Category: Terorisme

Aksi Teror atau Terorisme oleh Pemerintah NKRI, agen Teroris Internasional dan Miliasi NKRI serta teror-teror politik, ekonomi, terhadap alam semesta dan budaya.

  • Siapa peduli masalah HAM di Papua?

    Foto: Hina Jilani (kiri) di Jayapura, oleh L. Anum Siregar/ALDP 2007
    Foto: Hina Jilani (kiri) di Jayapura, oleh L. Anum Siregar/ALDP 2007

    Kalau anda tanya pada tokoh-tokoh terdidik Papua yang sadar politik tentang isu politik paling penting di Papua, maka jawabannya akan bervariasi. Tapi yang pasti masalah pelanggaran HAM menjadi salah satunya. Demikian pula dengan demo politik di Papua, salah satu isu yang diangkat pasti pelanggaran HAM. Bahkan di dalam Konggres Rakyat Papua II pada 2000, para pemimpin Papua memasukkan masalah pelanggaran HAM masa lalu sebagai salah satu agenda terpenting yang harus diselesaikan oleh Presidium Dewan Papua (PDP).

    Kalau anda perhatikan kampanye para aktivis Papua Merdeka di forum internasional, isu yang diangkat pasti terkait dengan pelanggaran HAM. Bahkan ada wacana genocide dari Yale University dan Sidney University. Belum lagi perhatian Amnesty Internasional dan Human Rights Watch Group yang selalu membuat laporan khusus tentang masalah HAM di Papua. Dari Amerika sendiri, akhir-akhir ini, 40 anggota Konggres AS menandatangani petisi yang intinya juga mempersoalkan komitmen Presiden RI dalam penegakan HAM sipil dan politik di Papua.

    Pada saat Perwakilan Komnas HAM Papua terbentuk pertama kali beberapa tahun yang lalu dan kinerjanya tidak seperti yang diharapkan, banyak orang mengeritiknya dengan keras. Ketika kantor pusat Komnas HAM di Jakarta hendak mengadakan pemilihan anggota baru perwakilan Papua, banyak orang datang ke Komisi F untuk memberikan masukan dan bahkan menuntut dibentuknya Komda HAM Papua dengan harapan bisa lebih berarti untuk penegakan HAM di Papua. Sejumlah pejuang HAM Papua sendiri bahkan memprotes Komnas HAM agar proses seleksi anggota Perwakilan Komnas HAM lebih transparan.

    Jadi, luar biasa! Dari segi wacana, ini menunjukkan bahwa masalah HAM dianggap sangat penting di Papua. Tapi, bagaimana kenyataannya?

    Pada saat Komnas HAM membuka kesempatan untuk seleksi anggota Perwakilan Komnas HAM Papua, orang-orang yang saya anggap mampu ternyata tidak tertarik mendaftarkan diri. Jumlah pendaftarnya juga sangat sedikit. Bahkan batas pendaftarannya juga kemudian diundur beberapa kali. Belakangan saya memperoleh informasi bahwa beberapa LSM di Papua juga tidak mengijinkan aktivisnya yang potensial untuk mendaftar dengan berbagai alasan, termasuk keterbatasan personel. Calon yang potensial pun mengundurkan diri karena ada posisi yang lebih baik di luar seperti menjadi anggota KPUD, calon bupati, atau posisi di lembaga negara lainnya.

    Salah satu soal terbesar Perwakilan Komnas HAM Papua adalah sumber dana. Meskipun sudah menyampaikan komitmennya kepada Komnas HAM, Gubernur Bas Suebu secara konkrit tidak menunjukkan dukungan sedikit pun pada proses seleksi sehingga Komnas HAM sendiri kekurangan dana untuk seleksi. Di DPRP hanya Ketua Komisi F Weynand Watori yang aktif memfasilitasi proses seleksi tersebut.

    Pada jaman reformasi ini, kesempatan bagi orang Papua untuk masuk dalam lembaga negara, seperti pemkab, pemkot atau pemprov sangat besar. Selain itu ada lembaga semacam KPUD, Bawaslu, dan lain-lain yang lebih menarik. Dari segi dana dan honorarium, Perwakilan Komnas HAM termasuk yang ‘kering’. Sudah menjadi rahasia umum, Komnas HAM tidak memiliki dana yang besar. Oleh karenanya tidak menjanjikan honor yang layak.

    Di sektor advokasi dan penegakan HAM di kalangan LSM masalahnya juga hampir sama. Jika ada kasus politik dan HAM di Papua sekarang ini, siapa yang mau menjadi penasehat hukum? Banyak pengacara mampu yang dulu berperan penting tidak lagi menangani perkara politik dan HAM. Beberapa dari mereka mengatakan sudah jenuh, beberapa lainnya merasa lelah dengan konflik-konflik sesama aktivis HAM. Beberapa lainnya harus menghidupi keluarganya. Regenerasi pun tidak berjalan baik.

    Menjadi penasehat hukum untuk kasus politik dan HAM di Papua sangat melelahkan baik dari segi pikiran, dana, maupun perasaan. Selain ‘memiskinkan’, begitu banyak gerakan tambahan baik dari yang didampingi maupun dari pihak-pihak lainnya. Perlu militansi luar biasa dan daya tahan yang kuat untuk bisa bertahan dalam arena ini. Daya tahan lainnya adalah kemampuan untuk menahan ‘kantong’ dalam keadaan ‘kering’, bahkan sangat mungkin nombok uang sendiri.

