Category: Terorisme

Aksi Teror atau Terorisme oleh Pemerintah NKRI, agen Teroris Internasional dan Miliasi NKRI serta teror-teror politik, ekonomi, terhadap alam semesta dan budaya.

  • Pelajar dan Mahasiswa Dihajar Brimob Polda Papua Hingga Babak Belur

    Jayapura, Jubi – Aparat Brigade Mobil (Brimob) diduga telah melakukan penganiayaan dan penyiksaan terhdap empat anak muda Papua, Timotius Tabuni (18), Lesman Jigibalom (23), Eldi Abimael (18) dan Mies Tabo (15) di Cigombong, Kotaraja pada hari Rabu 18 Maret 2015.

    “Kemarin (Mingggu 22/3/2015) sempat melaporkan kasus ini ke Propam Polda Papua, tetapi dari pihak propam katakan kepada kami bahwa harus ada pelaku baru bisa diproses. Hari ini juga kami sempat ke polda untuk ketemu dengan kapolda untuk menyampaikan tindakan brimob ini. Dan kami kontras mendampinginya atas permintaan keluarga korban,” jelas Olga Hamadi, koordinator KontraS Papua kepada wartawan di Padang Bulan, Senin (23/3/2015).

    Olga menjelaskan, kejadian ini terpisah dengan kejadian yang terjadi antara anggota brimob dan masyarakat di Mall Ramayana pada pukul 21.00 malam, hari Rabu tanggal 18 Maret 2015. Insiden perkelahian di Mall Ramayani ini melibatkan masyarakat dari gunung dengan anggota brimob.

    “Empat adik ini hendak pulang ke rumah di kotaraja dalam, lalu dihadang oleh angggota brimob dan langsung melakukan penganiayaan di Cigombong tepatnya di depan pasar Cigombong,”

    kata Olga.

    Olga menambahkan, beberapa pengacara sudah tandatangan suarat kuasa untuk mendampingi proses hukumnya hingga keluarga mendapat keadilan.

    “Dan ini tidak bisa dibiarkan. Karena ini anggota brimob lakukan tindakan yang tidak manusiawi,” ungkapnya.

    Sementara itu, Lis Tabuni, kakak dari Timotius Tabuni mengatakan keempat anak ini tidak tahu masalah dan tidak tahu apa-apa lalu mereka dihadang oleh anggota brimob yang langsung menganiaya mereka. Setelah itu ada saksi yang datang dan beritahu di rumah bahwa adiknya bersama teman-temannya dipukul.

    “Maka, malam itu om dari rumah sudah datang ke mabes Brimob di kotaraja dan tanya kepada mereka yang piket. Tetapi aparat bilang mereka memang sudah ditahan. Dan mereka baik-baik saja. Kami akan pulangkan besok setelah panggil orang tua dan berikan nasihat. Jadi om saya pulang malam itu juga karena dipikirnya mereka masih baik-baik saja,”

    jelasnya.

    Padahal, kata Lis, mereka sedang dalam keadaan kritis yang musti mendapat perawatan medis cepat. Karena akibat dari pengeroyokan yang dilakukan terhadap keempat anak ini terluka parah.

    Pengeroyokan dilakukan oleh anggota brimob dua jam setelah terjadi perkelahian antara anggota brimob dan masyarakat di Mal Ramayana. Dan keempat anak ini adalah korban salah sangka. Karena anak-anak tersebut berasal dari gunung maka angggota brimob mengira mereka juga merupakan bagian dari masyarakat yang tadinya berkelahi dengan anggota Brimob.

    Akibat dari pengeroyokan itu, Eldi Kogoya (18) mengalami tulang rusuk retak dan luka memar di belakang tubuh akibat diseret di aspal jalan dan kedua lutut lecet.

    Timotius Tabuni (18) mengalami gigi bagian depan satu lepas dan satunya retak. Selain itu kepala luka bocor, bagian belakang badan tergores karena ditikam dengan pisau sangkur, muka lebam, dan lecet akibat pukulan, mulut luka dan kedua lutut lecet.

