Category: Bio-Terror

Bio-Terorisme: Pembunuhan lewat racun, minuman keras, virus HIV/AIDS, penyebaran penyakit hewan, wabah buatan NKRI, dsb.

  • Soal Smelter, Freeport Minta Gubernur Berbicara ke Pusat

    Gubernur Papua bersama para pimpinan SKPD menerima perwakilan dari PT Freeport Indonesia.JAYAPURA — Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Rozik B. Soetjipto meminta kepada Pemerintah Provinsi Papua melalui Gubernur, untuk bicara kepada pemerintah pusat, jika Pemprov tetap berkeinginan agar Pabril Smelter dibangun di Papua.

    “Mungkin beliau akan menyampaikan ditingkat nasional karena itu kami tidak punya kewenangan, hanya menyampaikan permasalahan, jadi kami melihatnya dari sisi teknis, ekonomi untuk pembangunan itu, nah gubernur mestinya mau memperjuangkan itu mesti membicarakan pada tingkat nasional,”

    kata Rozik.
    Sebelumnya pada Senin (18/08) siang, Rozik yang didampingi beberapa direksinya, menyambangi Kantor Gubernur Papau dan diterima langsung oleh Gubernur Lukas Enembe yang juga menyertakan beberapa pimpinan SKPD termasuk juga Sekda Papua TEA. Hery Dosinaen, S.IP, juga perwakilan dari Komisi C DPRP Papua yang dipimpin langsung oleh Ketua Komisi C Yan Ayomi, diruang kerjanya.

    Dalam kesempatan tersebut, Rozi mengaku kedatangannya tersebut hanya melaporkan bahwa perusahaannya sudah mulai ekspor kembali sejak ada penandatanganan MoU dengan pemerintah. “Kami laporkan kepada beliau mengenai isi dari MoU itu yang harus ditindaklanjuti dengan pembahasan lebih lanjut mengenai amandemen kontrak karya,” tuturnya.

    Pertemuannya dengan Gubernur Papua, dikatakannya untuk meminta saran-saran gubernur dan juga untuk bersama-sama menyampaikan hal-hal yang terutama berkaitan dengan daerah, untuk bisa nantinya menjadi bahan didalam pembicaraan mengenai amandemen kontrak karya.

    Mengenai Smelter yang diharap Pemprov dibangun di Papua, Rozik mengatakan hal tersebut belum ditentukan. Menurutnya untuk memenuhi permintaan Pemprov untuk membangun Smelter di Papua, ada hambatan yang ditemui, karena diperlukan adanya industri pendukung yang akan menampung produk yang akan menimbulkan polusi, seperti CO2/belerang, kalau ada industri pupuk, atau petrokimia itu diperlukan untuk menyerap, kalau tidak itu akan menjadi bahan yang menggangggu lingkungan.

    Kemudian juga keperluan adanya industri semen untuk menyerap limbah padat dari Smelter, jadi itu yang menjadi bahan pembicaraan dengan beliau yang saya sampaikan,” tuturnya.

    Dijelaskannya, Freeport mempunyai Kewajiban membangun Smelter sesuai aturan pemerintah hingga akhir 2016, dan hal tersebut justru yang menjadi masalah untuk membangun pabrik pengolahan konsentrat di Papua. “Waktunya terlalu pendek kalau kita harus membangun di Papua, infrastrukturnya sekarang harus dibangun, dan waktunya terlalu pendek, itu yang saya sampaikan ke Gubernur,” aku Rozik.

    Kalau sekarang dengan Freeport mendapat kewajiban untuk membangun Smelter dalam waktu pendek, Rozik menyatakan, pilihannya itu terpaksa ditempat yang ada infrastruktur, oleh karena itu larinya ke Gresik, Jawa Timur.

    “Kalau misalnya Papua menginginkan itu tentu kita memerlukan waktu yang lebih panjang, infrastruktur harus dibangun, cari investor untuk pembangunan industri pendukung, ini pasti memerlukan waktu yang lebih,”

    imbuhnya.

