim investigasi gabungan TNI-Polri sejauh ini sudah memeriksa 30 saksi, diantaranya saksi mata dari pihak warga dan saksi anggota Kepolisian dan TNI.

    Tim penyidik yang dipimpin Irwasda Polda Papua, Kombes Pol, I Gede Sugianyar bersama Asintel Kodam XVII Cenderawasih, Kol. Inf. Immanuel Ginting.

    Lima lokasi utama yang menjadi fokus dari penyelidikan ini adalah tempat terjadinya penembakan di Gunung Merah dekat Pondok Natal Kampung Ipakije, Kantor KPUD Paniai, Kantor Polsek dan Koramil Enarotali, serta Lapangan Sepak Bola Karel Gobay.

    Sampai berita ini diturunkan, tim gabungan TNI-Polri sudah mengumpulkan bukti-bukti di lokasi kejadian serta menerima serpihan logam yang bersarang di tubuh korban luka dan tewas dari pihak RSUD Paniai.(loy/nls/don)

    Sumber: Sabtu, 20 Desember 2014 07:13, BP

  • Pelaku Mengelak, TPN-OPM Dituding

    JAYAPURA – Ketua Sinode Kingmi di Tanah Papua, Pdt. Benny Giay mengungkapkan, kekerasan dan perlakuan terhadap masyarakat Papua yang dilakukan Negara sejak tahun 1960-an dalam berbagai bentuk (terakhir di Paniai, 8 Desember 2014) sudah lama terjadi.

    Kekerasan itu dalam berbagai wujud telah membentuk watak, filsafat dan orientasi hidup orang Papua. Seperti, watak orang Jawa dan Sumatera dalam tahun 1920-an yang dibentuk oleh kebijakan Belanda dalam jaman penjajahan.

    Dalam keterangan pers, Pdt. Benny Giay mengatakan, yang dilakukan di Tanah Papua sebagai Pimpinan Gereja beberapa tahun terakhir ini tidak lebih dari apa yang telah dilakukan para pimpinan agama di Jawa dan Sumatera dalam tahun 1920-an berhadapan dengan kolonialisme Belanda.

    Terbukti, kata Pdt Benny, pihak TNI yang diduga merujuk mobil rush milik komandan Timsus TNI yang dipakai pada saat penganiayaan seorang anak di pondok natal pada subuh, 8 Desember 2014 sebagai pelaku terus mengelak dan menuding berbagai pihak lain, seperti TPN-OPM dan Pemda Kabupaten, sementara TPN-OPM telah mengeluarkan pernyataan bahwa pihaknya tidak terlibat dalam penembakan.

    Dengan berbagai permasalahan yang terjadi itu, maka pihaknya menilai bahwa Presiden Jokowi sebagai Panglima tertinggi belum juga mengeluarkan pernyataan terkait penembakan terhadap para pelajar oleh TNI-POLRI di Paniai.

    “Kami menilai Pak Presiden “cepat kaki ringan tangan” menyatakan kesetia-kawanannya terhadap para korban bencana di Banjarnegara, JawaTengah dua hari lalu, tetapi diam seribu bahasa ketika umat kami/anak sekolah yang sedang mengikuti lomba kandang natal ditembaki aparat TNI / POLRI,”

    katanya di Kantor Sinode Kingmi di tanah Papua, Rabu (17/12).

    Untuk itu, kepada seluruh masyarakat, mengajak untuk melihat masalah Papua, termasuk penyerangan Paniai 8 Desember 2014 secara utuh, karfena sejarah dan perkembangan pemikiran/jati diri Papua tidak lepas dari sepak-terjang negara dan rakyat Indonesia sejak awal tahun 1960-an.

    “Kami menyesal bahwa selama ini pemerintah dan rakyat Indonesia lipat tangan dan menolak semua masalah ke pihak Papua. Karena itu melalui pernyataan pers ini, kami ajak semua pihak untuk mengambil tanggung jawab terhadap masalah Papua. Tidak hanya bermasa bodoh dan menilai penyebab konflik Papua secara sepihak seperti yang terja di selama ini,”

    ajaknya.

