Tag: TPN OPM

  • Papua Merdeka: antara Organisasi, Pejuang, Tokoh dan Pendekatan

    Papua Merdeka: antara Organisasi, Pejuang, Tokoh dan Pendekatan

    Semua orang West Papua, yang selama ini menyebut dirinya Orang Asli Papua (OAP) merindukan dan mendoakan “Papua Merdeka” itu terwujud nyata di mata-kepala sendiri, dan dialami secara nyata di dunia fisik, di pulau New Guinea bagian Barat, yang kini disebut Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Itu sesuatu yang pasti dan final. Pokoknya semua OAP mau NKRI keluar dari Tanah Papua, tanah leluhur ras Melayu.

    Ada yang bertanya, “Kalau begitu yang minta-minta NKRI harga mati di Tanah Papua itu siapa?“, maka jawabannya mudah, “Itu orang NKRI sendiri yang bicara! Tidak ada OAP yang bicara NKRI harga mati!” Jadi pada posisi itu jelas, pasti dan final.

    Terlihat seolah-olah OAP sedang bertentangan antara satu dengan yang lain. Terlihat orang Papua tidak menerima satu dengan yang lain. Bahkan NKRI berspekulasi OAP saling bermusuhan dan saling mengancam untuk saling menghabisi karena saling mencurigai di antara OAP sendiri.

    Ada empat hal yang terjadi di sini, yang menghambat Papua Merdeka dan dampaknya membingungkan dukungan:

    • Yang terjadi para tokoh Papua Merdeka tidak seragam dalam berpikir dan bertindak
    • Yang terjadi ialah para pejuang tidak sama langkah dan sama irama
    • Yang terjadi ialah tokoh dan pejuang tidak seragam dan tidak sama, maka masing-masing memiliki organisasi sendiri-sendiri
    • Yang tejadi ialah karena masing-masing memiliki tokoh, pejuang dan organisasi yang sendiri-sendiri, maka mereka juga punya pendekatan yang tidak sama.

    A. Tokoh Papua Merdeka tidak seragam dalam berpikir dan bertindak

    Kita tidak salahkan perbedaan suku dan persebaran wilayah kediaman, akan tetapi kedua hal ini telah memelihara dengan subur, bangsa Papua, secara khusus para tokoh Papua Merdeka tidak berpikir seragam dan bertindak seragam dalam memperjuangkan Papua Merdeka.

    Yang menjadi persoalan bukanlah isu dan tujuan, akan tetapi tentang selera enaknya, seharusnya, sepantasnya, setepatnya Papua Merdeka harus dicapai. Ada nilai yang berbeda, ada rasa yang berbeda di antara para pemimpin. Itu warisan dan ciptaan Allah, kita diciptakan dan ditempatkan di tempat yang berbeda, dengan bahasa dan budaya yang tidak persis sama antara satu sama lain.

    Ditambah lagi, apalagi kalau para tokoh Papua Merdeka memiliki ego yang kuat, yaitu ego kelompok dan ego pribadi, maka yang terjadi ialah “benturan” dan “bentrokan”, yang menyebabkan kesulitan-kesulitan dalam berkomunikasi di antara para tokoh Papua Merdeka sendiri.

    Ditambah lagi kalau ego-ego itu telah dirasuki oleh kepentingan-kepentingan pribadi yang melekat padanya, seperti ambisi menduduki posisi tertentu di dalam organisasi, seperti mendapatkan apa-apa dalam jabatan tertentu, maka benturan dan bentrokan akan terjadi tidak terkendal, sampai-sampai kita yang duduk berkomentar pun menjadi bingung mau katakan apa lagi.

    Ditambah lagi, kalau ego-ego itu diambil-alih dan dimanfaatkan oleh NKRI dan antek-anteknya, maka ujung-ujungnya ialah bentrok opini, bentrok organisasi, dan bahkan bisa terjadi bentrok oknum, karena memang target NKRI ialah membentrokkan dan menghancurkan para tokoh dan perjuangan Papua Merdeka.

    B. Pejuang Papua Merdeka tidak sama langkah dan tidak seirama

    Persoalan kedua ini sebenarnya sangat teknis, akan tetapi sering ditopang juga oleh hal nomor A di atas, yaitu bahwa mengingat perbedaan kemajuan di antara suku-suku yang ada di West Papua, maka langkah pergerakan masing-masing daerah, klen dan suku dalam bergerak memperjuangkan Papua Medeka juga telah terjadi pada waktu dan tingkatan yang berbeda-beda pula.

    Itulah sebabnya kita alami pada tahun 1977 wilayah Kabupaten Mamberamo Tengah sendiri yang bergejolak, sementara kabupaten lain sama-sekali tidak mengalami apa-apa. Itulah sebabnya hanya Mamberamo-Tabi yang mengalami operasi militer, sementara yang lain tidak. Itulah sebabnya saat ini, 2000-2022 wilayah tertentu saja yang bergejolak, yang lain tidak.

    Mengapa yang lain tidak bergabung hari ini saat Intan Jaya, Yahukimo, Nduga bergerak?

    Bukan karena tidak mendukung! Bukan juga karena tidak mau! Bukan karena menoka. Persoalan utama karena tidak melangkah bersama, tidak ada koordinasi yang jelas, tidak bergerak secara serentak dan seirama.

    NKRI pasti akan berusaha mengisolasi masing-masing wilayah yang bergerak supaya tidak saling menyebar ke mana-mana. Pendekatan pemadaman api yang dipakai. Mereka segera mematikan. Mereka segera mengatakan, “Situasi aman dan terkendal!” Mereka selalu mengerahkan jumlah tentara dan polisi berlebihan.

    Mereka melahirkan, memelihara dan mengembang-biakkan “Terror, Intimidasi” untuk menciptakan “Rasa Takut!”

    C. Masing-masing pejuang dan tokoh mendirikan organisasi mereka masing-masing

    Karena berangkat di waktu dan tempat yang berbeda, ditambah lagi dengan ego kelompok dan pribadi yang juga menguat di dalam perjuangan ini, maka masing-masing juga mendirikan organisasi masing-masing, yang dianggapnya sebagai satu-satunya organisasi yang didirikan untuk mewujudkan cita-cita Papua Merdeka.

    Akibatnya ialah ego kelompok berbasis geografis dan suku ditambah dengan ego kelompok modern secara politik, ditambah dengan ego pribadi, akhirnya menjamurlah banyak Komando Tentara, banyak Panlgima Tentara, bayak Presiden, banyak DIrektur, banyak Ketua, yang semuanya bicara tentang Papua Merdeka.

    Ditambah lagi, banyak Undang-Undang, banyak Proklamasi, dan banyak Pemerintah dan panglima yang dibentuk.

    Pertanyaan yang tersisa saat ini ialah

    • bagaimana caranya menggabungkan semua organisasi ini ke dalam satu wadah yang bersatu, bermartabat dan bergengsi sehingga menarik dukungan dunia?

    Menurut kami, United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dengan UUDS (Undang-Undang Dasar Sementara) dan Pemerintah sementara ialah jawaban tercanggih, termutahir dan terbaik bagi semua tokoh dan organisasi Papua Merdeka.

    D. Pendekatan dan langkah dalam organisasi masing-masing tidak saling bersamaan, walaupun menyangkut hal yang sama

    Dengan tokoh dan pejuang yang berbeda-beda dari latar-belakang dan riwayat dalam perjuangan, didukung oleh ego pribadi dan ego kelompok, diperkuat lagi dengan organisasi masing-masing yand didirikan, maka pendekatan perjuangan bagi masing-masing organisasi juga menjadi sangat berbeda.