    Sementara itu Ketua Komisi C, Yan Ayomi mengatakan dalam pertemuan tersebut Freeport menyampaikan kontrak karya yang baru khususnya menyangkut MoU yang ditandatangani pada 29 Juli lalu, sekaligus juga dibicarakan tentang pikiran dan masukan baru yang nanti akan dibicarakan pada 20 Agustus di Amerika dengan kantor induk dari Freeport.

    Diakui Ayomi, dalam kesempatan tersebut ia menekankan kepada Freeport untuk bisa membantu mensejahterakan masyarakat Papua, karena perusahaan asal Amerika Serikat tersebut sudah cukup lama beroperasi di Tanah Papua.

    “Tadi saya ingatkan kembali kepada Freeport yang sudah 60 tahun beraktivitas di Papua agar segala macam kegiatan harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat Papua. Freeport harus lebih banyak bekerjasama dengan pemerintah daerah, supaya hal-hal yang bisa dibantu oleh Pemda, pemda juga bisa membantu,”

    ujarnya.

    Ia juga menanggapi mengenai pembangunan pabrik Smelter, dimana ia mengatakan pihaknya sejalan dengan Gubernur yang dengan gigih menginginkan pabrik tersebut dibangun di Papua.

    “Saya tegaskan kembali kepada freeport, permintaan pemeritah daerah agar Smelter dibangun di Indonesia dengan batas waktu hanya dua tahun sudah harus dibangun, itu persyaratan kalau freeport masih ingin tetap beroperasi di Indonesia. Dan DPR menegaskan supaya smelter itu dibangun di Papua,”

    ucap Ayomi.

    Untuk memenuhi permintaan tersebut, Ayomi berujar jika pihak Freeport meminta Pemprov untuk membantu mereka berbicara dengan pusat agar batas waktu pembangunan pabrik Smelter bisa diundurkan.

    “Tadi PT Freeport minta supaya pemerintah daerah bisa membicarakan dengan Pemerintah Pusat supaya smelter bisa dibangun di Papua. Karena ini menyangkut pembicaraan politik. Kami siap nanti kami yang akan bicara, dan gubernur yang akan fasilitasi,”

    cetusnya.

    Ayomi juga mengaku pihaknya meminta Freeport untuk memberi manfaat bagi pendapatan asli daerah. Pajak-pajak yang belum dibayar selam beroperasi disini supaya diselesaikan kalau Freeport mau membuka kontrak karya yang baru. (ds/don/l03)

    Selasa, 19 Agustus 2014 15:25, Binpa

  • Revisi UU Minerba: Nyata, Freeport dan Newmont Dilindungi SBY

    Jakarta (SULPA) – Revisi UU No.4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara melalui PP No.1/2014 dan Permen ESDM No.1 tahun 2014 yang ditetapkan tanggal 11 Januari 2014 di rumah pribadi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Puri Cikeas Bogor, sengaja dibuat untuk melindungi kepentingan jayanya Freeport, Newmont dan pemegang KK tambang asing lain.

    Hal tersebut di sampaikan Erwin Usman dari Indonesia Mining and Energy Studi (IMES) Jakarta Salasa (14/1/2014) kemarin.

    Menurut Erwin, dua peraturan tersebut, memberi kelonggaran pada kartel pertambangan global tersebut tetap bisa ekspor mineral, tanpa kewajiban membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) dalam negeri.

    Lanjut Erwin, klaim pemerintah akan ada syarat-syarat teknis dan seterurnya bagi Freeport & Newmont, hanyalah tipu-tipu atau penyesatan ke publik.

    Adapun terhadap industri nasional (BUMN, BUMD, Koperasi, swasta nasional menengah-kebawah) sengaja dimatikan, tegas Erwin.

    Syarat-syarat ketat diberlakukan dalam peraturan itu untuk bisa ekspor atau tetap operasi, yang sudah didesain, hanya kartel tambang asing yang punya modal kuat yang bisa jalankan itu.

    Dengan demikian, terkonfirmasi kembali, bahwa benar jika berhadapan dengan kartel korporasi asing perampok SDA Nusantara maka pemerintahan SBY tak punya nyali atau masih tunduk tertindas.