    Kasus penancapan Bintang Kejora di Wamena pada 9 Agustus 2008 yang lalu menjadi contoh yang aktual. Pengacara yang sudi mendamping tinggal Iwan dan Anum (ALDP), LBH Jayapura, dan Hari (KontraS). Untungnya masih ada support dari Poengky Indarti (Imparsial). Selain tidak ada dana, jumlah PH pun terbatas, sehingga tidak bisa berbagi beban. Nafas dan daya tahan orang-orang ini tidak akan panjang jika tidak didukung oleh banyak pihak. Pihak negara seharusnya menyediakan dana untuk memperluas akses terhadap keadilan bagi warga yang miskin…

    Siapa lagi yang akan menjadi pekerja HAM terutama PH pada kasus-kasus yang akan datang? Di masa depan, pasti masih banyak lagi kasus-kasus semacam Wamena…

    Siapa peduli HAM di Papua? Maksudku, peduli dalam arti konkrit mau terlibat dan bekerja…

  • Gubernur: Freeport Seperti Sapi Perah – 80 Persen Royalti Freeport Untuk Papua

    JAYAPURA-Pemerintah Provinsi Papua berharap agar kerja sama dengan PT Freeport Indonesia (PTFI), terus ditingkatkan. Hal itu dikemukakan Gubernur Barnabas Suebu, SH ketika menjawab Cenderawasih Pos usai meresmikan Papua Knowledge Center, kemarin.

    Sebab kata dia, Freeport merupakan satu perusahaan besar yang beroperasi di Papua dan melaksanakan tugas sosial atau coporate social responsibility dalam berbagai bentuk. Baik itu mendirikan Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme Kamoro (LPMAK) khusus untuk masyarakat Amungme dan Kamoro, mendukung program pemerintah daerah hingga mendukung program Respek dan melaksanakan berbagai kegiatan lainnnya. “Jadi itu beberapa hal yang disumbangkan Freeport untuk kita,” ujar Suebu lagi.
    Untuk itu, Gubernur Suebu menilai perusahaan tambang yang terbesar di tanah air itu ibarat Sapi Perah yang mengeluarkan susu. “Jadi kerjasama kita dengan Freeport ini ibarat sapi, dia mengeluarkan susu, kalau kita pintar ya kita harus atur susunya, minum sama-sama, jangan dia minum sendiri. Sebaliknya rakyat juga jangan membunuh sapi, sebab kalau rakyat membunuh sapi, kita semua tidak akan dapat susu,” terangnya.

    Ditanya tentang besaran royalti yang diterima Papua pada tahun 2008 ini, dikatakan untuk Provinsi Papua jumlahnya mencapai Rp 400 miliar atau sekitar 16 persen dari total royalti secara nasional. Selebihnya dana royalti itu juga diberikan kepada kabupaten dan kota di seluruh Papua dan yang terbesar sekitar 32 persen diterima oleh daerah penghasil.

    Sementara itu, Humas PT FI Mindo Pangaribuan kepada Cenderawasih Pos mengungkapkan bahwa sekitar 80 persen dari Royalti Freeport yang dibayar itu adalah bagian untuk Papua, sedangkan pusat hanya mendapatkan 20 persennya.

    “Nah dari dari 80 persen ini di Papua nanti akan dibagi lagi,” katanya.

    Menurut Mindo, kabupaten penghasil akan mendapatkan 32 persen, Pemprov mendapatkan 16 persen, sedangkan sisanya 32 persen itu diberikan untuk kabupaten dan kota di seluruh Papua. “Jadi kabupaten dan kota yang bukan penghasil menerima sisa yang 32 persen itu,” jelasnya.

    Sedangkan yang menyangkut retribusi kata Mindo, juga bermacam – macam, seperti PBB (pajak bumi bangunan) uangnya masuk langsung ke kas daerah. Sedangkan pajak yang diterima pusat adalah pajak pendapatan perusahaan atau pajak badan usaha, sementara pajak pendapatan karyawan nanti dari pusat baru dikirim lagi ke daerah. Sedangkan deviden semuanya ke pusat.

    Meski begitu kata dia, dana itu semua nantinya akan kembali lagi ke daerah dalam bentuk DAK (dana alokasi khusus) dan DAU (dana alokasi umum).

    Lanjutnya, porsi yang 80 persen itu sudah berlangsung sejak kontrak karya ke dua yang sekarang ini berlangsung, karena kontrak itu menyebutkan bahwa 80 persen dari royalti yang dibayarkan Freeport adalah menjadi bagian dari Papua, sedangkan 20 persen lagi ada di pusat.

    Hanya saja Mindo tidak menyebutkan angka pastinya. “Angkanya kurang tahu, tetapi 80 persen ini sudah sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” tandasnya.

    Tandatangani MOU///

    Sementara itu setelah melalui proses pengkajian yang cukup melelahkan akhirnya Papuan Knowledge Center For People Driven Development atau Pusat Pengetahuan tentang Pembangunan Kampung dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat, akhirnya kemarin diresmikan Gubernur Barnabas Suebu, SH.

    Lembaga yang dibentuk atas instruksi Gubernur itu, didukung penuh PTFI. Hal ini tercermina dalam sambutan Presiden Direktur PT FI itu Armando Mahler yang mengatakan bahwa pihaknya menyambut gembira berdirinya lembaga itu.

    “Tat kala disadari bahwa masih dubutuhkan data dan pengetahuan yang lebih mendalam untuk mulai menerapkan paradigma baru, maka kami menyambut gembira kepercayaan yang diberikan oleh Gubernur Papua untuk menfasilitasi pembentukan sebuah center,”

    katanya.

    Armando mengatakan, PT FI telah melakukan kerjasama dengan lembaga donor internasional dan pemerintah daerah dalam mempersiapkan knowledge Center tersebut. “Semua pihak menilai Center ini memiliki peluang besar dapat meningkatkan sinergi dengan dan antara program yang selama ini sudah berjalan guna menjabarkan paradigma people driven development sebagai roh atau jiwa program pembangunan Papua,” katanya.