    Pada kesemaptan itu juga, pihaknya menghimbau supaya tidak hanyut dalam permainan elit yang sedang memancing di air keruh. Akan tetapi meminta untuk mengambil waktu dalam bulan suci ini untuk periksa diri dan perilaku yang sudah kita tunjukkan dalam satu tahun yang lewat.

    “Tinggalkan perilaku dan bahasa yang merusak. Mari ambil waktu dalam bulan ini untuk berbaikan di dalam keluarga, kampong dan gereja, doakan anak-anak kita yang lahir dalam suasana kekerasan ini supaya mereka selamat. Mari wujudkan “papua damai sejahtera” dengan menebar benih-benih kebaikan,”

    imbuhnya. (Loy/don)

    Sabtu, 20 Desember 2014 07:21, BP

  • Presiden Jokowi Akan Bicara Apa dengan Orang Papua?

    JAYAPURA – Pro-kontra soal rencana kedatangan Presiden Jokowi Dodo (Jokowi) pada perayaan natal Nasional bersama rakyat Papua tanggal 27 Desember mendatang, masih terus bergulir. Di satu sisi, banyak pihak mendukung, namun di pihak lain ada yang justru menolak kedatangan orang nomor satu di negeri ini. Kedua kelompok ini baik, yang pro maupun kontra masing-masing punya argumen yang menyakinkan.

    Kali ini penolakan rencana kedatangan Presiden Jokowi ke Papua, datang dari seorang anak Adat Asal Paniai, Ev. Yonatan Bunai, S.Th. Ia mengatakan, rakyat Papua tidak bisa berharap banyak akan kedatangan Presiden Jokowi ke Jayapura (Papua). “ Memang tujuan presiden ke Jayapura jelas yaitu dalam rangka natal bersama rakyat Papua, tapi yang jadi pertanyaan, kira-kira apa yang mau disampaikan Presiden Jokowi bagi orang Papua dalam pesan-pesan atau sambutan di acara natal itu?”jelas Ev. Yonatan Bunai yang sehari-harinya bertugas sebagai Kabintal di Korem 172/PWY ini.

    Sebab kita dia, jika Presiden Jokowi mau berbicara masalah HAM, maka jelas itu tidak nyambung, karena sejak tahun 1961 sampai tahun 2014 (sekarang) kasus pelanggaran HAM di Papua masih terjadi. Bahkan kasus penembakan warga sipil yang terjadi tanggal 8 Desember di Enarotali, Paniai. Kasus yang menewaskan 4 warga dan 27 orang korban luka, terkesan tak direspon presiden, buktinya sampai saat ini Presiden Jokowi belum pernah memberikan komentar apa-apa soal kasus tersebut, padahal itu diduga ada pelanggaran HAM. Sikap ‘diam’ dan tak responsif yang ditunjukkan presiden ini, beda dengan penangan musibah Tanah Longsor di Banjar Negara, dimana sejak kejadian itu Presiden langsung ke lokasi kejadian.

    Ia juga minta semua pihak, untuk tidak mempolotisir kasus penembakan di Enarotali. Menurut dia, sesuai komentar-komentar yang berkembang selama ini, kasus Enarotali sudah dipolitisir dengan kepentingan tertentu.

    Pengungkapan kasus itu seakan-akan dibuat menjadi ruwet, padahal terjadinya di kota ada banyak saksinya. “Sesuai laporan dari keluarga saya yang juga menjadi korban, penembakan massa yang datang menanyakan keberadaan temannya itu terjadi di depan Koramil yang bersebelahan Polsek dan juga ada Pos Kopassus. Sehingga siapa yang menembak dan menggunakan peluru apa, sebenarnya itu sudah jelas datang dari aparat, tetapi kenapa harus dibuat bertele-tele. Jadi sebaiknya diungkap saja pelakunya untuk diproses hukum,”katanya.