    Lesman Jigibalom (23) ditusuk dengan pisau sangkur dibagian bahu kanan, sampai paru-paru kana bocor dan luka memar di seluruh tubuh. Lesman dioperasi pada 19 Maret karena paru-paru bocor akibat ditusuk dengan pisau. Dan Lesman masih kritis dan sedang mendapat perawatan di rumah sakit Bhayangkara.

    Mies Tabo (14) luka memar di kepala bagian depan, belakang, pundak kiri dan kanan akibat diseret di jalan aspal. Dahi lecet dan lutut kiri maupun kanan juga lecet.

    Sementara itu, Wakil Kasad brimob Polda Papua, AKBP Tono Budiarto membantah jika pelakunya adalah anggota Brimob. Dikatakan, saat itu justru anggotanya yang menyelamatkan keempat pelajar tersebut dari amukan massa di pasar Cigombong.

    “Anggota saya yang menyelamatkan malah dibilang yang melakukan pemukulan. Pada saat itu pukul 21.00 WIT kita masih fokus di Polsek Abepura untuk melakukan perdamaian dengan massa yang membuat kerusuhan di depan Mall Abepura. Dan pada pukul 23.00 anggota kita kembali mendapati laporan ada kerusuhan dan amukan massa terhadap empat pelajar tersebut dan menyelamatkan ke markas kita dan selanjutnya anggota membawa ke RS Bhayangkara,”

    ungkapnya seperti ditulis salah satu korah harian di Jayapura. (Arnold Belau)

    Source: Jubi, Diposkan oleh : Arnold Belau on March 23, 2015 at 21:03:25 WP [Editor : Victor Mambor]

  • Masyarakat Yahukimo Minta Komnas HAM dan DPR Papua Investigasi

    KNPB, ULMWP, MSG
    Aksi pengumpulan dana oleh KNPB Yahukimo untuk mendukung lobby ULMWP di MSG yang berakhir bentrok dengan polisi – wordpress.com

    Jayapura, Jubi – Pasca pembubaran massa Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Yahukimo, Kamis (19/3/2015) lalu ketika menggalan dana, dan berakhir pada penangkapan sejumlah warga, membuat situasi di wilayah itu memanas.

    Salah satu tokoh pemuda setempat, yang tak ingin disebutkan namanya melalui teleponnya kepada Jubi, Minggu (22/3/2015) malam mengatakan, hingga kini warga masih ketakutan. Toko – toko belum buka.

    Pihaknya meminta tim Komnas HAM turun ke Yahukimo, serta DPR Papua segera membentuk tim investigasi ke lapangan. Katanya, sangat jelas ada pelanggaran HAM.

    “Sejak kejadian hingga Sabtu (21/3/2015), ada warga yang ditangkap. Beberapa sudah dibebaskan, dan masih ada dua atau tiga yang ditahan. Warga kini ketakutan. Listrik sudah menyala tapi bandara masih ditutup dan dijaga Brimob,”

    kata sumber Jubi itu.

    Katanya, ketika polisi membubarkan massa, ia berada di lokasi. Menurutnya, ketika itu, polisi sudah bergerak menuju lokasi. Kasat Intel Polres Yahukimo, Inspketur Satu (Iptu), Budi Santoso menggunakan baju preman sendiri berada di lokasi. Saat pembubaran, ada yang berteriak “kita diserang”.

    “Saat itu Kasat Intel langsung dikerokoyok, dan senpinya hilang. Ketika pembubaran, ada nenek pendatang usia kurang lebih 50 tahun kena parang. Kemarin kami tandatangan surat pernyataan pembebasan warga yang ditahan polisi,”

    ucapnya.

    Dikatakan, aktivitas mencari sumbang yang dilakukan oleh massa KNPB Yahukimo sebenarnya sudah berjalan empat hari sebelum pembubaran. Di hari kelima, polisi akhirnya datang membubarkan massa.

    “Polisi kasi ijin juga hanya lewat lisan. Bupati juga terkesan membiarkan dan tak turun tangan. Dia kini ada di Jayapura,” katanya.

    Sementara Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Papua, Komisaris Besar (Pol) Patriger Renwarin mengatakan, laporan yang diterima pihaknya, ada lima orang yang ditangkap ketika itu. Namun empat diantaranya sudah dilepas.

