Category: Terorisme

Aksi Teror atau Terorisme oleh Pemerintah NKRI, agen Teroris Internasional dan Miliasi NKRI serta teror-teror politik, ekonomi, terhadap alam semesta dan budaya.

  • Wakil Dubes Inggeris dan MRP Bahas Kasus HAM di Papua

    Wakil Duta Besar dan Konsul Jenderal Kedutaan Besar Inggris Rebecca Razavi menerima cinderamata dari Wakil Ketua II MRP Enggel Bertha Kotorok, ketika audiensi di Kantor MRP di Kantor MRP, Kota Jayapura, Papua, Rabu (3/12).JAYAPURA — Wakil Dubes Inggris dan Konsul Jenderal Kedubes Inggris Rebecca Razavi didampingi Feye Belnis selaku penterjemah bersama pimpinan dan anggota MRP, masing-masing Wakil Ketua I MRP Pdt. Hofni Simbiak, S.Th, Wakil Ketua II Enggel Bertha Kotorok, Anggota Pokja Adat Joram Wambrauw, SH., dan anggota Pokja Perempuan Debora Mote, S.Sos, membahas kasus pelanggaran HAM di Papua, khususnya terhadap ibu dan anak asli Papua di wilayah Pegunungan Tengah. Pertemuan itu berlangsung di Kantor MRP, Kota Jayapura, Provinsi Papua, Rabu (3/12).

    Terkait kasus pelanggaran HAM di Papua, cetus Hofni Simbiak, pihaknya menyampaikan kasus pelanggaran HAM di Papua, khususnya pelanggaran terhadap ibu dan anak asli Papua yang terjadi di Pegunungan Tengah, diantaranya, kasus perang suku disejumlah wilayah di Papua, yang telah mengalami pergeseran nilai dari nilai adat ke nilai komersial atau mengkomersialkan Orang Asli Papua (OAP) mengatasnamakan adat. Padahal sebagaimana aturan hukum, tak ada seorangpun berhak menghilangkan nyawa orang lain.

    Pasalnya, perang suku bisa pecah kapan dan dimanapun di wilayah Papua, hanya untuk mendapatkan pembayaran kepala, yang jumlahnya mencapai puluhan miliar.

    “Kita harapkan keadaan seperti ini tak boleh terjadi lagi, yakni menyelesaikan kasus perang suku dengan ganti rugi uang,” tandasnya.

    Hofni Simbiak menjelaskan, pihak Kedubes Inggris juga ingin melihat pembangunan hukum berhubungan dengan keamanan, terutama situasi yang terjadi akhir-akhir ini di Tanah Papua.

    Dikatakan Hofni Simbiak, ada kejadian di Papua yang sebenarnya paradox. Di satu sisi disampaikan situasi keamanan di Papua aman dan terkendali, sebagaimana seruan para tokoh agama Papua tanah damai. Tapi di sisi lain terjadi gejolak seperti aksi penembakan dan pembunuhan yang dilakukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Semua aksi-aksi yang terjadi modus operandinya sama, karena tak pernah diketahui siapa pelaku.

    Kesulitannya tak ada investigasi yang jelas menyangkut aksi penembakan dan pembunuhan tersebut,” katanya.

    Hofni menerangkan, pihaknya bekerjasama dengan Komnas Perempuan tengah mengumpulkan dokumen kasus-kasus pelanggaran HAM terhadap ibu dan anak asli Papua, khususnya di wilayah Pegunungan Tengah Papua sejak 1962 hingga 2010 bekerjasama dengan Komnas Perempuan.

    Diutarakan Hofni, pihaknya tengah mempersiapkan Buku berjudul Anyaman Noken Kehidupan, direncanakan dilaunching 15 Desember mendatang di Kampus Universitas Indonesia Jakarta, diinisiasi ibu-ibu dari wilayah Pegunungan Tengah Papua. (Mdc/don/l03/par)

    Sabtu, 06 Desember 2014 12:34, BP

  • Kelompok Leka Talenggen Diduga Pelaku Penembakan Anggota Brimob

    JAYAPURA Wakapolda Papua Brigjen Pol. Papualus Waterpauw meninjau lokasi penembakan aggota Brimob di Ilaga.[PAPOS]- Pelaku Penembakan terhadap anggota Brimob, Aipda Thomson Siahaan dan Bripda Everson di iIIaga Puncak, Rabu pagi (3/12) diduga merupakan kelompok Leka Tenggelan,(LT). Dimana, awalnya kelompok LK tersebut bergabung dengan masyarakat sambil berpura-pura membantu menaikkan kursi-kursi yang akan digunakan dalam kegiatan Perayaan Natal di gereja GKII itu.

    Kabidhumas Polda Papua, Kombes Pol. Sulistyo Pudjo Hartono kepada wartawan membeberkan , sebelum ditembak ke dua anggota Brimob tersebut dipukul dengan senjata tajam dan akhirnya ditembak.

    Dari otopsi, Bripda Everson ditemukan luka dihidung dan luka bacok dan luka bekas goresan senjata tajam dibagian tangan bekas goresan senjata tajam, sedangkan Aipda Thomson Siahaan bagian kaki kanan dipotong dan ditembak dibagian pelipis,” ungkapnya, Kamis (4/12).

    Pudjo menjelaskan, Saat ini Polisi sedang memintai keterangan terhadap masyarakat disekitar itu guna mengetahui cirri dan indentitas pelaku penembakan tersebut sebab tak mungkin masyarakat sekitar tak tahu siapa-siapa yang ikut membantu kegiatan gereja GKII tersebut. Tentunya, satu sama lainnya mengetahui siapa dan bagaimana si pelaku sehingga akhirnya ditemukan pelakunya, namun dugaan pelakunya adalah kelompok Leka Telenggan,(LT).

    Pudjo menyakini bahwa dua anggota Brimob itu awalnya siaga namun karena ada permintaan bantuan dari gereja GKII tersebut, dua anggota Brimob itu meninggalkan senjatanya.

    ” Tak mungkin dua anggota Brimob itu tak siaga, bila memang ada permintaan dari gereja, mereka pasti siaga kalau tahu akan diserangkan kelompok LT tersebut. Dua Brimob itu, diperkirakan sudah lebih dulu diintip. Hal itu berdasarkan dari gerakan dari Gereja itu,”

    ujarnya.