    Secara khusus juga dirinya berharap kepada Pdt. John Gobay selaku dewan Adat untuk tidak mempolitisir kasus ini. “Sebaiknya diserahkan ke proses hukum saja,”jelasnya

    Selain masalah HAM, Presiden Jokowi juga jelas tidak bisa bicara soal ekonomi di Papua. Sebab kenyataan, ekonomi rakyat Papua jika dibanding dengan pendatang di Papua sangat jauh, rakyat Papua tidak bisa bersaing dengan pendatang, termasuk di era Otsus ini.

    Begitu juga bidang sosial budaya dan komuniaski sosial, jelas tidak nyambung. Para pejabat daerah sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat punya kepentingan yang berbeda-beda, bermasa bodoh, cuek-cuek dengan keadaan masyarakat.

    Beberapa alasan inilah yang seakan membuatnya jadi pesimis bahwa kedatangan Presiden ke Papua ini tidak akan berdampak apa-apa .

    Namun demikian ia mengajak Rakyat Papua harus optimis atas segela sesuatu yang kita kerjakaan dengan segenap hati akan suskses, seperti pendidikan,usaha eknomi, termasuk aspirasi Papua merdeka, semua itu kalau Tuhan yang Maha Kuasa berkenan akan sukses.

    Dikatakan, situasi Papua merdeka yang sedang menyebar dan memanas di kalangan masyarakat suku-suku Melanesia di Papua Indonesi ini, karena adanya masalah Papua merdeka masuk agenda PBB tanggal 13 September 2013 dan praksi-praksi perjuangan Papua merdeka bersatu di Vanuatu tanggal 6 Desember 2014, itu boleh saja optimis Papua merdeka, tapi ingat bahwa jika Tuhan Yang Maha Kuasa berkenan baru akan merdeka, jadi sebaiknya kerja yang baik, sekolah baik, beribadah, berdoa yang baik sambil menunggu waktu Tuhan. “Dan jangan terprovokasi dengan isu Papua merdeka tersebut,”harapnya. (don/don)

    Sabtu, 20 Desember 2014 07:34, BP

  • Menkominfo : Papuapost Di Bredel Atas Permintaan Pangdam

    Jakarta – Kementerian Komunikasi dan Informatika membenarkan telah memblokir situs berita online Papuapost, Jumat (19/12) kemarin.

    Menurut Juru Bicara Kemenkominfo, Ismail Cawidu, situs online tersebut dianggap berbahaya karena bersifat provokasi agar Papua melepaskan diri dari Indonesia. Selain itu kata dia, pemblokiran atas permintaan Pangdam Cendrawasih.

    “Kalau tidak salah itu (ada permintaan) sejak bulan Juli. Lalu diproses oleh Kominfo. Soal konten bukan wewenang Kominfo untuk menentukan, hanya saja ini ada permintaan dari lembaga negara lain dalam hal ini pangdam dan dia memberikan bukti lalu Kominfo tinggal melaksanakan permintaan tersebut,”

    ujarnya kepada Portalkbr, Sabtu (20/12).

    Namun, walau sudah dinyatakan diblokir, menurut pantauan Portalkbr, situs papuapost.com hingga Sabtu (20/12) malam masih bisa dibuka.

    Kebijakan pemblokiran ini sontak mendapat kritik dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia. Lembaga ini mendesak Kominfo untuk mencabut pemblokiran itu.

    Divisi Advokasi AJI, Aryo Wisanggeni mengatakan, pemblokiran bagian dari pembungkaman kebebasan pers dan pembungkaman kebebasan berekpresi.

    “Kriteria pemblokiran ini tidak jelas, misalnya soal membahayakan dan mengganggu ketertiban umum ini juga tidak jelas. Tetapi kita melihat ada beberapa media-media yang justru mengarah kepada kebencian tidak pernah ditindak. Namun sebaliknya, media-media yang memperjuangkan HAM dan kebebasan berekspresi padahal kantor dan perusahaannya jelas malah diblokir dan yang terbaru adalah Papua Post,”

    ujarnya kepada Portalkbr, Sabtu (20/12).

