Tag: TPN OPM

  • OPM, TPN/OPM dan Penembakan di Tanah Papua Pasca ULMWP, Logis?

    Ada tiga nama organisasi yang kita orang Papua harus rapihkan, sejalan dengan diterimanya ULMWP sebagai organisasi perjuangan politik dan diplomasi Papua Merdeka. Organisasi ini tidak hanya diakui oleh orang Papua di West Papua, tetapi juga orang Papua di seluruh pulau New Guinea dan orang Melanesia. Bukan orang Papua dan Melanesia saja, tetapi negara-negara Melanesia dan negara-negara di Pasifik Selatan, yang disebut kawasan Oceania, dan bahkan di seluruh dunia telah mengakui ULMWP.

    Sekarang di dalam negeri kita diupayakan oleh NKRI untuk dipertentangkan dengan ingatan dan logika kita tentang organisasi selain ULMWP, yaitu TPN/OPM, OPM dan organisasi lainnya.

    1. Kata mereka 1 Juli adalah HUT OPM,
    2. kata mereka 1 Desember adalah HUT OPM,
    3. kata mereka penembakan di Lanny Jaya dilakukan oleh OPM,
    4. kata mereka 100 anggota TPN/OPM menyerah di HUT NKRI ke-71 di Puncak Jaya

    Ya, itu kata mereka, bukan?

     

    Lalu, apa kata orang Papua? Apa kata para pejuang Papua Merdeka? Apa kata organisasi yang selama ini memperjuangkan kemerdekaan West Papua?

    Kita sebagai individu, organisasi, yang memperjuangkan kemerdekaan West Papua sudah waktunya bertanya kepada diri sendiri dan menjawab kepada diri sendiri pula:

    1. Kalau sudah ada OPM, mengapa harus perlu ULMWP kemarin?
    2. Kalau sudah ada OPM, mengapa justru ULMWP yang mendaftarkan diri ke MSG dan diterima di sana kemarin?
    3. Kalau sudah ada ULMWP, bukankah OPM itulah yang sekarang bernama ULMWP hari ini?
    4. Kalau OPM itulah ULMWP hari ini, maka apakah tugas ULMWP: berperang di hutan atau berpolitik dan berdiplomasi di pentas politik dan diplomasi dunia?
    5. Kalau sudah ada ULMWP hari ini, mengapa masih ada OPM di Tanah Papua hari ini? Siapa yang pelihara OPM di Tanah Papua hari ini?
    6. Kalau sudah ada ULMWP, mengapa masih ada organisasi TPN/OPM? Apa ini organisasi politik atau organisasi gerilya militer? Apa pernah ada organiasi perjuangan di dunia yang banci seperti ini: mau bilang militer salah, mau bilang politik juga salah, karena namanya TPN/OPM?
    7. Kalau sudah ada ULMWP hari ini sebagai nama baru dari OPM, mengapa masih ada juga TPN/OPM hari ini di Puncak Jaya?
    8. Kalau ULMWP berdiplomasi menyambung pekerjaan OPM untuk diplomasi dan politik mengapa OPM dibilang masih menembak orang di Lanny Jaya?

    Konservatiasme dalam perjuangan sangatlah penting, tetapi yang lebih penting ialah konservatisme SETELAH kemerdekaan dan bukan sebelumnya. Di era revolusi, kita harus progresif dan agresif, tidak konservatif. Kita menjadi ekor dari sebuah perkembangan, secepatnya menyesuaikan diri, secepatnya menyambut bola, secepatnya berkamuflase. Yang menginginkan status quo itu biasanya kaum penjajah.

    Di Era ULMWP ini, yaitu sejak ULMWP diterima oleh manusia dan makhluk lain di seluruh dunia, menjadi hal yang aneh luarbisa kalau OPM masih menembak orang di Tanah Paupa, menjadi aneh lagi kalau ada TPN/OPM menyerahkan diri.

    “Biar anjing menggonggong, sebaiknya kafilah tetap berlalu”, kalau tidak kita jadi bodoh sama dengan mereka nanti.

  • Legislator: Stop Jual Rakyat Dengan Stigma OPM untuk Jabatan

    Jayapura, Jubi – Legislator Papua, Deerd Tabuni mengingatkan para pihak yang ada di wilayah pegunungan tengah Papua, khususnya Puncak Jaya tak melakukan berbagai manuver untuk kepentingan jabatan, termasuk mengklaim berhasil membuat para anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) di wilayah itu turun gunung.

    Ia mengatakan, jangan menjual rakyat demi kepentingan jabatan dan materi. Aparat kemanan juga perlu jeli melihat kondisi itu. Jangan langsung percaya jika ada pejabat yang mengklaim berhasil membujuk anggota OPM turun gunung. Harus dilihat apakah mereka itu benar-benar anggota OPM atau bukan.

    “Kepada pimpinan aparat keamanan jeli melihat mana sebenarnya OPM yang harus turun gunung, mana yang bukan. Jangan menyamaratakan semua. Misalnya saja beberapa waktu lalu diberbagai media ramai diberitakan sembilan anggota OPM turun gunung dan menyerahkan senjat mereka. Mereka kemudian dibawa ke Jayapura dan Jakarta. Namun ternyata, tak ada senjata yang mereka serahkan,” kata Deerd Tabuni, Minggu (21/8/2016)

    Menurutnya, rangkaian dari itu, 6 Agustus lalu, dua orang yakni Tidiman Enumbi, gembala jemaat salah satu jemaat di Tinggi Neri dan Terinus Enumbi salah satu dari sembilan orang yang dinyatakan turun gunung lalu dipaksa menyerahkan senjata.

    Kata Deerd yang menyatakan masih ponakan dari pimpinan OPM, Goliat Tabuni, Tidiman dan Terinus diancam jika tak menyerahkan senjata akan ditangkap. Padahal semua senjata ada di markas Goliat Tabuni.

    “Data akurat yang kami dapat ada 127 pucuk senjata berbagai jenis di markas Goliat. Akibat dipaksa menyerahkan senjata, dua pihak keluarga nyaris bentrok. Menghindari bentrok, Goliat Tabuni menyerahkan pistol yang dirampas Terinus Enumbi dari aparat kemanan beberapa waktu lalu untuk dikembalikan,” ucapnya.