    Kelompok LT, kata Pudjo sebelumnya telah ditolak oleh masyarakat iIIaga Kabupaten Puncak. Dimana, tiga minggu lalu, masyarakat iIIaga telah menandatangani kesepakatan iIIaga yang isinya adalah menolak semua kegiatan kelompok kriminal bersenjata,(KKB)di iIIaga dan sekitarnya lalu mendenda sebanyak 2 Milliar kepada KKB sebagai pelaku Penembakan terhadap masyarakat dan aparat, dimana denda itu akan diberlakukan kepada para keluarga pelaku bahkan dikenaka hokum adat dan hokum pidana.

    “ Diperkirakan kelompok LT beranggotakan tiga orang yang melakukan aksi penembakan terhadap dua anggota Brimob tersebut. Pasca kejadian, status di iIIaga ditingkat menjadi siaga satu,”

    tegasnya.

    Honai Dibakar

    Soal 20 honai dibakar Brimob, Pudjo membeberkan memang setelah kejadian itu, Brimob bertanya kepada warga sekitar namun tidak satupun yang mengenal pelaku, karena sudah terlalu emosi akhirya beberapa tenda honai dibakar dan beberapa ditarik lalu melepaskan. Kalau anggota berniat jahat, bukan honai saja yang menjadi sasaran, orangpun ikut namun tak dilakukannya sebab anggota saat itu sudah menahan kekesalan menimpa rekannya. Saat ini, 10 orang dimintai keterangan disekitar kejadian itu sebab sebelumnya mereka berada di lokasi itu,” katanya.

    Pudjo menjelaskan dari kejadian itu, 1 regu Brimob diberangkat menuju iIIaga Kabupaten Puncak namun itu akan berkembang sesuai dengan perkembangan aman.

    Sementara itu, Ketua Sinode GKI di Tanah Papua, Pdt. Alberth Yoku menyatakan kami mengapresiasikan apa yang dikerjakan dua anggota Brimob itu sebab dia apa yang dikerjakan itu berarti telah menghormati, Tuhan. Namun kami menyayangkan kejadian itu karena itu, apa yang dilakukan saudara-saudara yang melakukan tindakan itu, suatu saat Tuhan akan menghukum mereka sebab tak boleh melakukan seperti itu.

    Kita manusia harus tahu memilah, ini orang mengerjakan apa, kalau orang sedang bekerja untuk Tuhan, sejahat apapun kita jangan kita melakukan hal-hal tercela,” katanya.

    Soal langkah yang diambil gereja GKI, Alberth Yoku menjelaskan bahwa kita tetap mengiriman surat teguran kepada gereja GKII iIIaga apalagi menganggu persiapan dalam ibadah. Jadi, GKI ditanah Papua berduka bersama dengan Polda terhadap dua warga jemaatnya tersebut. Dan diserukan kepada saudara-saudara di pegunungan agar menghentikan kebiasaan membunuh sebab membunuh bukan hak kita melainkan haknya Tuhan. “Mau mati atau hidup itu sudah menjadi hak Tuhan dan bukan hak manusia,” tandasnya. [tom]

    Ditulis oleh Tom/Papos, Jum’at, 05 Desember 2014 00:20

  • Kapolda Papua Curhat Ke Presiden

    JAKARTA [PAPOS] – Kapolda Papua Irjen Yotje Mende saat memaparkan kondisi keamanan di Papua kepada presiden Jokowi dalam pertemuan kapolda seluruh Indonesia dengan presiden di Akademi Kepolisian di Semarang, Selasa 02-12-2014a polda Papua, Irjen Yotje Mende curhat ke Presiden Jokowi soal kondisi keamanan di Papua dimana masih ada 6 kelompok Kelompok Kriminal Bersenjata dan ada 5 Kelompok separatis yang menjadi target pihak kepolisian.

    Masih ada kelompok separatis militer yang beroperasi di Papua Tengah. Sedang kelompok kriminal bersenjata ada 6 kelompok besar yang menjadi sasaran target operasi‎ kami,” kata Kapolda Papua kepada Presiden Joko Widodo ketika pertemuan para Kapolda se-Indonesia dengan Presiden Jokowi yang diberikan kesempatan untuk mengutarakan uneg-unegnya dalam pertemuan di Akademi Kepolisian (Akpol) di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (02/12) kemarin.

    Kelompok-kelompok ini adalah Goliath Tabuni dengan kekuatan 20 orang dan 11 pucuk senjata di Puncak Jaya. Puro Wenda dengan kekuatan 50 orang dan 24 pucuk senjata di Puncak Jaya dan Lani Jaya. Mathias Wenda beranggotakan 80 orang dengan 14 senjata di Jayapura dan Wamena. Kelompok Legatap Telegan dengan 30 orang anggota dan 20 senjata di Puncak Jaya. Kelompok Kalikopi Kualik beranggotakan 50 orang dengan 11 senjata di Timika dan sering mengganggu Freeport. Lalu ada kelompok Leogami Yogi dengan kekuatan 150 orang dan 24 senjata di Nabire dan Timika.

    Sedangkan untuk separatis politik ada 5 kelompok,” katanya.

    Menurut Kapolda Yotje. pihaknya telah menerapkan berbagai strategi untuk menangkal berbagai kejahatan tersebut. Langkah yang diambil termasuk melakukan pelayanan dan kebijakan yang pro rakyat, adil dan transparan.

    “Kita juga lakukan kegiatan intelijen, penegakan hukum yang profesional dan proporsional. Selain itu juga penguatan deteksi dini, intelijen dan memaksimalkan Bimas, Babinkamtibmas,”

    katanya.

    Yotje mengatakan, masalah menonjol di kawasan tersebut adalah konflik vertikal, konflik horizontal dan juga persoalan hukum lainnya.

    Kurangnya personel polisi di Papua menjadi suatu kendala dalam penengakan hukum di wilayah Papua, untuk itu Kapolda Yotje Mende sekaligus meminta agar Polda Papua Barat dibentuk mengingat luasnya wilayah Papua menjadi suatu wilayah Polda.