    “Situasi sudah kondusif. Pistol Taurus dengan nomor senpi XK 255659 milik Kasat Intel Polres Yahukimo, Inspketur Satu (Iptu), Budi Santoso yang dirampas saat pembubaran juga sudah ditemukan,” kata Patrige.

    Menurutnya, senpi itu ditemukan di tempat yang diduga sekertariat KNPB. Ketika itu, tim Satuan Tugas Khusus (Satgassus) wilayah Yahukimo yang dipimpin oleh Kapolres Yahukimo AKBP Ade Djadja Subagdja memimpin tim, Sabtu (21/3/2015) dengan sasaran penyisiran markas KNPB wilayah Yahukimo di Jalan Pasar Baru, Kabupaten Yahukimo.

    “Setelah menguasai markas dan menggeledah tempat yang diduga sekertariat atau markas KNPB, tim menemukan senpi itu,” ucapnya. (Arjuna Pademme)

    Source: Jubi, Diposkan oleh : Arjuna Pademme on March 22, 2015 at 23:34:16 WP [Editor : -dominggus a mampioper]

  • Dua Batalyon Infanteri Segera Jadi Batalyon Rider

    JAYAPURA – Panglima Kodam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI, Fransen G Siahaan menyatakan, dua Batalyon di Papua akan segera naik status dari Batalyon infanteri menjadi Batalyon Rider.

    Dua Batalyon Infanteri yang menjadi Batalyon Rider ini yakni, Batalyon 752 dan Batalyon 753. “Kebijakan menaikkan status kedua batalyon ini merupakan kebijakan dari pimpinan TNI AD,” kata Pangdam Fransesn kepada wartawan, usai pelantikan 146 bintara muda di lapangan Pancasila Rindam XVII/Cenderawasih di Sentani, Kabupaten Jayapura, Sabtu (13/3)

    Menurut Pangdam Fransesn, kebijakan KSAD, semua batalyon Infanteri naik status menjadi Batalyon Rider . “Jadi di Papua dilakukan secara bertahap. Jadi, untuk tahun ini bapak KSAD membentuk hanya 15 batalyon untuk bisa menjadi Batalyon Rider dan pasti akan berkelanjutan,” katanya.

    Namun lanjut dia, status Batalyon Infanteri di Papua sudah dilakukan sebelumnya yakni, Batalyon 751/BS naik menjadi Batalyon 751/Rider. “Jadi untuk pemenuhan Rider di Papua maka, batalyon 752 akan dididik ke Bandung di Kopasus menjadi Batalyon Rider, setelah itu nanti baru selesai, kita kirim kan satu batalyon ful dari 753 menjadi batalyon rider,” katanya.

    Di Papua, lanjut Fransen ada lima Batalyon dan satu Brigif, dimana satu batalyon sudah naik status dan sisanya akan ditingkatkan secara bertahap hingga 2017. “Jadi tiga batalyon sudah rider yaitu 751, 752 dan 753 (sedang dan akan dididik di Bandung). Nanti Brigade 20 dan jajarannya termasuk 754, 755, 756 akan menjadi batalyon rider,” katanya.

    Sementara, tambah dia, bahwa total keseluruhan Batalyon sebanyak enam. Hanya saja, akan ada proses lanjutan untuk naik status menjadi Rider, yakni pada tahun 2016 dan tahun 2017. (Loy/don/l03)

    Source: Senin, 16 Maret 2015 06:37, BinPa

  • Boy Eluay: Cukup Seorang Theys, Menjadi Martir Bagi Masuknya Otsus

    Sentani, Jubi,- Adanya rencana Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) untuk dibukanya kembali kasus pelanggaran HAM yang menewaskan tokoh kharismatik Papua, Theys Eluay dalam waktu dekat ini, ditolak tegas oleh keluarganya.

    “Selama ini kita sebagai anak – anaknya dan keluarga tidak pernah diberitahu kalau ada yang mau buka kembali kasus kematian bapak Theys Eluay. Andaikan hal ini mau dilakukan tolong beritahu kami,”

    tegas Boy Eluay, anak sulung dari Theys Eluay di Sentani, Senin 23/2/2015.