    Ia menduga ini ada permainan yang dimainkan pejabat di daerah untuk kepentingan jabatan. Politisi Golkar meminta Bupati Puncak Jaya, Henock Ibo tak berlebihan. Jangan menjual rakyat di wilayah pegunungan.

    “Saya harap bupati Henock Ibo tak menjual rakyat untuk kepentingannya. Isu lalu, Rambo Wenda dan Purom Wenda menyatakan mendorong dia jadi bupati. Tapi setelah jadi bupati, justru dia Rambo dan Purom. Itu kesaksian Rambo dan Purom. Jangan merebut jabatan dengan cara-cara tak benar. Ini saya lihat sudah jual masyarakat untuk jabatan,” katanya.

    Dikatakan, pihaknya tak membatasi siapapun anggota OPM yang ingin turun gunung. Itu hal baik jika mereka ingin kembali ke masyarakat. Namun jangan menyamaratakan semua masyarakat.

    “Jangan hanya orang gunung yang dicap OPM. Jangan mencari makan dan jabatan dengan cara-cara tak benar. Ini proyek. Ini untuk kepentingan pribadi dan jabatan. Sebagai anak dari wilayah pegunungan tengah Papua, saya harus menyikapi ini,” imbuhnya.

    Legislator Papua lainnya, Laurenzus Kadepa menyatakan, hampir setiap tahun selalu ada informasi yang menyebut puluhan, belasan hingga ratusan anggota OPM turun gunung. Kembali ke pangkuan NKRI. Namun toh hingga kini OPM tetap eksis.

    “Tak ada habis-habisnya. Saya tidak tahu siapa tipu siapa. Siapa yang dapat untung. Ini masih cara-cara lama,” kata Kadepa kala itu. (*)

  • Amunggut Tabi: Tinggalan Egoisme Individualis dan Mari Sepenuhnya Dukung ULMWP

    Amunggut Tabi dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua menyatakan memang “perjuangan dan pengorbanan ialah dua sisi mata uang yang satu“. Setiap perjuangan pasti ada pengorbanannya, tetapi kita harus mengajukan tiga pertanyaan penting:

    1. Pengorbanan apa yang pantas pada waktu kapan?
    2. Berapa banyak dan berapa lama pengorbanan harus kita berikan? dan
    3. Apakah pengorbanan itu dipersembahkan secara berencana ataukah sporadis?

    Amunggut Tabi kembali mengajak semua pejuang dan aktivis, organisasi dan tokoh Papua Merdeka untuk belajar dari Persipura Jayapura dan Persiwa Wamena, dari kesebelasan di dunia seperti Barcelona dan Mancester City.

    Yang harus diperhatikan ialah “irama” dan “momentum”, karena keduanya tidak selalu sama setiap saat. Itulah sebabnya semua pihak harus sadar, bahwa irama saat ini ialah “Irama Melanesia-hood”, dan momentum saat ini ialah “momentum MSG dan ULMWP”. Oleh karena itu, semua pihak, termasuk TRWP, PNWP, KNPB, AMP, DeMMAK, FNRPB, OPMRC, TPN-PB, TPN/OPM, siapapun, di manapun, semua harus memainkan peran masing-masing sesuai dengan “irama” dam “momentum” ini.

    Dari sini kita tahu “pengorbanan apa yang pantas” untuk waktu ini, bukan? Kita harus berjuang, bukan dengan aksi-aksi militeristik dan premanisme politik, kita harus bermain secara elegan dan presentable kepada pentas diplomasi regional dan global. Kita harus memainkan politik ini menjadi sebuah “fashionable issue” di kawasan dan secara global.

    Untuk membuatnya menjadi “fashionable” dan elegan, maka semua pihak harus “menahan diri” dan “memberikan kepercayaan sepeunuhnya kepada ULMWP untuk memainkan perannya. NRFPB, PNWP, KNPB, TPN-PB, TRWP jangan bawa diri ke sana kemari mengatasnamakan kelompok kecil lagi. Kita harus persembahkan “waktu ini, 2015-2017” untuk ULMWP agar embrio ini terbentuk menjadi telur, dan tahun-tahun berikutnya telur dimaksud menetas dan menjadi anak.

    Mempersembahkan untuk perjuangan bukan hanya harga dan nyawa, dan tenaga kita, ia berarti juga “menghilangkan jejak pribadi dan organisasi kita atas nama kebersamaan untuk tujuan bersama kita”. Persembahan yang mulia, kalau demi kepentingan bersama kita berani dengan sengaja menghilangkan nama-nama, identitas dan slogan-slogan kelompok kecil.

    Terlihat banyak aktivis KNPB, PNWP, TPN-PB, WPNCL dan sebagainya keluyuran melakukan wisata politik ke sana-kemari, mendukung ULMWP tetapi sebenarnya mereka membawa agenda pribadi mengobati egoisme masing-masing adalah sebuah wisata yang konyol, karena itu tidak menyehatkan buat embrio politik kita bersama: ULMWP.

    Justru cara ini membunuh embrio kita, yang kita lahirkan. Kita menjadi kanibal politik, membunuh anak politik yang kita lahirkan sendiri. Itu sejarah hidup dari perjuangan Papua Merdeka, bukan? Itu wajah tokoh Papua Merdeka selama ini, bukan? Pendiri OPM menyerahkan diri, bukan? Tokoh OPM menjadi pelayan NKRI, bukan? Mendirikan OPM, lalu bubar dan mendirikan cabang-cabang OPM, bukan? Kanibalisme Politik dalam sejarah perjuangan West Papua sangat menyedihkan. Oleh karena itu surat ini kami dari TRWP sampaikan sebelum embrio ULWMP ini terlanjur dimakan mati oleh organ-organ dan tokoh-tokoh perjuangan Papua Merdeka sendiri.