    “Sebagaimana diketahui Polda Papua sangat luas, ada dua provinsi yaitu Papua dan Papua Barat. Dengan luas wilayah 443 ribu kilometer persegi. Penduduk 2,7 jiwa, 31 Polres, 42 Kabupaten Kota, 176 Polsek. Ada 14.630 personel ini masih kurang 45 persen dari daftar standar personel,”

    kata Yotje Mende.

    Yotje berharap agar Polda Papua Barat bisa segera dibentuk. Selain itu, dia mengusulkan membentuk Direktorat Polisi Udara dan Direktorat Tipikor di Papua.

    “Ini penting karena ketika kami bergerak harus menggunakan pesawat, kemudian peningkatan sarana/prasarana Kompi Brimob,” katanya.

    Sebelumnya, Kapolri Jenderal Sutarman menyatakan Presiden Jokowi ingin menerima masukan dari wilayah masing-masing. Hal ini penting untuk pengambilan keputusan strategis Presiden.

    “Para Kapolda dipersilakan menyampaikan singkat, maksimal 2-3 menit dan itu menggambarkan persoalan di daerahnya masing-masing. Tidak perlu basa-basi bahasanya, tapi persoalan langsung, sehingga persoalan bisa langsung disampaikan kepada Presiden dan Presiden akan membuat arahan. Nanti juga diberikan waktu untuk bertanya,”

    katanya.

    Acara ini digelar di Gedung Graha Cendika Akademi Kepolisian Semarang. Hadir seluruh kapolda dan kapolres se-Indonesia. Hadir juga Menko Polhukam Tedjo Edhi, Menhan Ryamizard Ryacudu, dan MenPAN RB Yuddy Chrisnandi. Setelah pemaparan Kapolda Papua acara berlangsung tertutup. [dtk/agi]

    Ditulis oleh Dtk/Agi/Papos, Rabu, 03 Desember 2014 00:52

  • FPM-PKPLP Jawa Bali Desak Kapolri Ungkap Kasus-Kasus yang Menimpa Orang Papua

    Yogyakarta, Jubi – Front Pelajar dan Mahasiswa Peduli Kemanusian Papua di Luar Papua, (FPM-PKPLP) Jawa – Bali menilai kondisi orang Papua semakin drastis menuju kepunahan. Hal itu disebabkan oleh pembunuhan, penangkapan, secara sistematis oleh aparat Indonesia terhadap pejuang kemanusian Papua di Papua maupun luar Papua. Maka, pihak berwenang harus menjalankan aturan dengan benar dan mengadili pelaku

    Hal itu disampaikan dalam jumpa pers yang diselenggarakan oleh FPM-PKPLP di Asrama Papua, Kamasan I, Jln. Kusuma Negara No 119, Yogyakarta, Kamis, 27/11.

    Aris Yeimo, FPM-PKPLP Koordinator Wilayah Yogyakarta dalam keterangan persnya menyampaikan, FPM-PKPLP telah mencatat paling kurang tujuh kasus yang menimpa orang Papua di Papua maupun di luar Papua tetapi kasus-kasus ini tidak pernah ditindaklanjut oleh pihak berwajib.

    Pembunuhan Jesica Elisabet Isir (2010) dan Paulus Petege (2014) di wilayah hukum Polresta Yogyakarta itu sampai sekarang belum ada proses penyelidikan,” ujarnya.

    Hal serupa diungkapkan Deby Jamer, Sekretaris FPM-PKPLP wilayah Yogyakarta. Menurutnya penegak hukum melenceng dari aturan yang sudah dibuat.

    “Tugas pokok Kepolisan Republik Indonesia sebagai pengayom dan pelindung masyarakat telah dijamin pada Pasal 13, Undang Undang Nomor 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sebagai institusi yang berwenang menjamin, melindungi, dan menghargai hak konstitusi warga Negara maka kepolisian secara institusi telah mengeluarkan Peraturan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2009 Tentang Implementasi Standar dan Pokok-Pokok HAM dalam tugas-tugas kepolisian, namun dalam pelaksanaannya itu tidak berjalan,”

    ungkapnya.

    FPM-PKPLP wilayah Yogyakarta mencatat paling sedikit tujuh kasus yang belum diungkapkan pelakunya oleh kepolisian RI; Selain kasus pembunuhan Jesica Elisabet Isir (2010) dan Paulus Petege (2014) di wilayah hukum polresta Yogyakarta, pengeroyokan dan pembunuhan Petius Tabuni (2014) di wilayah hukum Polda Sulawesi Utara, kasus pembunuhan Carles Enumbi (2014) diwilayah hukum Polda Sulawesi Selatan, kasus penculikan dan pembunuhan terhadap ketua KNPB Wilayah Sorong (2014) di wilayah hukum Polres Sorong, Papua Barat, pembunuhan terhadap ketua Umum KNPB, Musa Alias Mako Tabuni (2012) oleh Detasemen 88 Polda Papua di wilayah hukum Polresta Jayapura, Papua, pembunuhan terhadap Ketua KNPB wilayah Baliem, Hubertus Mabel (2013) oleh Anggota Polres Jayawijaya di wilayah hukum Polres Jayawijaya, dan penangkapan serta penahanan 20 (orang) Aktifis KNPB di Nabire, Dogiyai.

    Dengan kondisi itu, FPM-PKPLP menyampaikan tiga butir tuntutan ; pertama, Mengungkap pelaku tindak pidana pembunuhan sebagaimana diatur pada pasal 338 KUHP dan Pelanggaran HAM agar selanjutnya diadili untuk menjawab rasa keadilan dalam masyarakat dan kepastian hukum; kedua, memerintahkan pembebasan tanpa syarat terhadap 26 (orang) aktivis KNPB yang sedang ditahan di Polres Nabire demi melindungi Hak Konstitusi dalam Negara hukum Indonesia dan ketiga, membuat Surat Edaran Kapolri Tentang Tidak Menyalah Artikan Perihal Pemberitahuan dengan Perizinan sebagaimana dalam prinsip-prinsip demokrasi yang dijamin dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kebebasan menyampaikan pendapat dimuka umum demi terwujudnya amanah Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi standar dan prinsip HAM dalam Tugas-tugas kepolisian diseluruh wilayah hukum Polda Papua. (Mecky)

    Penulis : Mecky Wetipo on November 28, 2014 at 03:27:36 WP, TJ

  • 45 Marga di Wilayah Adat Meepago Musnah Akibat HIV/AIDS

    Pastor Nato Gobay (baju putih) saat mendam-pingi Gubernur ketika menyak-sikan ceremonial pemusnahan Miras.JAYAPURA—Memprihatinkan, 45 marga di enam Kabupaten wilayah adat Meepago sudah habis alias musnah akibat terjangkit virus Hiv/Aids, yang sampai saat ini tidak ada obatnya.