    Secara umum di dunia ini dikenal dua jenis pendekatan, yaitu pendekatan revolusi dan pendekatan damai. Kedua-duanya mendatangkan hasil, karena ada banyak contoh di dunia ini yang meraih kemerdekaan dengan kedua cara. Indonesia sendiri ialah contoh kemerdekaan yang diraih dengan pendeatan revolusi. Berbeda dengan itu, Papua New Guinea memperoleh kemerdekaan dengan perjuangan damai, dan sangat damai.

    Dalam Papua Merdeka ada yang terus berteriak untuk harus perang baru ada penyelesaian, dan di sisi lain ada seruan untuk selalu mengedepankan pendekatan damai.

    Jelas, kedua-duanya memiliki kelemahan dan kelebihan. Bangsa Papua harus menentukan, bukan soal damai atau perang, akan tetapi persoalan “Siapa yang West Papua hadapi?” Karena siapa yang kita hadapi akan menentukan pendekatan mana yang harus dipakai.

    Selain siapa yang West Papua hadapi, yang kedua yang harus diperhatikan ialah siapa yang harus kita dekati untuk mendukung Papua Merdeka, di antara blok barat, blok timur dan non-blok.

    E. Yang Tidak Terjadi ialah Saling Mengakui dan Saling Menerima di antara Sesama

    Kalau kita simak apa yang dilakukan United Liberation Movement for West Papua dengan Undang-Undang Dasar 28 Oktober 2020 dan Pemerintahan Sementara 1 Desember 2020 serta Kabinet 12-Murid 1 Mei 2021 ditambah Panglima West Papua Army 01 Mei 2021, maka ini merupakan satu gerak-langkah dengan capaian-capaian yang memiliki referensi hukum, politik dan sejarah yang jelas.

    Silakan saja ketik di google.com kata-kata ini, “ULMWP, Pemerintah Sementara West Papua atau Benny Wenda”. Anda pasti akan disajikan informasi tentang pengakuan, pertemuan pernyataan dan langkah-langkah ULMWP dan Pemerintah Sementara West Papua,

    Kalau kita simak apa yang dilakukan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN PB) Organisasi Papua Merdeka (OPM) ialah mengedepankan revolusi Papua Merdeka dengan menggerakkan gerilya Papua Merdeka di rimba dan di kampung-kampung.

    Kedua pendekatan ini dibutuhkan dalam sebuah perjuangan kemerdekaan. Akan tetapi yang menjadi persoalan ialah TPN/OPM dan ULMWP tidak mau bersatu dan tidak mau menyatakan “Satu Komando, Satu Musuh, Satu Tujuan!” Mereka berdua berkata Satu Tujuan dan Satu Musuh, tetapi Berbeda Komando.

    Hal ini terjadi karena faktor-faktor di atas.

    Hanya negarawan dan bangsawan yang akan sanggup bertindak dan bergerak maju mengakhiri perjuangan ini dengan meminimalisir bahkan menghilangkan penghambat utama sebagaimana disebutkan di sini. Bagi yang hanya hadir untuk pamer diri atas nama Papua Merdeka pasti tidak akan rela menerima satu sama lain. Apalagi bagi yang biasanya digaji konsulat NKRI di Vanimo, Dubes RI di Port Moresby dan Gubernur Provinsi Papua dan Bupati-Bupati NKRI, mereka akan terus berpura-pura bicara dan berjuang Papua Merdeka, akan tetapi mereka tidak akan pernah rela menyatukan komando dan organisasi. Slogan “Satu Komando, Satu Musuh, Satu Tujuan!” akan mereka tolak, atau kebenaran untuk setuju. Yang mereka kedepankan ialah, “Satu Musuh, Satu Tujuan, Beda-Beda Komando!

    Mari terus belajar….

  • I am Egianus Kogeya

    I am Egianus Kogeya
    I don’t walk alone
    I walk with God
    I was born here
    I grew up here
    I will not back down once
    I remain in the square of the capital
    Since I was young I am fighting until Papua Merdeka
    My strength is my God

  • Seruan! Semua Pejuang Bangsa Papua Bergabung ke dalam ULMWP

    Seruan! Semua Pejuang Bangsa Papua Bergabung ke dalam ULMWP

    Pembuka

    Seruan ini disampaikan dari Kantor Berita Melanesia News, berita milik orang Melanesia, untuk sebuah Melanesia yang merdeka dan berdaulat.

    Seruan ini disampaikan dalam rangka menyatukan kekuatan perjuangan bangsa Papua menentang teror dan intimidasi, penangkapan semena-mena, pengemboman dan pembunuhan yang merebak di seluruh West Papua setelah TPN/OPM dinyatakan oleh NKRI sebagai kelompok teroris.

    Seruan ini didasari atas status ULMWP yang jelas, sebagai sebuah keberhasilan gemilang bangsa Papua yang harus kita akui dan banggakan, dan harus kita dukung, sampai NKRI angkat kaki dari tanah leluhur bangsa Papua: Negara Republlik West Papua.

    Status dan Kedudukan ULMWP

    United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) adalah satu-satunya organisasi yang dibentuk secara bersama oleh Orang Asli Papua, melewati prosedur demokrasi yang dapat dipertanggung-jawabkan kepada dunia, disaksikan oleh warga negara dan pemerintah di dunia, secara khusus di Melanesia, dan yang terpenting dari itu ialah, telah mendapatkan pengakuan secara hukum dan politik dari negara-negara di kawasan Melanesia.

    ULMWP adalah sebuah hasil kisah sukses bangsa Papua dalam memperjuangkan hak-hak asasinya menentang penjajahan di atas tanah leluhurnya, yang telah dimulai sejak awal 1960-an dan kini telah berjalan selama lebih dari setengah abad.

    ULMWP adalah anak-kandung dari semua figur politik bangsa Papua (antara lain Oktovianus Motte, Benny Wenda, dan Jacob Roembiak), didirikan oleh organisasi penggerak Papua Merdeka seperti PNWP, WPNCL, TPN/OPM, dan KNPB. Beberapa tahun kemudian kelompok TRWP dan Free West Papua Campaign juga telah bergabung ke dalam wadah pemersatu perjuangan bangsa Papua ini.

    ULMWP dilahirkan oleh organisasi semua kelompok politik dan militer yang ada di Tanah Papua sejak 1960-an sampai saat ini, yaitu TPN/OPM, TPN PB OPM, NFRPB/ TNPB (Negara Federal Republik Papua Barat – Tentara Nasional Papua Barat) dan TRWP/ FWPC (Tentara Revolusi West Papua – Free West Papua Campaign), PNWP dan WPNCL (DeMMAK, DM TPN/OPM, TPN/OPM).

    ULMWP telah memiliki badan hukum, yaitu didirikan berdasarkan sebuah Undang-Undang Dasar (UUD) yang telah disahkan oleh sidang resmi Komite Legislatif ULMWP pada akhir Oktober 2020 lalu.. UUD ULMWP ini bertindak sebagai Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) Pemerintah West Papua yang berkantor pusat di Port Vila, Republik Vanuatu.

    ULMWP memiliki status resmi dalam lembaga regional Melanesia bernama Melanesia Spearhead Group (MSG) sebagai anggota peninjau, yang secara otomatis mengandung arti secara hukum bahwa ULMWP telah mendapatkan pengakuan dari negara-negara Melanesia dan Indonesia sebagai lembaga yang berstatus sama dengan negara-negara merdeka lainnya di Melanesia dan di dunia

    Sebentar lagi ULMWP akan mendapatkan status sebagai anggota penuh MSG, yang artinya statusnya secara hukum sama persis dengan NKRI di mata MSG, dengan demikian kita telah berhasil mengukir keberhasilan diplomasi gilang-gemilang.