    Mental SBY dan elit bangsa ini, SEOLAH REPUBLIK INI BUBAR JIKA TAK ADA FREEPORT DAN NEWMONT,” ungkap Erwin.

    Soal UU Minerba ini, sekali lagi, bukan soal bangun smelter atau tidak. Bukan itu, tapi ini soal pemihakan pada industri nasional yang sengaja dimatikan versus kartel korporasi asing penjarah SDA Indonesia yang terus dilindungi pemerintah, disini masalahnya, tegasnya

    Untuk Erwin menghimbau, kepada kaum buruh dan kekuatan nasionalis bersatulah, nasionalisasi tambang asing jalankan pasal 33 UUD 194.

    (D/JAC/R2)

    Wednesday, 15-01-2014, SULUHPAPUA.com

  • Diam-DIam Pemerintah dan Freeport Tandatagani Kontrak

    Jayapura, 7/4 (Jubi) – 51 persen saham yang diminta pemerintah pada Freeport menjadi isapan jempol. Freeport hanya memberikan 30 persen saja.

    Pemerintah Indonesia dikabarkan secara diam-diam melakukan renegosiasi kontrak kerja dengan Freeport Indonesia dan PT Vale Indonesia. Situs berita kontan.co.id melansir pemerintah akan kembali memperpanjang kontrak Freeport dan Vale. Yakni dua kali 10 tahun atau 20 tahun, sesuai dengan permintaan dua perusahaan itu. Ini artinya, kontrak karya Freeport tidak akan habis di tahun 2021 tapi hingga tahun 2041. Begitu pula dengan Vale, kontraknya tidak akan habis pada tahun 2025 tapi akan diperpanjang hingga 2045,

    Sabtu, 5/4 lalu, R. Sukhyar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui pemerintah akan mengabulkan permohonan perpanjangan kontrak Freeport dan Vale.

    “Para pengusaha ini minta kepastian perpanjangan karena telah membenamkan dana investasi besar. Ini poin titik temu kami,” ujar Sukhyar seperti dilansir kontan.co.id.

    Padahal beberapa hari sebelumnya, media massa memberitakan renegosiasi antara pemerintah Indonesia dengan PT Freeport belum selesai. Bahkan, isu Freeport ini diharapkan menjadi komoditi para tokoh yang berani maju jadi calon presiden (capres). Jokowi pun, mendapatkan pertanyaan ini di lapangan PTC, Entrop Jayapura ketika berkampanye, menolak untuk memberikan jawaban.

    “Saya kira itu nanti setelah pileg. Nanti setelah pileg,” ujar Jokowi kepada wartawan di Lapangan Karang PTC Entrop, Jayapura, Sabtu sore (5/4).

    Sehari sebelumnya, Jumat (5/4) Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ini mengatakan pada media massa, belum ada kesepakatan antara pemerintah dan Freeport mengenai divestasi tersebut. “Kalau cuma mau segitu (20%) ya renegosiasi berhenti dan kontraknya cuma sampai 2021,” kata Sukhyar di Jakarta, Jumat (4/4), menyinggung divestasi 20 persen saham yang ditawarkan Freeport Indonesia kepada pemerintah dari 51 persen yang diinginkan pemerintah Indonesia.

    Hanya berselang sehari kemudian, ternyata diketahui bukan hanya kontrak yang diperpanjang, beberapa poin juga telah disepakati. Divestasi adaah salah satu poin yang disepakati oleh para pihak. Pemerintah menjilat ludahnya sendiri. 51 persen saham yang diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 tahun 2012 tentang Perubahan Atas PP No.23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara, menjadi isapan jempol belaka. Alasan yang diberikan oleh pemerintah, Freeport memiliki tambang bawah tanah (underground), sehingga kewajiban divestasinya hanya 30 persen saja. Sementara PT. Vale Indonesia wajib melepas 40% sahamnya lantaran bisnisnya sudah terintegrasi dari hulu dan hilir.