    Hal itu diungkapkan Pastor Nato Gobay Pr, saat berpidato di hadapan Gubernur Papua Lukas Enembe, Forkompimda Provinsi dan masyarakat wilayah adat Meepago pada acara Musyawarah Besar Pencegahan Hiv/Aids dan Penanggulangan Minuman Keras (Miras) di wilayah Adat Meepago Provinsi Papua, di Gedung Gereja Katolik Malompo – Distrik Siriniwi – Kabupaten Nabire. Senin (17/11).

    Sudah habis, dengan demikian mungkin yang sisa – sisa ini bisa dihabiskan oleh penyakit ini. Kami prihatin dengan keadaan ini,” keluhnya.

    Menurutnya, gereja sebagai perpanjangan tangan dari Tuhan sangat menyadari hal itu dan mencoba memberikan sesuatu kepada umat agar tidak terganggu karena penyakit Hiv/Aids ini. Seperti diketahui Mubes dengan Thema Dengan Mubes berusaha menciptakan kesadaran atau jati diri yang sejati bermartabat di wilayah adat Meepago Provinsi Papua, serta sub thema Melalui Mubes ini berusaha mencegah mengurangi penyakit Hiv /Aids dan Miras terhadap Ancaman Kepunahan Manusia Papua.

    Mubes digelar oleh 6 kabupaten di wilayah adat Meepago diantaranya Nabire, Dogiyai, Deiyai, Paniai. Intan Jaya dan Mimika, berlangsung selama empat hari. Diharapkan dengan Mubes ini ada perubahan yang terjadi di Papua, yang hasilnya akan diserahkan kepada Pemprov Papua, sebagai bahan masukan.

    Dikatakan Pastor Nato Gobay, penyakit Hiv/Aids mulai menghabiskan manusia di seluruh dunia mulai tahun 1987. Kemudian 1998 penyakit ini tiba di Nabire.

    “Penyakit ini datang darimana kita tidak tau. Tetapi dikatakan datang dari Afrika Selatan. Pada akhirnya penyakit Aids jadi bagian integral dari kita. Ia juga menjadi musuh bagi kita, sekaligus jadi musuh kehidupan kita,”

    katanya.

    Bagaimana tidak sekitar 2000 – 3000 manusia Papua sudah dirampas hak hidupnya akibat penyakit ini.

    “Kita tidak pernah pikir penyakit ini sudah datang di dunia ini dan sungguh – sungguh menghabisi manusia di daerah ini. Belum sempat kita antisipasi penyakit ini. Datang lagi yang lebih berbahaya virus ebola yang lebih jahat dan ganas. Bagaimana kalau penyakit ini bersatu dengan penyakit Aids yang sudah lama disini. Orang tua kita, pemuda dan pemudi kita sudah habis. Siapa yang harus bertanggung jawab terhadap penyakit ini. Apakah pemerintah, gereja para dokter dan para medis. Saya mau katakan hal ini menjadi tugas dan tanggung jawab dari seluruh masyarakat di Tanah Papua,”

    katanya panjang lebar.

    Pastor Nato mengingatkan, penyakit Aids menjadi musuh bersama mulai dari pejabat tinggi sampai rendah dan harus merasa bertanggung jawab terhadap hidup seluruh manusia di tanah ini. Hal ini demi anak cucu dan masa depan kita.

    ”Kalau bukan kita siapa lagi. Mengurangi dan mencegah sudah mempunyai nilai tinggi. Kalau dibiarkan maka manusia tidak berdosa di daerah ini tinggal cerita dan akan punah. Cepat atau lambat manusia akan punah,”

    tuturnya. (ds/don/l03)

    Selasa, 18 November 2014 03:00, BinPa

  • Kematian Theys Eluay: Megawati Buat Masalah, Jokowi Harus Selesaikan

    Yogyakarta, MAJALAH SELANGKAH — Tanggal 10 November, Indonesia peringati sebagai hari pahlawan. Orang Papua sejak 10 November 2001 peringati sebagai hari pahlawan juga. Tokoh sentral bangsa Papua, Dortheys Hiyo Eluay dibunuh militer Indonesia.

    10 November 2014, di Yogyakarta, mahasiswa Papua dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) peringati 13 tahun kematian Theys. AMP Yogyakarta bikin nonton bersama dan diskusi. Melawan Lupa, itu tema yang diangkat.

    Hari Minggu (10/11/14), Victor Mambor, pemimpin redaksi Jubi merilis artikel mengenai kematian Theys. Judulnya Kami Tak Pernah Lupa Pembunuhan 13 Tahun Lalu.

    Sabtu, 10 November 2001, pukul 10.30 Waktu Papua (WP), Komandan Satgas Tribuana (Kopassus) Kol. Inf. Hartomo datang menjemput Theys Hiyo Eluay, pemimpin besar Papua, di rumahnya. Berselang setengah jam kemudian, Theys berangkat dari rumah menuju Hotel Matoa untuk mengikuti rapat Presidium Dewan Papua (PDP).

    Namun pemimpin besar Papua ini tak pernah pulang ke rumahnya di Sentani. Esok harinya, 11 November 2001, Theys Hiyo Eluay ditemukan sudah tak bernyawa dalam mobilnya di KM 9, Koya, Muara Tami, Jayapura.

    Tubuh Theys dalam posisi duduk terlentang dan kedua kakinya memanjang ke depan. Di bagian pusat perutnya ada bekas goresan merah lembab. Tak ada yang menyangkal, Theys meninggal karena dibunuh.

    Mambor di tulisannya menjelaskan para pembunuh Theys hanya dikenai hukuman yang paling berat 3 setengah tahun. Bahkan para pembunuh naik pangkat.

    Mambor mengutip penelitian Made Supriatna, seorang peneliti dan wartawan lepas menulis di situs indoprogress.com. Hartomo (Akmil 1986) yang saat pembunuhan terjadi berpangkat Letkol, sekarang sudah menyandang pangkat brigadir jenderal dan menjabat sebagai Komandan Pusat Intel Angkatan Darat (Danpusintelad).

