Tag: Wawancara Khusus

  • Saat Dijajah Belanda Cuma 1 Orang Papua Dibunuh, Sekarang?

    "Saat Dijajah Belanda Cuma 1 Orang Papua Dibunuh, Sekarang?"
    Filep Karma belum lama bebas dari penjara. Namun nyalinya tak ciut. Ia mengungkapkan alasan mengapa Papua layak merdeka dari Indonesia.
    tirto.id Filep Jacob Samuel Karma terus konsisten menyuarakan kemerdekaan Papua. 11 tahun hidup di balik jeruji besi tak membuatnya ciut. Suaranya masih lantang mengutarakan berbagai  penindasan yang terjadi di tanah kelahirannya, penindasan di masa lalu sampai yang terbaru.

    Baginya, ini perjuangan sepanjang hayat, dan ia tahu harus mengorbankan banyak hal. Demi kemerdekaan rakyat Papua, dia pun rela keluar masuk penjara.

    “Tidak apa-apa. Namanya pejuang kemerdekaan, itu bagian dari hidup. Sukarno dan Mohammad Hatta juga keluar masuk penjara,” kata Filep Karma.

    Filep bicara banyak mengenai pandangannya soal kemerdekaan Papua. Ia tahu memperjuangkan kemerdekaan adalah persoalan yang tidak gampang. Tersirat betapa ia juga mengetahui bagaimana para pejuang kemerdekaan Indonesia, dulu, juga harus menghadapi pemenjaraan, pembuangan hingga kematian saat mengusahakan kemerdekaan Indonesia.

    Tidak mudah menghubungi Filep. Berkali-kali menghubungi tidak dijawab. Sampai 12 kali Tirto berusaha menghubunginya. Pada usaha yang ke-13, Tirto pun akhirnya dapat bercakap-cakap dengan lelaki kelahiran Biak 57 tahun lalu itu.

    Berikut penuturan Filep Karma kepada Arbi Sumandoyo dari Tirto pada 30 November 2016, sehari menjelang perayaan ulang tahun Organisasi Papua Merdeka (OPM).

    Bagaimana pandangan Anda tentang perlakuan pemerintah di tanah Papua sekarang?

    Perlakuan pemerintah tidak ada perubahan. Jadi sejak 1963 sampai sekarang, tidak banyak. Jadi seperti sekarang ada perhatian dari Pak Jokowi dengan beberapa kali kunjungan ke sini, itu hanya lip service, permukaan saja. Secara mendasar tidak memperbaiki situasi yang sebenarnya di situ.

    Bukankah pemerintah berjanji memperbaiki Papua, termasuk sudah menggelontorkan puluhan triliun untuk membangun infrastruktur?

    Itu, kan, diberikan setelah kami demo, demo dan meminta merdeka. Jadi itu kan, ibaratnya bukan dikasih karena kesadaran untuk membangun masalah Papua, tetapi karena terjepit masalah Papua yang mendunia, terpaksa diberikan, begitu.

    Apa, sih, harapan warga Papua?

    Kalau berangkat dari latar belakang sejarah, kami bangsa yang berbeda dengan Indonesia. Kami bangsa yang lain dan kami punya hak untuk merdeka. Oleh Soekarno negara kami dimatikan, negara kami yang belum merdeka. Contoh waktu peristiwa Dwikora, saya ingat waktu itu ada “Ganyang Malaysia”, terus perintahnya, bubarkan negara boneka Malaysia buatan Inggris. Tahu enggak, di Trikora juga pidatonya seperti itu, “Bubarkan negara Papua buatan Belanda”. Sama. Untung saja Malaysia gagal, kalau tidak Malaysia sama menderita seperti Papua sekarang.

    Bukankah pemerintah berupaya mewujudkan perdamaian di Papua? Sebetulnya seperti apa kondisi Papua saat ini?

    Kalau menurut saya, di Era Gusdur kami merasakan itu (menjadi warga Papua sebenarnya), tetapi di era Jokowi penangkapan-penangkapan warga Papua meningkat sekali sampai 6000 orang. Demo-demonya teman-teman KNPB (Komite Nasional Papua Barat) ditangkap, sampai 5000 orang. Kalau itu dikumpulkan, sampai kota-kota jumlahnya sampai 6000 orang. Jadi sebetulnya, di era Jokowi eskalasinya semakin meningkat. Pelanggaran HAM semakin meningkat, kebebasan mengemukakan pendapat, itu dilarang.