    Ditambah atas itu, ULMWP telah mendapatkan perhatian dari 78 Negara Africa, Caribbea dan Pacific dan telah mengundang para pemimpin ULMWP sebagai organisasi mewakili orang Papua dan wilayah West Papua yang saat ini diduduki oleh NKRI.

    Apalagi yang kurang?

    ULMWP telah mendapatkan dukungan dari seluruh negara Melanesia sebagai mitra kerja.

    Apa lagi?

    ULMWP telah memiliki West Papua Army (WPA) sebagai tentara yang resmi didirikan berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara West Papua.

    Ditambah lagi!

    ULMWP telah memiliki kabinet dengan kementerian yang jelas.

    ULMWP juga telah secara resmi mengumumkan Panglima Komando West Papua Army bersamaan dengan pengumuman kabinet pada tanggal 1 Mei 2021.

    Seruan kepada Tokoh, Aktivis dan Organisasi Papua Merdeka

    Kami serukan kepada

    1. Para tokoh dan pemimpin politik bangsa Papua;
    2. Para pemimpin organisasi perjuangan bangsa Papua; dan
    3. Para panglima Komando pembebasan bangsa Papua di seluruh Tanah Papua

    untuk bergabung ke dalam komando West Papua Army dan pemerintahan Sementara yang telah didirikan ULMWP

    Dari Redaksi Collective Editorial Board of the Diary of OPM (Online Papua Mouthpiece)

    WWW.

  • “Jeffry Pagawak” Sepatutnya, Tidak Mengunakan Nama Samaran OPM

    Jayapura West Papua 13/2019 08:36:00 Wpb.

    Jayapura Papua, Constantinopel – Adik Tuan Jackson Uble King yang terhormat.

    Pertama, saya sampaikan banyak terimakasih atas tanggapan anda terhadap ungkapan saya “Kapan semua claims ini akan berakhir?” Saya sarankan agar sebagai “Self Style OPM Leader”, sepatutnya tidak menggunakan nama samaran dalam setiap penampilan adik di Medsos yang tentu bertujuan agar tidak diketahui oleh public. Banyak orang yang menggunakan nama2 samaran (the ghost names) adalah orang2 yang ditugaskan atau bertugas menjalankan pekerjaan2 rahasia untuk mengadu-domba atau menggagalkan suatu proses yang sedang berkembang yang dianggap merugikan pihak lain yang berkepentingan.

    Di PNG, setelah Cyber Crime Act diadopsi, seseorang bias saja menggunakan nama samaran tetapi sangat sulit baginya untuk bersembunyi atau menyembunyikan identitasnya.

    Seorang pemimpin Papua Merdeka tidak boleh menggunakan nama samaran sebagai batu atau semak2 tempat bersembunyi dan membangun pandangan2 atau opini yang tidak menguntungkan perjuangan bangsa.

    Sebenarnya saya tidak merasa terbeban untuk menjawab beberapa pokok yang adik angkat sebagai tanggapan terhadap ungkapan saya “Kapan semua claims ini akan berakhir?” (5 Juli 2019) karena isi dari artikel saya itu merupakan suatu himbauan untuk mengakhiri pertentangan pendapat dan pandangan yang terjadi antara Tuan2: Jefferey Pagawak dan Sebby Sambon disatu pihak dengan Ketua (Terpilih) ULMWP Tuan Benny Wenda, serta Sam Karoba, sehingga pertentangan dan perbedaan pandangan ini tidak merambat dan membuahkan kerugian terhadap perjuangan bangsa Papua.

    Jawaban saya terhadap point2 yang ade kemukakan:

    1. Adik boleh memandang nasehat atau himbauan saya tersebut sebagai suatu argumentasi yang bernilai kontradiksi dan memotifasikan perpecahan dengan mengaitkan masalah Prai dan Rumkorem. Saya menghimbau agar ambisius atau egoisme jangan menjadi motifasi bagi sebuah perpecahan seperti yang terjadi pada tahun 1976 antara Prai dan Rumkorem. Dan luka perpecahan itu memakan waktu yang lama untuk sembuh (proses rekonsiliasi yang lama).

    OPM-PNG Chapter menjadi OPM-Pacific Chapter kemudian menjadi basis terbentuknya WPNCL adalah proses2 rekonciliasi yang terjadi sebagai response para pejuang Papua Merdeka di kedua kubuh (Prai dan Rumkorem) terhadap Port Vila Declaration yang ditanda-tangani oleh keduanya dari dua Pemerintahan yang berbeda yang terjadi setelah Perpecahan 1976. Ini adalah bagian dari sejarah perjuangan bangsa Papua yang telah terjadi karena berbagai alasan.

    Sebagai penerus perjuangan bangsa kita harus mengakui kejadian2 itu tapi tidak boleh mengulanginya lagi karena berbagai alasan dan pandangan yang berbeda yang lebih banyak dipengaruhi oleh soal2 pribadi, suku dan golongan. Pihak musuh sangat mengharapkan keadaan semacam ini terjadi sehingga mereka bisa menerobos masuk dan mengambil keuntungan dari pertentangan2 tajam yang terjadi antara kita. Sayang sekali jika kita secara tidak sadar dipakai oleh pihak lain untuk mewujudkan keinginan mereka.

    2. Apa yang beda antara Prai dan Rumkorem dengan masalah yang terjadi saat ini?

    Prai dan Rumkorem pecah karena masalah2 yang lebih banyak bersifat pribadi, dalam hal ini soal kode etik sebagai pemimpin, kejujuran dan transparansi.
    Content dari pertentangan anda dengan ULMWP, terutama dengan Ketua ULMWP Benny Wenda dan melibatkan Sam Karoba di dalamnya identic karena tidak hanya mempersoalkan hal2 yang umum tetapi juga mengangkat hal2 yang bersifat menjatuhkan dan pembunuhan karakter seseorang.

    Coba baca kembali semua komentar yang berasal dari pihak yang kontra dengan Benny Wenda dan ULMWP dalam soal WPA. Menjawab pertanyaan adik tentang posisi saya terhadap ULMWP, dapat saya nyatakan secara terang kepada adik, bahwa saya mendukung ULMWP dengan menggunakan akal sehat saya (my political conviction) bahwa ULMWP dibentuk atas kesadaran bersatu-bangsa dan eksekutipnya dipilih secara demokrasi, dan bukan mereka mengangkat diri sendiri.

    Saya juga mendukung ULMWP tanpa mengharapkan suatu jabatan karena jika harapan itu yang yang menjadi dasar dukungan dan apabila sebuah jabatan tidak diberikan, maka saya akan frustrasi dan mulai menyerang Ayamiseba dan Rumakiek atau Nussy dan Athaboe di Athene/Holland sebagai tidak pernah menghargai dukungan2 saya selama terlibat dalam perjuangan Papua Merdeka ini. Egoisme dan Ambisi negative seperti ini tidak ada dalam kehidupan saya sebagai seorang pejuang Papua Merdeka.

    3. Adik tidak mempunyai hak sedikit pun untuk mepertanyakan integritas dan hak2 politik saya dan posisi saya terhadap West Papua Army (WPA) yang akhir2 ini menjadi topik yang sangat panas antara group anda dengan ULMWP, khususnya dengan Benny Wenda.