    Apalagi, kata dia, Papua Post merupakan kantor media resmi yang sudah berada di Papua sejak 10 tahun lalu.

    Menurut Aryo, pemblokiran ini malah akan menimbulkan kekhawatiran bahwa Papua memang harus merdeka. Sebab, ekspresi mereka saat ini juga sudah mulai dibungkam. Dia menilai pemerintah harus mencari solusi atas berbagai macam masalah yang terjadi di Papua.

    Sebelumnya, kemarin beredar kabar di Media Sosial Twitter bahwa Kementerian Komunikasi dan Informatika telah memblokir Situs berita Papuapost. Hal tersebut mencuat setelah beberapa pemilik akun twitter mempertanyakan alasan Kemenkominfo memblokir situs tersebut.

    Sumber: Phaul Heger • 6:10 PM • dari: CitizenJurnalis

  • DPR Papua Ingatkan Aparat Keamanan Bertindak Profesional

    Jayapura, Jubi – DPR Papua mengingatkan aparat keamanan, polisi dan TNI yang bertugas di Papua agar bertindak profesional dalam melakukan pengamanan di Bumi Cenderawasih.

    Ketua DPR Papua terpilih, Yunus Wonda mengatakan, pihak tak menyudutkan aparat keamanan, namun hanya mengingatkan agar lebih mengedepankan pendekatan persuasif. Tidak dengan cara yang bisa membuat jatuhnya korban jiwa.

    “Kalau ada tanggapan yang menyebut TNI dan Polri disudutkan, kami tidak menyudutkan. Hanya mengingatkan agar bertindak profesional. Senjata kan alat negara. Bukan untuk membunuh rakyat. Aparat keamanan kan untuk melindungi rakyat. Masyarakat berharap aparat bisa melindungi mereka,”

    kata Yunus Wonda, Selasa (16/12).

    Namun menurutnya, kini kondisi terbalik. Kehadiran aparat keamanan justru membuat masyarakat Papua trauma. Trauma yang ada sejak tahun 60-an itu, terbawa hingga kini.

    “Harusnya bagaimana membuat masyarakat Papua hingga ke pelosok agar mencintai aparat kemanan polisi dan TNI. Jangan justru membuat mereka takut. Jadi kami tidak menyudutkan aparat keamanan,” ucapnya.

    Kata Yunus, aparat keamanan harus bijaksana menyikapi setiap kejadian. Jangan arogan. Melakukan pengamanan tak harus hanya dengan senjata. Satu nyawa orang Papua mahal harganya.

    “Kalau datang melindungi orang Papua, buktikan seperti Apa. Harusnya bagaimana membuat orang Papua mencintai bangsa ini. Selama ini setiap peristiwa selalu katakan barang bukti amunisi dikirim ke pusat untuk mengetahui jenis amusi. Tapi sampai kini tidak diketahui siapa pemilik amunisi itu,”

    katanya.

    Politisi Partai Demokrat itu juga menyarankan, agar selalu dilakukan pergantian atau roling untuk aparat keamanan yang bertugas di daerah, guna menghindari rasa jenuh anggota yang bisa berpengaruh pada psikologi mereka.

    Sebelumnya, Kapolda Papua Inspektur Jenderal (Pol) Yotje Mende mengatakan, pihaknya berharap semua pihak bisa jeli melihat berbagai kejadian yang ada di Papua kini. Katanya, jangan selalu menyudutkan Polri.

    “Seharusnya kalau HAM, itu mengingatkan kami juga. Sebagai manusia harus juga melakukan penyelidikan dalam kasus pembunuhan Brimob. Dalam permasalahan ini jangan menyudutkan Polri,”

    kata Kapolda Yotje kala itu. (Arjuna Pademme)

    Sumber: TabloidJubi, Posted by Arjuna Pademme, Date: December 17, 2014in: Jayapura

  • Tidak Ada Kaitan Politik Papua Merdeka

    Jayapura – Ketua Sinode GKI Papua Pdt. Albert Yoku menegaskan, aksi penembakan yang menewaskan sejumlah warga sipil di Enarotali, Ibu Kota Kabupaten Paniai, tidak ada kaitan dengan politik Papua merdeka. Tapi, hanya insiden yang terjadi antara pihak keamanan dengan warga. ”Masalah penembakan di Enarotali yang menewaskan warga sipil, sama sekali tidak ada hubungannya dengan politik Papua Merdeka, itu hanya insiden antara warga dengan aparat,”ujar Ketua Sinode GKI Papua, Albert Yoku, Rabu 10 Desember.