    “Sebenarnya ada apa?” tanya Boy.

    Bagi Boy, Theys Eluay adalah seorang pemimpin besar rakyat Papua secara umum. Kematiannya membuat orang Papua kehilangan seorang figur yang bisa menyuarakan suara – suara masyarakat Papua. Theys juga secara strata di Tanah Tabi adalah pemimpin besar secara khusus bagi masyarakat yang mendiami Tanah Tabi.

    “Lebih spesifik lagi kita sebagai orang Sentani dan keluarga besar Eluay, kita kehilangan tiang pilar dalam rumah ini. Oleh karena itu sebagai anak sulung saya mau tegaskan kepada semua pihak yang mau usut kematian Bapak saya, jangan bawa nama bapak saya seperti tiang bendera,”

    ujar Boy.

    Dijelaskannya lagi, sudah cukup seorang Theys menjadi martir bagi masuknya Otsus di Papua.

    “Orang lain yang memanfaatkan Otsus, sementara kami disini hanya tinggal bertanya dan bertanya, apa yang harus di perbuat oleh tempat ini kepada kami anak – anak dari seorang pemimpin besar ditanah ini,”

    kesalnya.

    Sementara di tempat yang sama, Yanto Eluay yang juga anak kandung dari Theys Eluay mengatakan bahwa dalam adat Sentani, kematian seseorang dalam keluarga ada harga yang harus di bayar.

    “Kematian Bapak saya, sebagai anak laki – laki dalam rumah ini kita harus membayar kepada pihak om – om dari bapak saya. Hal kecil ini saja tidak ada perhatian dari Pemerintah kepada kami, sekarang mau bicara usut kematiannya?”

    kata Yanto. (Engelberth Wally)

    Source: Diposkan oleh : Engelbert Wally on February 23, 2015 at 22:32:31 WP, Sumber :Jubi

  • Mahasiswa Kembali Tuntut Penyelesaian ‘Paniai Berdarah’

    JAYAPURA – Untuk kesekian kalinya, puluhan mahasiswa Papua dari berbagai universitas di Kota Jayapura mendatangi kantor DPR Papua, Rabu (18/2). Massa yang dikoordinir Septi Modga itu menuntut para legislator mendorong penyelesaian kasus penembakan yang menewaskan empat warga sipil di Paniai (baca: ‘Paniai Berdarah’) pada 8 Desember 2014 lalu.

    Massa membawa sejumlah spanduk. Salah satunya berbunyi ‘Presiden RI, TNI. Polri Segera Mengungkap Pelaku Penembakan Paniai’.

    Dalam orasinya Septi mengungkapkan bahwa Jokowi telah berjanji akan mengusut pelanggaran HAM di Papua, namun sampai kini belum jelas, sehingga meminta DPR Papua menjelaskan dan terbuka kepada masyarakat hasil investigasi yang dilakukan TNI/Polri di lapangan.

    Adapun pernyataan sikap mereka antar lain, Kapolda Papua, Pangdam, Gubernur dan DPR Papua segera usut kasus penembakan. “Semua tim investigasi yang dibentuk oleh eksekutif dan legislatif segera mempertanggungjawabkan hasilnya di hadapan keluarga korban. Kami akan terus menuntut hingga kasus ini tuntas,” ucapnya.

    Sementara itu, Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Fisip Uncen, Pontius Omoldoman dalam orasinya mengungkapkan, peristiwa penembakan di Kabupaten Paniai yang mengakitbatkan 4 warga sipil dibiarkan oleh Pangdam dan Kapolda terhadap pelaku penembakan tersebut.

    “Kami tidak akan berhenti menyuarakan jika Pangdam dan Kapolda serta DPR Papua tidak menseriusi penembakan. Keluarga kami. Jika dianggap bagian dari NKRI, kenapa aparat harus meneror dan membunuh rakyat Papua tanpa jelas. Kami bukan bagian dari NKRI karena hak-hak kami selaku orang Papua diambil alih,” katanya disambut baik para pendemo lainnya.

