Category: Masyarakat Adat

You can add some category description here.

  • Situasi Kamtibmas Masih Rawan di Kwamki Lama

    TIMIKA [PAPOS]- Situasi kamtibmas di Kwamki Lama, Kelurahan Harapan, Timika, Papua saat ini masih cukup rawan menyusul terjadinya ketegangan antara dua kelompok warga di wilayah itu akhir pekan lalu.

    Kapolsek Mimika Baru, AKP Lang Gia kepada ANTARA di Timika, Selasa mengatakan polisi sudah mempertemukan tokoh-tokoh masyarakat dari dua kelompok untuk menghindari terulangnya kembali bentrokan antarwarga.

    “Kemarin kami pertemukan para tokoh masyarakat dari dua kelompok. Intinya, semua pihak tidak menghendaki terjadi kembali konflik antarwarga karena peristiwa sebelumnya sudah dinyatakan selesai,” kata Lang Gia.

    Ia mengatakan, para tokoh masyarakat yang diundang ke Polsek Mimika Baru dalam pertemuan Senin (22/3) berjumlah sekitar 15 orang. Dari kelompok atas (kawasan Jalan Mambruk II Kwamki Lama) hadir Kariminus Kinal, Yunias Kinal, Peri Amoge Alom, Anias Murib, Mianus Kiwak, dan Theo Man Kiwak.

    Sedangkan dari kelompok bawah (kawasan Tuni Kama Kwamki Lama) antara lain Isak Murib, Ayub Murib, Melky Kogoya, Ulinus Tinal, Anius Alom, Lambinus Murib dan Melkias.

    Lang Gia menjelaskan para pihak sepakat untuk menghindari benturan dengan kelompok lain dan jika ada warga yang mencoba memprovokasi warga maka akan ditindak sesuai ketentuan hukum.

    Meski demikian, beberapa warga yang hadir dalam pertemuan itu menyatakan pesimis kamtibmas di Kwamki Lama bisa aman. Pasalnya, saat ini masih ada sejumlah korban pertikaian pada Sabtu (20/3) yang dalam kondisi kritis di Rumah Sakit Mitra Masyarakat (RSMM). “Kalau korban yang dirawat di RSMM selamat maka kita akan damai. Tapi kalau sampai meninggal maka kami akan buat perhitungan untuk balas,” ancam Isak Murib, salah satu tokoh dari kelompok bawah.

    Menurut Lang Gia, saat ini Polsek Mimika Baru dan Polres Mimika terus berpatroli di kawasan yang rawan konflik antar warga suku pegunungan Papua itu. “Setiap hari anggota kami selalu patroli ke Kwamki Lama. Jika ada warga yang berbuat keonaran , maka langsung ditangkap dan diproses,” tegas Lang Gia.

    Pada Sabtu (20/3) , dua kelompok warga di Kwamki Lama yang sebelumnya terlibat konflik kembali terlibat aksi saling serang dengan panah, parang dan senjata tajam lainnya. Aksi saling serang itu dipicu oleh ulah salah seorang warga kelompok atas yang dalam keadaan mabuk melepas anak panah ke kerumunan warga kelompok bawah, lalu dibalas oleh warga kelompok bawah.

    Dalam peristiwa itu, empat warga terluka setelah tertembus anak panah. Salah seorang diantaranya, Eltinus Wandikbo (16), warga kelompok bawah yang masih duduk di bangku SMP mengalami luka parah pada perut dan kakinya. Korban saat ini masih dirawat secara intensif di RSMM Timika.

    Pertikaian antardua kelompok warga yang masih bersaudara itu pecah sejak awal Januari lalu dan telah menewaskan tiga orang warga. Meski Polres Mimika beberapa kali telah merazia dan memusnahkan ratusan busur dan anak panah, ternyata masih banyak warga Kwamki Lama yang menyembunyikan senjata tajam itu di rumah-rumah mereka bahkan di hutan-hutan di sekitar wilayah Kwamki Lama.[bel/ant]

    Ditulis oleh Bel/Ant/Papos
    Rabu, 24 Maret 2010 00:00

  • Pedagang Asli Papua Harus Diperhatikan

    SERUI [PAPOS]- Pelaksana tugas bupati kabupaten kepulauan Yapen Drs. Decky Nenepat ketika meresmikan pasar tradisional menekankan agar Dinas Koperasi dan UKM serta unit pelaksana teknis pasar agar selektif membagi kios pasar sebanyak 20 unit.