    Menurutnya, karena peristiwa itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan politik, maka aparat keamanan harus bertanggung jawab atas jatuhnya korban, dengan melakukan investigasi guna mengetahui pelaku penembakan. “Harap secepatnya dilakukan investigasi, Polisi dan TNI harus segera turun tangan, untuk mengungkap pelaku penembakan,”ujarnya.

    Aparat keamanan semestinya harus antisipatif, persuasif dan komunikatif, sehingga peristiwa penembakan itu tentu bisa dihindari. “Kalau aparat mampu membangun relasi yang baik di lapangan dengan mengedepankan langkah komunikatif dan persuasif dengan rakyat, hal seperti ini tidak perlu terjadian atau tidak bisa diminimalisir,” tukasnya.

    Ia melanjutkan, Sinode GKI juga sudah membentuk tim untuk melakukan investigasi atas peristiwa Paniai. “Kami sudah bentuk tim keadilan dan kedamaian untuk mengungkap kasus penembakan itu,”jelasnya.

    Sinode GKI meminta, agar aparat mampu menciptakan rasa aman di Papua terutama menjelang kedatangan Presiden Jokowi merayakan Natal bersama warga Papua. “Kami minta Pangdam dan Kapolda menghindari yang namanya citpa kondisi, semua harus bisa tahan diri dan selalu menjaga keamanan menjelang kedatangan Presiden Jokowi,”paparnya.

    Albert Yoku melanjutkan, peristiwa penembakan di Paniai dipicu adanya pemukulan terhadap anak kecil penjaga Pondok Natal, yang diduga dilakukan anggota Yonif 753 AVT. Lalu kemudian berkembang, dimana, warga mempertanyakan aksi pemukulan itu. Lantas, aksi penembakan meletus. “Sesuai laporan dari warga di sana, aparat yang langsung menembaki sehingga korban jatuh tidak terhindarkan,” terangnya.

    Sementara dari informasi yang diperoleh dari Enarotali ibukota Paniai, massa masih berkonsentrasi di lapangan Karel Gobai, dengan 4 korban yang tewas. Bahkan proses acara pemakaman terhadap jenazah warga yang tewas sedang dilakukan di halaman Markas Koramil Paniai tepat dibawa tiang bendera.

    Juru Bicara Kodam 17 Cenderawasih Kolonel Rikas Hidayatullah saat dikonfirmasi, belum bersedia memberikan keterangan tentang proses pemakaman di halaman Markas Koramil Paniai.

    Imparsial Kutuk Penembakan di Paniai

    Sementara itu LSM Pemerhati Hak Azasi Manusia Imparsial, mengutuk keras aksi penembakan warga sipil di Paniai, yang berbuntut tewasnya 4 warga. Dikatakan, seharusnya, aparat keamanan bertindak hati-hati dalam menggunakan senjata api, terutama saat berhadapan dengan masyarakat.

    “Dalam memperingati Hari HAM sedunia yang jatuh pada 10 Desember ini, Imparsial mengutuk jatuhnya korban jiwa anak-anak siswa SMU serta belasan orang terluka dalam tragedi Enarotali. Aparat TNI dan Polri seharusnya berhati-hati dalam menggunakan senjata api. Apalagi jika digunakan untuk membubarkan massa yang berunjuk rasa,”

    ujar Direktur Eksekutif Imparsial Poengki Indarti dalam siaran Persnya yang dikirim melalui pesan elektroniknya, Rabu 10 Desember.