    Mengenai tambang bawah tanah ini, Vice President Corporate Communications PTFI, Daisy Primayanti kepada Jubi menjelaskan pada tahun 2013 Freeport tidak membayar dividen PTFI kepada semua pemegang saham (termasuk kepada perusahaan induk PTFI dan Pemerintah RI). Hal ini menurut Daisy dikarenakan beberapa faktor, antara lain volume penjualan tembaga dan emas yang lebih rendah karena kadar bijih yang rendah, gangguan operasi tambang, penurunan harga komoditas global, dan penggunaan arus kas untuk investasi sekitar 1 Miliar US Dollar, guna mendukung pengembangan tambang bawah tanah yang pada tahun 2017 dan selanjutnya akan menjadi tumpuan kegiatan penambangan PTFI.

    “Proyek tambang bawah tanah ini akan memakan biaya investasi signifikan sekitar 15 Miliar US Dollar selama sisa umur tambang. Selain itu arus kas juga digunakan untuk menjaga keberlanjutan tingkat poduksi saat ini,” papar Daisy.

    Sedangkan soal kontrak kerja, Daisy mengaku belum mengetahui apakah prosesnya sudah mendekati final atau belum.

    “Saya belum dengar bahwa proses tersebut sudah mendekati final.” tulis Daisy lewat pesan singkatnya kepada Jubi, Senin (7/4).

    Pelepasan saham PT Freeport Indonesia dan PT Vale Indonesia ini, menurut Sukhyar akan dilakukan lewat replacement cost, yakni harga saham dihitung berdasarkan investasi perusahaan. Tidak melalui bursa saham. Pemerintah pusat jadi pihak pertama yang harus mendapat penawaran. Ia juga optimis, renegosiasi kontrak akan rampung sebelum pergantian pemerintahan. (Jubi/Victor Mambor)

  • Produksi Freeport Turun 50 Persen

    JAYAPURA [PAPOS] – Pasca diberlakukannya Undang-undang Minerba, berdampak pada produksi PT. Freeport Indonesia mengalami penurunan sangat signitifikan yakni 50 persen.

    Kepala Dinas ESDM Provinsi Papua Bangun Manurung mengaku, selain berdampak pada menurunnya produksi Freeport, juga berpengaruh langsung pada kontraktor yang menghentikan pegawainya.

    “Turunnya produksi Freeport berpengaruh pada pajak tambang khsusunya pada penerimaan fiskal daerah, terutama Kabupaten Mimika. Karena 90 persen ekonomi Kabupaten Mimika bersumber dari Freeport, selain itu pajak yang masuk ke provinsi Papua tahun ini,” kata Bangun Manurung.

    Dikatakannya, apabila produksi PT. Freeport sudah normal. Maka keadaan akan segera kembali seperti semula, itu jika sudah ada pabrik smalter yang bisa menampung seluruh produksi PT. Freeport

    Ditanya mengenai pembangunan Smalter, Pemprov Papua menginginkan pembangunan Smalter tetap di Papua. Karena dari sisi perekonomian sangat menguntungkan dan bisa menyedot tenaga kerja.

    Namun yang menjadi persoalan adalah infrastruktur kita sangat tidak siap, terutama ketersediaan pasokan listrik,” tandasnya.

    Diakuinya, sampai saat ini Freeport masih mempertimbangkan beberapa hal terutama menyangkut perkonomian. Serta adanya rencana kerjasama dengan PT. Antam.

    “Kita berharap ada solusi terbaik buat Papua tanpa mengurangi kebijakan yang mau dibuat untuk mengurangi dampak pemberlakuan UU Minerba, ya kita harap tidak terlalu membuat goncangan terlalu besar di Papua, tapi kita sebagai bagian dari pemerintah menginginkan semua bisa berjalan lancar sesuai rencana pusat,”

    terangnya.[tho]

  • Sidang MPL Desak Pemerintah Pusat Hentikan Proyek MIFE di Merauke

    Kegiatan pembukaan MPL di Gereja Petra Merauke (Jubi/Ans)
    Kegiatan pembukaan MPL di Gereja Petra Merauke (Jubi/Ans)

    Merauke, Jubi (20/1)—Salah satu agenda sidang Majelis Pekerja Lengkap (MPL) yang dijalankan dan atau dilaksanakan dari tanggal 16-20 Januari 2014 di Gereja Petra Merauke dengan dihadiri utusan semua sinode di seluruh Indonesia adalah tidak lain mendesak kepada pemerintah pusat agar menghentikan proyek Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) yang sedang dijalankan di Kabupaten Merauke.