    Di Papua, demo itu dilarang, katanya tidak ada izin. Lho, padahal aturan demo itu bukan izin, tetapi hanya pemberitahuan, bukan meminta izin. Nah, kalau demo yang di Jakarta, seperti sekarang menjelang tanggal 2 Desember (Aksi Bela Islam III) itu tidak dihambat, tidak berani dihambat.

    Anda merasakan sebetulnya tidak ada perbedaan antara Jokowi dengan pemimpin sebelumnya?

    Tidak ada. Ada sedikit perubahan, artinya sedikit dibuka, kami boleh berbicara. Tetapi itu langsung dibungkam. Jadi seperti aksi demo itu, langsung dilokalisir, tidak boleh bergerak. Misalnya, teman-teman di KNPB, sudah memberitahukan tiga hari sebelumnya, dia bilang mau ke DPR Provinsi, tidak boleh bergerak. Jadi langsung dihambat di titik kumpul, jadi tidak boleh bergerak.

    Apa harapan Anda ke depan untuk Papua?

    Harapannya adalah pemerintah Indonesia harus bisa mengakui bahwa waktu Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) itu dilakukan secara represif di bawah tekanan militer dan bukan Papua bebas memilih. Itu di bawah ancaman. Jadi ke depan, kalau Indonesia mau dewasa dalam berdemokrasi dan membuktikan kepada negara luar bahwa betul-betul Indonesia negara demokrasi, bentuk referendum di Papua. Memberikan izin referendum dilakukan oleh PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa).

    Karena begini, Papua satu-satunya provinsi yang masuk ke Indonesia melalui campur tangan internasional. Kalau Provinsi lain, kan, memang secara sukarela ingin membangun bersama Indonesia. Kalau Papua tidak. Papua mempersiapkan diri untuk merdeka sendiri, lalu dicaplok begitu. Dicaplok, dipaksa dengan perjanjian internasional, baru masuk Indonesia. Itu pun Pepera dilakukan di bawah tekanan intimidasi militer.

    Jadi kami berusaha. Kalau pun kami keluar dari bingkai Indonesia, itu juga karena campur tangan internasional. Jadi itu hal yang wajar. Jadi pemerintah Indonesia tidak bisa bilang tidak boleh (membangun solidaritas internasional).

    Menurut Anda Papua sudah siap untuk merdeka?

    Lho siap sekali. Sekarang saya tanya, waktu Indonesia merdeka, berapa sih sarjana, doktor? Pak Karno saja baru insinyur, Pak Hatta baru doktorandus, lah Papua sudah punya doktor. Doktor sudah berapa orang, jadi kenapa Papua merdeka teman-teman Indonesia memusingkan, itu urusan kami, mau kami merdeka kemudian makan dan tidak makan kenapa Indonesia yang pusing begitu, lho.

    Dan ini bahasa-bahasa khas penjajah begitu, kaya Belanda dulu: wah Indonesia enggak bisa merdeka, nanti kamu merdeka mau makan apa. Sama saja seperti itu. Sekarang kami mendengar hal yang sama seperti itu.

    Banyak dorongan agar Papua tidak melepaskan diri, bagaimana pandangan Anda?

    Itu kan sebenarnya karena SDA Papua yang diinginkan. Buktinya kami bersama-sama dengan Indonesia, tapi hidup kami dalam ancaman, bahaya dari sejak gabung sampai saat ini. Dan itu terjadi setiap hari, setiap saat ada pembunuhan orang Papua. Mana bisa kita bebas berbicara tentang merdeka. Dulu saja, untuk menyebut nama Papua (saat masih bernama Irian Jaya), sudah dituduh separatis.

    Siapa yang tahan kalau hidup menderita begitu. Tidak ada kesejahteraan (saat) kami bergabung dengan Indonesia. Kesejahteraan itu bukan makan minum cukup, terutama hati, kalau hati damai makan dan minum bisa dicari. Tetapi kalu hati tidak sejahtera, bagaimana mau makan minum? Kaya lagunya siapa ya dibilang, “Burung Dalam Sangkar”, tetapi hatinya tersiksa, sama orang Papua juga seperti itu. Jadi bukan masalah makan dan minum, tetapi masalah hak asasi Papua untuk merdeka.