    Untuk mendukung kesuksesan Knowledge Center itu, PT FI juga memiliki komitmen untuk memperbantukan tenaga ahli dan teknis yang diperlukan oleh pemerintah daerah, baik dari lingkungan perusahaan maupun melalui kerjasama berbagai perguruan tinggi, LSM dan lembaga donor internasional.

    “Secara spesifik, Center ini diharapkan dapat menyediakan informasi tentang praktek – praktek terbaik pembangunan di Papua yang telah dilaksanakan oleh kita semua selama ini, selain memantau keberhasilan Respek, center ini juga dapat menemu kenali atau mengidentifikasi elemen strategis dan urut-urutan kebijakan yang dapat digunakan sebagai landasan utama dalam pengelolaan dan meningkatkan kualitas SDM dan alam Papua,” paparnya.

    Barnabas Suebu dan Presiden Freeport
    Barnabas Suebu dan Presiden Freeport
    Sementara itu, Gubernur Barnabas Suebu, SH dalam sambutannya mengatakan bahwa Knowledge Center menyimpan pengetahuan dan data yang sangat penting dan akan mengantarkan rakyat tahap demi tahap untuk menuju masa depan yang lebih baik dan sejahtera. “Kita tidak harus menangis dan melakukan demo politik, sebab menangis tidak akan selesaikan masalah, tetapi kita harus kerja keras, melakukan inovasi dan terobosan untuk bisa merubah nasib,” katanya bijak.

    Gubernur juga mengatakan lembaga itu khusus untuk memuat data kampung, tetapi dalam arti luas. “Jadi ini pusta pengetahuan khusus kampung, mengapa khusus kampung, karena banyak orang bicara kampung, tetapi tidak tahu kampung, kaki juga tidak pernah injak di kampung tapi bicara kampung,” katanya. Karena itu, dari lembaga itu, maka orang yang tidak pernah ke kampung akan mengetahui tentang kampung.

    Saking pentingnya dan menariknya lembaga itu, Gubernur Suebu mengatakan jika pensiun nanti akan bekerja di center itu. Sebab kata dia, lembaga itu begitu menarik dan kaya akan pengetahuan. “Langkah yang diambil Freeport mendukung center ini sama dengan Freeport telah berbuat sesuatu untuk seluruh masyarakat kampung di tanah Papua,” katanya.
    Acara peresmian yang ditandai penekanan tombol dan pembukaan papan selubung papan nama itu, juga dirangkaikan dengan penandatanganan MoU antara Gubernur Suebu dengan Presiden Direktur PT FI Armando Mahler dan Sofei (Suport office for eastern Indonesia) suatu lembaga perwakilan Bank Dunia di Indonesia yang diwakilan kepada Inauri.(ta)

  • Dugaan Oknum Dewan Kaimana Tewas Karena Stroke

    Catatan SPMNews:
    SPMNews memberikan kategori khusus: Bio-Terorisme dalam pemberitaannya karena dalam sejarah dan/atau pengalaman penjajahan di seluruh muka bumi, pembunuhan secara mendadak, diam-diam, peracunan makanan dan minuman, penyuntikan penyakit dan sejenisnya adalah sangat, dan sekali lagi sangat laszim, karena dianggap paling ampuh, paling aman, dan paling dibanggakan kesuksesannya.

    Dalam pengalaman itu juga, setiap orang yang dijajah, biasanya menggunakan teori “Piara Dulu Baru…” artinya kaum yang dijajah selalu dipelihara, dibesarkan, seolah-olah disayangi, sampai pada saat dianggap berbahaya, atau sampai dipandang “masabakti sudah cukup”, maka penjajah selalu melakukan pembunuhan. Itu sudah terjadi pada Drs. Roberth Wanimo dan Drs. Jaap Solossa, dan akan disusul oleh Drs. Drs. lainnya asal Papua Barat.


    MANOKWARI-Sampai saat ini penyebab kematian anggota DPRD Kabupaten Kaimana berinisial OF, belum jelas. Kapolres Manokwari AKBP Pit Wahyu yang dikonfirmasi via ponselnya mengaku baru saja kembali dari tugas luar daerah. Sebelumnya ada dugaan korban yang sempat sekarat di panti pijat Sumber Rejeki dan meninggal di RSUD Manokwari ini karena stroke. Sementara itu, panti pijat Sumber Rejeki, sejak kejadian tidak beroperasi.

    Keterangan mucikari yang berhasil dikonfirmasi koran ini dipanti Pijat Sumber Rejeki menyebutkan korban masuk ke panti pijat dalam kondisi sehat. OF sendiri masuk di panti pijat yang terletak di kompleks Rendani tersebut pada sore hari, (Rabu,3/9).

    Untuk mengkonfirmasi pihak panti pijat, koran ini harus bolak-balik beberapa kali. Pasalnya, waktu pagi hari koran ini ke panti pijat Sumber Rejeki pintu pagar dalam posisi tertutup rapat, termasuk pintu masuk rumah. Sehingga koran ini mengurungkan niat untuk masuk ke dalam panti pijat. Saat itu suasana baik didalam halaman dalam keadaan sepi, tak satu orang pun yang kelihatan.

    Siang harinya koran ini mencoba kembali untuk menemui pihak panti pijat. Namun situasi disekitar panti pijat masih tetap sepi, sehingga koran ini kembali mengurungkan niat untuk masuk. Sore harinya, koran ini kembali datang ke Panti Pijat Sumber Rejeki. Beruntung, saat tiba didepan pintu seorang mucikari keluar dari pintu pagar. Koran ini langsung mendekat dan meminta waktu untuk ngobrol. Dengan mimik wajah yang sedikit ragu, mucikari yang mengaku bernama Niken langsung kembali ke Panti Pijat Sumber Rejeki sembari mengajak koran ini.