    Kita berulang kali melakukan Politik Bunuh Diri (commit suicidal politics) karena kita tidak tahu mengelola egoisme individualisme kita. Kita tidak sanggup mengelola keberagaman organisasi perjuangan dan suku-bangsa kita. Kita belum mampu melihat perbedaan ini sebagai modal dasar. Kita mengatasnamakan perjuangan, kita mengatasnamakan organisasi, tetapi sebenarnya yang kita lakukan ialah memupuk dan mengobati “egoisme individualis” oknum aktivis dan tokoh Papua Merdeka.

    Makanya, kalau berani mengalahkan dan percaya bisa mengalahkan NKRI, maka pertama-tama “harus berani, dan pastikan sudah mengalahkan egoisme individualistik pribadi dan kelompok”. Kalau tidak, jangan coba-coba bermain di air keruh, jangan coba-coba berwisata politik seolah-olah atas nama West Papua. Karena kami dari Rima Raya New Guinea telah menjadi guru-guru perjuangan, dari pengalaman hidup pribadi dan dari pengalaman hidup organisasi perjuangan yang penuh dengan resiko pertumpahan darah dan nyawa orang Papua sendiri.

    Kami berikan catatan ini karena kami sudah melihat fenomna yang menghawatirkan. Kami saksi hidup! Kami sendiri telah menjalani dan telah sanggup melewati babak gelap dan kelam dalam perjuagnan ini.

    Dengan mengelola egoisme individualis yang mengatasnamakan, maka kita bisa memperpendek atau juga memperpanjang rentang waktu perjuangan Papua Merdeka. Mengapa Timor Leste yang mulai berjuang 10 tahun setelah perjuangan kemerdekaan West Papua dimulai saja sudah puluhan tahun duluan merdeka? Bukankah itu karena kita belum sanggup mengalahkan egoisme dan individualisme diri sendiri?

    Untuk mengetahui berapa lama dan berapa sumberdaya, kita haruslah punya “Anggaran Belanja Perjuangan Papua Merdeka”.

    Di dalam negeri kita sudah menang, di dunia maya kita sudah menang, di kawasan Melanesia kita juga sudah menang. Di Pasifik Selatan juga kita pemenang. Yang belum kita kalahkan ialah “individualisme” perseorangan dan individualisme kelompok kecil.

    Seharusnya, setelah ULMWP berdiri, secara teori, begitu ULMWP diterima ke dalam keluarga besar MSG, kita semua harus serta-merta menanggalkan atribut, nama dan embel-embel organisasi kita. Kita harus menyatukan barisan, mengatur nada dan irama, mengoptimalkan momentum ini demi kemerdekaan West Papua.

    Sekarang saatnya ULMWP muncul sebagai sebuah organisasi perjuangan, sebagai sebuah Lembaga Resmi menuju sebuah Pemerintahan West Papua. ULMWP harus berani membuka diri, menerima semua pihak orang Papua, baik pro-NKRI maupun pro-Papua Merdeka. ULMWP ialah wadah orang-orang West Papua, karena itu dalam kepengurusannya harus melihatkan semua orang Papua, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, baik di kota dan kampung maupun di hutan-rimba.

    Kita harus belajar dari teladan yang telah diberikan oleh teman-teman seperjuangan kita yang kita selama ini sebuat sebagai “Kelompok-14”.  Demi kepentingan bersama, mereka secara stuktural dan sistematis telah meninggalkan atribut Bintang Empatbelas dan mendukung Bintang Satu dalam rangka agenda bersama mengusir penjajah. Tokoh Papua Merdeka dan organisasi Papua Merdeka lain harus belajar dari mereka.

    Perjalanan yang pahit, sungguh pahit antara kelompok gerilyawan Pemka dibawah komado Jacob Hendrick Pray dengan Komando Markas Victoria (Marvic) di bawah komado Seth Jafeth Roemkorem telah berakhir setelah para perwira TRWP yang telah menjelma dari barisan Pemka bersama tokoh politik mereka, Dr. OPM John Otto Ondawame bersatu dan membangun WPPRO bersama barisan OPM Marvic Senior OPM Andy Ayamiseba dan Senior OPM Rex Rumakiek di Port Vila, Republik Vanuatu tahun 2004 dan 2005.

    Terbentuklah WPNCL, sebagai wujud dan bukti persatuan antara OPM Pemka dan OPM Victoria.

    Dengan persatuan kubu gerilyawan, maka telah tiba saatnya untuk bersatu membangun harmonisasi dengan kelompok Bintang-14. Dan ULMWP ialah hasil dari harmonisasi, dan “pengorbanan nyata” dari semua pihak, terutama pengorbanan identias dan organisasi masing-masing untuk kebersamaan. Orang Papua sudah sanggup mengorbankan nyawa, harga, waktu dan identitas organisasi masing-masing demi kepentingan bersama: Papua Merdeka.

    Kami dari Tentara Revolusi West Papua, sejak tahun 2000 telah memberikan mandat penuh agar bergulir sebuah proses politik dengan memberikan Surat Mandat kepada PDP dan AMP (Aliansi Mahasiswa Papua), perjuangan lewat Free West Papua Campaign. Lebih-lebih tahun 2006, dengan pemisahan organisasi politik dan militer, maka Tentara Revolusi West Papua memfokuskan diri semata-mata untuk perjuangan dengan mengangkat senjata, menjauhkan diri dari segala bentuk dan kegiatan sipil dan politik, membatasi diri kepada memberikan dukungan moril dan doa.

    Sekarang kita sudah punya ULMWP. Sekarang saatnya untuk kita masing-masing

    • mengorbankan egoisme individualis pribadi masing-masing tokoh
    • mengambil langkah-langkah strategis dan taktis dalam rangka menyelamatkan ULMWP sebagai embrio Pemerintahan Negara West Papua.

    Untuk itu, kami dari rimbaraya New Guinea, atas nama tulang-belulang, leluhur, anak-cucuk Pencipta Langit dan Bumi, menyerukan kepada semua pihak untuk

    menyatukan barisan dan mendukung semua kebijakan ULMWP, mendukung dengan sepenuhnya dalam doa, dana, waktu dan tenaga.