    Apa upaya Anda untuk mewujudkan itu?

    Kami melakukan pendekatan-pendekatan politik dengan teman-teman Indonesia. Karena saya yakin, rakyat Indonesia banyak yang punya hati nurani. Kalau dia melihat penderitaan Papua selama 50 tahun, pasti dia tidak tega. Aduh kenapa, ditahan padahal tidak bawa senjata, tetapi malah disiksa terus.

    Sampai saat ini Anda masih terus berjuang bersama Benny Wenda dan Jacob Rumbiak?

    Ya betul. Saya tidak di negara tetangga, saya di dalam negeri. Saya berbicara dengan bung, saya menjelaskan penderitaan kami, selama bergabung dengan Indonesia, apa saja yang kami rasakan. Sebab begini, bung, saat dijajah Belanda, hanya satu orang Papua saja dibunuh, bandingkan sekarang? Itupun karena dia melakukan pembunuhan terhadap pejabat pemerintah. Tetapi setelah Indonesia masuk menjajah kami, wow orang Papua yang dibunuh sudah ratusan ribu.

    Anda menolak menandatangi grasi yang diberikan Presiden?

    Betul. Begini, grasi diberikan kepada pelaku kriminal, saya ini tahanan politik dan bukan pelaku pidana. Berbeda ideologi, lalu kenapa saya dikriminalkan. Saya tidak mau.

    Saya dipaksa keluar, remisi yang dipaksakan begitu dan menyalahi aturan sebenarnya. Sebab namanya kalau dikeluarkan karena remisi, harusnya masih ada wajib lapor. Tetapi saya kok tidak melakukan itu.

    Apa yang Anda lihat dari kondisi warga Papua saat ini?

    Orang Papua terpinggirkan, di mana-mana tanah milik TNI AD, tanah milik TNU AU, tanah milik Polda, tanah milik TNI AL. Orang Papua tidak bisa berbicara, karena kalau berbicara dituduh separatis.

    Sampai saat ini?

    Masih ada. Tadi saja pulang dari kantor, ada konvoi militer dengan Polisi. Karena menjelang 1 Desember, rakyat kok ditakut-takuti, aneh menurut saya.

    Besok berarti tetap ada perayaan Papua Merdeka?

    Iya, kita tetap melakukan perayaan. Kita ibaratkan, sering polisi tanya, kalau bapak ulang tahun, bapak ngapain aja? Mukulin tetangga? Enggak juga, kan? Mungkin isterinya belanja, mungkin masih ada kelebihan makanan orang lewat kita panggil, bolehlah makan, bolehlah mampir.

    Orang Papua juga begitu. Istilahnya kita merayakan, senang begitu lho, gembira. Tetapi, kok, selalu dikonotasikan negatif, seakan-akan kami merampok, membunuh dan mengacau. Kami heran, kok cara pandang terhadap kami seperti itu. Saya juga heran.

    Apakah ada pengibaran bendera Bintang Kejora?

    Kalau pengibaran, saya tidak tahu karena sekarang saya tidak telibat. Dulu saya memang aktif, tetapi saya sudah mengkader orang, sudah ada yang berani, saya harus mundur. Istilahnya Ki Hajar Dewantoro, ing madyo mangun karso (tertawa).

    Saya ikut hadir memberikan semangat, nanti kalau salah saya yang memberikan nasihat, begitu. Sudah tidak saya ambil alih lagi, jadi bukan cuma saya saja yang berani, itu jangan. Banyak orang Papua yang berani berbicara tentang haknya dengan damai. Sekali pun ancamannya masuk penjara, atau apa, tetapi kami berani berbicara tentang hak kami dengan damai.

    Berapa jumlah orang yang akan menghadiri perayaan itu?

    Saya belum bisa memastikan, karena adik-adik lain yang menjadi koordinatornya, saya tidak tahu. Jadi pemerintah juga berupaya memecah massa. Jadi di lapangan menjadi tempat almarhum Theys Hiyo Eluay dimakamkan, itu juga dibuat acara. Itu yang buat Dandim dan Kapolres di sana. Itu juga saya bingung, ini bagaimana.

    Apa cita-cita Anda yang belum tercapai?

    Ya membuat merdeka sendiri, lepas dari jajahan Indonesia, begitu. Sehingga hasil sumber daya alam kami bisa digunakan untuk kesejahteraan rakyat Papua.