  • Dewan Adat Biak Gelar Temu Raya

    BIAK-Dewan Adat Biak menggelar acara temu raya selama tiga hari berturut-turut sejak Jumat (23/10) kemarin. Acara yang dihadiri 300 orang masyarakat adat Biak termasuk mereka yang dari luar Kabupaten Biak Numfor ini, pada dasarnya membahas dan mengevaluasi berbagai persoalan yang terjadi di masyarakat, khususnya yang terkait dengan masalah sosial kemasyarakat dan adat.

    Ketua Dewan Adat Biak Mananwir Beba Yan Piet Yarangga mengatakan, temu raya ini akan menghasilkan sejumlah kesepakatan dan rekomendasi program yang dapat bermanfaat bagi masyarakat adat Biak khususnya, serta semua masyarakat yang ada di Papua umumnya.

  • Suku Felle Ancam Palang Bandara

    AKBP Mathius D Fakhiri, Kapolres
    AKBP Mathius D Fakhiri, Kapolres

    SENTANI-Ini suatu kabar tidak mengenakkan bagi warga yang akan bepergian hari ini dengan menggunakan pesawat udara. Soalnya, Bandar Udara (Bandara) Sentani, diancam bakal diduduki (dipalang) pagi ini pukul 07.00 WIT. Ancaman pemalangan ini datang dari masyarakat suku Felle yang mengaku sebagai salah satu pemilik hak ulayat di sebagian areal bandara. Suku Felle merasa ada hak-hak mereka yang terabaikan.

    Ancaman palang ini disampaikan melalui sebuah surat pemberitahuan yang diberikan ke Kapolres Jayapura.

    Mereka mengatakan, tidak akan membuka palang tersebut sebelum ada kejelasan terhadap hak-hak mereka yang terabaikan, sebagaimana tertuang dalam surat yang turut disetejui salah satu wanita bernama Yakomina Felle, yang mengaku sebagai Ondofolo.

    Kapolres Jayapura AKBP Mathius Fakhiri SIK

    saat dikonfirmasi di ruang kerjanya Rabu (21/10) menegaskan, sesuai janjinya yang pernah disampaikan bahwa dirinya tidak ada kompromi dengan siapapun yang mencoba-coba mengganggu aktivitas umum, apalagi di bandara yang merupakan wajah dari Papua, terlebih khusus Kabupaten dan Kota Jayapura.

  • Perumahan PNS di Doyo Baru Dipalang

    SENTANI- Jalan masuk ke komplek Perumahan PNS Pemkab Jayapura di Doyo Baru, Kamis (17/9) kemarin dipalang oleh masyarkat adat Kampung Kwadeware. Masyarakat adat tersebut menganggap bahwa lokasi lahan seluas 25 hektar yang dibangun perumahan PNS tersebut hingga saat ini belum dilakukan pembayaran ganti rugi.

    Menurut Pdt. Yonas Marweri yang juga Yo Ondofolo kampung Kwadeware mengatakan bahwa kegiatan pemalangan tersebut terpaksa dilakukan karena tidak ada tanggapan dari pemerintah daerah terkait tuntutan ganti rugi lokasi tanah tersebut.

  • JK: Perang Papua Paling Sportif-Tertib

    Jakarta – Bukan Jusuf Kalla namanya kalau tidak berpidato guyon. Berdasarkan pengalaman, Wapres Jusuf Kalla meneliti bahwa konflik peperangan di Papua paling sportif dan tertib aturan.

  • Kelestarian Budaya Baliem Terancam Punah

    WAMENA-Pimpinan Sanggar Seni Dani Baliem Wamena, Yoko Huby mengatakan, sejak berdiri pada 2002 lalu, hingga saat ini pihaknya belum mendapat perhatian dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jayawijaya baik dalam bentuk bantuan maupun pembinaan.

    “Kami sudah beberapa kali ajukan permohonan bantuan guna memajukan sanggar seni ini demi kelestarian budaya Baliem, tapi belum ada direspon dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jayawijaya,”ungkapnya kepada wartawan saat ditemui di kediamannya, Rabu (3/6), kemarin.