    Dikeluarkan di: Secretariat-General TRWP, MPP

    Pada Tanggal: 18 Juli 2016

    An. Panglima Tertinggi Komando Revolusi,

     

     

    Amunggut Tabi, Lt. Gen. TRWP
    BRN: A.DF 018676

     

     

  • Argumen NKRI: Ide Papua Merdeka Sudah Tidak Relevan Lagi

    Kalau sudah tidak relevan lagi, maka apa yang tetap relevan “NKRI Harga Mati?” Sangat tendensius, rasis dan fascis? Mengapa Melayu-Indonesia boleh merdeka tetapi Melanesia-Papua sudah tidak relevan lagi bicara Papua Merdeka?

    Sangat ketinggalan zaman dalam konsep berpikir, karena kemerdekaan ialah hak segala bangsa, seperti ditulis sendiri oleh NKRI di dalam UUD 1945 mereka. Buktinya Inggris saja baru kemarin merdeka dari Uni Eropa. Merdeka bukan barang haram, bukan barang baru! Kalau haram, mengapa Indonesia merdeka dari Belanda? Kalau sudah bukan zamannya, mengapa Inggris sudah merdeka dari Uni Eropa, mengapa Skotlandia bicara referendum? Mengapa Irlandia Utara bicara referendum kemerdekaan? Siapa yang sudah tidak relevan: NKRI dengan segala dalilnya, ataukah ide Papua Merdeka?

    Pada tahun 2000, pernah beredar di kalangan Aliansi Mahasiswa Papua (waktu itu organisasi Pemuda lain tidak ada di Tanah Papua), hanya ada TPN/OPM dan AMP.  Isu yang disebarkan oleh intelijen NKRI itu mengatakan bahwa akhir tahun 2000 ialah batas terakhir PBB berikan izin kepada seluruh bangsa di dunia untuk merdeka dari penjajahan. Kalau lewat dari tahun 2000, maka tidak ada satupun bangsa di dunia ini yang akan didengarkan kalau berbicara kemerdekaan.

    Akibatnya apa?

    Theys Eluay dkk kebakaran jenggot! AMP kelabakan! TPN/OPM turun ke kota Port Numbay per tanggal 1 Desember 2000.

    Ternyata apa? Enembalas tahun kemudian, tahun 2016, Inggris merdeka dari Uni Eropa. Ternyata pada tanggal 21 Mei 2006, Serbia dan Montenegro berpisah, karena Montenegro menyatakan diri merdeka.

    Jadi, “Kapan tidak relevannya?” Siapa bilang “tidak relevan lagi?”

    Bukankah ini sebuah retorika kampungan? Bukankah ini logika kanak-kanak? Apalagi, kalau ada orang Papua percaya degnan logika kanak-kanak dan kampungan ini, maka mereka lebih buruk daripada kampungan dan kanak-kanak.

  • HUT OPM, HUT TPN/OPM atau HUT Proklamasi Kemerdekaan West Papua?

    Baca semua berita yang dikeluarkan oleh kolonial NKRI, termasuk media terkemuka di Tanah Papua seperti Tabloid Jubi, Papua Pos, Bintang Papua dan Cenderawaasih Pos, setiap 1 Juli diturunkan judul “HUT OPM…”. Di media-media lainnya, ada yang mengeluarkan pernyataan “HUT TPN/OPM” dan “HUT TPN-PB”. Media yang dikelola oleh orang Papua sendiri menyatakan 1 Juli 1971 sebagai Hari Proklamasi Kemerdekaan Negara West Papua.

    Lalu ada yang bertanya, “Kalau begitu bagaimana dengan 1 Desember 1961″ yang sejak tahun 2000 dideklarasikan sebagai Hari Kemerdekaan West Papua?” Jawabannya sudah jelas disampaikan oleh berbagai media, 1 Desember 1961 ialah Hari Perkenalan dan Peresmian Nama Negara, Nama Bangsa dan Atribut Negara Lainnya seperti Lagu Kebangsaan, batas Wilayah dan Bendera Negara. Ini jelas-jelas bukan Hari Proklamasi Kemerdekaan.

    Ada lagi pertanyaan lanjutan di sini, “Orang Papua menggunakan HUT Kemerdekaan West Papua, tetapi NKRI dan media antek mereka menggunakan istilah HUT OPM, apa artinya dan apa maksudnya?

    PMNews menyadari penuh bahwa begitu manusia dirubah pola pikirnya dan disajikan dengan informasi yang selalu salah setiap saat, maka akhirnya kita menjadi terbiasa dengan yang salah dan menerima yang salah itu seolah-olah sebagai tidak salah, akhirnya bisa saja kita katakan yang salah tadi benar.

    Pertanyaan berikut ialah, “Mengapa NKRI dan media anteknya gemar dan suka menggunakan OPM padahal orang Papua sendiri sudah lama tidak menggunakan OPM lagi?”

    Seharusnya pertanyaan berikut yang secara pandai diperbincangkan dan ditelusuuri oleh orang Papua dan Organisasi Perjuangan Papua Merdeka  ialah “Siapa yang sebenarnya mencetuskan nama OPM dan kapan, dan di mana OPM mulai digunakan? Mengapa NKRI kok terus bertahan dengan media antek-anteknya menggunakan nama OPM, padalah orang Papua sudah punya ULMWP?” 

    Orang Papua seharusnya pandai membaca apa yang dilihat, apa yang didengar, dari mana asalnya, kapan datangnya, dan di balik semua itu, apa tujuannya.

  • Papua Merdeka TIDAK untuk Mewujudkan Masyakat Papua yang Adil dan Makmur!

    Pada bulan 10 Juni 1999, Utusan Khusus Gen. TPN/OPM Mathias Wenda ke Uni Eropa pernah ditanya oleh seorang aktivis lingkungan di Negeri Belanda, saat melakukan diskusi publik tentang perjuangan kemerdekaan West Papua

    “kenapa kalian mau merdeka? saya rasa kalian lebih bagus dengan Indonesia, sebab kalau kalian merdeka, nanti banyak perang suku, dan nanti bagaimana kalian bangun kehidupan yang sejahtera sebagaisebuah negara merdeka?”