    Anda tentu sangat ingin dan rindu melihat Papua merdeka?

    Ya, karena sekarang kami dijajah, kami jadi daerah koloniasasi dari Indonesia. Terus kekayaan kami diambil, perundingannya antara Indonesia dengan Amerika. Kami dibungkam tidak boleh berbicara. Jadi seperti begini lho, bung. Saya bertetangga, lalu saya datang ke rumah bung, dan bung saya suruh tinggal di emperan, begitu. Terus semua hasil ladang di halaman, saya yang nikmati dan kemudian kalau ada sisa-sisanya, lalu bung yang saya suruh nikmati panen, kan begitu. Itu terjadi di Papua.

    Indonesia kan punya rumah sendiri, kenapa rumah saya direbut, lalu saya disuruh tinggal di emperan. Padahal, Tuhan menciptakan kita sudah punya rumah sendiri, sudah punya wilayah masing-masing. Kemudian kalau dirunut sejarahnya, tidak ada orang Papua ikut Sumpah Pemuda, tidak ada orang Papua ikut perjuangan kemerdekaan Indonesia.

    Yang tiga pahlawan nasional itu, itu pun baru ada setelah reformasi, karena kami gencar teriak merdeka, baru tiba-tiba ada yang diangkat jadi pahlawan. Jadi ketawa. Orang lain mau jadi pahlawan saja harus dipermasalahkan dan jadi ramai, Papua tanpa minta, tanpa mengajukan, lalu diangkat tiga orang sekaligus. Hahaha…. jadi itu, kan, pahlawan nasional boneka, begitu.

    Kalau tadi Anda mengatakan Papua siap merdeka, apakah perangkat kenegaraannya memang benar-benar sudah siap?

    Nah itu, kan, urusan kami di sini. Istilahnya kalau dibandingkan dengan jumlah sarjana waktu Indonesia merdeka sebenarnya kita lebih banyak. Indonesia merdeka saja mampu, kenapa Papua tidak mampu? Padahal kalau dihitung, sarjana kami sudah lebih banyak.

    Anda yakin dengan banyaknya lulusan perguruan tinggi itu, Papua bisa mengelola negaranya sendiri dan tanpa  kekerasan?

    Oleh sebab itu, saya berusaha dengan teman-teman, kami harus meluruskan sejarah kami, meletakkan dasar yang baik. Jangan kami membuat kebohongan dengan sejarah kami, kami harus meluruskan yang benar. Sebab Indonesia juga didirikan atas kebohongan-kebohongan. Kemudian beberapa gelintir orang, kekayaan untuk keluarga sendiri atau trah mereka atau kelompok mereka, sebagian rakyat Indonesia dibiarkan menderita. Ini yang saya lihat, teman-teman di Indonesia.

    Jadi saya melihat ini seperti contoh ya, masyarakat menjadi korban lumpur Lapindo, itu kan kasihan negara harus memperhatikan kepentingan mereka. Jangan kepentingan Aburizal Bakrie lebih dipentingkan daripada rakyat. Yang punya negara ini rakyat yang banyak, bukan Aburizal sendiri.

    Anda tidak takut dipenjara kembali?

    Tidak apa-apa. Hahahaha… namanya pejuang kemerdekaan itu bagian dari hidup. Sukarno dan Mohammad Hatta juga  keluar masuk penjara.

    Siapa tokoh yang menginspirasi Anda?

    Saya banyak belajar dari Indonesia lah, bagaimana Sukarno berjuang untuk rakyatnya, bangsanya. Sehingga saya berpikir, jika Sukarno bisa berjuang untuk bangsanya, saya pun juga bisa berjuang untuk bangsa saya. Juga Mahatma Gandhi, kemudian ya salah satu pejuang yang baru saja almarhum di Kuba, Fidel Castro.

    Bung, saya titip pesan untuk orang-orang Indonesia yang punya hati nurani, yang kemarin mendeklarasikan forum rakyat Indonesia bagi Refrendum West Papua. Terimakasih banyak untuk teman-teman di Indonesia. Saya yakin di Indonesia masih banyak orang yang punya hati nurani. Oke, terimakasih ya.