    Peristiwa itu semakin, menunjukkan banyaknya daftar kekerasan yang terjadi di Papua. “ Jatuhnya korban jiwa dan luka-luka, telah menambah panjang daftar kekerasan di Papua,”ucapnya.

    Atas kejadian yang diindikasikan sebagai pelanggaran HAM, Imparsial mendesak segera dilakukan investigasi secara mendalam. “Kami mendesak Komnas HAM untuk segera melakukan investigasi untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM berat dalam kasus ini,”ucapnya.

    Dengan bertambahnya daftar kekerasan di Papua, Imparsial juga menolak rencana penambahan Komando Teritorial di Papua. Kami menolak rencana penambahan Kodam baru di Papua dan Papua Barat, serta menolak massifnya pembangunan yang tidak pro rakyat dan merusak lingkungan hidup, antara lain proyek penambangan emas di Timika (Freeport) dan di Paniai, MIFEE & MP3EI,”ucapnya.

    Pemerintahan Jokowi sebaiknya segera menyelesaikan sejumlah pelanggaran HAM berat di Papua. “Kami mendesak Pemerintah Jokowi untuk mengutamakan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat di Papua, menghukum para pelaku dan berjanji agar peristiwa serupa tidak terulang kembali, melindungi hak-hak rakyat di Papua untuk bebas berpendapat dan berekspresi, serta segera mempersiapkan dialog damai Jakarta-Papua,”tegasnya. (jir/don)

    Kamis, 11 Desember 2014 11:59, BP

  • Versi Polisi Berbeda dengan Komnas HAM

    JAYAPURA – Komisi Nasional (Komnas) Hak Azasi Manusia (HAM) perwakilan Papua mengkalim versi polisi terkait kasus di Enarotali Kabupaten Paniai sangat berbeda dengan apa yang disampaikan masyarakat.

    “Ada dua pengadu yang diterima Komnas Papua pasca peristiwa Enarotali, diantaranya Kepala Distrik Yuliana Youw dan Tokoh Masyarakat dan Pendeta setempat Apa yang mereka sampaikan ke Komnas berdasarkan laporan dari masyarakat setempat. Namun kronologis kejadian sangat berbeda apa yang telah disampaikan Polda Papua kepada Media,” katanya

    Menurutnya, versi yang diterima Komnas HAM dari Kepala Distrik dan pendeta setempat, awalnya pukul 20.00 WIT malam warga Gunung Merah setempat memutar lagu Natal di pondok Natal.

    “Tak lama kemudian datang mobil berpenumpang 4 orang lalu warga setempat menegur karena lampu mati. Mereka turun lalu melakukan pemukulan,” katanya kepada wartawan di Tugu Theys Entrop, distrik Jayapura Selatan-Kota Jayapura.

    Menurutnya, peristiwa itu langsung memberitahukan kepada warga Gunung Merah. Keesokan harinya, berkisar 400-600 orang datang ke Markas Koramil dengan membawa kayu dan batu. “Tujuan hanya meminta penjelasan peristiwa malam itu. Sebab, mereka mengetahui salah satu dari dalam mobil merupakan anggota Koramil,” jelas Frits.

    Namun permintaan warga setempat tidak mendapatkan jawaban dari salah satu pimpinan maupun anggota Koramil setempat hingga akhirnya eskalasi meningkat hingga terjadi pelemparan batu lalu terjadi penembakan. Akibatnya 4 warga meninggal dunia. Entah arah tembakan dari mana, jelas ada korban tembakan.
    Bahkan lanjutnya, dari informasi terakhir yang diterima, salah satu anak SD meninggal Dunia pada siang hari sesaat kejadian di Markas Koramil. “Anak tersebut meninggal karena mengalami luka kritis,” katanya.

    Sementara Lanjutnya, dari keterangan Polda Papua, penembakan itu muncul ketika terjadi pemalangan namun sempat dibuka setelah dilakukan negosiasi. Tak lama kemudian, tiba-tiba terjadi pembakaran Kantor Kantor KPU lalu terjadi penembakan.