    Bandingkan pertanyaan/ pernyataan ini dengan apa yang dikatakan oleh salah satu Anggota Cyber Army bentukan Menteri kolonial Indonesia Luhut Binsar Panjaitan,

    Papua tra akn prnh merdeka kawan. tra usah di provokasi jg kalian su baku bunuh. Ko sering lihat to perang antar suku. Apa jadinya klo tra ada aparat keamanan. Klian mati semua baku bunuh. NKRI telah mengajarkan peradaban pda kita semua. Kalian merasa terjajah dlm hal apa ? Ekonomi ? Budaya ?atau apa kawan ? We pkir lah pake otak, ini jaman modern. Tra ada di di penjuru bumi ini yg tra merasakan hal semacam itu. Semua orang merasakan kawan. Ko pkir stelah ko merdeka, trus ko bs kaya bs sejahtera ? Ngimpi. Yg terjadi mlh sebaliknya. Dgn taraf pndidikan kalian sj tra bs bkin kalian sejahtera. Yg ada ko gantian di jajah australia dgn USA. ko lihat timor leste skarang, yg katanya lautnya kaya minyak, minyaknya su dirampas australia tanpa ada pembagian yg menguntungkan bgi timor leste. australia dong blg itu adalah harga krn tlh bantu timor leste merdeka. Dan skrang yg hrus kita lakukan adalah memikirkan caranya bgmna agar masyarakat papua itu bs sejahtera. Krna merdeka adalah hal yg mustahil [http://papuanews.id/2016/06/14/penistaan-knpb-terhadap-masyarakat-dan-mahasiswa-papua/]

    Kapten TPN/OPM Amunggut Tabi sebagai prajurit yang masih dalam perjalanan pertama mengenal pentas politik global, yang baru mengenal kondisi Negeri Belanda langsung menjawab pernyataan pemuda Belanda tadi,

    Saya ucapkan terimakasih kepada Anda karena mengajukan pertanyaan yang sangat penting, maha penting. Pertanyaan Anda sangat berhubungan dengan realitas yang ada di Tanah Papua, yaitu realitas yang Anda tangkap sebagai orang asing. Realitas itu adalah bahwa orang Papua rentan dengan perasng suku, dan karena itu lebih bagus dikendalikan oleh orang Indonesia, dan kedua bahwa orang Papua sendiri masih sangat primitif dan oleh karena itu lebih baik dibangun oleh Indonesia.

    Kedua pandangan ini benar, tetapi ini kebenaran “asumsi” dan “reka-rekaan”. Kebenaran yang sebenar-benarnya ialah bahwa orang Papua semuanya sudah beragama, beradab, demokratis dan bermartabat. Perang suku yang terjadi seperti disiarkan di Tanah Papua adalah perang suku buatan NKRI, ciptaan mereka sendiri.

    Sebagian insiden yang mereka katakan “perang suku” adalah sebenarnya perang melawan kolonialisme Indonesia. Kami tidak punya media, jadi mereka merekam dan menyiarkan perang kemerdekaan dan menyebutnya perangsuku.

    Kita perlu sadari bahwa tahun 1999 itu tidak ada Handphone, tidak ada Internet seperti sekarang, tidak ada keterbukaan informasi sama sekali. Pada waktu itu Mathias Wenda adalah Panglima Tertinggi TPN/OPM, dan Amunggut Tabi hanyalah seorang Komandan Pleton yang ditugaskan ke Eropa untuk merintis pusat pergerakan kemerdekaan West Papua. Hasilnya seperti yang Anda lihat hari. Sudah hampir 20 tahun lalu.

    Waktu itu Otsus Papua belum diberlakukan.

    Sekarang kita simak pernyataan seorang anggota pasukan Cyber Army kolonial NKRI di situs propaganda mereka papuanws.id seperti dikutip di atas. Dia menyampaikan DUA HAL YANG SAMA, dua isu yang sama, yaitu pertama menyangkut (1) perang suku; dan (2) keterbelakangan orang Papua untuk membangun dirinya dari kemiskinan, kemelaratan, dll.

    Percakapan agen NKRI ini mengemukakan dua hal yang sama, yaitu menyangkut bahaya perang suku dan bahaya kemelataran setelah Papua Merdeka.

    Menanggapi kedua keprihatinan ini, Amunggut Tabi dengan santun dan otak dingin mengatakan:

    Terimakasih banyak, karena apa yang dikatakan di sini merupakan realitas yang “ditangkap” oleh masyarakat internasional. Tanpa saya tahu ini, saya akan keliru menyampaian pesan dari tua-tua adat saya.

    Untuk menjelaskan ini, saya perlu tegaskan bahwa perang-suku di Tanah Papua telah berakhir sejak misionaris datang dan memberitakan Injil keselamatan yang mendamaikan antara manusia dengan Tuhan, dan antara manusia dengan manusia. Sejak Raja Damai itu bertahta di Tanah Papua, tempat itu menjadi Tanah Damai. Itu realitas terkini. Gambaran yang disampaikan tadi ialah realitas tahun 1960-an, yang waktu itu dikenal Belanda sebelum meninggalkan Tanah Papua karena diusir oleh Amerika Serikat.

    Per hari ini, di Tanah Papua itu yang ada ialah kedamaian, damai sejahtera di dalam hati, di dalam jiwa, di dalam komunitas, di dalam kebersamaan.

    Diantara itu, hanya ada satu unsur yang tidak mau tinggal damai dengan orang Papua, yaitu ABRI, tentara dan polisi dilatih untuk berperang dan membunuh, jadi kalau ada kedamaian, mereka selalu berjuang keras menciptakan kekerasan dan peperangan, mereka selalu menikmati kematian orang Papua.

    Saya tidak tahu sejak Indonesia masuk ke Tanah Papua, berapa orang Papua mati karena perang suku. Tetapi saya punya data, ini ada paper, yang tulis orang Belanda sendiri, tentang pembunuhan-pembunuhan orang Papua oleh Indonesia. Jadi, yang bikin kacau di Tanah Firdaus (Paradise Land) ialah NKRI, bukan antar suku, bukan antar orang Papua.

    Kemudian Amunggut Tabi melanjutkan tentang “Adil dan Makmur” dan anggapan bahwa orang Papua tidak mampu mewujudkan keadilan dan kesejahteraan setelah merdeka.