    Hal itu disampaikan Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Gomar Gultom saat memberikan keterangan pers kepada sejumlah wartawan media cetak dan elektronik di Sekretariat Gereja Petra Senin (20/1). “Atas desakan dari GKI dan GPI di Papua, maka persidangan meminta agar proyek MIFE di wilayah paling Timur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini harus dihentikan,” tegasnya.

    Diakui jika dalam persidangan berlangsung, ada input jika harus ditinjau kembali. Kalaupun tetap dipaksakan untuk dijalankan dan atau dilaksanakan, maka harus berbasis kepada masyarakat lokal dengan mengedepankan hak-hak orang Marind serta memperhatikan keseimbangan.

    Dalam kesempatan tersebut, dibicarakan serta dibahas juga dengan perkembangan penduduk asli Papua yang disinyalir sangat tidak proporsional jika dibandingkan Negara PNG. “Kita sangat prihatin dengan perkembangan jumlah penduduk asli Papua yang tak proporsional itu. Belum diketahui apa penyebabnya dan sedang didalami serta dipelajari lagi,” tuturnya.

    Persoalan lain yang dibeberkan dalam sidang, menurut Gultom, kemiskinan yang mendera kehidupan masyarakat orang asli Papua. Padahal, mereka memiliki alam sangat kaya dan sudah harus lebih maju jika dibandingkan dengan orang dari luar.

    Sidang telah bersepakat untuk meminta kepada semua gereja di Indonesia agar secara bersama-sama dengan gereja di Papua meningkatkan kemajuan orang asli.
    “Sebetulnya belum semua isu yang dijadwalkan dalam sidang MPL selesai dibahas. Baru beberapa agenda yang dibahas. Sisanya akan disampaikan setelah persidangan berlangsung malam ini,” tandasnya.

    Dikatakan, ada beberapa agenda yang sudah disimpulkan bersama diantaranya, kesiapan panitia untuk sidang raya yang akan berlangsung di Nias pada tanggal 10-18 November 2014 mendatang. Selain itu, katanya, ucapan terimakasih sebesar-besarnya dari para peserta kepada paanitia MPL. Karena mulai dari proses penjemputan hingga pembukaan sidang beberapa hari lalu, berlangsung sangat baik. Dan, tidak hanya melibatkan yang beragama Kristen, tetapi juga non Kristen.

    Bupati Merauke, Drs. Romanus Mbaraka, MT dalam sambutannya beberapa waktu lalu mengatakan, salah saru daerah yang paling aman dan memiliki toleransi sangat tinggi antar umat beragama adalah di Merauke. Banyak kegiatan yang telah dijalankan dan atau dilaksanakan, berjalan aman serta lancar. Tidak ada gangguan yang terjadi. (Jubi/Ans)

    Author : Ans K on January 21, 2014 at 00:28:42 WP, BinPa, Editor : Victor Mambor

  • Sebanyak 1205 Orang Meninggal karena HIV

    Jayapura (SULPA) – Kasus HIV terhitung dari Januari sampai dengan 31 September 2013 sebanyak 1205 orang meninggal dunia.

    “Penyakit HIV identik dengan TB yang belum bisa untuk mengetahui sampel pendeteksiannya, dan TBC dapat diketahui melalui pemeriksaan batuk lender, dan pemeriksaan lainnya,” kata Nyoman Sri Antari, Kepala Bidang Pemberantasan Penyakit dan HIV Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Kamis (16/1).

    Menurutnya, banyak penderita HIV meninggal karena ketidaksadaran pelaku melakukan hubungan seks bebas yang tidak menggunakan kondom. Penyebab lain adalah penderita HIV tidak melakukan rutinitas minum obat yang dianjurkan petugas perawat.