    Terdakwa lain, Mayor TNI Donny Hutabarat (Akmil 1990), sempat menjabat sebagai Komandan Kodim 0201/BS di Medan, dan sekarang menjabat sebagai Waasintel Kasdam Kodam I/Bukit Barisan.

    Sementara, Kapten Inf. Agus Supriyanto (Akmil 1991), yang juga terlibat dalam pembunuhan itu, sempat menduduki jabatan sebagai komandan Batalion 303/Kostrad.

    Perwira terakhir yang terlibat dalam pembunuhan Theys adalah Lettu Inf. Rionardo (Akmil 1994). Sekarang dia diketahui menjabat sebagai Paban II Srenad di Mabes TNI-AD.

    Sempat mendengarkan Emanuel Gobay bicara mengenai kematian Theys. Gobay, seorang sarjana hukum. Ia saat ini bantu-bantu di Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta. Ia menilai, negara belum memberikan rasa adil pada hampir semua kasus HAM di Papua. Lebih-lebih soal kematian Theys Eluay.

    “Kita semakin tidak percaya akan hukum yang ada di Indonesia.Tapi kita tidak bisa tinggal diam.”

    Dalam hati kecil, tampak sekali, Gobay telah pesimis negara yang namanya Indonesia ini akan mengusut tuntas kasus pembunuhan seorang Theys yang menurutnya pantas disebut bapak Demokrasi dan HAM Indonesia yang dilupakan ini.

    “Theys beraksi sebelum kran-kran jaminan demokrasi berupa hukum dan undang-undang diluncurkan. Ia beraksi jauh sebelum Munir. Tapi Indonesia lupakan dia. Mungkin karena ia juga menjadi ikon pemersatu dan perjuangan kemerdekaan Papua, dianggap separatis dan dilupakan.”

    Mengenai pengadilan militer yang menghukum beberapa eksekutor lapangan, Gobay kecewa. “Mereka (para eksekutor yang diadili) pelaksana lapangan. Ada otak yang mengatur. Adili di pengadilan sipil, para perancang dan otak di balik kematian Theys.”

    “Atau jangan-jangan negara Indonesia adalah otak di balik kematian Theys,” tegas Gobay.

    Theys tidak sendiri saat kematian. Sopir pribadinya, Aristoteles Masoka, juga hilang sejak kejadian itu. Sekarang 13 tahun.

    Victor Mambor dalam tulisan yang sama menulis, ada kelompok masyarakat sipil yang melakukan investigasi kasus pembunuhan almarhum Theys Eluay ini berhasil menemukan saksi yang kemudian mengaku membawa Aristoteles Masoka ke Markas Satgas Tribuana Kopassus di Hanurata-Hamadi.

    Saksi ini mengaku berada di sekitar Perumahan Pemda I Entrop-Jayapura, saat aksi penculikan terhadap Theys Hiyo Eluay terjadi. Menurut saksi ini, mereka melihat sebuah mobil kijang berwarna gelap menghadang sebuah mobil kijang yang juga berwarna gelap yang kemudian diketahui milik Theys Eluay.

    Dari mobil yang menghadang, dua orang turun lalu memukul Aristoteles kemudian mencoba menariknya keluar pintu. Dua orang ini berhasil merebut mobil yang ditumpangi oleh Theys Eluay. Mobil ini kemudian melaju dan berhenti sekitar 50 meter dari tempat kejadian. Tubuh Aristoteles terlempar keluar mobil.

    Aristoteles berlari dan minta tolong kepada saksi. Saksi kemudian membawa Aritoteles ke Markas Satgas Tribuana Kopassus di Hanurata-Hamadi atas permintaan Aristoteles. Aristoteles diturunkan sekitar lima meter dari markas Kopassus ini. Inilah informasi terakhir yang diketahui tentang Aristoteles Masoka.

    Elias Petege, aktivis HAM dari Papua berkesempatan kami wawancarai. Petege menjelaskan, masa kepemimpinan Jokowi yang datang dari payung partai PDI Perjuangan lebih pantas untuk dituntut mengusut tuntas kasus ini.

    “Rakyat Papua tak lupakan kasus ini. Terindikasi Megawati di bawah payung PDI Perjuangan menghabisi nyawa Theys dan Aristoteles Masoka waktu itu. Dan kini Jokowi-JK berkuasa saat ini dibawah payung PDI. Karena itu Jokowi harus selesaikan masalah warisan PDI Perjuangan,” tegas Petege melalui seluler.

    Menurut Petege, kasus ini dilakukan secara terencana dan sistematis oleh negara. “Karena itu, Komnas HAM harus berani membuka kembali hasil tim pencari fakta dan menindaklanjutinya untuk mengungkap tuntas kasus ini,” jelasnya.

    Menurut Petege, ada dua hal yang belum terungkap dari 13 tahun umur kasus ini.

    Pertama, siapa dalang pembunuh Theys, karena 7 orang yang diadili di pengadilan militer adalah pelaku lapangan, bukan pelaku utama atau otak/pemikirnya. Ungkap siapa aktor/pelaku utama. Adili di pengadilan sipil, bukan militer.

    Kedua, ungkap dimana keberadaan Aristoteles Masoka, sopir pribadi Theys yang hilang hingga saat ini tanpa jejak. Selidiki, temukan dan adili di pengadilan sipil, siapa saja yang menghilangkan saksi kunci peristiwa pelanggaran HAM ini.

    “Megawati buat masalah. Jokowi harus berani menyelesaikannya saat ini,”  tegas Petege. (Topilus B. Tebai/MS)

  • Kematian Theys Eluay: Megawati Buat Masalah, Jokowi Harus Selesaikan

    Yogyakarta, MAJALAH SELANGKAH — Tanggal 10 November, Indonesia peringati sebagai hari pahlawan. Orang Papua sejak 10 November 2001 peringati sebagai hari pahlawan juga. Tokoh sentral bangsa Papua, Dortheys Hiyo Eluay dibunuh militer Indonesia.

    10 November 2014, di Yogyakarta, mahasiswa Papua dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) peringati 13 tahun kematian Theys. AMP Yogyakarta bikin nonton bersama dan diskusi. Melawan Lupa, itu tema yang diangkat.