    Ia menyatakan, jikalau aparat pemerintah, Kodam, Polda Papua, Kodam dan DPRP, mempunyai hati dengan rakyat Papua maka tidak seharusnya membiarkan rakyat menderita dan berada dibawa penyiksaan serta penindasan.

    Pontius Omoldoman juga menandaskan bahwa pernyataan Kapolda Papua yang meminta menggali mayat korban penembakan itu ditolak secara tegas, karena menggali mayat sama saja melanggar hukum adat di Papua, lebih khusus di daerah Paniai.

    “Kami tau bahwa negara ini adalah negara hukum. Tapi, kenapa seseorang pelaku penembakan yang tak lain aparat itu sendiri dibebaskan dan tidak mau diungkap. Kami hanya butuh kejujuran, dan keadilan di negara ini” ungkap Pontius.

    Salah satu anggota DPR Papua yang menemui massa, Tan Wie Long mengatakan, keprihatinan dari mahasiswa atas meninggalkan 4 warga Sipil di Paniai, DPR Papua juga turut prihatian atas peristiwa itudan kasus yang terjadi di Paniai merupakan kasus pelanggaran HAM. Kemudian apa yang diduga Mahasiswa bahwa penembakan itu adalah TNI/Polri, DPRP juga punya hal yang sama.

    “Perisitwa penembakan di Paniai, kami dari tim investigasi DPR Papua sudah melakukan semua tahapan yakni, langsung turun ke lapangan, baik menemui keluarga korban untuk memintai keterangan serta melakukan tatap muka dengan tokoh agama, dan tokoh adat. Hasilnya sudah melakukan telaah namun kami tidak menjastis siapa pelaku karena kami tidak punya kewenangan dan tidak punya keahlian,”

    ucapnya.

    Kata dia, DPR Papua tidak tak bisa menuduh siapa pelaku karena itu bukan ranah kami, tapi hasil investigasi kami, apa yang diduga mahasiswa saudara-saudara mahasiswa itu juga yang kami duga. Bahwasanya oknum TNI/Polri. “Tapi kami lagi menunggu dari pihak berwenang. Kami sudah menyurati Kapolda dan Pangdam untuk bertemu, tapi ketika mau rapat dengar pendapat, mereka ke Timika,” kata Tan Wie Long.

    Katanya, DPR Papua juga mempertanyakan sampai kapan penyelesain kasus itu. Parlemen Papua juga masih menunggu, sehingga meminta kepada mahasiswa dan masyarakat bersama-sama mendorong penyelesaian kasus itu.

    “Kalau nanti tak ada hasil, kami tim investigasi meminta ketua DPR Papua menindaklanjuti ke lembaga lebih tinggi. Apa yang jadi tuntutan adik-adik kami juga prihatin dan ingin kasus itu segera terungkap siapa pelaku. Silahkan koreksi kami, dan kritik kami demi mencapai tujuan yang diinginkan rakyat Papua. Kami akan terus kawal ini,”

    ucapnya.

    Ditempat yang sama, Laurenzus Kadepa pernyataan Kapolda Papua untuk menggali Mayat para korban penembakan di Enarotali, Kabupaten Paniai dengan alasan untuk dilakukan Visum atau otopsi bukan solusi. “Penggalian Mayat sangat bertentangan dengan adat istiadat Suku Mee. Kami hanya tanggap dan Kapolda dan Pangdam siapa pelaku penembakan itu bukan dengan cara melakukan penggalian mayat,” ungkapnya. (loy/don/l03)

    Souece: Jum’at, 20 Februari 2015 10:44, BinPa

  • Di Timika, Satu Keluarga Dibantai OTK

    Bapak dan Anak Tewas, Istri Dan Dua Anaknya Lagi Kritis

    JAYAPURA – Kasus penganiayaan yang mengakibatkan meninggal dunia kembali terjadi di daerah Timika, Kabupaten Mimika. Jika sebelumnya seorang warga Timika bernama Korinus Kareth tewas dianiaya sekolompok warga pasca bentrokan pada beberapa hari lalu.