    (tirto.id : arb/zen)

  • Wawancara Khusus Benny Wenda: Kami akan Bawa Papua ke PBB

    Penulis: Eben E. Siadari 22:16 WIB | Rabu, 25 Mei 2016

    SYDNEY, SATUHARAPAN.COM – Juru Bicara United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Benny Wenda, menilai tidak ada keseriusan pemerintah Indonesia untuk berdialog dengan rakyat Papua. Oleh karena itu, ia mengatakan pihaknya akan memfokuskan perjuangan membawa masalah Papua ke Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Tujuan akhir adalah terselenggaranya referendum penentuan nasib sendiri di bawah pengawasan lembaga antarbangsa itu.

    Hal itu ia ungkapkan dalam wawancara dengan satuharapan.com hari ini (25/5) lewat sambungan telepon. Benny Wenda saat ini tengah berada di Sydney, Australia, dan berharap dapat mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi pemimpin Melanesian Spearhead Group (MSG) di Port Moresby, Papua Nugini. KTT itu dijadwalkan mulai 30 Mei hingga 3 Juni 2016, namun belum dipastikan.

    Benny Wenda lahir di Lembah Baliem, Papua, 17 Agustus 1974, oleh Indonesia digolongkan sebagai tokoh separatis. Ia kini bermukim di Inggris setelah mendapat suaka pada tahun 2013.

    Benny Wenda mengklaim dirinya sebagai salah seorang keturunan pemimpin suku terbesar di Papua dan kedua orang tuanya beserta sebagian keluarga besarnya, merupakan korban pembunuhan militer Indonesia. Ia selalu menyuarakan perlunya rakyat Papua diberi hak menentukan nasib sendiri karena integrasi Papua ke dalam RI lewat Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada 1969 penuh rekayasa.

    Setelah Orde Baru jatuh, gerakan referendum dari rakyat Papua yang menuntut pembebasan dari NKRI kembali bangkit. Benny Wenda, sebagaimana dicatat oleh Wikipedia, melalui organisasi Demmak (Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka), membawa suara masyarakat Papua. Mereka menuntut pengakuan dan perlindungan adat istiadat, serta kepercayaan, masyarakat suku Papua. Mereka menolak apapun yang ditawarkan pemerintah Indonesia termasuk otonomi khusus.

    Dia pernah dipenjarakan pada 6 Juni 2002 di Jayapura, dituduh atas berbagai macam kasus, di antaranya melakukan pengerahan massa untuk membakar kantor polisi, hingga harus dihukum 25 tahun penjara.

    Pada 27 Oktober 2002 Benny Wenda berhasil kabur dari penjara dibantu oleh para aktivis, diselundupkan melintasi perbatasan ke Papua Nugini dan kemudian dibantu oleh sekelompok LSM Eropa untuk melakukan perjalanan ke Inggris. Di sana lah ia mendapat suaka politik.

    Ke arah mana pergerakan ULMWP dalam memperjuangkan rakyat Papua, dan sejauh mana kemungkinan adanya titik temu dengan pemerintah RI, berikut ini selengkapnya wawancara dengan Benny Wenda.

    Satuharapan.com: Pada akhir bulan ini akan ada pertemuan MSG di Port Moresby. Apa yang Anda harapkan dari pertemuan tersebut?

    Benny Wenda: Kami harapkan bahwa pertemuan ini sangat penting, special summit, kami harap dalam pertemuan ini akan membahas ULMWP menjadi anggota dengan keanggotaan penuh (full membership). Itu harapan kami.

    Apakah Indonesia akan hadir pada KTT itu?

    Pasti. Karena mereka juga associate member.

    Apakah kemungkinan ada dialog dengan Indonesia di MSG  dalam kaitan dengan yang diperjuangkan ULMWP selama ini?

    Dialog melalui permintaan dari ketua MSG sudah disampaikan kepada pemerintah Indonesia. Tetapi ternyata tidak jadi. Ditolak. Dan kedua, ketua MSG sendiri mengusulkan bertemu dengan presiden RI tetapi tidak ada respon. Dan juga rekomendasi Pacific Islands Forum (PIF) untuk diadakannya fact finding misson ke Papua, tidak ada follow up dari pemerintah Indonesia. Sehingga kami menganggap Indonesia tidak ada niat melakukan dialog. Jadi saya pikir tidak mungkin.

    Jadi ULMWP lebih fokus menjadi anggota penuh MSG?

    Itu kami target.