    Menurutnya, budaya asli Baliem sudah mulai punah karena terpengaruh dengan masuknya budaya dari daerah lain. Terkait dengan itu, pihaknya bersama anggota sanggar terus berupaya melestarikan budaya Baliem yang cukup diminati oleh wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Salah satu hal yang dilakukannya, lanjut Yoko, yaitu melakukan pembinaan kepada grup-grup tari yang ada di kampung-kampung sehingga potensi yang ada di kampung tersebut dapat diangkat guna menambah kekayaan budaya Baliem.

    “Salah satu yang kami lakukan untuk mengembalikan semangat budaya Baliem yaitu beberapa waktu lalu bermitra dengan LSM Peace Brigade Indonesia (PBI) menggelar kegiatan tarian perdamaian sehingga diharapkan melalui kegiatan itu dapat membantu melestarikan budaya Baliem agar semakin dikenal oleh masyarakat,”ujarnya.

    Lebih lanjut diungkapkannya, karena banyaknya budaya Baliem yang belum tersentuh maka diharapkan semua pihak yang peduli termasuk pemerintah daerah dapat membantu untuk mengembangkan budaya Baliem tersebut sehingga upaya menjadikan Jayawijaya sebagai Kota DANI (damai, aman, nyaman dan indah) dapat terwujud.(nal)

  • Ketua LMA Jayawijaya, Kayo Hubi Terkait Keikutsertaannya dalam Acara Silaturahmi Nasional di Jakarta

    Bincang-Bincang Dengan Ketua LMA Jayawijaya, Kayo Hubi Terkait Keikutsertaannya dalam Acara Silaturahmi Nasional di Jakarta

    KAYO HUBI yang berupakan Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Kabupaten Jayawijaya ini termasuk tokoh adat yang tergolong berani mempertanyakan otonomi khusus (Otsus) di Papua. Apa saja yang disampaikannya dalam acara silaturami nasional tersebut?
    Laporan: Ronald M – Wamena

    Pelaksanaan Otsus di Papua sudah memasuki tahun ke 7 dari sisa 18 tahun lagi, namun tampaknya belum menghasilkan apa-apa bagi masyarakat khususnya masyarakat adat di Pegunungan Tengah bahkan masih tergolong merana.

    Seharusnya sasaran otsus menurut UU otsus ada tiga pokok yaitu untuk pemberdayaan masyarakat Papua, perlindungan masyarakat Papua dan mendahulukan kepentingan masyarakat adat Papua tapi yang dirasakan masyarakat saat ini adalah nol besar.

    Melihat hal itu, maka sebagai Ketua LMA di Kabupaten Jayawijaya bahkan Ketua LMA Pegunungan Tengah, Kayo Hubi bersama rekan-rekan tokoh adat berniat untuk membangun suatu Yayasan M Mula dengan tujuan untuk mengumpulkan semua tokoh-tokoh adat guna mengembangkan berbagai pertanian baik kopi, padi maupun ternak babi sebagai simbol pelaksanaan adat masyarakat Papua.

    Tidak berhenti disitu, Kayo Hubi juga selalu berjuang untuk mengangkat martabat lembaga adat sebagai kultur Papua sehingga bisa diakui baik di pemerintah pusat maupun daerah. Sebab Kayo Hubi menilai lembaga adat semacam terlupan oleh pemerintah sehingga lewat berbagai perjuangannya pihaknya selalu menyuarakan bahwa otsus belum memihak kepada masyarakat khususnya masyarakat adat di Pegunungan Tengah.

    Lewat salah satu kegiatan nasional yaitu Silaturahmi Nasional di Hotel Grand Cempaka Jakarta, Senin (25/5) yang lalu, Kayo Hubi sebagai LMA yang mewakili Papua diundang untuk hadir mengikuti acara tersebut.

    Hadir dalam acara tersebut, 33 perwakilan dari provinsi di Indonesia termasuk Ketua Umum Gerakan Nasional Tanah Air (GENTA), Mayjen Purn. Muhammad Yali Yusuf yang juga staf khusus Presiden SBY. Disanalah Kayo Hubi dengan resmi menyampaikan hasil perjalanan Otsus di Papua khususnya di Pegunungan Tengah bahwa sebenarnya Otsus tersebut belum benar-benar memihak kepada masyarakat adat Papua.