    Hari Minggu (10/11/14), Victor Mambor, pemimpin redaksi Jubi merilis artikel mengenai kematian Theys. Judulnya Kami Tak Pernah Lupa Pembunuhan 13 Tahun Lalu.

    Sabtu, 10 November 2001, pukul 10.30 Waktu Papua (WP), Komandan Satgas Tribuana (Kopassus) Kol. Inf. Hartomo datang menjemput Theys Hiyo Eluay, pemimpin besar Papua, di rumahnya. Berselang setengah jam kemudian, Theys berangkat dari rumah menuju Hotel Matoa untuk mengikuti rapat Presidium Dewan Papua (PDP).

    Namun pemimpin besar Papua ini tak pernah pulang ke rumahnya di Sentani. Esok harinya, 11 November 2001, Theys Hiyo Eluay ditemukan sudah tak bernyawa dalam mobilnya di KM 9, Koya, Muara Tami, Jayapura.

    Tubuh Theys dalam posisi duduk terlentang dan kedua kakinya memanjang ke depan. Di bagian pusat perutnya ada bekas goresan merah lembab. Tak ada yang menyangkal, Theys meninggal karena dibunuh.

    Mambor di tulisannya menjelaskan para pembunuh Theys hanya dikenai hukuman yang paling berat 3 setengah tahun. Bahkan para pembunuh naik pangkat.

    Mambor mengutip penelitian Made Supriatna, seorang peneliti dan wartawan lepas menulis di situs indoprogress.com. Hartomo (Akmil 1986) yang saat pembunuhan terjadi berpangkat Letkol, sekarang sudah menyandang pangkat brigadir jenderal dan menjabat sebagai Komandan Pusat Intel Angkatan Darat (Danpusintelad).

    Terdakwa lain, Mayor TNI Donny Hutabarat (Akmil 1990), sempat menjabat sebagai Komandan Kodim 0201/BS di Medan, dan sekarang menjabat sebagai Waasintel Kasdam Kodam I/Bukit Barisan.

    Sementara, Kapten Inf. Agus Supriyanto (Akmil 1991), yang juga terlibat dalam pembunuhan itu, sempat menduduki jabatan sebagai komandan Batalion 303/Kostrad.

    Perwira terakhir yang terlibat dalam pembunuhan Theys adalah Lettu Inf. Rionardo (Akmil 1994). Sekarang dia diketahui menjabat sebagai Paban II Srenad di Mabes TNI-AD.

    Sempat mendengarkan Emanuel Gobay bicara mengenai kematian Theys. Gobay, seorang sarjana hukum. Ia saat ini bantu-bantu di Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta. Ia menilai, negara belum memberikan rasa adil pada hampir semua kasus HAM di Papua. Lebih-lebih soal kematian Theys Eluay.

    “Kita semakin tidak percaya akan hukum yang ada di Indonesia.Tapi kita tidak bisa tinggal diam.”

    Dalam hati kecil, tampak sekali, Gobay telah pesimis negara yang namanya Indonesia ini akan mengusut tuntas kasus pembunuhan seorang Theys yang menurutnya pantas disebut bapak Demokrasi dan HAM Indonesia yang dilupakan ini.

    “Theys beraksi sebelum kran-kran jaminan demokrasi berupa hukum dan undang-undang diluncurkan. Ia beraksi jauh sebelum Munir. Tapi Indonesia lupakan dia. Mungkin karena ia juga menjadi ikon pemersatu dan perjuangan kemerdekaan Papua, dianggap separatis dan dilupakan.”

    Mengenai pengadilan militer yang menghukum beberapa eksekutor lapangan, Gobay kecewa. “Mereka (para eksekutor yang diadili) pelaksana lapangan. Ada otak yang mengatur. Adili di pengadilan sipil, para perancang dan otak di balik kematian Theys.”

    “Atau jangan-jangan negara Indonesia adalah otak di balik kematian Theys,” tegas Gobay.

    Theys tidak sendiri saat kematian. Sopir pribadinya, Aristoteles Masoka, juga hilang sejak kejadian itu. Sekarang 13 tahun.

    Victor Mambor dalam tulisan yang sama menulis, ada kelompok masyarakat sipil yang melakukan investigasi kasus pembunuhan almarhum Theys Eluay ini berhasil menemukan saksi yang kemudian mengaku membawa Aristoteles Masoka ke Markas Satgas Tribuana Kopassus di Hanurata-Hamadi.

    Saksi ini mengaku berada di sekitar Perumahan Pemda I Entrop-Jayapura, saat aksi penculikan terhadap Theys Hiyo Eluay terjadi. Menurut saksi ini, mereka melihat sebuah mobil kijang berwarna gelap menghadang sebuah mobil kijang yang juga berwarna gelap yang kemudian diketahui milik Theys Eluay.

    Dari mobil yang menghadang, dua orang turun lalu memukul Aristoteles kemudian mencoba menariknya keluar pintu. Dua orang ini berhasil merebut mobil yang ditumpangi oleh Theys Eluay. Mobil ini kemudian melaju dan berhenti sekitar 50 meter dari tempat kejadian. Tubuh Aristoteles terlempar keluar mobil.

    Aristoteles berlari dan minta tolong kepada saksi. Saksi kemudian membawa Aritoteles ke Markas Satgas Tribuana Kopassus di Hanurata-Hamadi atas permintaan Aristoteles. Aristoteles diturunkan sekitar lima meter dari markas Kopassus ini. Inilah informasi terakhir yang diketahui tentang Aristoteles Masoka.

    Elias Petege, aktivis HAM dari Papua berkesempatan kami wawancarai. Petege menjelaskan, masa kepemimpinan Jokowi yang datang dari payung partai PDI Perjuangan lebih pantas untuk dituntut mengusut tuntas kasus ini.

    “Rakyat Papua tak lupakan kasus ini. Terindikasi Megawati di bawah payung PDI Perjuangan menghabisi nyawa Theys dan Aristoteles Masoka waktu itu. Dan kini Jokowi-JK berkuasa saat ini dibawah payung PDI. Karena itu Jokowi harus selesaikan masalah warisan PDI Perjuangan,” tegas Petege melalui seluler.