    Koran ini langsung dipersilahkan masuk dan dipersilahkan duduk dikursi ruang tamu sambil memanggil salah satu temannya yang saat itu berada dalam kamar. Teman Niken yang masih mengenakan baju tidur pun keluar menemani koran ini untuk ngobrol. Koran ini sempat menanyakan pemilik Panti Pijat, namun Niken mengakus bosnya sedang berada di Jawa.

    Awalnya, Niken ragu namun akhirnya dia buka suara juga. Niken mengakui bukan dirinya yang memijit korban, tetapi temannya yang enggan ditemui Koran ini. Hanya selaku mucikari di Panti Pijat Sumber Rejeki sempat melihat korban yang masuk panti pijat dalam kondisi

    sehat. Bahkan, politisi ini sempat melemparkan senyuman kepada mucikari lain yang sedang duduk nonton televisi.

    Mengenai pertanyaan koran ini yang lain, Niken enggan menjelaskan karena alasan takut. “Mas tanya aja sama polisi karena kasusnya sudah di polisi, tapi setahu saya bapak itu masuk dalam kondisi sehat,”tuturnya seraya mengaku dirinya baru pertama melihat korban masuk RSUD.

    Pengakuan warga sekitar Panti Pijat yang enggan disebutkan namanya menuturkan pasca kejadian di Panti Pijat suasana langsung sepi. Berbeda dengan hari-hari sebelumnya sebelum kejadian tersebut.
    Sementara itu,jenazah OF sudah diambil keluarkannya. Polisi masih melakukan penyelidikan lebih detail menganai,sebab-sebab kematian politisi PDIP ini.(sr)

  • DAP Temui MRP Soal Insiden Wamena

    JAYAPURA [CEPOS] – Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Drs. Agus Alue Alua, M.Th menilai, insiden pengibaran Bintang Kejora (BK) yang berbuntut tertembaknya seorang warga di Wamena, merupakan tindakan menyalahi PP 77 tentang Lambang Daerah yang dikeluarkan Presiden Republik Indonesia.

    “Secara tidak langsung aparat yang telah menembak itu menyalahi arahan dari Presiden, dimana penegakkan PP 77 haruslah dengan cara persuasif,” ungkapnya di depan wartawan menanggapi surat yang diberikan Dewan Adat Papua (DAP) memakai dasar hukum PP 77 sebagai pijakan tuntutannya di kantornya, Selasa (2/9) kemarin.Menurutnya, BK yang sudah sebanyak kurang lebih dari 10 kali, ini mengandung arti bahwa PP 77 itu ada masalah. Seringnya proses penangkapan hingga pengadilan terhadap orang-orang yang mengibarkan bendera ini. “Semua itu belum bisa diselesaikan pendekatan masalah adanya PP 77, artinya bahwa pengibaran itu akan tetap menjadi masalah Papua, sehingga diperlukan solusi baru terhadapnya,” tandasnya.Mengenai pertemuan MRP dengan DAP kemarin, Agus menjelaskan, bahwa pihak DAP telah mencantumkan dalam surat penundaaan pemeriksaan dengan melampiri persyaratan yang harus dipenuhi Kapolda saat memeriksa mereka. “DAP minta adanya dukungan dari MRP tentang posisi mereka dalam kasus tersebut,” tambahnya.

    Dijelaskan, sekarang ini bukan posisi MRP itu mendukung atau menolak dengan apa yang dilakukan DAP. “Akan tetapi MRP hanya memberikan surat bahwa adanya penuntasan kasus tersebut dengan secepatnya, dengan memisahkan kasus per kasusnya,” lanjutnya.

    Agus berpendapat, kasus penembakan dengan kasus pengibaran bendera itu sangat berbeda dan haruslah dipisahkan. Pihaknya akan memberi surat kepada pihak Polda untuk dapat memisahkan kedua kasus tersebut.

    Sementara itu, Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Forkorus Yoboisembut didampingi beberapa anggota DAP menyatakan, menolak adanya pemeriksaan lanjutan yang sedang dilakukan Polda Papua sebelum polisi berhasil mengungkap pelaku penembakan Opinus Tabuni dan persyaratan lainnya. “Ini berdasarkan keputusan dari rapat kami dengan perwakilan anggota DAP lainnya,” ungkapnya saat ditemui di gedung MRP.

    Dijelaskan, dalam hasil rapat tersebut mengeluarkan keputusan bahwa pihaknya menolak adanya proses penyelidikan oleh pihak berwajib dengan mengeluarkan surat penundaaan pemeriksanaan ke Polda Papua sampai dengan orang yang membunuh dan motifnya serta latar belakang apa saja terungkap itu disampaikan kepada DAP.

    Menurutnya, pengibaran bendera tersebut bukanlah tindakan dosa, yang berdosa adalah membunuh orang dilihat dari segi norma iman dan norma kemanusian serta norma hak asasi manusia (HAM). “Di dalam hal ini, kami merasa tidak bersalah sama sekali, bila dibandingkan membunuh orang,” lanjutnya.

    Ditambahkan, pemeriksaan itu tidak sah karena pihaknya tanggal 9 Juli 2008 merayakan perayaan hari pribumi sedunia, dan polisi memenuhi syarat seperti sebelum polisi akan memeriksa harus ada 2 pengacara sekaligus, satu dari nasional dan satunya pengacara internasional yang berperan menjelaskan dan memberikan nasihat mengenai hari internasional tersebut. “Karena kami berdiri disaat perayaan internasional maka pihak polisi harus lakukan seperti itu,” tegasnya.