    Saya secara pribadi, tidak mewakili golongan apapun, melihat West Papua Army yang difasilitasi oleh ULMWP berdasarkan rekomendasi KTT ULMWP-2017 di Port Vila, Vanuatu, atas permohonan 3-satuan militer dalam gerakan Papua Merdeka – Dewan Militer TPN-PB, TRWP, dan TNPB, maka menurut saya, WPA (West Papua Army) hanya merupakan sebuah organ-rekonsiliasi yang sangat dibutuhkan oleh perjuangan Papua Merdeka di bawah satu garis komando.

    Saya melihat WPA bukan sebagai satu kesatuan militer/ tentara Papua yang baru, tetapi merupakan organ atau wadah kordinatif bagi semua satuan2 tentara Papua yang ada yang dibentuk oleh berbagai faksi OPM seperti: TPN-PB/TPN-OPM (Marvic), TEPENAL (PEMKA), TNPB (Federasi), TRWP (yang jelas berafiliasi dengan salah satu dari dua kubuh perpecahan). dan sebagainya, agar satuan2 ini dapat membangun suatu kordinasi kerja yang terarah dalam mengawal tujuan dan program2 revolusi bangsa secara nasional.

    Seperti halnya ULMWP yang dibentuk (2014) sebagai wadah kordinatif antara faksi2 Perjuangan Papua (NRFPB, KNPB/PNWP, WPNCL) untuk mewujudkan aspirasi bangsa secara nasional. Dengan demikian, rekonsiliasi antara faksi2 miiter dalam tubuh perjuangan pun dalam tujuan yang sama tanpa melebur faksi2 militer itu sebagaimana yang dipertengkarkan oleh adik tuan dan kawan2 dengan ULMWP.

    4. Dalam penulisan saya yang bersifat himbauan itu, saya hanya mengharapkan agar jangan sampai perpecahan yang terjadi antara Prai dan Rumkorem terulang lagi. Adik harus tahu bahwa perpecahan yang terjadi pada tanggal 23 Maret 1976, didorong oleh beberapa hal yang tidak bisa diterima oleh kedua orang Rumkorem dan Prai. Yang jelas, perpecahan itu terjadi karena masalah “masa kepemimpinan, tugas dan tanggung-jawab serta kejujuran/ transparansi”. BUKAN SOAL PEREMPUAN.

    Memang benar kata adik bahwa PENOLAKAN TERHADAP West Papua Army bukan merupakan lanjutan dari perpecahan antara Prai dan Rumkorem, tetapi jangan ade lupa bahwa penolakan adik dan kawan2 adik itu disertai dengan hal2 yang sangat negative yang tidak bersifat nasionalis dan sama sekali tidak menguntungkan perjuangan karena sudah ada ancaman bahwa Goliat Tabuni akan membunuh semua pejabat atau anggota eksekutif ULMWP. Apakah bisa dijelaskan bahwa ancaman semacam begini bukan pernah terjadi antara markas Pemka dan Victoria?

    5. Jika yang dipersoalkan oleh adik2 terutama (Jefferey) Pagawak dan (Sebby) Sambom dengan (Benny) Wenda dan (Sam) Karoba itu adalah soal tanah, maka adalah sangat salah kalau saya ikut campur atau memberikan nasehat karena saya dari daerah lain yang sama sekali tidak punya hubungan dengan apa yang dipermasalahkan. Itu adik2 punya urusan secara adat. Tapi yang dipertentangkan adalah soal perjuangan yang menyangkut status dari tentara pembebasan nasional, itu adalah soal nasional/ bangsa, dimana kita semua mempunyai tugas dan tanggungjawab untuk menjamin kesatuan dan persatuan nasional.

    Saya tidak bermaksud menyebut semua orang Pagawak, Sambom, atau Wenda, Karoba, sebagai pihak yang salah. Himbauan saya terbatas pada oknum Pagawak dalam hal ini Jefferey dan Sebby Sambom yang terus mempertentangkan soal WPA dengan Benny Wenda dan Sam Karoba, yang seharusnya pertentangan itu bisa dibicarakan bukan di media social tapi bisa di media lain yang lebih menjamin keamanan/ kerahasiaan dari sebuah pendapat atau perbincangan tentang perjuangan Papua Merdeka.

    6. Dapatkah adik secara details dan terang menjelaskan di pasal berapa, artikel dan ayat berapa dari Konstitusi 1 July 1971 yang dilanggar oleh ULMWP dalam Pembentukan West Papua Army (WPA)?

    Setahu saya, dan dari Undang2 Sementara Republik Papua Barat yang adik sebut sebagai Konstitusi 1 July 1971, adalah Undang2 Sementara Pemerintahan Revolusi Sementara (PRS) Republik Papua Barat yang didirikan oleh Rumkorem dan Prai pada tahun 1971 berhubungan dengan Proklamasi Kemerdekaan Papua Barat yang direncanakan pengumumannya pada 1 July 1971 di Waris. Proklamasi itu tidak terjadi pengumumannya tetapi akan diumumkan beberapa tahun kemudian (1973) bersamaan dengan pengumuman agenda2 revolusi.

    Sebelum perpecahan, Undang2 ini serta Proklamasi 1 Juli 1971 masih utuh dan bersifat nasional, tetapi setelah perpecahan terjadi pada tanggal 23 Maret 1976, dimana Prai keluar dari PRS/RPG dan mendirikan Pemerintahan DeFacto (beliau sendiri adalah Presidennya), maka Proklamasi dan Undang2 1971 itu merupakan DOCUMENT2 FAKSI milik PRS yang mungkin tidak diakui juga oleh Pemerintahan deFacto.

    Di dalam Undang2 Dasar Sementara Republik Papua Barat, Chapter V, tentang Pertahanan dan Kemanan Nasional (Nasional Defence and Security), Article 104 – 109, tidak secara specific menjelaskan tentang TPN-PB tetapi menyebutkan tentang Pembentukan Pasukan/Angkatan Bersenjata Republik Papua Barat (Article 105 (1) The formation of the Armed Forces of the Republic of West Papua, which will consist of volunteers and conscripts, is laid down by the law; (2) By the Armed Forces of the Republic of West Papua are meant: Army, Navy and Air Force.).

    7. Undang2 Sementara Republik Papua Barat (Konstitusi 1 July 1971) TIDAK PERNAH DIAMEND/DITINJAU KEMBALI sejak penulisannya hingga pengesahannya pada tahun 1973 bahkan setelah perpecahan. Dan ia telah menjadi Undang2 Sementara dari Faksi PRS. Apakah Undang2 ini diakui oleh Pemerintahan deFacto (Jacob Prai), Bintang-14 (Thom Wanggai), West Papua New Guinea National Congress (Michel Karet), dan Negara Republik Federasi Papua Barat/ NRFPB (Porkorus)?

    8. Naskah Proklamasi 1 July 1971 HANYA DITANDA-TANGANI oleh Rumkorem. Prai sebagai Ketua Senat pada waktu itu TIDAK IKUT menanda-tangani Naskah Proklamasi itu. Apakah hal ini juga merupakan salah satu factor perpecahan antara kedua pemimpin itu?