    Kali ini, sekelompok orang tidak dikenal (OTK) membacok satu keluarga yang beralamat, Jalan Irigasi Kelurahan Inauga, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika-Papua, pada Jumat (30/1) dinihari sekitar pukul 02.30 WIT.

    Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua, Kombes (Pol) Patrige saat dikonfirmasi wartawan, membenarkan adanya penganiayaan yang dilakukan sekelompok OTK terhadap satu keluarga di jalan Irigasi, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika tersebut.

    Akibatnya, seorang ayah bernama Tukimin (40 tahun), asal Banyuwangi, Jawa Timur, meninggal dunia dengan luka bacok di kepala bersama anaknya Febri (11 tahun) pelajar kelas 5 SD akibat luka robek dibagian kepala. “Benar, ada laporan itu dan kini dalam pengejaran,” katanya, Jumat (30/1).

    Sementara, Istrinya Nunuk (30 tahun) mengalami luka robek di kepala dan kini dalam kondisi kritis dua anaknya yang lain bernama, Mipiyu (9 tahun), murid kelas 2 SD mengalami luka memar pada kepala bagian depan dan bengkak pada bagian belakang. Begitu pula adeknya yang baru berusia 2 tahun bernama, Nando (2) yang mengakibatkan luka robek pada kepala.

    Patrige mengungkapkan, ketika mendapat laporan, anggota Polsek Mimika baru yang dipimpin Wakapolsek, Iptu Parno langsung mendatangi TKP guna melakukan pertolongan pertama dengan mengevakuasi para korban ke RSUD Mimika untuk dilakukan otopsi dan visum.

    “Anggota sudah melakukan pengejaran di lokasi kejadian, namun menurut informasi saksi di lapangan bahwa para pelaku langsung melarikan diri ketika melakukan aksi mereka,” jelas dia.

    Lanjut dia, sekitar pukul 07.00 WIT Tim Reskrim Polres Mimika dan Polsek Mimika baru langsung melakukan olah kejadian guna mengetahui para pelaku pembacokan terhadap para korban. “Kami sudah periksa saksi di lapangan, sementara jenazah korban masih berada di RSUD Mimika,” ucapnya.

    Disinggung jumlah para pelaku, Patrige belum bisa memastikan jumlah para pelaku tersebut. “Yang jelas, mereka lebih dari satu orang. Kini mereka masih dikejar,” ungkapnya. (loy/don/l03)

    Source: Sabtu, 31 Januari 2015 05:48, BinPa

  • Penembakan Siswa di Paniai : Setelah Satu Bulan Baru Polisi Mau Bentuk TPF?

    Jayapura, Jubi/Antara – Ketua Dewan Adat Daerah Paniai Jhon Gobai berharap Tim Pencari Fakta (TPF) yang dibentuk Mabes Polri untuk mengungkap kasus kekerasan di Enarotali, Kabupaten Paniai, awal Desember 2014, bersikap netral agar tidak menimbulkan konflik kepentingan.

    “Saya kira TPF yang dibuat Mabes Polri untuk mengimbangi atau membandingkan temuan mereka di lapangan dengan pihak lain yang telah melakukan investigasi. Makanya harus netral,” kata Jhon Gobai ketika dihubungi dari Kota Jayapura, Papua, Sabtu (17/1).

    Ia mengemukakan hal itu ketika menanggapi pernyataan Kapolda Papua Irjen Pol Yotje Mende bahwa Mabes Polri telah membentuk tim TPF kasus Paniai.

    Menurut Gobai, pembentukan TPF oleh Mabes Polri berpeluang menjadi bahan perdebatan yang panjang dengan pihak tertentu.
    “TPF Polri hanya akan jadi bahan perdebatan dari pihak polisi dan tentara, guna bandingkan Komnas HAM punya tim penyelidikan,” katanya.

    Apalagi, pada 6-8 Januari 2015, Komnas HAM telah menggelar pleno untuk tim penyelidikan yang melibatkan semua pihak, termasuk polisi, tentara, masyarakat, dan LSM.
    “Pertanyaannya kenapa baru sekarang mau bentuk? Padahal Kapolda Papua menyatakan bahwa akan ungkap masalah ini dalam dua pekan, namun kasus ini sudah satu bulan lebih terjadi, tapi titik terangnya belum juga ada,” katanya.