    “Para pasien terkena HIV jangan melawan anjuran petugas perawat untuk minum obatnya. Sebab penyakit ini begitu kena tidak lansung meninggal. Tapi ia bertahap 15 sampai 25 tahun kemudian baru mulai lihat gejolak dan tanda-tanda,” tuturnya.

    Saturday, 18-01-2014, SulPa

  • 15.577 Kasus HIV untuk 28 Kabupaten di Provinsi Papua

    Jayapura (SULPA) – Penderita Penyakit HIV sesuai data 31 September 2013 mencapai 15.577 HIV kasus yang ditemukan untuk 28 Kabupaten, ditambah dengan kota Jayapura.

    “Namun data laporan yang baru melaporkan kasus HIV ini baru 16 Kabupaten yang sudah Lapor,” kata Dr. Nyoman Sri Antari, Kepala Bidang Pemberantasan Penyakit dan HIV Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Kamis (16/1/ 2014).

    “Ada 13 kabupaten yang belum melaporkan data HIV. Dipastikan jumlah penderita HIV bertambah jika laporan dari 13 kabupaten tersebut masuk. Sebenarnya yang dilaporkan sejak 31 Maret 2013 itu sebanyak 13374 kasus HIV, sedangkan 31 September 2013 menambah menjadi 15.577 kasus di Provinsi Papua,”

    tambah Nyoman.

    Dikatakan, penyakit HIV tersebut terdata juga untuk bayi sehingga jumlahnya lebih banyak, walaupun tidak terhitung secara detail.

    Lanjut dia, dinas terkait telah mengambil langkah bagaimana memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui pelatihan bagi petugas Puskesmas yang berada di wilayah kabupaten/kota, distrik dan hingga ke kampung-kampung di tanah Papua.

    “Kami jujur saja bahwa Dinas Kesehatan Provinsi Papua masih keterbatasan alokasi dana di Provinsi, sehingga susah untuk membiayai semua kebutuhan rumah sakit di Daerah di tingkat Kabupaten, Distrik dan Kampung, yang pasti kami tetap membutuhkan bantuan dari tiap daerah bagaimana bisa mengatasi segala penderitaan masyarakat,”

    katanya.

    Friday, 17-01-2014, SulPa

  • Di Asmat Ditemukan 15 Kasus HIV/Aids

    ASMAT [PAPOS]- Melalui pemeriksaan Vct mulai Januari hingga Novemnber tahun 2009 sebanyak 15 orang terinfeksi HIV/Aids, yakni 7 Pekerjsa Seks Komersial(PSK), 2 ibu rumah tangga, 6 masyarakat umum.

    Demikian disampaikan Sekertaris KPAD Kabupaten Asmat, Dwi Ariana,SP yang ditemui Papua pos diruang kerjanya, belum lama ini. Dirinya menjelaskan untuk data 7 PSK ini diketahui setelah mereka melakukan tes VCT namun untuk masyarakat umum dan ibu rumah tangga diketahui secara tidak sengaja pada saat berobat kerumah sakit kemudian diperiksa.

    “Memang untuk kita pendataan masih kurang dan rendahnya masyarakat yang melakukan VCT karena ini merupakan tes secara sukarela dan yang ditemukan ibu rumah tangga dan masyarakat umum setelah berobat kerumah sakit dan dilakukan Voluntary Conseling testing(VCT) oleh petugas rumah Sakit persiapan Tipe D Kabupaten Asmat merupakan satu-satunya tempat VCT ,“ungkapnya.

    Untuk para PSK, secara jelasnya kita tidak tahu dimana mereka mengidap Hiv/Aids karena mereka ini secara terselubung datang dan pergi sehingga untuk mendata mereka sulit dan indicator untuk menilai tinggi atau rentan penyaik HIV/Aids tidak bisa kita kesulitan disini. “Inikan belum ada Perdanya untuk mengusir mereka serba salah, pernah diusir namun mereka kembali lagi, dan kita juga tidak bisa jamin dengan para PSK kita usir tidak menjamin bahwa HIV/Aids itu tidak akan ada di Asmat,” tandasnya

    Sedangkan Infeksi Menular Seksual(IMS) memang banyak ditemukan, namun data pastinya saya kurang tahu betul karena kita KPAD hanya mengkoordinasikan data ini dimilik oleh Puskesmas Agats atau rumah sakit persiapan tipe D. Dirinya menjelaskan dari penyuluhan yang dilakukan beberapa waktu untuk para PSK terungkap bahwa para PSK ini untuk mendapatkan kondom susah selain susah harganya mahal.