    9. Port Vila Declaration yang difasilitasi oleh Andy Ayamiseba dan Rex Rumakiek dibawah political supervision dari Pemerintah Vanuatu (1986) hanya merupakan rekonsiliasi nasional antara kedua pemimpin (Prai dan Rumkorem) dengan agenda pembagian tugas kerja dimana Prai (deFacto/ Pemka) menjalankan tugas2 politik/ diplomasi, sedangkan Rumkorem (PRS/ Marvic) menjalankan tugas2 logistic (kemiliteran). Tidak ada diskusi tentang peleburan kedua pemerintahan yang terbentuk. Rumkorem tetap dengan PRS dan TPN nya di Markas Victoria, sementara Jacob Prai tetap dengan deFacto dan TEPENAL nya di Markas PEMKA.

    PRS/ RPG dan de facto masih exist.

    Demikian jawaban saya, dan posisi saya saat ini dalam mendukung ULMWP adalah karena dibentuk secara demokratis sebagai wadah kordinatif untuk mendorong Agenda Revolusi dan Perjuangan Kemerdekaan Bangsa Papua secara nasional di forum2 Internasional. Jika ULMWP hanya dibentuk oleh satu dua orang untuk kepentingan kelompok atau golongan, jelas saya tidak akan mendukungnya.

    (Wapupi0275).

  • Berkompromi dengan Sesama Pejuang Pertanda Kematangan Jiwa

    Berkompromi, dalam politik Papua Merdeka artinya saling mengakui dan saling menerima sesama pejuang sebagaimana adanya, dengan segala kekurangan, dengan segala kelebihan, dengan semua kesalahan, dengan sekalian kebenaran, seutuhnya dan semuanya, dan menjadikannya sebagai modal bersama untuk melangkah ke depan.

    Demikian dikatakan Gen. WPRA Amunggut Tabi menanggapi perkembangan terakhir antara pro-kontra dan membenarkan-menyalahkan diri antara sesama pejuang Papua Merdeka di hadapan para penonton dunia yang begitu berminat dan menghabiskan banyak waktu untuk menikmatinya.

    Salah dua wujud dari kompromi itu ialah terbentuknya United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dan West Papua Army (WPA). Kedua lembaga ini menyatukan keseluruhan pejuang dan perjuangan kemerdekaan bangsa Papua dari Sorong sampai Maroke, bahkan dari Raja Ampat sampai Samarai.

    Kedua hasil kompromi ini telah memberikan signal kepada Negara Kolonial Republik Indonesia (NKRI) dan para sponsornya bahwa bangsa Papua saat ini lebih siap daripada sebelumnya untuk mengambil-alih kepemerintahan dari tanah penjajah ke tangan pemimpin bangsa Papua dan pemerintah Negara Republik West Papua sendiri.

    Kedua hasil kompromi ini menunjukkan bahwa “politik” dan “berpolitik” itu ada dan beroperasi di dalam hidup bangsa Papua, khususnya di antara para pejuang kemerdekaan Negara Republik West Papua. Memang kompromi itu sudah lumrah di kalangan orang Papua atau Orang Asli Papua (OAP) yang sekarang berpolitik di dalam NKRI. Mereka berkompromi setelah kalah dalam Pilkada dan Pilpres. Mereka terbiasa menerima kekalahan dan mengkleim kemenangan. Kemudian, mereka lakukan kompromi untuk menjalankan kehidupan perpolitikan mereka di dalam negeri di bawah kekuasaan NKRI.

    Kompromi seperti itu belum dikenal di kalanngan OAP Papua Merdeka. Baru pertama kali kita alami setelah WPNCL gagal mendaftarkan diri ke Melanesian Spearhead Group (MSG), yang kemudian memaksa pemerintah Negara Republik Vanuatu untuk menngeluarkan dana yang begitu besar dan mendesak para pemimpin WPNCL dan NRFPB bersatu dan menghasilkan Saralana Declaration dan hasilnya terbentuklah ULMWP.

    Berkompromi bukan berarti menyerah

    Berkompromi di sini kita maksudkan untuk sikap dan perilaku politik kita di antara OAP sendiri, bukan dengan lawan politik NKRI. Terhadap kehadiran dan pendudukan NKRI, semua bangsa Papua harus melawan terus sampai titik darah penghabisan. Tidak ada kompromi dalam hal ini.

    Akan tetapi, untuk mencapai itu, supaya mencapai itu, untuk mempercepat dan untuk memperlancar pencapaian cita-cita itu, “berkompromi” di antara OAP atas nama bangsa Papua, atas nama senasib-sepenanggungan, melupakan masa lalu, dan menatap ke masa depan yang gemilang, West Papua di luar NKRI ialha cita-cita yang akan secara otomatis memaksa kita untuk harus “membuang ego” pribadi dan ego kelompok, dan mengakui serta menerima sesama pejuang bangsa Papua, sesama organisasi perjuangan bangsa Papua sebagai “One People – One Soul”, satu kaum, satu hati.

    Bersikeras artinya Kita Belum Dewasa

    Mempertahankan prinsip revolusi dan tujuan kemerdekaan itu merupakan sesuatu yang tidak boleh di-kompromi-kan dengan alasan apapun. Akan tetapi bersikeras mempertahankan kepentingan dan kehadiran diri dan kelompok sendiri menentang diri dan kelompok orang sesama OAP yang sama-sama berjuang untuk Papua Merdeka atas nama apa-pun menunjukkan kita benar-benar belum dewasa berpolitik, dan kita benar-benar belum dewasa berpikir.

    Apakah dengan bersikeras dan tidak berkompromi antar sesama kita bermaksud mempercepat proses kemerdekaan West Papua?

  • Why West Papua Army and NOT TPNPB OPM or TPN/OPM ?

    Gen. WPRA Amunggut Tabi (WPRA) from the Centreal Defence Headquarters of West Papua Revolutionary Army (WPRA) explains simple version of the resion “Why West Papua Army and NOT the West Papua National Liberation Army (TPN PB) of Organisasi Papua Merdeka (OPM) hereby called TPNPB – OPM?

    Papua Merdeka News (PMNews)  asked Gen. Tabi regarding the dispute between the United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) with West Papua Army (WPA) and TPNPB-OPM under the leadership of Jefry Bomanak Pagaawak (OPM) and Sebby Sambom (TPNPB)l.

    TPN/OPM, TPN.PB, TPN-PB, TPNPB-OPM, TNPB and OPM

    General WPRA Tabi says, the first problem is to do with the name TPNPB. There have been so far three groups using the same name, TPNPB with three variations of TPN.PB-OPM (Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka), TPN-PB (Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat), and DM-TPNPB (Dewan Militer Tentara Pembebasan Nasional).

    The first TPN-PB – OPM was set up by Komite Nasional Papua Barat (KNPB) in Biak in 2012. This TPNPB then formed affiliation with Jefry Bomanak Pagawak who has been based in Scotiau, Vanimo, Port Moresby, Kiunga and Mount Hagen.

    Another TPNPB is also called TNPB, short name for “Tentara Nasional Papua Barat“. This TNPB has been called TPN as well under the command of H. R. Joweni until the formation of WPNCL on 20 December 2005 when Joweni was elected as the Chair of the WPNCL.

    The Military Council of the West Papua National Liberation Army (DM-TPNPB) is chaired by Nikolas Ipo Hau and Gen. TPN Abumbakarak Omawi Wenda as the Supreme Commander.

    Among these, there is West Papua Revolutionary Army (WPRA), which is called Tentara Revolusi West Papua (TRWP) with Gen. WPRA Mathias Wenda as the Commander in Chief. The WPRA was formed as a result of TPN/OPM Summit that was held after being endorsed by all military commanders in the jungles in 2005-2006 and held in Vanimo, in which WPRA was officially separated from the political organisation called OPM (Organisasi Papua Merdeka).

    WPRA anticipated that a political grouping will be happening in the near future, most probably OPM with new leadership and organisation.