    Menurut Petege, kasus ini dilakukan secara terencana dan sistematis oleh negara. “Karena itu, Komnas HAM harus berani membuka kembali hasil tim pencari fakta dan menindaklanjutinya untuk mengungkap tuntas kasus ini,” jelasnya.

    Menurut Petege, ada dua hal yang belum terungkap dari 13 tahun umur kasus ini.

    Pertama, siapa dalang pembunuh Theys, karena 7 orang yang diadili di pengadilan militer adalah pelaku lapangan, bukan pelaku utama atau otak/pemikirnya. Ungkap siapa aktor/pelaku utama. Adili di pengadilan sipil, bukan militer.

    Kedua, ungkap dimana keberadaan Aristoteles Masoka, sopir pribadi Theys yang hilang hingga saat ini tanpa jejak. Selidiki, temukan dan adili di pengadilan sipil, siapa saja yang menghilangkan saksi kunci peristiwa pelanggaran HAM ini.

    “Megawati buat masalah. Jokowi harus berani menyelesaikannya saat ini,”  tegas Petege. (Topilus B. Tebai/MS)

    Kematian Theys Eluay: Megawati Buat Masalah, Jokowi Harus Selesaikan was originally published on PAPUA MERDEKA! News

  • Inggris Komitmen Berikan Perhatian Untuk Papua

    JAYAPURA – Pemerintah Provinsi Papua telah melakukan beberapa langkah konkrit untuk menunjang implementasi RTRW dalam penguatan kapasitas Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Provinsi Papua terutama dalam perannya untuk pengendalian pemanfatan ruang, penyiapan regulasi-regulasi.

    Regulasi yang disiapkan Provinsi Papua tersebut diantaranya, aturan zonasi, insetif dan disinsetif, perijinan pemanfaatan ruang dan penyiapan sistem informasi tata ruang (SIMTARU) Provinsi Papua serta percepatan penyelesaian Perda RTRW Kabupaten/kota yang diselaraskan dengan RTRW Provinsi Papua.

    Untuk mendukung implementasi RTRW Provinsi Papua tersebut, maka Pemerintah Kerajaan Inggris melalui Unite Kingdom Chimate Change (UKCCU) tetap berkomitmen dan memberi perhatian untuk pembangunan rencah karbon di Provinsi Papua , yang dilakanakan tahun 2014-2015 melalui program Tata Ruang dan Investasi Hijau (Protarih) yang bertujuan untuk membantu Provinsi Papua dalam mewujudkan tujuan penataan ruang melalui pembangunan berkelanjutan di Provinsi Papua.

    Hal ini terungkap dalam sidang Paripurna V DPR Papua dalam agenda jawaban Gubernur Provinsi Papua atas laporan pemandangan umum Fraksi, Komisi/gabungan Komisi DPRP terhadap Raperda tentang APBD tahun anggaran 2015, Kamis (16/10) malam.

    Gubernur Enembe mengungkapkan, salah satu bukti pembangunan yang berkelanjutan itu diantaranya, mewujudkan tata ruang lestari, aman, nyaman, dan produktif untuk menjamin kualitas hidup masyarakat dengan memperhatikan kearifan lokal dan karateristik ekosistem Papua.

    Oleh karenanya, Gubernur Enembe menyampaikan, bahwa pemerintah Provinsi Papua menaruh perhatian yang sungguh-sungguh terhadap kondisi lingkungan hidup di Papua. Baik itu, kerusakan lingkungan di Nabire, Deyai, Pania dan kerusakan hutan di Papua menjati perhatian Pemerintah Provinsi Papua.

    Untuk itu, Pemerintah Provinsi Papua akan memerintahkan SKPD teknis dan penyelidikan terhadap kerusakan lingkungan di daerah tersebut untuk diambil langkah-langkah hukum yang tegas. Disamping itu, Gubernur Enembe menyampaikan, Pemerintah Provinsi Papua juga telah mencanangkan Papua sebagai paru-paru dunia dan terus mendorong untuk melakukan penanaman pohon setiap kali melakukan kunjungan daerah diberbagai wilayah di Papua untuk menjaga Papua sebagai paru-paru dunia.

    “Pemerintah Papua juga terus menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga internasional. Selain inggris, juga berkejasama dengan Amerika Norwegia, Australia, belakanda dan Negara-negara lain untuk bersama-sama mencegah kerusakan hutan dan mengelola lingkungn di Papua,”

    ujar Gubernur Enembe.

    Sementara khusus untuk setiap investasi dan pembangunan yang dilakukan di Papua, maka sebelum melakukan kegiatan di lapangan harus terlebih dahulu dilakukan kajian lingkungan “Analisis mengenai dampak lingkungan” dan harus sesuai dengan RTRW sebelum pemerintah Provinsi Papua mengeluarkan Ijin lingkungan.

    Hal ini dilakukan berdasarkan usulan yang telah disampaikan Komisi D, sehingga Pemerintah Provinsi Papua sangat sependapat dengan saran dan masukan yang disampaikan Komisi untuk mempedomani RTRW dalam pembangunan infrastruktur, khususnya pembangunan jalan dan jembatan.

    “Tentu dalam lakukan melalui proses perijinan pinjam kawasan hutan yang dilalui oleh ruas-ruas jalan nasional, Provinsi dan Kabupaten/kota melalui kementerian kehutanan, serta mengalihkan rute ruas jalan melalui kawasan konservasi,”

    tutupnya.l (Loy/don)

    Sumber: Sabtu, 18 Oktober 2014 09:58, BinPa

  • Inggris Komitmen Berikan Perhatian Untuk Papua

    JAYAPURA – Pemerintah Provinsi Papua telah melakukan beberapa langkah konkrit untuk menunjang implementasi RTRW dalam penguatan kapasitas Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Provinsi Papua terutama dalam perannya untuk pengendalian pemanfatan ruang, penyiapan regulasi-regulasi.

    Regulasi yang disiapkan Provinsi Papua tersebut diantaranya, aturan zonasi, insetif dan disinsetif, perijinan pemanfaatan ruang dan penyiapan sistem informasi tata ruang (SIMTARU) Provinsi Papua serta percepatan penyelesaian Perda RTRW Kabupaten/kota yang diselaraskan dengan RTRW Provinsi Papua.