    Selanjutnya, sebagai tindakan adil setelah polisi ini mengungkapnya kepada publik siapa pembunuhnya dan syarat-syarat tersebut, maka pihaknya akan menanyakan kepada masyarakat siapa yang mengibarkan bendera 44 atau BK itu. (ind)

    Cenderawasih Pos, Edisi : 03 September 2008 | 04:44:28

  • Segera Umumkan Penembak Opinus Tabuni

    Demo Menuntut Ungkap Pembunuh Otinus Tabuni (SP Daily)
    Demo Menuntut Ungkap Pembunuh Otinus Tabuni (SP Daily)
    SP/Robert Isidorus Vanwi

    Sekitar 100 orang yang tergabung dalam Koalisi Mahasiswa dan Masyarakat Peduli Tanah Papua berunjuk rasa di Kota Jayapura, Jumat (22/8). Mereka mendesak segera diumumkan pelaku penembakan Opinus Tabuni saat perayaan Hari Pribumi Internasional di Wamena, Jayawijaya, Papua, 9 Agustus 2008.

    [JAYAPURA] Koalisi Mahasiswa dan Masya- rakat Peduli Tanah Papua (KMMPTP) meminta United Nations Development Programme (UNDP) mendesak Kepolisian Daerah (Polda) Papua segera mengumumkan pelaku penembakan Opinus Tabuni saat perayaan Hari Pribumi Internasional di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, 9 Agustus lalu.

    Polda Papua diminta segera menghentikan pemeriksaan terhadap pimpinan Dewan Adat Papua (DAP) terkait pengibaran bendera bintang kejora dalam peringatan Hari Pribumi Internasional tersebut. Pemeriksaan harus ditunda sampai ada tim pendamping dari Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sebab, peristiwa penembakan menodai Deklarasi PBB 13 September 2007 tentang Perlindungan Bangsa Pribumi Internasional (United Nations Declaration on the Rights Indigenous Peoples).

    Sekretaris Jenderal KMMPTP Markus Haluk mengemukakan hal itu dalam dialog dengan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) di Jayapura, Jumat (22/8) mewakili sekitar 100 pengunjuk rasa yang menuntut pengusutan kematian Tabumi.

    Menurut Markus, Pemerintah Provinsi Papua, Majelis Rakyat Papua (MRP), DPRP, dan De- wan Perwakilan Daerah (DPRD) supaya terlibat langsung dalam penyelesaian kasus penembakan Tabumi. Jangan membiarkan rakyat asli Papua terus menjadi korban akibat tindakan kekerasan dari aparat keamanan. Sebab, sejak integrasi tanggal 1 Mei 1963 hingga sekarang pelanggaran HAM di Tanah Papua semakin meningkat dalam segala bidang kehidupan.

    Nasib Sendiri

    Diungkapkan dari Deklarasi PBB tentang Perlindungan Bangsa Pribumi Internasional sebanyak 46 Pasal tersebut, Pasal 3 menyatakan masyarakat adat berhak menentukan nasib sendiri. Atas itu, mereka juga berhak menentukan status politik mereka dan secara bebas memacu pengembangan ekonomi sosial budaya. Karena itu, dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua harus memberikan ruang yang luas bagi upaya melindungi masyarakat asli di Tanah Papua.

    Ketua Komisi F DPRP, Weynand Watori dalam pertemuan dengan pengunjuk rasa dari KMMPTP, berjanji akan menuntaskan kasus penembakan Tabuni. [154]

    Last modified: 23/8/08

  • Komnas HAM Belum Tegas – Bahas Hukuman Mati dalam Paripurna

    JAKARTA- Drama eksekusi bagi para terpidana mati masih berlanjut. Setelah Rio “Martil” Bulo tewas di hadapan regu tembak (8/8), sepertinya giliran trio bom Bali -Amrozi, Muklas, dan Imam Samudra- segera menghadapi nasib sama. Terkait hal itu, Komnas HAM juga belum menyatakan sikap tegas; mendukung atau menolak pelaksanaan pidana mati tersebut.

    Anggota Komnas HAM Hesti Armiwulan mengungkapkan, saat ini sikap komisi masih mengacu pada rapat paripurna bulan lalu. Yakni, hukuman mati diserahkan sepenuhnya kepada subbidang pengkajian. Komnas HAM lebih bersikap sesuai tugas dan fungsinya.

    “Apa yang diputuskan bidang pengkajian itulah sikap komisi. Sementara soal standar dan norma menjadi bidang subkomisi pemantauan. Kami tentu tidak ingin merumuskan sikap menolak atau mendukung,” ujarnya kemarin (10/8). Apa yang diputuskan bidang tersebut, itulah sikap komisi.

    Agenda rapat paripurna (13/8) mendatang, kata Hesti, juga akan membahas lagi sikap komisi terkait hukuman mati tersebut. “Bisa muncul desakan lagi untuk membahas posisi Komnas,” jelas aktivis yang juga akademikus di Universitas Surabaya (Ubaya) tersebut. Hasil final terhadap rapat itu akan disampaikan kepada Mahkamah Agung dan DPR.

    Namun, suara yang berkembang di masing-masing individu keanggotaan komisi memang lebih banyak yang menolak hukuman mati. Menurut dia, tak ada seorang pun yang berhak mencabut nyawa seseorang. Hak hidup adalah hak paling utama. Negara pun tak boleh campur tangan untuk menentukan hukuman mati tersebut.

    Menurut Hesti, sikap itu sebenarnya bisa dilihat dalam pembahasan RUU KUHP. Komisi terus mendesak bahwa hukuman mati bukan termasuk hukuman pokok. Sifatnya nanti, hukuman mati merupakan tambahan apabila vonis dijatuhkan hakim.