    Perlu diperhatikan bahwa percakapan di Belanda ini terjadi hanya 2 bulan sebelum referendum Timor Leste (Agustus 1999). Oleh karena itu komentar orang Belanda tadi tidak mengambil contoh Timor Leste yangsudah merdeka, sedangkan komentar Cyber Army Indonesia pada Juni 15, 2016 menyebutkan Timor Leste sebagai contoh bahwa kemerdekaan orang Melanesia justru tidak akan memakmurkan orang Papua.

    Amunggut Tabi menjawab waktu itu, dan menjawab hari ini kepada anggota Cyber Army, bahwa

    tujuan akhir, dan cita-cita kemerdekaan West Papua bukan kemakmuran, bukan keadilan, bukan kekayaan, bukan kesejahteraan. Ini hanya proses menuju tujuan akhir, yaitu kehidupan yang harmonis di antara semua makhluk ciptaan Tuhan.

    Keharmonisan akan hadir sendiri dengan ada keadilan, pemerataan, kebersamaan, kearifan, maka keharmonisan hadir secara otomatis.

    Orang Papua tidak mau jadi kaya, tidak mengejar kekayaan. Orang Papua tidak perlu dengan emas dan perak di Tembagapura. Kalau mau, saya akan minta tua-tua Adat Papua serahkan kepada Belanda saja kalau mau, atau kepada Indonesia kalau mau, atau kepada Amerika Serikat.

    Kami tidak butuh, tidak mengejar, dan tidak berdoa untuk menjadi kaya. Yang kami mau hanya satu, satu saja, yaitu NKRI keluar dari Tanah leluhur bangsa Papua.

    Saya sanggup menjadi jaminan, sampai riwayat bangsa Papua berakhir, bahwa saya sanggup menandatangani perjanjian penyerahan emas dan perak dari Tanah Papua, tetapi jangan gadaikan bangsa saya ke dalam penjajahan NKRI hanya gara-gara emas dan perak itu.

    Dengan mengakhiri jawaban ini, di hadapan semua orang yang mendengarkan dia langsung berdoa dengan menundukkan kepala, kepada Tuhan

    Yang Tuhan Bapa di Surga, suruhlah orang Belanda, orang Indonesia, orang Amerika Serikat, untuk datang ambil emas, perak, tembaga, nikel, uranium, gas, apa saja yang ada di dalam perut Bumi Cenderawasih. Saya serahkan kepada Tuhan, supaya suruh mereka datang ambil saja. Tetapi aku mohon di dalam Nama Yesus, Raja Damai semesta alam, Tokoh Revolusioner Sentral  semesta alam dan sepanjang masa, Yesus Kristus, supaya kedamaian, kenyamanan, martabat, jatidiri bangsa Papua jangan turut dicuri dan diambil. Kami hanya mau hidup damai dan aman di Tanah leluhur kami, yang telah Kau tempatkan buat kami. Biarlah sekalian bangsa hidup di tanah leluhur mereka, dan saling menghargai, salng membantu, sebagai sesama bangsa, sesama umat-Mu. Janganlah Indonesia mengulangi kesalahan Belanda menjajah bangsa lain demi kepentingan perut: emas dan perak, mengorbankan kedamaian yang telah pernah kami miliki, dan ingin meraihnya kembali di dalam Negara West Papua. Dalam Nama Yesus, amin!

    Begitu “Amin!” ternyata sang prajurit TPN/OPM telah kebanjiran air mata, tidak dapat ditahan lagi.

    Setelah “Amin”, Tabi kembali tegaskan

    Jadi, Papua tidak minta roti, kami minta Raja Damai bertahta di atas Tanah Firdaus itu, karena di situ tempatnya. Di sini, di Eropa, Yesus sudah ditolak mentah-mentah, banyak pelacuran, banyak narkoba, banyak kekacauan. Kemerdekaan West Papua punya warna yang berbeda, jangan samakan kami dengan negara Indonesia, jangan samakan cita-cita duniawi Indonesia adil dan makmur dengan cia-cita ilahi “keharmonisan” untuk Tanah Papua.

  • OPM Iginkan Adanya Keadilan

    KEEROM – Jubi – Sampai saat ini, Organisasi Papua Merdeka (OPM) menilai Pemerintah belum menjamin keadilan maupun perdamaian bagi rakyat Papua. Untuk itu .TPN- OPM akan menyampaikan kepada Pemerintah Pusat, Provinsi Papua maupun Kabupaten Keerom tentang kebijakan negara dalam pembangunan program percepatan maupun segala bentuk pembangunan yang ada di Papua, sehingga OPM mengiginkan keadilan dan perdamaian di Tanah Papua.

    Hal tersebut diungkapkan Panglima Jenderal TPN- OPM Militer 1 Wilayah Mamta, Agustinus Chris

    .Untuk itu lanjutnya, OPM akan menekankan kepada pemerintah tentang kedamaian. OPM mengatakan, di Tahun 2015 lalu, OPM telah menyampaikan dekrit kembali kepada undang- undang dasar 1971. dimana Organisasi Papua Merdeka (OPM) merupakan organisasi Induk, yang memiliki sayap pertahanan militer tentara pembebasan yang sedang menduduki di seluruh tanah air. Dan Satu hal yang saya sangat dirindukan oleh OPM adalah keamanan dan keadilan.

    Dikatakan, markas Victoria yang didirikan oleh pendidiri OPM yaitu Yakob Pray, dengan tujuan pepera tidak adil. “ Jadi saya katakan tentang OPM bukan suatu gerakan GPK, tapi Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah menuntut keadilan dan kedamaian maupun kemanisme internasional. Jadi TNI, Polri maupun Pemerintah yang mengatakan OPM sebagai GPK tidak benar. Sebab OPM hanya mempertahankan identitas bangsa Papua Barat di negerinya sendiri dan ini merupakan norma dan keadilan, kebenaran dan kejujuran. Maka OPM adalah penentang Pepera,” tegasnya kepada wartawan saat ditemui di wilayah Perbatasan RI- PNG, Kampung Skopro, Distrik Arso Timur, Kabupaten Keerom, Senin (16/5) kemarin.