    Untuk itu KPAD dalam penyusunan anggaran akan mengkoordinasika dengan instansi terkait seperti capil, Dinas Kesehatan, RSUD , KPAD Provinsi nantinya siapa yang mendistribusikan kondom. “Jujur Saja selama ini memang kita ada kondom di KPAD tapi terbatas, untuk itu kedepan kita harus koodinasi kalau memang pengadaan kondom ini KPAD kita siap,” tandasnya.

    Karena dengan cara seperti ini pihaknya bisa mencegah HIV/Aids, karena pemahaman masyarakat tentang kondom masih kurang untuk itu diminta agar masyarakat memahami bahwa kondom ini bukan hal yang tabuh tetapi mari kita melihat fungsinya yang bermanfaat untuk melindungi diri.[cr-57]

    Ditulis oleh Cr-57/Papos  
    Sabtu, 12 Juni 2010 00:00

  • 40 Warga Intan Jaya Tewas

    JAYAPURA [PAPOS] – Sebanyak 40 orang warga Kampung Distrik Humeo Kabupaten Intan Jaya tewas akibat terkena wabah penyakit Tropica selama 3 bulan berjalan. Mereka tewas aibat tidak adanya pengobatan dari tenaga medis dan tidak adanya stok obat-obat untuk penyakit yang diderita masyarakat tersebut.

    Diduga wabah malaria tropica yang melanda warga kampung Humeo itu akibat pengaruh suhu cuaca yang sangat dingin hinga diperkirakan mencapai sekitar 15 derajat celcius, sehingga mereka tidak biaa mengatasi serangan penyakit yang diderita itu.

    Anggota DPR Papua, Julius Miagoni kepada wartawan, Selasa (8/6) mengatakan, wabah malaria yang melanda 4 kampung di Distrik Humeo telah berlangsung sejak April lalu dan telah menewaskan sebanyak 40 orang.

    Julius mengatakan bahwa dari keempat kampung yang terkena wabah penyakit malaria Tropica itu diantaranya kampong Maya, Kampung Mapa, Kampung Sanepa dan kampung Bilae.

    Dia mengatakan kalau pemerintak daerah setempat sudah berupaya memberikan bantuan medis kepada mereka, namun karena keterbatasan stok obat dan sulitnya untuk menjangkau lokasi penduduk tidak bisa meminimalisir jumlah korban yang tewas, bahkan diperkirakan korban akan bertambah, jika tidak segera ditangani.

    “ Jika tidak segera dilakukan penanganganan khusus di kampung-kampung tersebut serta perhatian terutama dari Dinas Kesehatan di Kampung tersebut, akan menambah korban lebih banyak lagi,” ujarnya.

    Dia mengatakan, bahwa kondisi warga saat ini banyak yang sudah terjangkit wabah penyakit, mereka sangat membutuhkan pertolongan medis terutama obat-obatan, jika tidak maka korban akan terus bertambah.

    Dia berharap kepada Pemerintah daerah (Pemda), terutama kepada Dinas Kesehatan untuk melakukan penanganan dengan mengirimkan tenaga Medis, dan obat-obatan untuk membantu mereka.

    Ketika ditanya awal munculnya penyakit tersebut, Julius mengatakan, muncul penyakit itu karena faktor cuaca dalam tiga bulan terakhir ini, dimana suhu sangat ekstrem yakni dingin, sehingga warga banyak yang tidak tahan. “Kondisi cuaca yang ekstrem membuat daya tahan warga lemah dan tidak bisa berbuat apa-apa,” katanya.

    Sudah saatnya pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat segera merespon dan mengambil langka-langkah pertolongan untuk mencegah korban yang lebih banyak.