    WPRA separated itself from OPM in order to help OPM as a political organisation to function properly as modern political organisation for West Papua Independence. It took very long time to separate between military wing and political organisation of Free West Papua Movement. Indonesia has been using this unclear naming and concept to brand the movement as separatist, trouble makers, and finally terrorists.

    The name TPN/OPM (TPN slash OPM) has been very commonly used among West Papua independence fighters, making it complicated for Papuans ourselves to see who we are: “politicians” or “military fighters”. The rhetoric, the way of thinking, the concepts of the independence movement, as well as the naming of all have been mixed and misrepresented and misunderstood both by Papuans ourselves and more by the international community.

    WPRA separation from OPM gave path to all other groups within West Papua independence movement to call themselves NOT TPN/OPM anymore, but it became DM-TPNPB, TPNPB and TPN-PB, or TPN.PB.

    WPNA, NRFPB, TPN/OPM, WPRA, TPNPB, WPNCL

    The story of TPN/OPM, TPNPB and WPRA is one side of the coin. The other side is the story of West Papua National Authority (WPNA), West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL) and the NRFPB (Negara Republik Federal Papua Barat – The Federal Republic of West Papua) under the leadership of Waromi – Yaboisembut.

    OPM and TPNPB belongs to the TPN/OPM group, commonly called the One-Star Group (Kelompok Bintang Satu). The other party is called the 14-Stars Group (Kelompok Bintang Empatbelas), who totally have nothing to do with the OPM, but have some things to do with TPN under the leadership of H.R. Joweni, who then became the chair of WPNCL.

    We all know when WPNCL applied for MSG membership, the MSG leaders asked West Papuan independence fighters to re-apply with all-inclusive organisations, primarily because the NRFPB was not inside the WPNCL.

    Why WPNCL was not regarded as fully representing West Papuans or West Papua?

    Only one possible answer: One-Star Group only applying for membership, the 14-Stars Group was not included.

    Now, why West Papua Army, and NOT TPNPB?

    West Papua Army (WPA) is the name as a result of political lobbies and calculations. It was formed as step to get out from the “One Star – Fourthen Star Groups Stigmatization“. We all want to be free from Indonesian colonialism, therefore we need to unite politicaly and militarily.

    Therefore, ULMWP is not undermining or forgeting the OPM, and WPA is not getting rid of the TPNPB, but we are progressing from one chapter to the next one, from one page to the next one, towards our goal: Free and Independent Republic of West Papua.

    So, all TPN/OPM, TPNPB, TPNPB-OPM, DM-TPNPB, WPRA, WPNCL, we are all from the “One -Star Group”. We are now joining with the “Fourteen Star Group”, called NRFPB and TNPB (Tentara Nasional Papua Barat – Wet Papua National Army).

    [to be continued…]

  • Boikot Pemilu 2019 dan Boykot PON 2020 adalah Hak OAP

    Dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua (MPP TRWP), Gen. TRWP Amunggut Tabi mengatakan kepada PMNews terkait sejumlah berita menyerukan boikot Pemilu 2019. Gen. TRWP Tabi mengatakan,

    Boikot Pemilu 2019 dan Boikot Pekan Olahraga Nasional (PON) 2020 adalah hak Orang Asli Papua (OAP), jadi kita sebagai manusia yang punya otak dan hati seharusnya sadar dan memboikot dua kegiatan penjajah ini.

    Ditanya tentang bagaimana yang menyelenggarakan dan mengatur Pemilu di Tanah Papua ialah OAP sendiri, dalam hal ini yang memenangkan dan mengusung PON diselenggarakan di Tanah Papua ialah anak gunung sendiri, Gubernur Lukas Enembe, Gen. TRWP Tabi kembali menyatakan

    Kita tidak bicara gunung-pantai, kita bicara tentang bangsa Papua mau merdeka.Kami pejuang kemerdekaan West Papua, bukan Papua gunung, jadi pertanyaan ini secara moral dan demokratis cacat, tetapi perlu kami jawab bahwa kami tidak bicara untuk melakukan apa-apa terhadap NKRI, yang kami katakan ialah sebuah hak.

    Sejak setiap orang laihir ke bumi, ada hak-hak yang melekat kepada kita sebagai manusia, yang tidak bisa diganggu-gugat oleh siapapun dengan alasan apapun. Hak memilih dan dipilih ialah yang fundamental, yang setiap OAP harus paham. OAP BERHAK TIDAK IKUT PEMILU.

    Sama dengan itu, OAP BERHAK MENOLAK PON 2020.

    Ditanya apakah ini pertanda TRWP merencanakan kegiatan yang bisa berakibat gangguan keamanan terhadap kedua kegiatan ini? Gen. TRWP Tabi mengatakan

    Ah, kalau maslaah kegiatan tidak pernah ada perintah untuk berhenti dari kegaiatan. Ada Perintah Operasi Gerilya (PO) yang sudah dikeluarkan Panglima Tertinggi Komando Revolusi (PANGTOKOR) yang berlaku sepanjang waktu sampai Papua Merdeka. Setiap Panglima Komando Revolusi Daerah  Pertahanan (KORDAP) berkewajiban menyelenggarakan kegiatan apa saja untuk memenangkan peperangan Papua Merdeka.

    Jadi, kalau PANGKORDAP II di Port Numbay mau melakukan kegiatan apa saja menanggapi kegiatan-kegiatan kolonial seperti ini, ya itu ada dalam kewenangan PANGKORDAP, jadi bisa ditanyakan ke sana.

    Tetapi prinsipnya PO untuk mengganggu setiap kegiatan kolonial di Tanah Papua itu tetap ada sampai titik terakhir Papua Merdeka dan berdault di luar NKRI.

    Ditanyakan kembali untuk mempertegasnya, “Apa maksudnya? Sebenarnya Jenderal tidak menjawabnya dengan jelas?”, kembali Gen.T RWP Tabi menyatakan

    Itu hak OAP, hak Anda dan hak semua pejuang Papua Merdeka untuk memboikot, itu bukan kewajiban OAP untuk ikut Pemilu atau ikut PON. Jadi, OAP akan dilihat dunia memang benar-benar mau merdeka kalau boikot Pemilu kolonial NKRI 2019 dan PON 2020.

    PMNews menanyakan kepada Gen. TRWP Tabi, apa pesan khusus kepada Gubernur Lukas enembe sebagai teman seangkatannya dalam studi di SMP, SMA dan Perguruan Tinggi, Gen. Tabi katakan,

    Beliau pejabat Negara NKRI, saya tidak berhak mengatur beliau. Tugas dia kan tunduk kepada NKRI, sebagai kaki-tangan NKRI di Tanah Papua, jadi saya tidak melihat beliau sebagai seseorang seperti yang Anda tanyakan.

    Tetapi kalau beliau punya hati dan pikiran, beliau kan harus tahu bahwa Otsus NKRI diberikan oleh penjajah JUSTRU karena kami-kami di hutan bicara dan terus berjuang untuk Papua Merdeka. Tanpa itu mana pernah Otsus turun? Mana pernah Orang Wamena mau menjadi pejabat di Tanah Papua? Mana pernah orang gunung jadi Gubernur? Itu mimpi siang bolong.

    Tetapi mimpi itu jadi nyata, sekarang dua orang gunung jadi gubernur dan wakil gubernur, dan apalagi sudah dua periode.  Kemungkinan besar besok setelah mereka juga orang gunung yang jadi gubernur kolonial NKRI.