    Dijelaskan, pada tanggal 1 Mei 2016 lalu, terjadi reaksi yang dilakukan oleh rakyat Papua tentang 1 Mei, adalah penyerahan administrasi dari Belanda ke Indonesia. Dengan perjanjian bahwa 1969 akan diadakan pemilihan umum.

    “Apakah Papua mau merdeka atau mau bergabung dengan Indonesia. Tetapi pada saat itu, satu suara satu Orang. Namum telah diganti oleh Pemerintah Pusat menjadi bukan satu suara satu Orang, tapi menjadi musyawarah. Musyawarah dalam arti, satu Orang mewakili ribuan orang untuk menentukan nasib. Tapi dalam satu Orang itu, bukan memihak bangsa Papua, tapi memihak bangsa Indonesia,”ujar Agustinus.

    Dengan kejadian itu akan menjadi soal pokok bagi rakyat Papua, sehingga berdirinya Organisasi Papua Merdeka (OPM). “ OPM berdiri karena bukan suara satu Orang. Apabila telah terjadi bahwa Tahun 1969 semua mengakui bahwa Orang Papua tetap dengan Indonesia, maka OPM dibawah pendiri OPM Jakob Pray memproklamasikan kemerdekaan negara Papua Barat 1971 di Waris, Kabupaten Keerom. Jadi OPM 1971 dengan 1 Juli 1971 penentang pepera dan menganggap tidak adil,” teganya.

    Untuk itu, OPM menyampaikan kepada Pemerintah Pusat, apakah telah berpikir soal ini, karena sebagai negara demokrasi, bahwa pepera 1 suara satu Orang belum menyentuh. Jadi agenda OPM pencabutan, pencucikan, menghabiskan 1969 perlu dihapuskan dari perserikatan bangsa- bangsa, karena itu merupakan tujuan dari gerakan OPM untuk menghapuskan karena menganggap tidak menyentuh hukum dan kemanisme peraturan internasional, mengenai satu suara satu Orang, sehingga pihak OPM menekan dan mempertayakan kepada Pusat,”bebernya.

    Apabil pemerintah Pusat tetap mempertahankan bahwa Papua bagian dari NKRI, melalui satu suara satu Orang, maka OPM peryatakan kepada pemerintah Pusat. “ dengan persoalan ini saya akan sampaikan kepada Presiden RI untuk mempertimbangkan hal ini tentang Papua, sebab Papua bukan bangsa Indonesia, Papua adalah Bangsa Melanesia,” ungkap Agustinus.

    Ditambahkan, OPM tetap mendukung kedamaian, tetapi OPM berharap agar Pemerintah Daerah Kabupaten Keerom untuk mengambil masyarakat Keerom , baik itu masyarakat dari Skofro, Uskar, Wembi, Yetti yang masih berada di Kemp OPM segera ditarik pulang ke Kampung halamannya masing- masing dan memperhatikan dengan baik. “ Apabila telah ditarik dan tidak diperhatikan, kami OPM tetap mengadakan perlawanan. Saya katakan seperti ini, agar tidak rugi dalam pendidikan dan lain sebagainya, karena Papua Barat bukan urusan dalam negeri, tepi urusan internasional,” tegasnya. (rhy/don)

  • Brigjend Richard Joweni, Sosok Tentara dan Diplomat Revolusioner

    Author : Admin Jubi, October 19, 2015 at 08:55:07 WP, Editor : Victor Mambor

    Upacara Penguburan Richard Joweni, TabloidJubi.com
    Upacara Penguburan Richard Joweni, TabloidJubi.com

    Jayapura, Jubi – Seluruh rakyat Papua terlebih Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN) telah berduka atas kehilangan sosok pemimpin kharismatik Brigjen Richard Joweni. Pria bernama lengkap Uria Hans Joweni ini sebelumnya telah dikabarkan meninggal dunia pada Jumat 16 Oktober 2015, pukul 23.00 WP dalam usia 72 tahun.

    Sebelum meninggal, Richard Joweni sempat dibawa ke rumah sakit Vanimo untuk mendapat pengobatan karena menderita sakit pada saluran pencernaan dan juga karena kelemahan fisik akibat usia senja. Sebab ia telah menghabiskan lebih dari separuh hidupnya atau selama 48 tahun dengan bergerilya di belantara Papua.

    Kepergiannya telah meninggalkan luka yang mendalam, terlebih bagi 3 orang anaknya yang ditinggalkan karena sebelumnya istrinya telah lebih dahulu meninggal pada tanggal 22 September lalu karena sakit. Dari riwayat hidupnya, almarhum yang juga pemimpin tertinggi komando Tentara Revolusioner Pembebasan Papua Barat (TRP PB) ini lahir pada 3 Desember 1943 di sebuah kampung di Teluk Wondama, Papua Barat.

    Sebagai pemimpin komando tertinggi TRP PB, ia mengepalai 9 Kodap dan 10 Kodam di beberapa wilayah dan sebagian berada di wilayah Pegunungan Papua. Joweni juga merupakan ketua Koalisi Nasional Papua Barat untuk Pembebasan atau West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL) yang tergabung dalam United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dalam memperjuangkan persoalan Papua Barat lewat cara diplomasi di forum MSG (Melanesian Spearhead Group) dan Pasific Island Forum (PIF).

    Selain bergerilya, sosok Richard Joweni juga dikenal sebagai seorang diplomat yang pernah melobi sejumlah pimpinan negara-negera Melanesia di Pasifik Selatan untuk mendukung perjuangan kemerdekaan Papua Barat. Atas jasa-jasa perjuangannya dan selaku pimpinan tertinggi Tentara Revolusioner Pembebasan Papua Barat (TRP PB), ia kemudian dianugerahi pangkat Jenderal Gerilya (Anumerta) pada saat prosesi pemakaman jenasah yang berlangsung secara militer di Markas Pusat TRP PB Kampung Endokisi Yokari, Tanah Merah Kabupaten Jayapura.

    Menurut Jonah Wenda selaku juru bicara Dewan Militer TRP PB, selain sebagai seorang pejuang yang gigih bergerilya di hutan, Richard Joweni dikenal sebagai sosok kharismatik dalam memimpin perjuangan menuju pembebasan nasional bangsa Papua Barat. “Ia telah mengajarkan cara-cara berjuang secara bermartabat, damai dan menghargai orang lain,” kenang Wenda.