    “Saat itu saya diundang untuk hadir mewakili Papua sehingga dalam kesempatan itu, saya memberikan proposal tentang perjalanan Otsus di Papua khususnya di Pegunungan Tengah yang belum benar-benar memihak kepada masyarakat khususnya masyarakat adat,”ungkapnya.
    Dikatakan Kayo Hubi, Otsus memang sangat bagus namun dana dari pusat yang turun ke Papua khususnya di Jayawijaya selama 7 tahun ini masyarakat adat belum menikmatinya dengan baik bahkan masyarakat masih merana. Sehingga, jelas dia, pihaknya lewat acara silaturahmi nasional ini memberanikan diri untuk menyampaikan beberapa hasil perjalanan Otsus khususnya di Wamena.

    Kayo Hubi menceritakan, sebagai lembaga adat yang sangat dekat dengan masyarakat maka lembaga adat inilah yang sudah pasti lebih memahami banyak tentang masyarakat adat sehingga apa yang menjadi sasaran otsus tadi dapat tercapai apabila lembaga adat dilibatkan.
    “Saya lebih paham dengan masyarakat adat karena saya adalah lembaga adat sehingga untuk pelaksanaan Otsus yang sasarannya mendahulukan kepentingan masyarakat adat dapat tercapai apabila lembaga adat benar-benar terlibat didalamnya,”jelasnya.(*)

  • Akhirnya, Palang Menuju SP V Yapsi Dibuka

    SENTANI- Aksi pemalangan di lokasi Satuan Pemukiman (SP) V Distrik Yapsi, Kabupaten Jayapura, oleh pemilik hak ulayat dari Suku Elsang, sejak 2 Mei 2009 lalu, akhirnya dibuka, Selasa (26/5) kemarin.

    Pembukaan palang tersebut dilakukan setelah dilakukan negosiasi antara Pemerintah Kabupaten Jayapura yang diwakili oleh Asisten I Sekda Kabupaten Jayapura Dr Jack Ayamiseba, pemilik hak ulayat dan Jajaran Polres Jayapura Senin (25/5) lalu.

    Kapolres Jayapura AKBP Mathius Fakhiri SIK ketika dihubungi mengatakan pihaknya sudah memfasilitasi permasalahan ini antara pemilik hak ulayat yang dikoordinator oleh Yustus Nisaf dan Pemkab Jayapura sebagai pihak yang dituntut.

    Dan dari kesepakatan yang sudah dilakukan bahwa Pemkab tidak mungkin akan membayar kembali ganti rugi yang sudah dilakukannya sejak tahun 1999 berupa 1 unit mobil dan 8 ekor sapi, kepada ayah dari Yustus Nisaf yakni Gaspar Nisaf, yang mana menurut pihak pemilik hak ulayat pemberian tersebut merupakan bentuk imbalan jasa.

    Kapolres mengatakan pula langkah yang terpaksa dilakukan adalah menyarankan kepada pihak pemilik hak ulayat untuk tidak melakukan pemalangan dan intimidasi apapun, sambil menyiapkan gugatan kepada Pemkab Jayapura terhadap status tanah tersebut. Selanjutnya pengadilan yang akan menentukan pihak mana yang memenangkan gugatan tersebut.

    Jika memang nantinya pemilik hak ulayat memenangkan gugatan tersebut, maka Pemkab sudah pasti akan membayar kembali ganti rugi tanah adat itu, sebaliknya jika Pemkab yang memenangkan gugatan dari penggugat maka pihak pemilik hak ulayat tidak membuat aksi-aksinya lagi yang dianggap meresahkan masyarakat.

    Menurut Kapolres untuk saat ini Pemkab tidak bisa melakukan pembayaran kepada sesuatu obyek yang telah mereka bayar karena hal tersebut juga akan mempengaruhi pertanggungjawaban keungan Pemkab di instansi yang selalu melakukan audit keuangan yakni BPK. (jim)

  • Bahasa Daerah Papua Terancam Punah

    JAYAPURA-Minimnya perhatian pemerintah daerah dalam menjaga dan melestarikan bahasa daerah di Papua, mengancam punahnya keberadaan bahasa tersebut. Kondisi ini semakin diperparah dengan hasil penelitian yang dilakukan peneliti dari Balai Bahasa Jayapura, yang menyebutkan mulai ada keengganan dari sebagian masyarakat adat untuk menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa komunikasi.

    Kepala Balai Bahasa Jayapura Drs. Supriyanto Widodo, M.Hum, mengatakan, untuk menyikapi hal ini dan mengangkat kembali bahasa daerah sebagai bahasa komunikasi masyarakat adat, diperlukan perhatian pemerintah daerah dan masyarakat sebagai penuturnya.

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?