Tag: politik penjajah

  • Argumen NKRI: Pelapor dan Negara Luar Tidak Tahu Apa yang Indonesia Lakukan?

    Sudah berkali-kali, bukan hanya puluhan, tetapi ratusan kali, NKRI lewat diplomatinya selalu mengatakan kepada pejuang Papua Merdeka, organisasi HAM nasional, regional dan global, bahkan kepada pejabat, politisi dan diplomat dari negara-negara lain, terutama dari Inggris, Vanuautu, Solomon Islands, Amerika Serikat dan bahkan politisi Indonesia bahwa sesungguhnya para pelapor itu tidak tahu kondisi sebenarnya di Tanah Papua.

    Menurut NKRI, politisi tidak tahu, orang Indonesia tidak tahu, orang Papua tidak tahu, orang Melanesia tidak tahu apa yang terjadi di Tanah Papua.

    Kedengarannya sepertinya NKRI yang tahu Papua, NKRI yang tahu apa yang dilakukannya di Tanah Papua.

    Hal yang menjinjikkan, menjadi lelucon yang menggelikan.

    Logika sangat sederhana, orang tidak tahu peta Papua, orang tidak tahu manusia Papua, orang tidak tahu tentang apa yang sedang terjadi di Tanah Papua tidak akan mungkin menyebutkannya, menjelaskannya, melaporkannya. Bagaimana mungkin orang tidak tahu berbicara tentang Papua dan nasib hidup manusia Papua?

    Hal kedua, siapa saja sih, di dunia ini yang tidak tahu tentang Papua, tentang perjuangannya, tentang sejarah rekolonisasi oleh NKRI, tentang pelanggaran HAM, tentang pelanggaran prinsip New York Agreement, dan tentang pembunuhan orang Papua yang terjadi hari ini?

    Dari permainan yang dimainkan oleh diplomat NKRI, jelas-jelas sebenarnya menunjukkan bahwa justru NKRI sendiri tidak tahu apa yang sedang terjadi di Tanah Papua, dan di mana-mana terhadap orang Papua.

    Bayangkan saya, orang yang tidak tahu, negara yang tidak tahu-menahu tentang orang Papua, berlagak tahu, malahan lancang menuduh orang lain, lembaga lain, negara lain yang lebih tahu, lebih bagian dari Melanesia sebagai “yang tidak tahu”. TIdak sekedar lucu, tetapi menjijikkan, dan diplomat seperti ini seharusnya diakhiri karirnya karena sudah tidak layak berbicara di forum internasioanl yang sudah globalised ini.

    Yang dikatakan diplomat Indonesia seperti ini menunjukkan betapa NKRi masih ada di zaman abad ke-20, masih tidak percaya kepada globalisasi informasi dan konektifitas global yang telah terwujud berkat Internet. Indonesia masih jauh sekali dari peradaban pascamodern, otak para diplomat belum menerima fakta bahwa dalam detik yang sama, apapun yang dilakukan Indonesia di Tanah Papua, akan disiarkan langsung ke seluruh dunia, tanpa wartawan, tanpa disensor, tanpa ditunda, langsung boom, off you go, to the global community.

    Indonesia berupaya menyalahkan negara lain, organisasi lain, oknum lain, tanpa menyalahkan dirinya sendiri, tanpa mengakui fakta yang tidak harus dibuktikan oleh orang Papua, tidak harus dibuktikan oleh negara manapun, bukti dan fakta tersiar langsung dari Tnaah Papua setiap hari. Lantas NKRI ada di mana, lalu menyalahkan pihak pelapor “Tidak tahu”?

    Tuduhan NKRI bahwa pelapor tentang kondisi HAM terikni di Tanah Papua “Tidak tahu” juga menunjukkan betapa NKRI masih jauh kampungan dalam cara berpikir dan berdiplomasi di pentas politik global. Indonesia seharusnya tahu dan sadar, bahwa bilamanan sebuah lembaga HAM PBB, sebuah negara anggota PBB, sebuah NGO bertaraf antarbangsa berbicara tentang sesuatu, apalagi memberikan laporan tertulis, maka mereka juga sedang mempertaruhkan kredibilitas mereka sebagai institusi PBB, sebagai negara anggota PBB dan sebagai NGO antarbangsa, jadi tidak mungkin mereka melaporkan “hal-hal yang mereka idak tahu”.

    Tentu saja mereka yang sudah berbicara di pentas politik global sudah lolos kredibilitas mereka di tingkat lokal, nasional dan kawasan, dan karena itulah mereka dipercayakan dengan pekerjaan-pekerjaan di tingkat antarbangsa, diizinkan berbicara di pentas global. Lantas NKRI berbicara seperti ini, di pentas global, dalam diplomasi internasional, sebenarnya menunjukkan diri sebagai apa? Sebagai negara modern? Sebagai negara demokratis? Sebagai negara manusiawi? Ataukah sebaliknya?