    Selain membahas hukuman mati, Komnas HAM mendapat desakan untuk hadir saat pelaksanaan eksekusi mati. Tapi, itu juga tidak bisa diputuskan. Sebab, bila komisi hadir dalam hukuman mati, akan muncul dilema tersendiri. “Kalau Komnas HAM hadir, itu sama saja mendukung,” ujarnya.

    Desakan membahas hukuman mati tersebut diluncurkan jaringan LSM, seperti Kontras, LBH Masyarakat, serta Imparsial bersamaan dengan pengajuan judicial review terhadap UU No 2 PNPS Tahun 1964 tentang tata cara hukuman mati yang diajukan trio bom Bali, Amrozi, Muklas dan Imam Samudra. Mereka menilai Komnas HAM tidak mempunyai sikap tegas terhadap hukuman mati. Padahal, komisi tersebut mempunyai basis legal yang cukup kuat untuk menolak pidana mati. (git/agm)

  • Jika Hutan Jadi Komoditas

    Mikhael Dua

    Pada pertengahan abad kesembilanbelas Karl Marx memiliki pemikiran yang jujur. Dalam analisis ekonominya tentang sepak terjang para pemilik modal yang menjadi sumber kesengsaraan kaum buruh di Inggris, ia sampai pada kesimpulan bahwa ekonomi adalah tuan atas sejarah. Artinya, seluruh bangunan politik, kebudayaan, dan agama ditentukan oleh logika sang pemilik modal.

    Pemikiran Marx ini dikutuk-kutuk dan diinjak-injak sebagai pemikiran yang naïf dan terlalu materialistis tentang manusia. Namun, apa yang dikatakan Marx ini pasti benar jika kita memperhatikan jalannya persidangan beberapa anggota DPR dalam kasus alih fungsi hutan bakau di Sumatera Selatan dan alih fungsi hutan lindung di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Politik tunduk pada logika bisnis.

    Para pengusaha di latar belakang menjadi tak tersentuh sedang politisi kerdil menjadi pion-pion tak berkepribadian. Tanpa disadari ia dan lembaganya menjadi alat bisnis dengan membuat hutan sebagai tanah tumpah darah menjadi komoditas.

    Logika yang sama masih dipakai dalam konferensi-konferensi internasional tentang hutan. Ketika konferensi Bali tahun lalu berbicara tentang global warming, perhatian kita pun belum seluruhnya berkorespondensi dengan fakta dan harapan para pemerhati masalah hutan.

    Argumentasi tentang reservasi hutan masih terlalu dekat dengan logika utilitarian para pelaku bisnis internasional, yaitu: manfaat sebesar-besarnya bagi banyak orang dan dunia. Lalu, apa artinya keberhutanan itu sendiri yang memiliki ciri-ciri ganas, bebas, dan luas tak terjangkau?

    Ambiguitas Moralitas

    Adalah Nietzsche yang mengatakan bahwa hubungan kita dengan alam, dewasa ini, secara mendasar bersifat ambigu. Di satu sisi kita mengenal dan mengakui nilai moral dari alam, sementara di sisi lain kita menyadari betul bahwa gambaran dan konsep kita tentang alam bergantung pada interpretasi, cita rasa, dan moralitas yang dapat berubah-ubah.

    Para pendukung romantisme merindukan persatuan dengan alam. Pemikir kritis yang tercerahkan ilmu pengetahuan tinggi ingin menguasai alam dan para petani di desa-desa menghendaki hidup yang harmonis dengan alam. Tetapi, tidak satu pun visi tentang alam ini sungguh-sungguh memberikan kepada kita pendasaran moral yang kuat.

    Ambiguitas ini memiliki akar pada krisis moral yang kita alami. Krisis itu tidak hanya karena kita tidak lagi memiliki kriteria-kriteria yang mengarahkan orientasi moral kita, tetapi terlebih karena kriteria-kriteria moral yang kita pegang selama ini memiliki akar yang berbeda dengan alam sekeliling kita. Alam yang kita pahami adalah alamnya para ilmuwan yang hanya tahu tentang hukum-hukum sebab akibatnya. Sementara itu seluruh kriteria moralitas kita didasarkan pada pemahaman kita tentang kebebasan dan akal budi.

    Hanya karena ingin mencapai perkembangan kemanusiaan yang pesat kita berani membangun moralitas tanpa dasar alam kodrati. Alam dan hukum-hukumnya tak pernah menjadi bahan pertimbangan dalam etika, karena moralitas berangkat dari asumsi-asumsi tentang kebebasan manusia. Ilmu pun hanya membatasi diri pada pembicaraan tentang hukum-hukum alam. Tak mungkin ada hubungan yang erat antara ilmu dan moralitas. Moralitas dinilai menjadi urusan perasaan, yang tak pantas digeluti para politisi cerdik dan ilmuwan cerdas yang memahami kausalitas alam semesta.

    Tetapi, perkembangan kemanusiaan yang dicita-citakan tersebut tak pernah tercapai. Kita selalu terjebak dalam interpretasi moral dan ilmiah yang kita bangun, yang makin lama makin jauh dari kodrat alamiah kemanusiaan. Oleh karena itu, Nietzsche mengusulkan agar kita membangun diri dan gambaran diri kita dalam keterhubungannya dengan pemahaman kita tentang alam.