    “Disini terjadi perbedaan versi karena dari pengaduan ke Komnas HAM bahwa penembakan itu terjadi sebelumnya sudah dilakukan penembakan ketika mereka ada di pos untuk menuntut kejadian malam itu dan disitulah terjadi penembakan. Sementara menurut polisi ada penembakan dari gunung dan itu yang memicu 400-600 menuju pos koramil,” .

    “Perbedaan ini harus jelas, apakah peristiwa ini ada sebuah peristiwa keributan diantara warga atau k warga dengan warga atau kemudian warga dengan aparat. Kemudian kenapa kantor KPU dibakar, pemalangan. Ini harus dipastikan,” kata Frits meminta.

    Untuk itu, dirinya meminta agar pemerintah daerah setempat melakukan tindakan pertama. “Di sini pemda harus berperan untuk negosiasi, memberikan jaminan kepada para pihak baik kepada korban, masyarakat setempat maupun aparat keamanan agar masing-masing pihak menahan diri,” katanya.

    Disisi lain, kemarin Komnas HAM telah meminta agar 5 jenazah termasuk siswa SD yang ada dapat dilakukan tindakan medis. Tindakan medis harus dilakukan dan kalau tindak medis tidak dilakukan maka sulit untuk memastikan penyebab kematiannya seperti apa.

    Sambung Frits, tindakan medis sebenarnya merupakan tindakan atas nama HAM untuk bisa memastikan agar jenazah ini harus ada tindakan medis misalnya otopsi.

    “Dengan otopsi atau visum maka akan dipastikan dan diketahui penyebab kematiannya. Kalau penyebab kematiannya akibat peluru bisa ditelusuri dan kalau tidak dilakukan maka polisi dan pihak lain akan mengalami kesulitan untuk mengungkap itu,” tukasnya.

    Lebih lanjut disampaikan Frits, Tim-tim yang diturunkan, seperti tim mabes, polda, DPRP, Komnas HAM perwakilan Papua. “Tim-tim yang datang ini diminta untuk tidak saling memaksa tapi lebih koperatif untuk mengungkap ini secara pelan-pelan dan terukur,” ungkapnya. (loy/don)

    Kamis, 11 Desember 2014 12:01, BP

  • Kapolda Klaim Paniai Kondusif

    Jayapura – Pasca tewasnya empat warga Paniai karena diduga ditembak, Polda Papua mengklaim situasi Enarotali Ibukota Paniai Papua kondusif. Konsentrasi massa dan jenazah 4 warga kini disemayamkan di Kantor Distrik Paniai Timur. Hal itu diungkapkan Kapolda Papua Irjen Pol Yotje Mende.

    “Situasi Enarotali sudah kondusif berkat peran serta pemerintah daerah, tokoh masyarakat, adat, agama yang ikut memediasi dan bersinergi terutama dalam mengimbau masyarakat untuk tenang serta tidak mudah terprovokasi oleh hasutan kelompok-kelompok tak bertanggung jawab,”

    ujar Kapolda kepada wartawan, Selasa 9 Desember saat menggelar ‘Coffee Morning’ dengan wartawan di Markas Polda Papua.

    Lanjutnya, sejumlah warga memang masih berkonsentrasi, tapi sudah bergeser ke Kantor Distrik Paniai tempat jenazah disemayamkan. “Konsentrasi massa sudah berpindah ke Kantor distrik,” singkatnya.

    Kapolda mengungkapkan, dalam penanganan kasus Paniai pihak kepolisian sangat berhati-hati dan tetap bekerja secara profesional. “Menangani kasus di sana tetap dilakukan secara profesional. Saya akan sampaikan kepada teman-teman jika ada informasi itu,” katanya.

    Soal diduga penembakan terhadap empat warga sipil pasca rusuh di Paniai tersebut, Kapolda mengemukakan, bahwa pihaknya tidak bisa menyampaikan secara dini apakah anggotanya yang melakukan penembakan, atau pihak TNI ataukah dari kelompok Kriminal bersenjata.