    Itu karena apa? Justru itu karena keberadaan dan perjuangan TRWP, karena TPN/OPM, karena PDP, karena DeMMAK, karena WPNCL, karena KNPB, karena AMP, karena NRFPB, karena ULMWP.

    Jadi kalau beliau berdua punya hati dan pikiran, pasti mereka paham apa yang saya maksud. Kalau tidak, sayang seribu sayang!

    PMNews tanyakan ulang karena jawaban ini belum tegas, “Bisa diringkas dalam satu kalimat?”, lalu Gen. TRWP Tabi menjawab,

    Beliau berdua bukan anak kecil. Mereka pejabat kolonial. Mereka tahu apa yang saya maksud. Menjadi gubernur – wakil gubernur dua periode sebagai orang gunung, tetapi tidak pernah berpikir orang gunung lain yang selama ini mempertaruhkan nyawa dan membawa turun Otsus sama saja menghancurkan masa depan bangsa Papua. Jadi, posisinya tetap lawan, bukan kawan!

    Kalau Gen. TRWP Mathias Wenda keluarkan Perintah Operasi Khusus (POK) untuk memboikot Pemilu atau PON 2020, maka itu pasti berhadapan dengan beliau berdua, karena Gen. Mathias Wenda itu Kepala Suku mereka dua, orang tua mereka dua, bukan orang asing, mereka tahu. Secara adat beliau selalu katakan, “Anak-anak ini tahu politik ka tidak? Belajar, makan minum dengan penjajah jadi pikiran masih sama dengan orang Indonesia Melayu penjajah!”

    —END—

  • Unifikasi Kekuatan Militer Papua Merdeka setelah Unifikasi Kekuatan Politik dalam ULMWP

    Dengan berdirinya United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), yang awalnya dirintis oleh dua orang tokoh Organisasi Papua Merdeka (OPM) Dr. OPM John Otto Ondowame dari Faksi Pembela Kebenaran (PEMKA) dan Senior OPM Andy Ayamiseba dari Faksi Marvic (TPN) sejak tahun 2001, didahului dengan pendirian West Papuan Peoples Representative Office (WPPRO), disusul dengan berbagai macam Deklarasi dan penandatanganan, antara lain Deklarasi Saralana tahun 2000 antara tokoh Politik Papua Merdeka Dortherys Hiyo Eluay dan Ketua OPM Faksi Marvic Seth J. Roemkorem dan beberapa rangkaian pertemuan antara utusan Gen. TPN/OPM Mathias Wenda dari Markas Pemka/ Marvic berastu di perbatasan West Papua/ PNG tahun 2004-1006.

    Kedua tokoh OPM, Dr. OPM J.O. Ondowame dan Senior OPM Andy Ayamiseba bersama rekan mereka Senior OPM Rex Rumakiek, bekerjasama dengan berbagai elemen masyarakat adat, terutama Dewan Musyawarah Masyarakat Adat Koteka (DeMMAK) telah membentuk West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL).

    WPNCL kemudian mendaftarkan diri ke Melanesian Spearhead Group (MSG) di dalam KTT-nya di Noumea, Kanaky atas sponsor dana dan sponsor politik dari Perdana Menteri Vanuatu waktu itu, Joe Natuman.

    Vanuatu telah memberikan dukungan dana dan dukungan politik selama puluhan tahun. OPM telah menjadi fokus dukungan mereka. Tiga tokoh dan senior OPM: Dr. OPM J.O. Ondowame, Senior OPM Andy Ayamiseba dan Senior OPM Rex Rumakiek selama puluhan tahun telah disponsori oleh Vanuatu untuk mengkampanyekan Papua Merdeka.

    Masih atas dukungan Republik Vanuatu terhadap tiga tokoh OPM, Andy Ayamiseba, Otto Ondawame dan Rex Rumakiek, ditambah dukungan yang datang dari rimba oleh Gen. TPN/OPM Mathias Wenda, Gen. TPN/OPM Abumbakarak Wenda, Gen. TPN/OPM Nggoliar Tabuni, dan para petinggi militer di seluruh Tanah Papua, Joe Natuma telah memberanikan diri di dalam kapasitas dan kuasanya sebagai Perdana Menteri Vanuatu, meminta kepada para tokoh OPM untuk menyampaikan lamaran kepada MSG, untuk menjadi anggota MSG.

    Atas saran negara Vanuatu pula, maka telah dibentuk WPNCL, namun lamaran ini mengalami kegagalan karena ada kelompok organisasi Papua Merdeka yang memprotes.

    Tiga tokoh OPM bersama para gerilyawan dipaksa untuk kembali membangun kekuatan bersama, kali ini dengan memasukkan Parlemen Nasional West Papua (PNWP) dan Negara Federaral Republik Papua Barat (NRFPB).

    Dengan dana dari Negara Republik Vanuatu pula, ketiga tokoh OPM bersedia meninggalkan posisi dan kedudukan, dan mengundang semua elemen perjuangan Papua Merdeka, baik organisasi politik maupun militer untuk duduk bersama, membicarakan dan membentuk persatuan organisasi untuk perjuangan politik Papua Merdeka.

    Pada 7 Desember 2014, telah terbentuk sebuah wadah politik untuk Papua Merdeka, dibentuk oleh tokoh TPN/OPM, OPM dan DeMMAK yang telah terorganisir bersama tiga tokoh OPM dalam WPNCL, bersama PNWP dan NRFPB. Terbentuklah Organ perjuangan Papua Merdeka bernama “United Liberation Movement for West Papua (disingkat ULMWP).

    Hampir lima tahun lalu kita telah sukses menyatukan sayap politik perjuangan Papua Merdeka. Para tokoh OPM di dalam negeri maupun luar negeri, bersama tokoh NRFPB dan PNWP telah menyatakan membentuk ULMWP.

    Kini tinggal satu tugas organisatoris lagi, yaitu menyatukan kekuatan militer yang ada di Tanah Papua ke dalam satu garis komando, atau satu garis koordinasi.

    Jadi, ada dua skenario tersedia saat iin. Lewat Biro Militer dan Pertahanan ULMWP akan dibentuk sebuah organisasi sayap militer dengan nama baru, menyatukan semua perjuangan para gerilyawan di rimba New Guinea. Skenario pertama ialah menyatukan semua Panglima Perang dan Panglima Komando yang ada di Tanah Papua ke dalam satu struktur organisasi, satu nama sayap mliter, dan satu garis komando.

    Skenario kedua ialah membentuk sebuah Dewan Militer yang para anggotanya ialah para panglima dengan komando yang sudah ada pada saat ini, dan para anggota Dewan Militer dapat memilih Panglima Tertinggi Komando Revolusi sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.

    Baik skenario pertama maupun kedua tentu saja memiliki kelebihan dan kekuarangan. Yang terpenting ialah dunia melihat bahwa perjuangan Papua Merdeka semakin mengerucut, semakin menyatu dan semakin profesional. Tidka sporadis, tidak unpredictable, tidak banyak panglima dan komando.

    Kami berdoa kiranya Biro Pertahanan dan Keamanan ULMWP dapat menuntaskan pekerjaan ini dalam waktu sesingkat-singkatnya sehingga semua persoalan yang muncul dalam perjuangan ini tidak berputar-putar di satu tempat.

     

     

  • Benny Wenda: TRWP, TPNPB, TPN OPM Sudah Bersatu!

    Tujuan kita hanya satu “Papua Merdeka, lepas dari NKRI”, Ya, benar.