    Dengan akal budinya, manusia tidak akan membawa dirinya ke luar dari kehidupan sebagai manusia. Sebaliknya, ia akan tetap manusia, bahkan ketika ia menanamkan kaki di alam. Manusia harus di-“alam”-kan. Ia harus hidup menurut kodratnya sebagai bagian dari alam. Jika pemikiran modern, melalui ilmu pengetahuan yang arogan pada alam, berusaha menarik manusia keluar dari alam, maka Nietzsche mengusulkan agar manusia dinaturalisasikan. Alam itu ganas, kaya, kreatif, penuh vitalitas, bebas, dan niscaya. Hidup dalam alam berarti kita menimba kekayaan alam tersebut.

    Pengalaman Keberhutanan

    Etika lingkungan dewasa ini turut memberikan sumbangan besar bagi kebijakan umum berkaitan dengan hutan. Penetapan hukum atas hutan produktif dan hutan lindung di Indonesia menjadi salah satu cara untuk melindungi hutan dari garapan masyarakat dan pengusaha terhadap hu- tan-hutan di Indonesia. Motif di balik usaha melindungi dan merekonstruksi hutan tersebut bersifat ekologis dan biologis (perlindungan keragaman diversitas hayati).

    Namun, kegiatan restorasi hutan tersebut barangkali tidak memadai jika kita tidak berbicara tentang pengalaman keberhutanan. Di balik kritik tentang moralitas yang mengasingkan manusia terhadap alam, Nietzsche sebenarnya mengajak kita memasuki pengalaman keberhutanan. Hutan itu ganas tak terpahami. Ia memiliki sifat kacau. Kacau karena tidak dapat didekati secara memadai dengan interpretasi kita. Pengalaman keberhutanan tak pernah pasti, karena ia memiliki makna jauh melampaui perangkat metodologi ilmu kita sendiri.

    Pengalaman ini memiliki implikasi yang luas bagi etika lingkungan. Para pencinta lingkungan hidup sudah lama mengajarkan kepada kita untuk mencintai alam. Pengalaman mereka di atas gunung, di tengah laut, dan di padang pasir menunjuk-kan bahwa alam memiliki sifat netral.

    Alam dapat menimbulkan perasaan kagum sekaligus menyenangkan. Namun, mereka juga tahu bahwa pengalaman tentang netralitas alam hanyalah sejenak. Pengalaman keberhutanan menimbulkan ketidakberdayaan. Sebuah perasaan kriminalitas melawan martabat manusia. Alam benar-benar indifferent. Ia benar-benar berada di luar kategori kita tentang baik dan buruk.

    Pengalaman keberhutanan adalah pengalaman kita sendiri tentang alam kehutanan kita. Kita membutuhkan pengalaman tersebut terulang kembali setiap saat. Seorang ekolog Belanda, Wouter Helmer, mengusulkan agar hutan kita menjadi sebuah insane oasis, sebuah “alam baru”, sebuah tempat kebebasan.

    Karena itu jika masyarakat kita dewasa ini mengutuk tindakan kalangan politisi di DPR yang berusaha memperdagangkan hutan, bagi saya kutukan itu masuk akal, bukan karena saya iri dengan uang yang mereka dapat, tetapi karena mereka telah menghancurkan pengalaman kolektif kita tentang hutan sebagai a border concept: sebagai alam yang berada di luar batas kategori pengetahuan dan moralitas kita sendiri.

    Penulis adalah Kepala Pusat Pengembangan Etika Atma Jaya, Jakarta

    Last modified: 2/8/08

  • Indonesia Berhasil Tangani Terorisme

    SP/Ignatius Liliek
    Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Martin Alan Hatfull (kiri) berbincang dengan Pemimpin Umum, Wim Tangkilisan (kanan), Pemimpin Redaksi, Primus Dorimulu (kedua dari kanan) dan Wakil Pemimpin Redaksi, Chris Mboeik (ketiga dari kanan) saat berkunjung ke Kantor Harian Umum “Suara Pembaruan”, Senin (14/7).

    [JAKARTA] Indonesia dinilai memiliki komitmen yang kuat dan memperlihatkan peningkatan kualitas yang signifikan dalam menangani terorisme. Penanganan terorisme yang dilakukan aparat kepolisian sejauh ini dinilai cukup berhasil. Hal ini terbukti dengan tertangkapnya sejumlah pelaku terorisme.
    Demikian dikatakan Duta Besar Inggris untuk Indonesia Martin Alan Hatfull saat berdialog dengan redaksi SP di Jakarta, Senin (14/7).

    Ia mengatakan, aparat kepolisian memiliki komitmen dan determinasi yang tinggi dalam menangani kasus terorisme. “Walaupun saya baru beberapa bulan di sini, tapi saya melihat aparat kepolisian cukup serius menangani kasus terorisme tersebut. Buktinya, banyak pelaku teroris yang sudah ditangkap,” tuturnya.

    Ia menjelaskan, Inggris akan terus meningkatkan kerja sama dengan aparat keamanan Indonesia yang sudah terjalin baik selama ini. Dikatakan, selama ini kedua negara telah menjalin kerja sama yang baik di bidang keamanan, seperti pertukaran informasi, pelatihan sumber daya manusia, dan pengiriman tenaga ahli keamanan Inggris ke Indonesia untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan aparat keamanan Indonesia. Pada masa mendatang, paparnya, kerja sama tersebut akan ditingkatkan lagi.
    Sekalipun demikian, ia mengingatkan, dialog antarkedua negara perlu terus ditingkatkan karena terkadang kebijakan suatu negara bisa terdistorsi di mata negara lain. Karena itu, dialog ini perlu terus dilakukan. “Inggris dan Indonesia sudah melakukan dialog itu. Misalnya, kita mengirimkan sejumlah tokoh masyarakat di Inggris untuk datang dan belajar di Indonesia. Dengan demikian, kita bisa saling memahami apa sesungguhnya yang menjadi permasalahan dan kebutuhan masing-masing pihak,” tandasnya.