    Sebab menurutnya, ketika warga yang berkisar dua ratus orang datang dari arah Gunung Merah ke Markas Koramil lalu merusak kantor tersebut disertai tembakan dari arah gunung.

    “Dari informasi yang kami terima di lapangan, terutama dari Kapolres Paniai bahwa anggotanya tidak melakukan penembakan. Saat itu mereka melakukan penembakan peringatan ke udara, tapi tidak mengarah pada warga. Kalaupun ada kami akan proses secara hukum karena ada prosedur melakukan penembakan oleh anggota,”

    tandasnya.

    Namun pihaknya memastikan korban penembakan pasca kejadian itu, hanya 4 empat orang dengan identitas masing-masing, Yulian Yeimo (16 tahun pelajar), Simon Gegey (17 tahun) Alpius Gobay (17 tahun), dan Alpus Youw,” kata Kapolda Papua.

    Sementara untuk luka-luka sebanyak 10 orang. Mereka diantaranya, 10 korban luka-luka diantarnaya, Jeri Gobay (13 tahun), Okatavianus Gobay (13), Noak Gobay (29), Yulian Mote (36), andarieas Dogopia (23 tahun), Yulianus Tebay (40), Naftali Neles Gobay (45), Jeremias Kayame (59), Italias Endowae (35), Albert Nadus (10 tahuh).

    Meski sudah dipastikan 4 orang meningga dunia dan 10 warga luka, namun 6 aparat TNI dan Polri ikut luka-luka.”Ada tiga anggota TNI mengalami luka-luka dan tiga anggota kami yang bertugas di Polsek. Kami belum penanganan seperti apa di sana sekarang,” katanya.

    Kapolda Yotje, juga menyatakan bahwa diduga ada pihak ketiga dalam peristiwa yang terjadi di Paniai hingga menewaskan warga sipil.

    “ Kita belum bisa memastikan apakah penembakan itu dilakukan oleh aparat, warga atau kelompok mana? Karena belum diselidiki. Tapi diduga, ya ! Ada pihak ketiga di balik insiden ini,”

    ungkapnya

    Oleh karena itu, kata dia, kini tim pencari fakta dari Polda Papua telah diturunkan ke Paniai guna melakukan penyelidikan lebih lanjut. Penyelidikan akan dilakukan atas peluru yang mengenai tubuh korban sehingga akan diketahui siapa pelaku penembakan.

    Namun pihaknya akan menindak tegas oknum aparat kepolisian, jika dalam penyelidikan nanti, terbukti bersalah dalam melakukan penembakan terhadap para korban.

    “ Ya, saya akan tindak. Jika nanti hasil penyelidikan penyebutkan mereka (personil Polsek Kota Paniai Timur) bersalah. Tapi yang jelas, penembakan itu sudah sesuai protap. Karena kita tahu warga lebih dulu melakukan penyerangan Koramil dan Polsek,”

    ungkap Kapolda Yotje.

    Mengenai peristiwa yang sebenarnya, ia menjelaskan, permasalahan ini diawali perselisihan paham antara aparat dengan masyarakat. “Waktu itu ada warga menggunakan kendaraan di jalan raya namun tidak menyalakan lampu kemudian ditegur terjadi bentrok fisik. Tak terima, ia membawa massa sehingga tidak puas dengan kejadian akhirnya terjadi sedikit perkelahian. Kejadian sempat dilerai,” jelasnya.

    Sejak suasana mulai kondusif, tiba-tiba terjadi pemalangan dan anggota di lapangan sempat melakukan negosiasi dan akhirnya pemalangan berhasil dibuka. Tidak lama kemudian terjadi penembakan dari arah gunung dan disusul warga dari gunung merah menyerang pos koramil.

    “Anggota di sana bertahan lalu mengeluarkan tembakan ke udara agar massa tidak melakukan penyerangan atau pengrusakan koramil dan Polsek yang letaknya kebutulan berdekatan, ada 4 unit mobil rusak dan 6 anggota TNI dan polri mengalami luka pasca kejadian itu,” imbuhnya. (loy/don)

    Rabu, 10 Desember 2014 11:23, BP

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?