    ULMWP merupakan hasil dari perjuangan kita selama 50 tahun lebih, dan inilah ujung tombak West Papua yang sudah kami siapkan untuk membawa bangsa Papua keluar dari “neraka NKRI”.

    Sebuah pertanyaan:

    – Apakah kami orang asli Papua ini punya masa depan “hidup” dalam 50-100 tahun ke depan atau Tidak?

    Kita harus sadar bahwa, jangka waktu hidup kita terbatas (limited). Ketika ajal menjemput hidup ini mungkin 1, 2 atau 10 tahun ke depan, kita sudah tidak hidup lagi dan tak bisa berbuat apa-apa untuk memastikan nasib generasi ke depan.

    Selagi saat ini kami masih bisa berpikir untuk menata hidup ini, kita punya tanggung jawab besar untuk memastikan masa depan bangsa ini.

    Doa dengan sekedar harapan tak akan menentukan masa depan kita. Harus ada langkah maju dan berpikir keluar dalam upaya untuk menyelamatkan bangsa ini.

    #Papua_Merdeka merupakan “strategi” untuk “kepastian” masa depan hidup, khususnya bagi kami bangsa Papua di West Papia ini. Dan itu ada di dalam ULMWP atau United Liberation Movement for West Papua.

    ULMWP merupakan “ujung tombak West Papua”. Bersama ULMWP kami akan menentukan nasib masa depan Papua.

    Setiap kita entah secara pribadi perjuang Papua Merdeka maupun kelompok Papua Merdeka, kami berkewajiban penuh untuk kawal “ujung tombak West Papua, ULMWP” menuju menentuan masa depan kehidupan Orang asli Papua sebagai pemilik “ahli waris Tanah dan Kehidupan” di Papua.

    #INGAT, Khusus bagi orang asli Papua

    “Jika kita tidak berpikir Papua Merdeka, maka kehidupan kita saat ini #percuma, karena kita tidak akan lagi punya masa depan diluar Papua Merdeka”
    ___________
    Peryataan Ketua ULMWP, pemimpin kemerdekaan West Papua ini penting untuk kita simak bersama.

    WaSalam…!!

    #LetWestPapuaVote
    #InternationallySupervisedVoteForWestPapua
    #ReferendumForWestPapua

  • Waspada! Agen BIN Sudah Bergerilya di Media Sosial atas nama Papua Merdeka

    Waspada! Agen BIN Sudah Bergerilya di Media Sosial atas nama Papua Merdeka

    PMNews mencatat berbagai perkembangan, terutama cekcok, beda pendapat, konflik sampai kepada verbal violence yang terjadi di media masa belakangan ini sudah dengan jelas menunjukkan NKRI telah menggunakan ke-tidak-tahu-an orang Papua, dan keterbelakangan berpikir orang Papua sehingga mereka telah berhasil memancing emosi dan reaksi dari antara orang Papua sendiri, berpikir seolah-olah kata-kata yang keluar itu dari para tokoh dan organisasi yang memperjuangkan Papua Merdeka.

    Orang Papua perlu catat, kalau kita pintar, masuk dalam kategori pemain, maka kita kaan tahu sejak kapan nama-nama profil Sosial Media itu muncul? Sejak kapan nama manusia-manusia yang menggunkana marga orang Papua itu muncul di dunia ini? Sejak kapan mereka bicara Papua Merdeka? Sejak kapan mereka mewakili TPN OPM, TPN PB, TPN/OPM, TRWP, ULMWP, dan sebagainya?

    Orang Papua yang begitu lugu dan baru tahu dunia modern, tertipu lagi kesekian kalinya dengan postingan dan profil Facebook mengatas-namakan orang Papua dan memancing emosi ke sana-ke mari, menyebarkan isu dan topik-topik tidak mendidik, tetapi memecah-belah, atas nama kebenaran, atas nama OPM, atas nama Papua Merdeka, atas nama damain, atas nama ini dan itu.

    Mereka telah berhasil membuat kita orang Papua terpecah-pecah, sama seperti perpecahana yang telah mereka berhasil ciptakan waktu orang tua kami bergerilya di hutan New Guinea. Kini di hutan dunia maya, mereka sudah sukses.

    Bagi mereka yang tidak terbawa emosi, tidak memaki-maki, tidak menggunakan kata-kata violence dalam percakapan media sosial, mereka itulah manusia Papua sejati, yang berjuang untuk Papua Merdeka.

    Kalau saja ada orang Papua yang berani memaki dan mengancam orang Papua lain, pejuang Papua Merdeka lain, tokoh Papua Merdeka lain, atas nama Papua Merdeka, aaka apakah layak disebut orang Papua? Apakah layak disebut pejuang Papua Merdeka? Apakah layak disebut OAP?

    Kita juga harus petakan, apa dasar pemikiran dan apa alasan ucapan-ucapan dan perpecahan itu terjadi? Apakah dasar perjuangan yang salah? Atau urusan pribadi? Atau urusan makan-minum? Atau urusan keluarga yang merambat ke urusan Papua Merdeka? Ini semua juga kita sebagtai sesama orang Papua harus pahami, sehingga kita tidak saling bersembunyi mengatas-namakan dan mengeksploitasi Papua Merdeka untuk kepentingan pribadi/ keluarga sendiri. Ini sudah pernah merusak perjuangan kita dan telah dipulihkan dengan pendirian ULMWP, yang telah lama diririntis oleh dua tokoh Senior OPM. Dr. OPM John Otto Ondawame dan OPM Senir Andy Ayamiseba.

    Caci-maki dimedia sosial menunjukkan kita tidak dewasa berpolitik, kita tidak sopan kepada diri sendiri, kita tidak punya harga diri, peradaban kita masih jauh dari yang kita sangka.

    Saling mencurigai dan saling mengecap sebagai agen NKRI juga menunjukkan kita masih belum dewasa menilai dan memberi label kepada sesama kita orang Papua sendiri.

    Sesungguhnya dan sebenarnya, baik para gerilyawan di Rimba New Guinea, pejuang di luar negeri, mereka yang ada di jabatan pemerintah kolonial NKRI, mulai dari Gubernur sampai Kepala Desa, mereka yang tergabung dalam barisan hijau, barisan merah-putih, barisan kelapa, barisan Papeda, barisan Koteka, barisan Nuri, barisan Kasuari, yang muncul membela Indonesia atau yang menuntut Papua Merdeka, semuanya, semuanya adalah orang Papua, berhak untuk hidup dan mati di Tanah leluhur kita bersama, Tanah Papua.

    Oleh karena itu, kalau kita berbicara Papua Merdeka, lawan kita bukanlah barisan-barisan merah, putih, hijau, kasuari, buri dan sederusnya, tetapi kita sedang melawan “tipu-daya”, pembunuhan, eksploitasi, penjajahan, bukan melawan satu suku, tidak melawan satu konsep pemikiran, tidak menentang satu oknum atau organisasi orang Papua. Semuanya TIDAK!

    Janganlah tertipu! Janganlah terlena! Dari kapanpun, sampai kapan-pun, merek dan cap apapun, kita semua orang Papua, kita punya tanah leluhur Bumi Cenderawasih.

    Si perusak dan perampok, pencuri dan pembunuh selalu mencaci-maki orang Papua, meremehkan harga diri orang Papua, memanggil orang Papua dengan kata-kata tidak bermartabat, dan mengancam orang Papua untuk saling membunuh.

    Siapakah dia? Kalau bukan NKRI itu sendiri? Siapa yang bodoh di sini?

    Waspada! Agen BIN Sudah Bergerilya di Media Sosial atas nama Papua Merdeka

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?