    Seharusnya, kata Gobai, Mabes Polri mengusulkan membentuk TPF sejak pertengahan Desember 2014 atau beberapa hari setelah peristiwa kekerasan atau paling tidak bisa berikan gambaran kinerja investigasi sejauh mana.

    Sementara itu, secara terpisah Pelaksana tugas Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Provinsi Papua Frits Ramandey mengaku belum mendapat informasi sejauh mana TPF yang dibentuk Mabes Polri mau melibatkan pihaknya.
    “Sampai sekarang saya belum tahu, tetapi dari hasil yang kita lakukan waktu itu, kita menyodorkan dua opsi untuk ungkap kasus itu kepada Komnas HAM Pusat,” katanya.

    Opsi yang pertama adalah pembentukan Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM (KPP HAM) dan opsi yang kedua, adalah pembentukan TPF.
    “KPP HAM, itu untuk jangka panjangnya, untuk jangka pendeknya kita usulkan TPF. Kenapa TPF? TPF dari segi efektivitas dan proses pengungkapan itu dimungkinkan cepat. Memang dia tidak bergeser ke Pengadilan HAM, tetap dia bisa bergeser ke sejumlah pengadilan,” katanya.

    Misalnya jika yang terlibat dan terbukti bahwa kasus Paniai itu polisi atau tentara, maka bisa dibawa ke pengadilan kode etik dan mahkamah militer.

    “Kalau polisi ke sidang kode etik, kalau tentara ke Mahkamah Militer, kalau masyarakat umum ke pengadilan umum, dan itu sangat dimungkinkan. Karena dia secara pararel, itu semua pihak bisa terlibat didalam dan itu memerlukan birokrasi yang panjang,” katanya.

    Frits juga menyampaikan bahwa TPF tidak akan menggugurkan KPP HAM, karena Komnas HAM di Jakarta telah membentuk tim tetapi tim itu belum diketahui bentuknya seperti apa.

    “Hanya sampai sekarang perwakilan disini belum tahu tim itu seperti apa. Tim itu dipimpin oleh Manejer Nasution. Dia itukan salah satu konselor Komnas HAM. Kita juga belum tahu apa kah tim ini melibatkan perwakilan atau tidak, karena belum ada pemberitahuan surat resmi begitu,” katanya Mengenai pernyataan Kapolda Papua terkait Mabes Polri bentuk TPF, Frits mengatakan, Komnas HAM Papua juga belum tahu hal itu.

    “Kita belum tahu sejauh mana Mabes Polri melibatkan Komnas HAM dalam tim TPF yang dibentuk itu. TPF itukan kuat karena didukung Keppres dan pelibatan unsur tidak hanya kepolisian tetapi banyak pihak,” jawabnya.

    Kasus kerusuhan yang terjadi 8 Desember 2014 di Enarotali, Kabupaten Paniai, yang berawal dari masalah lalu lintas itu hingga menyebabkan warga melakukan aksi pemalangan di ruas jalan Enarotali, namun saat palang dibuka warga menyerang pos koramil hingga akhirnya ditemukan empat orang tewas dan belasan lainnya luka-luka.

    Keempat korban yang tewas tertembak itu masing-masing Yulian Yeimo, Simon Degei, Alpius Gobay dan Alpius Youw. (*)

    Diposkan oleh : Admin Jubi on January 17, 2015 at 18:18:26 WP

  • Aparat Gabungan Buru KKB Ayub Waker

    Timika – Waka Polres Mimika Komisaris Polisi Wirasto Adi Nugroho di Timika, Kamis, mengatakan jajarannya mendapat perintah dari pimpinan untuk melakukan pengejaran terhadap anggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Ayub Waker dan meningkatkan patroli di kawasan PT Freeport Indonesia maupun di luar kawasan itu.

    Peningkatan patroli di kawasan pertambangan Freeport dan sekitarnya itu menyusul adanya pernyataan sikap yang mengatasnamakan KKB Ayub Waker bahwa yang bersangkutan akan melawan aparat TNI dan Polri mulai dari tambang Grasberg hingga Pelabuhan Portsite Amamapare.