    Untuk mendukung implementasi RTRW Provinsi Papua tersebut, maka Pemerintah Kerajaan Inggris melalui Unite Kingdom Chimate Change (UKCCU) tetap berkomitmen dan memberi perhatian untuk pembangunan rencah karbon di Provinsi Papua , yang dilakanakan tahun 2014-2015 melalui program Tata Ruang dan Investasi Hijau (Protarih) yang bertujuan untuk membantu Provinsi Papua dalam mewujudkan tujuan penataan ruang melalui pembangunan berkelanjutan di Provinsi Papua.

    Hal ini terungkap dalam sidang Paripurna V DPR Papua dalam agenda jawaban Gubernur Provinsi Papua atas laporan pemandangan umum Fraksi, Komisi/gabungan Komisi DPRP terhadap Raperda tentang APBD tahun anggaran 2015, Kamis (16/10) malam.

    Gubernur Enembe mengungkapkan, salah satu bukti pembangunan yang berkelanjutan itu diantaranya, mewujudkan tata ruang lestari, aman, nyaman, dan produktif untuk menjamin kualitas hidup masyarakat dengan memperhatikan kearifan lokal dan karateristik ekosistem Papua.

    Oleh karenanya, Gubernur Enembe menyampaikan, bahwa pemerintah Provinsi Papua menaruh perhatian yang sungguh-sungguh terhadap kondisi lingkungan hidup di Papua. Baik itu, kerusakan lingkungan di Nabire, Deyai, Pania dan kerusakan hutan di Papua menjati perhatian Pemerintah Provinsi Papua.

    Untuk itu, Pemerintah Provinsi Papua akan memerintahkan SKPD teknis dan penyelidikan terhadap kerusakan lingkungan di daerah tersebut untuk diambil langkah-langkah hukum yang tegas. Disamping itu, Gubernur Enembe menyampaikan, Pemerintah Provinsi Papua juga telah mencanangkan Papua sebagai paru-paru dunia dan terus mendorong untuk melakukan penanaman pohon setiap kali melakukan kunjungan daerah diberbagai wilayah di Papua untuk menjaga Papua sebagai paru-paru dunia.

    “Pemerintah Papua juga terus menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga internasional. Selain inggris, juga berkejasama dengan Amerika Norwegia, Australia, belakanda dan Negara-negara lain untuk bersama-sama mencegah kerusakan hutan dan mengelola lingkungn di Papua,”

    ujar Gubernur Enembe.

    Sementara khusus untuk setiap investasi dan pembangunan yang dilakukan di Papua, maka sebelum melakukan kegiatan di lapangan harus terlebih dahulu dilakukan kajian lingkungan “Analisis mengenai dampak lingkungan” dan harus sesuai dengan RTRW sebelum pemerintah Provinsi Papua mengeluarkan Ijin lingkungan.

    Hal ini dilakukan berdasarkan usulan yang telah disampaikan Komisi D, sehingga Pemerintah Provinsi Papua sangat sependapat dengan saran dan masukan yang disampaikan Komisi untuk mempedomani RTRW dalam pembangunan infrastruktur, khususnya pembangunan jalan dan jembatan.

    “Tentu dalam lakukan melalui proses perijinan pinjam kawasan hutan yang dilalui oleh ruas-ruas jalan nasional, Provinsi dan Kabupaten/kota melalui kementerian kehutanan, serta mengalihkan rute ruas jalan melalui kawasan konservasi,”

    tutupnya.l (Loy/don)

    Sumber: Sabtu, 18 Oktober 2014 09:58, BinPa

    Inggris Komitmen Berikan Perhatian Untuk Papua was originally published on PAPUA MERDEKA! News

  • Perdasus Mengatur Pelarangan Miras, Bukan Pembatasan

    Jayapura, Jubi – Pihak DPR Papua menyatakan, Paraturan Daerah Khusus (Perdasus) pengaturan Minuman Keras (Miras) yang disahkan dalam sidang paripurna tahun lalu mengatur mengenai pelarangan peredaran Miras, bukan membatasi.

    Wakil Ketua I DPR Papua, Yunus Wonda mengatakan, meski Kementerian Dalam Negeri meminta DPR Papua dan Pemerintah Provinsi Papua agar Perdasus pelarang Miras itu lebih kepada pembatasan, namun parlemen Papua tetap akan memperjuangkan agar tak ada lagi Miras di tanah Papua.

    “Perdasus itu melarang, bukan membatasi. DPR Papua tetap pada keputusannya, melarang Miras di Papua. Sudah banyak generasi Papua yang meninggal akibat Miras,” kata Yunus Wonda, Selasa (14/10).

    Menurutnya, generasi muda Papua terus terpuruk karena Miras. Sehingga ada desakan dari semua pihak baik tokoh agama, maupun tokoh masyarkat yang meminta DPR Papua agar Perdasus Miras adalah pelarangan. Bukan pembatasan.

    “Akhirnya DPR Papua putuskan agar pelarang dan mengesahkan Perdasusnya. Hanya, saja konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri, pihaknya diminta untuk pembatasan. Pertanyaan kami, apakah harus tunduk pada aturan, sementara banyak anak Papua yang jadi korban akibat Miras juga,” ucapnya.

    Kata Yunus, jika Aceh bisa menerapkan pelarangan Miras, kenapa Papua tidak. DPR Papua tak ingin generasi Papua jadi korban Miras. Apalagi jumlah orang Papua sudah sedikit.

    “Kalau Aceh bisa, kami Papua juga harus bisa. Jangan ada diskriminasi di atas negara ini. Segala sesuatu bisa dilakukan di Aceh lalu kenapa Papua tidak,” katanya.

    Sebelumnya, Wakil Ketua II DPR Papua, Komarudin Watubun mengatakan, pelarang peredaran Miras di Papua memang bukan hal yang gampang.

    “Meski ada regulasi melarang Miras masuk ke Papua, tidak ada jaminan orang untuk tidak menjual Miras di Papua. Ini yang harus diingat. Jika peredaran Miras di Papua harus dihentikan, harus ada perangkat yang mengawasi agar jangan ada Miras masuk Papua,” kata Komarudin kala itu. (Arjuna Pademme)

    Penulis : Arjuna Pademme on October 14, 2014 at 23:49:24 WP, TJ

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?