    Jika sudah menjadi full member, apa langkah selanjutnya?

    Langkah selanjutnya, akan dibicarakan oleh pemimpin ULMWP dalam diskusi internal. Namun agenda kami yang kami targetkan adalah internationally supervised vote for independence seperti yang sudah dideklarasikan oleh International Parliamentarians for West Papua (IPWP) di London pada 3 Mei kemarin. Jadi kami akan fokus ke sana. Pemerintah Indonesia tidak serius dalam dialog dan kami pikir kami sudahi sampai di situ. Kami harus kembali ke United Nations (UN). Membawanya ke UN.

    LIPI sudah memberikan rekomendasi agar ada dialog antara Jakarta dan Papua. Apa pendapat Anda? Format dialog seperti apa yang diinginkan oleh ULMWP?

    Saya pikir, dialog nasional yang dirumuskan LIPI lebih ke arah dialog internal antara orang Papua dan Jakarta. Lebih menekankan sisi pembangunan dan kesejahteraan. Tetapi kami mengharapkan masalah ini akan kembali ke UN, itu yang akan jadi fokus kami. Sebelumnya kami akan fokus dulu ke full membership bagi ULMWP di MSG, setelah itu baru kami membicarakan bagaimana berhadapan dengan Indonesia.

    Apakah Anda akan berangkat ke Port Moresby?

    Pasti, saya akan berusaha pergi. Untuk sementara ini saya tidak bisa masuk, tetapi karena kami (ULMWP) sudah menjadi anggota MSG, pasti saya akan ke sana. (Catatan: Benny Wenda pernah tidak diizinkan masuk ke Papua Nugini, red).

    Anda sudah pergi ke berbagai negara untuk mendapatkan dukungan, termasuk ke Ghana dan beberapa negara Afrika. Apa saja dukungan yang Anda terima?

    Saya pikir negara-negara ini memiliki sentimen yang sama karena mereka juga lepas dari neokolonialisme. Jadi mereka support kami. Mereka memiliki sentimen yang sama. Mereka simpati pada bangsa Papua. Dan bangsa Papua merupakan bagsa yang ditindas dalam hal ini, dan mereka melihat Papua sebagai koloni, sehingga mereka memberikan dukungan.

    Belakangan ini Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan menemui Tokoh Gereja Inggris, Lord Harries di London yang selama ini mendukung kemerdekaan Papua. Apa pendapat Anda?

    Saya pikir itu tidak apa-apa. Wajar saja jika demi kepentingan negara Indonesia, ia mewakili bangsa, ia bisa pergi kemana saja.

    Editor : Eben E. Siadari

  • Politik Papua Merdeka setelah Kemenangan di MSG dan PIF

    Dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua (TRWP) kami ucapkan selamat memasuki tahun baru 2016, dan selamat Successful Year of 2015. Tugas kita ke depan ada tiga yang pokok: membina hubungan dengan negara-negara Melanesia dengan pendekatan Melanesian Way, membangun solidaritas di Indonesia dan membangun sistem pendanaan yang terpusa, reliable dan auditable.

    Demikian kata Lt. Gen. Amunggut Tabi dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua (TRWP) saat dikontak oleh Papua Merdeka News (PMNews). Berikut petikan wawancara.

    PMNews: Selamat malam, kami minta waktu sedikit.

    TRWP: Selamat malam, selamat Tahun Baru, Selamat meninggalkan Successful Year of 2015 bagi politik Papua Merdeka.

    PMNews: Kami mau bertanya secara khusus terkait dengan isu Kontrak Karya PT Freeport Indonesia dengan kolonial Republik Indonesia yang sulit diperpanjang oleh pemerintah kolonial sampai saat ini. Presiden Direktur Freeport pusat sudah mengundunrkan diri beberapa waktu lalu, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia juga sudah mengundurkan diri awal tahun 2016 ini. Apa yang dapat dipetik oleh perjuangan Papua MErdeka?

    TRWP: Tidak ada sama sekali. Pertanyaan ini harus ditanyakan kepada Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe dan secara khusus kepada Wakil Gubernur Klemen Tinal.

    PT Freeport itukan perpanjangan tangan dari Freeport McMoran Copper & Gold, Inc., BUMN Amerika Serikat yang punya perusahaan di Indonesia. Jadi, apa yang terjadi di dalam Indonesia itu bukan urusan kami.