    Selanjutnya untuk mengisi kekosongan kepemimpinan sementara di tubuh TRP PB, kata Wenda, kolonel Amos Serondanya selaku kepala staf Angkatan Darat telah ditunjuk sementara untuk menggantikan posisi Richard Joweni hingga ada penentuan pemimpin tertinggi tetap. Penentuan itu akan dilakukan setelah 14 hari berkabung yang ditandai dengan penaikan bendera bintang kejora setengah tiang di sejumlah Kodam dan Kodap yang dikendalikan oleh markas TRP PB.
    Upacara pemakaman jenasah almahum Richard Joweni berlangsung dengan penuh hikmah karena diawali oleh ibadah pelepasan dan kemudian dilanjutkan dengan prosesi penguburan peti jenasah ke liang lahat secara militer. Prosesi ini juga ditandai dengan tembakan salvo sebanya 3 kali ke udara sebagai penghormatan bagi almarhum.

    Almarhum Richard Joweni telah bergabung sebagai anggota gerilyawan OPM pada tahun 1968 saat masih berusia 25 tahun. Sebelumnya ia sempat bekerja sebagai staf pegawai di masa Pemerintahan Belanda di Papua. Saat bergerilya di masa kepemimpinan Seth Rumkorem, sejumlah jabatan strategis pernah disandangnya hingga kemudian ia diberi mandat menjadi pemimpin tertinggi Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN PB) hingga akhir hayatnya. (J. Howay)

  • Jangan Mudah Menstigma OPM Bagi Orang Papua

    JAYAPURA – Panglima TNI Jenderal Moeldoko meminta kepada aparat TNI–Polri untuk harus menjadi perekat bangsa, dan tidak mudah memberikan stigma Organisasi Papua Merdeka (OPM) bagi orang Papua, tetapi bisa mempersatukann seluruh rakyat Indonesia.

    “Jangan mudah memberikan stigma OPM kepada orang Papua, karena stigma OPM membuat sakit hati, malu atau merasa terancam bagi kehidupan mereka,” kata Panglima TNI Jenderal Moeldoko didampingi Kapolri Jenderal Pol. Badrodin Haiti saat memberikan pengarahan kepada prajurit TNI-Polri se-Garnisun Jayapura di Aula Tonny A Rompi, Makodam XVII/Cenderawasih, Jumat (8/5).

    Panglima meminta agar seluruh prajurit TNI-Polri menjaga perasaan rakyat Indonesia di Papua.

    “Jangan dikit-dikit OPM, itu tidak baik!. Jika diberikan terus stigma OPM, dia merasa tidak nyaman, hidupya terancam dan lama-lama jengkel lalu mengalami resistesi,” katanya.

    Ia mengemukakan, sekarang ini indonesia berada dalam era reformasi sehingga ketika ada persoalan kecil bisa menjadi persoalan besar lalu menimbulkan konflik yang akan berkepanjangan.

    “Persoalan nasional bisa jadi persoalan internasional. Contohnya, dulu pernah ada kasus besar karena kebodohan sampai berdampak pada politik hubungan Internasional. Mungkin iseng. Namun ketika dilakukan pemeriksaan, yang mungkin hanya gara-gara HP (handphone) karena terjatuh lalu dampak sangat besar. Itu tidak boleh terjadi,” tekannya.

    Selain itu, Panglima juga meminta kepada prajurit TNI-Polri sebagai perekat bagsa, harus menjadi tulang punggung dalam pembangunan sosial masyarakat.

    “Saya tidak bisa bayangkan kalau kita menjadi tulang punggung masalah sosial. Jadi posisi TNI-Polri dalam struktur harus kuat,” ujarnya.

    Panglima TNI menambahkan, Banyak orang yang menginginkan adanya retakan dalam tubuh TNI-Polri agar Indonesia melemah. “Kita tidak mau hal itu terjadi, sehingga upaya yang kita lakukan harus memperkuat TNI dan Polri, kita harus menjaga hubungan dengan baik agar negara ini tetap berdiri kokoh,” tegasnya. (Loy/aj/l03)

    Source: Minggu, 10 Mei 2015 02:28, Jangan Mudah Menstigma OPM Bagi Orang Papua

  • Dua Anggota TPN/OPM Yang Ditembak Di Nabire Dirujuk Ke RSUD Jayapura

    2 May, 2015 23:31 Dua Anggota TPN/OPM Yang Ditembak Di Nabire Dirujuk Ke RSUD Jayapura No comments

    Dua pentolan kelompok kriminal bersenjata (KKB) pendukung Organisasi Papua Merdeka (OPM)yang ditangkap bersama pimpinannya Leo Magay Yogi, di Nabire, dievakuasi ke Rumah Sakit Bhayangkara di Kotaraja, Kota Jayapura, ibukota Provinsi Papua.

    Kedua anak buah Leo Yogi itu diterbangkan dari Nabire menggunakan pesawat Skytruck milik Polri setelah sebelumnya sempat dirawat di RSUD Nabire akibat luka tembak yang dideritanya.

    Keduanya teridentifikasi bernama Yulianus Nawipa, dan Marcel Muyapa selaku sopir Leo Yogi.

    Kabid Dokkes Polda Papua Kombes dr Raymond kepada Antara di Jayapura, Sabtu, mengatakan, keduanya tengah diobservasi di RS Bhayangkara, sebelum tim dokter melakukan operasi “Yulianus Nawipa yang menderita luka tembak. Sedangkan hanya menjalani pemeriksaan biasa,” kata Kombes Raymond.

    Tim gabungan aparat keamanan, pada Kamis (30/4) siang menangkap Leo Yogi beserta kedua anak buahnya serta satu pucuk senpi .

    Aksi penangkapan itu diwarnai baku tembak yang menyebabkan dua anggota OPM mengalami luka tembak termasuk Leo Yogi.

    Namun nyawa Leo Yogi tidak berhasil ditolong akibat perdarahan yang dialaminya.

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?