    “Pemerintah harus segera merespon kondisi ini agar korban tidak bertambah,” tandasnya.[loy]

    Ditulis oleh loy/Papos  
    Selasa, 08 Juni 2010 20:11

  • 13 IRT Pengidap HIV/ AIDS Shok Berat

    MERAUKE [PAPOS]-Berdasarkan data dari Komisi Penaggulangan AIDS Daerah (KPAD) Kabupaten Merauke, sebanyak 13 ibu rumah tangga (IRT) yang positif mengidap penyakit HIV/AIDS. Dari jumlah tersebut, lima diaantaranya sedang dalam keadaan hamil. Jumlah para penderita itu, terhitung dari Januari-Maret 2010. Meskipun saat ini mereka masih tinggal bersama suami dan anak-anak, namun sedang dalam keadaan shok berat lantaran tidak menduga akan menerima kenyataan hidup demikian.

    Salah seorang staf KPAD Kabupaten Merauke, Pdt. Stef Labwoer yang ditemui Papua Pos di ruang kerjanya, Senin (7/6) mengungkapkan, jumlah tersebut, umumnya tinggal di Kota Merauke, tetapi ada satu dan dua yang berada di distrik dan kampung. “Kami mengetahui keberadaan dari para penderita, tetapi tidak mungkin haraus menyebutkan nama dan alamat tempat tinggal mereka. Karena itu merupakan rahasia dan tidak boleh diketahui oleh siapapun. Hal tersebut bertujuan agar mereka tetap bergaul sebagaimana biasa dengan masyarakat lain di lingkungan sekitar,” ungkap Stef.

    Stef mengakui jika 13 IRT yang mengidap penyakit HIV/AIDS, sampai sekarang belum diketahui oleh suami mereka meskipun tinggal serumah. Mereka pun masih sungkan untuk menyampaikan kepada suami masing-masing tentang kondisi kesehatan yang sedang dihadapi sekarang. KPAD, katanya, memiliki program konselling buka status. Artinya, suatu waktu, para penderita didampingi petugas, akan menyampaikan secara transparan akan penyakit yang tengah dihadapi sekarang. “Memang membutuhkan waktu yang panjang untuk istri menyampaikan kondisi yang sebenarnya. Kita harus akui juga jika ketika sang istri membuka mulut, suami tentunya akan kaget dan tidak percaya. Tetapi itulah fakta dan kondisi riil yang harus diterima,” katanya.

    Ditanya bagaimana jika suami meminta untuk dilayani, Stef mengungkapkan, pihaknya telah mengingatkan para IRT agar selalu menggunakan kondom. Hal itu bermaksud agar sang suami tidak tertular penyakit mematikan tersebut. Terkadang juga isteri menolak untuk melayani dengan alasan kondisi kurang fit atau sedang sakit. “Ya, memang itu salah satu cara yang dilakukan agar suami tidak ikut tertular. Sekali lagi saya katakan bahwa suatu waktu akan disampaikan secara terbuka. Kita tidak bisa serta merta langsung meminta penderita untuk membuka mulut ke suami. Semua butuh waktu dan melihat kondisi yang ada,” tandasnya.

    Saat ini, jelas Stef, para penderita tetap melakukan pemeriksaan secara rutin di sejumlah VCT yang tersebar di Kota Merauke. Khusus lima IRT yang sedang dalam keadaan hamil dan tidak lama akan melahirkan, telah diingatkan agar selalu menjaga bayi dalam kandungan dan memeriksakan kesehatan secara kontinyu. Karena dengan pemeriksaan rutin dan obat-obatan yang diberikan untuk dikonsumsi, otomatis bayi dalam kandungan akan selamat dan tidak tertular penyakit HIV/AIDS. “Ya, kuncinya adalah ibu dari bayi sendiri yang harus kontrol rutin ke beberapa tempat dimaksud. Saya menjami bayi akan lahir selamat dan tidak mengidap penyakit,” kata dia. [frans]

    Ditulis oleh Frans/Papos  
    Selasa, 08 Juni 2010 00:00

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?