    PMNews: Kami bertanya karena apakah kesempatan sikap Indonesia yang tidak bersahabat dengan Freepoprt McMoran ini dapat dimanfaatkan oleh TRWP dan teman-teman pejuang Papua Merdeka.

    TRWP: Itu kita harus tanya keapda Freeport McMoran sendiri, apakah mereka berkepentingan melanjutkan pertambangan di Tanah Papua atau tidak. Soalnya kami bukan cari makan, kamu bukan cari muka. Kami mentuntu hak dan kedaulatan hakiki sebagai manusia dan sebagai pemilik hak ulayat Tanah leluhur pulau New Guinea. Jadi sbagai tamu, biak Inodnesia maupun Freeport kalau sama-sama mau aman di Tnaah Papua sebaiknya mereka tahu bahwa mereka dua dalam posisi sebagai pencuri dan penjarah. Jadi, yang terjadi sekarang pencuri yang satu dan yang lain sedang bertengkar jatah makan mereka. Itukan sebuah dram para pencuri yang memalukan peradaban manusia saat ini.

    Indonesia bertiandak seolah-olah Tanah Papua itu tanah ulayatnya, sementara Freeport berkelakuan seolah-olah dia pemilik tanah Papua.

    PMNews: Terimakasih. Kami akan tanyakan tentang posisi Freeport Indonesia dan Freeport McMoran lebih lanjut di waktu lain. Tetapi sekarang kami lanjutkan ke kaitan dengan politik Papua Merdeka di Pasifik Selatan (MSG dan PIF). Apa pandangan TRWP tentang perkembangan yang sudah terjadi, yang disebut tadi sebagai Successful Year of 2015?

    TRWP: Kalau menyangkut tahun kemenangan 2015, maka dari TRWP punya tiga strategi lanjutan:  membina hubungan dengan negara-negara Melanesia dengan pendekatan Melanesian Way, membangun solidaritas di Indonesia dan membangun sistem pendanaan yang terpusa, reliable dan auditable.

    Membina hubungan di sini kami maksudkan tidak sama dengan cara-cara senior kita pendahulu perjuangan Papua Merdeka. Kita harus tampil all-inclusive dan membawa kepribadian rendah hati dan negarawan. Artinya apa? Kita tidak boleh berkampanye di kawasan Melanesia/ PIF dengan cara menjelek-jelekkan satu sama lain, menuding dan menuduh satu sama lain, dan kita juga tidak boleh bersifat memihak secara penuh kepada kelompok atua partai politik tertentu di kawasan ini. Dua hal, satu keberpihakan kita kepada partai politik dan pemimpin lohak dan kedua kebersamaan kita orang West Papua dalam mengkampanyekan Papua Merdeka harus dirombak.

    Kalimat-kalimat seperti, “Kami ini yang benar, mereka itu dipakai Indonesia. Kami betul, mereka dicurigai dipakai CIA” seperti itu haruslah dibuang ke tong sampah. Yang kedua, kita jangan membentuk kelompok pendukung Papua Merdeka atas nama satu partai politik, atau satu pemerintahan. Kita harus berada di luar blok-blok politik lokal. Kita juga harus menghindari terjerumus ke dalam blok-blok kepentingan nasional di masing-masing negara di Melanesia. Kita harus hadir sebagai pembawa Kabar Baik dan Pewujud Mimpi Melanesia bagi ras dan kepulauan Melanesia. Kita harus hadir dengan visi-visi Melanesia-hood dan Melanesia-ness, bukan sebatas West Papua dan OPM dan KNPB dan ULMWP dan sebagainya. Itu semua perlu menjadi pupuk dan penunjang bagi mimpi besar sebuah Kesatuan Pasifik Selatan  yang kuat dan berjaya di 100 tahun sampai 200 tahun ke depan.

    Yang kedua, kita harus membangun dukungan di dalam Indonesia sendiri. Ingat bahwa banyak rakyat Indonesia sebenarnya menginginkan Papua Merdeka. Atau kalau tidak, mereka paling dasar tidak perduli Papua keluar atau tetap di dalam NKRI. Yang menginginkan NKRI harga mati hanya-lah segelintir orang, segelintir elit, dan minoritas dalam politik Indonesia.