    “TNI dan Polri siap menghadapi KKB Ayub Waker dalam kondisi sesulit apapun. Makanya pimpinan telah memerintahkan seluruh anggota agar meningkatkan patroli di daerah yang dianggap rawan,” jelas Wirasto.

    Untuk diketahui, KKB Ayub Waker diduga kuat sebagai dalang utama pelaku penembakan yang menewaskan dua anggota Brimob Satgas Pengamanan PT Freeport Indonesia di Utikini Lama, Tembagapura, 1 Januari lalu.

    Pihak kepolisian, katanya, meminta warga Mimika tetap melaksanakan aktivitas seperti biasa dan tidak terprovokasi dengan berbagai teror yang dilakukan pihak-pihak tertentu.

    Menurut Wirasto, pasca operasi penertiban ribuan pendulang di sepanjang bantaran Kali Kabur terutama di wilayah Utikini Lama hingga Banti, Distrik Tembagapura beberapa waktu lalu, terjadi sejumlah aksi teror yang dilakukan kelompok-kelompok tertentu.

    Beberapa hari lalu sebuah mobil yang membawa petugas keamanan internal PT Freeport dan sebuah bus yang mengangkut pekerja dilempar dengan batu oleh orang tak dikenal saat melintas di Mil 29.

    Terkait kasus penembakan yang menewaskan dua anggota Brimob dan seorang petugas keamanan internal PT Freeport di Utikini Lama, Tembagapura itu, polisi telah mengamankan dua orang tersangka berinisial MW dan JW. (ant/don/l03)

    Source: Jum’at, 16 Januari 2015 00:21, BinPa

  • Ungkap Kasus Paniai, Mabes Polri Bentuk TPF

    JAYAPURA – Mabes Polri saat ini sudah membentuk tim pencari fakta (TPF) untuk mengungkap kasus kerusuhan di Enarotali, Papua yang menewaskan empat warga sipil dan melukai puluhan lainnya. Kapolda Papua Irjen Pol Yotje Mende kepada Antara, Rabu, mengakui, sudah mendapat informasi kalau Mabes Polri sudah membentuk TPF namun belum diketahui dengan pasti apakah tim tersebut sudah di lapangan atau belum.

    Diakui, kami sendiri (polisi) mengalami kesulitan dalam mengungkap kasus tersebut karena warga terutama yang saat itu berada di sekitar TKP sulit memberikan keterangannya ke polisi.

    Karena itulah hingga saat ini belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka dalam insiden yang terjadi pada 8 Desember 2014 lalu.

    Walaupun demikian saat ini pihaknya sudah 56 orang yang dimintai keterangannya, kata Irjen Pol Mende seraya mengatakan, dari jumlah tersebut sekitar 20 diantaranya berasal dari anggota polisi. “Saya bisa memastikan pelaku penembakan bukan dari anggota polisi,” tegas Kapolda Papua.

    Menurutnya, tidak mungkin peluru yang bersarang dari para korban berasal dari anggota polisi karena senjata SS 1 yang dipegang anggota tidak efektif dalam jarak 300 meter.

    “Senjata SS 1 tidak akan efektif bila ditembak dari jarak 300 meter,” kata Kapolda Papua Irjen Pol Mende, seraya menambahkan letak kantor Polsek Enarotali berada sekitar 300 meter dari posisi jenasah korban saat ditemukan. Anggota juga menyatakan kalau mereka menggeluarkan tembakan ke atas sebagai tembakan peringatan.

    Kasus kerusuhan yang terjadi 8 Desember 2014 di Enarotali, Kabupaten Paniai, yang berawal dari masalah lalu lintas itu hingga menyebabkan warga melakukan aksi pemalangan di ruas jalan Enarotali, namun saat palang dibuka warga menyerang pos koramil hingga akhirnya ditemukan empat orang tewas. Keempat korban yang tewas tertembak itu masing-masing Yulian Yeimo, Simon Degei, Alpius Gobay dan Alpius Youw.(ant/don/l03)

    Sumber: Kamis, 15 Januari 2015 01:02, BinPA

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?