    Dikatakan, dialog antara masyarakat yang berbeda budaya dan agama dapat mengurangi pandangan negatif satu sama lain. Hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadinya friksi bahkan timbulnya aksi terorisme.

    Perubahan Iklim

    Di sisi lain, Hatfull juga menegaskan, pihaknya akan terus meningkatkan kerja sama dengan Indonesia di bidang lingkungan hidup. Langkah tersebut merupakan bagian dari kampanye mengatasi perubahan iklim (climate change) yang tengah digalakkan pemerintahnya.

    Sejumlah proyek telah direncanakan untuk dilakukan, termasuk pembuatan peraturan yang memastikan kayu yang diimpor dari Indonesia oleh pengusaha Inggris tidak berasal dari kegiatan penebangan liar (illegal logging).

    Menurut Hatfull, peraturan yang dibuat Uni Eropa menegaskan pembelian kayu yang berasal dari penebangan liar tidak dibenarkan. Oleh karena itu, dia mengharapkan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil kayu terbesar di dunia bisa membuat peraturan yang memastikan kayu Indonesia tidak berasal dari tindakan ilegal tersebut.

    Hatfull juga memuji komitmen yang ditunjukkan Pemerintah Indonesia terhadap upaya-upaya konservasi lingkungan. Pihaknya juga akan berusaha membantu program penghutanan kembali yang telah dicanangkan Pemerintah Indonesia. Dalam kaitan ini maka kedua negara akan menandatangani nota kesepahaman kerja sama di bidang lingkungan hidup termasuk di dalamnya kampanye kesadaran lingkungan bagi masyarakat di sekitar hutan. Dengan demikian, mereka bisa memanfaatkan hasil hutan tanpa merusaknya. [SRA/B-14]

    Last modified: 15/7/08

  • Diduga Pelakunya Profesional – Pembunuhan Sopir Sumber Makmur, Polisi Periksa 11 Saksi

    JAYAPURA-Kasus pembunuhan Syahrul (36), sopir CV Sumber Makmur yang ditemukan tewas dengan leher dijerat dalam mobilnya di halaman Bank Danamon Jayapura, Kamis (10/7), masih diselidiki aparat kepolisian Polresta Jayapura.

    Guna mengungkap kasus pembunuhan yang sempat menggegerkan warga Kota Jayapura Kamis kemarin ini, penyidik Satuan Reserse dan Kriminal Polresta Jayapura telah memintai keterangan belasan saksi. “Sudah 11 saksi telah kami mintai keterangan terkait kematian korban,” kata Wakapolresta Jayapura Kompol Paru Andreas SH didampingi Kasat Reskrim AKP Y Takamully SH saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Jumat (11/7) kemarin. (more…)

  • Konsumsi Wiro Seorang Pria Tewas – 2 Orang Lainnnya Kritis

    SENTANI-Tragedi kematian beruntun beberapa waktu lalu yang menewaskan sejumlah warga akibat mengkonsumsi minuman local (milo), kembali terulang dan saat ini yang menjadi korban adalah tiga pemuda bernama Dominggus Wenda, Yepius Wenda, dan Kalikalok Kogoya.

    Akibat mengkonsumsi minuman keras (miras) jenis Wisky Robinson (wiro) sebanyak 8 botol di Kompleks Rawa Pos 7 Sentani Kabupaten Jayapura, sekitarpukul 21.00 WIT Selasa (8/7) mengakibatkan Dominggus Wenda langsung tewas. Korban ditemukan tewas oleh salah seorang warga bernama Demus Wenda pukul 05.00 WIT, Rabu (9/7) tidak jauh dari tempat ketiganya mengkonsumsi miras. Sementara itu dua rekannya Yepius dan Kalikalok kini dalam keadaan kritis.

    Saat ditemukan korban langsung dievakuasi ke salah satu rumah yang berada disekitar TKP. Warga yang awalnya menduga korban telah meninggal, namun saat meraba tubuhnya terasa masih hangat, korban langsung dibawa RSUD Yowary untuk mendapat kepastian medis bahwa korban memang sudah meninggal dunia.

    Setelah dokter yang memeriksa tubuh korban memastikan korban telah meninggal maka keluarganya langsung membawa jenasah korban ke rumah duka di kompleks Rawa Pos 7 Sentani. Sementara 2 teman korban Yepius dan Kalikalok, yang mengalami kondisi kritis tidak segera di bawah ke Rumah Sakit untuk mendapat perawatan medis.

    Ketika disinggung terkait alasan penahanan kedua korban lainnya untuk tidak mendapat perawatan medis, salah satu keluarga korban bernama Nius Wakur enggan memberikan komentar lebih lanjut. Namun Nius menceritakan kronologisnya dimana saat itu 3 orang pria yang berprofesi sehari-hari sebagai petani itu, membeli 8 botol wiro dan mengkonsumsinya secara bersama-sama. Nius mengatakan, korban (Dominggus red) diduga tewas saat mengkonsumsi miras karena sebelumnya sedang sakit.

    Kapolres Jayapura AKBP Drs Didi S Yasmin ketika dikonfirmasi mengatakan dalam kasus tersebut saat ini belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka. Hanya saja pihaknya sudah mengamankan barang bukti berupa 8 botol minuman Wiro untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

    “Kasus ini terjadi karena kurang adanya kesadaran dari korban. Sehingga saat ini belum ada yang dapat kami duga sebagi pelaku. Namun kami sudah mengamankan barang bukti untuk selanjutnya akan kami ambil sampelnya. Jangan-jangan ada jenis campuran cairan lain yang dimasukkan ke dalam muniman tersebut,” tegas Kapolres. (jim)

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?