    Apa yang telah terjadi selama lebih dari setengah abad, atas nama pembangunan, atas nama nasionalisme, atas nama pertambangan Freeport, atas nama komunisme, dan terorisme semua sudah menjadi pembelajaran berharga bagi umat manusia di Indonesia sehingga sudah ada pandangan yang jelas bahwa memperthaankan West Papua di dalam Indonesia tidak-lah manusiawi, dan jelas menunjukkan neo-colonialism yang nyata di era globalisasi ini.

    Selain itu, rasionalisasi kemerdekaan West Papua sudah dapat diterima oleh orang-orang Indonesia. Oleh karena itu, para pejuang Papua Merdeka mulai berpikir dan berkiprah dengan cara tidak memandang “orang Indonesia sebagai musuh”, tetapi negara Indonesia-lah menjadi musuh kita bersama. Negara Indoneia itu hadir ke muka Bumi bukan menurut peta orang Indoensia, tetapi seauai “Peta Kolonial Belanda”. Oleh karena itu, rakyat Indoneia dan rakyat West Papua harus menentang kolonialisme Belanda dengan merombak peta kolonialisme mereka. Memperthaankan peta kolonialisme ialah perbuatan kaum terjajah paling bodoh di dunia. Oleh karena itu biarpun Indonesia merdeka 1000 tahun, tetapi kemerdekaan menurut peta kolonial Belanda TETAP artinya sama dengan masih dijajah oleh Belanda. Akibat dari bernegara-bangsa dalam peta penjajah Belanda tidak akan pernah menghadirkan rasa keadilan dan  kemakmuran. Indonesia saat ini ditimpa banyak masalah karena Indonesia sedang diusahakan dimakmurkan dalam kerangka peta kolonial.

    Kalau mau merdeka, Anda dan saya harus bongkar peta kolonial, kembalikan kepada peta Allah, peta Pencipta, bukan melestarikan peta penjajahan yang penuh penderitaan dan kemalangan bagi umat manusia sedunia itu.

    Dikaitkan dengan PT Freeport, pejuang Papua Merdeka harus berani menjamin bahwa kerjasama Indonesia dan West Papua sebagai dua negara berdaulat dan bertetangga dalam mengelola sumberdaya alam di Tanah Papua lebih menguntungkan beratus-ratus kali-lipat daripada kita mengikuti peta kolonial yang akibatnya para kolonialis-lah yang menikmati hasil-bumi dan kekayaan alam dari peta-peta kolonial mereka.

    Kita harus berani berhitung sebagai dua bangsa yang pernah dijajah Belanda untuk duduk sama-sama bermufakat untuk mendirikan dua negara yang kuat menentang peta kolonial Belanda dan membangun diri ke depan di luar peta kolonial Belanda, yaitu West Papua, Papua New Guinea, Timor Leste dan Indonesia sebagai negara-negara berdaulat, bekerjasama, dan saling berbagi semua kekayaan dan kelebihan yang kita miliki. Ini pembangunan kawasan orang pintar, ini strategi politik yang harus dirintis di Pasifik Selatan.

    Yang ketiga, para pejuang Papua Merdeka harus punya basis dukungan financial baik di Vanuatu, Solomon Islands dan Papua New Guinea yang diorganisir dalam sistem kementerian negara-negara Melanesia, di bawah pengawasan Kementerian Keuangan dan Kementerian Luar Negeri sehingga semua pengelolaan keuangan untuk Papua Merdeka dapat dimobilisasi dan dapat dipertaunggungjawabkan, artinya dapat diaudit oleh auditor publik maupun auditor negara.

    Dengan dukungan dana yang cukup dan dapat dipertanggungjawabkan, dan dengan strategi politik dan pendekatan kampanye yang kami sarankan ini, kami menunggu tindak-lanjut dari para politisi dan fungsionaris berbagai kekuatan yang memperjuangkan kemerdekaan West Papua, dan terutama oleh United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

    ULMWP sudah harus bertindak sebagai “The Provinsional Government of the Republic of West Papua” saat ini, jangan dia bermain di tingkat parlemen dan aktivisme lagi, tetapi harus lanjut ke tingkat “decision-maing authorities”, yaitu negara-negara dan pemimpin negara-negara.

    PMNews: Sudah banyak hal yang kami terima untuk kali ini. Kami harus laporkan ini. Kami ucapkan banyak terimakasih.

    TRWP: Terimakasih. Terimakasih.

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?