    Kita perlu tertawa saja. Ini Warkop Jakarta Mutakhir, di mana semua orang patut nonton dan merasa terhibur menontonnya.

  • Apakah Indonesia Akan Merebut Hati Negara-Negara Di Kawasan Pasifik?

    DIHAI MOMA PAGOUDA 11:29:00 PAPUA DALAM NKRI

    Jawabannya “Sudah terlambat bagi negara ini membangun nasionalisme Indonesia untuk orang Papua. Sudah terlambat pula Indonesia meyakinkan  orang Papua bahwa negara ini milik bersama.” 

    Saat ini generasi muda Papua telah mengetahui wajah asli negara ini dari topeng yang membalut wajah Indonesia sejak puluhan tahun silam.

    Perjuangan kemerdekaan West Papua telah melangkah maju dari posisi sebelumnya. Saat ini West Papua di bawah payung United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) telah menjadi anggota peninjau (observer) dalam organisasi regional di wilayah Pasifik Selatan. Bukan mustahil, sebentar lagi ULMWP akan menjadi anggota penuh dalam forum beranggotakan lima negara Melenesia itu.

    Perjuangan kemerdekaan West Papua melalui jalur politik di kawasan Pasifik Selaan akan memberi jalan yang pasti untuk Papua Merdeka. Selain itu, dukungan dari forum gereja pasifik dan berbagai organisasi pemerintah maupun non-pemerintah dari berbagai negara terus bertambah. Meningkatnya dukungan ini sudah pasti membuat negara Indonesia sebagai penjajah atas Tanah Papua panik.

    Bagaimana dengan Indonesia?

    Kemajuan perjuangan kemerdekaan West Papua merupakan sebuah ancaman besar bagi negara ini. Beberapa tahun belakangan negara ini mulai menyadari pentingnya hubungan Indonesia dengan negara-negara  di wilayah Pasifik Selatan. Indonesia mulai membuka mata dan mendekati negara-negara pasifik selatan.

    Sebelum dan sesudah ULMWP diterima sebagai anggota Obeserver di MSG. Indonesia melakukan pendekatan ekstra terhadap negara-negara Pasifik Selatan. Perdekatan ini dapat dilihat dari kunjungan menteri luar negeri Indonesia Retno Marsudi, kunjungan Jokowi, dan Menko Polhukam Luhut B Panjaitan.

    Negara ini betingkah maju dan beruang diwilayah Pasifik Selatan. Padahal utang luar negeri Indonesia tahun ini  mencapai Rp 4.234 Triliun (CNN Indonesia). Bukan hanya itu masyarakatnya menangis di pinggiran jalan demi sesuap nasi. Rasanya bagi Indonesia persolan internal bukanlah ukuran untuk tampil mewah dihadapan negara-negara Pasifik Selatan khususnya di Negara-negara Melaneia. Saat ini bagi Indonesia lebih penting mengorbankan ratusan miliyar untuk berdiplomasi ke wilayah itu, dari pada melunasi utang negara yang terus melonjak dan memberi makan kepada rakyatnya yang menangis, mengemis, menyundalkan diri di dalam negerinya dan menjual buruh kasarnya ke luar negeri.

    Hal ini dapat dilihat dari tindakan Indonesia beberapa tahun lalu. Dengan dalil membantu pembangunan Regional Police Academy Melanesian Spearhead Group (MSG) Indonesia memberikan dana sebesar USD $500,000. Bantuan itu diberikan langsung kepada PM  Fiji  Frank Bainimarama yang saat itu menjabat sebagai ketua MSG  periode 2011-2013.

    Sayangnya masyarakat di negara-negara itu telah mengetahui siapa Indonesia dan bagaimana perilakunya terhadap orang Melanesia di West Papua. Setiap kunjungan selalu saja dihadapakan pada aksi protes yang membuat para pemimpin di wilayah itu mati langkah.

    Pada tanggal 28 Februari 2015 menteri luar negeri Retno L.P.Marsudi mengunjugi Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Fiji. Saat berkunjung Indonesia mengeluarkan miliyaran rupiah untuk menutupi dukungan negara-negara Melanesia terhadap perjuangan kemerdekaan West Papua. Kunjungan menteri luar negeri ini pun diprotes oleh  masyarakat sipil Solomon. Berikut seperti di kutip tabloidjubi.com dari Solomon Star.

    “Kita tidak punya apa-apa terhadap kunjungan ini tetapi kami mau pemerintah mengangkat isu Papua Barat ketika menlu Indonesia tiba di sini,” kata juru bicara Kepulauan Salomon Untuk West Papua  Ronie.

    Selain itu  presiden Jokowi yang benjung ke PNG pada bulan Maret 2015 disambut aksi protes dari masyrakat PNG. Dalam kunjungan itu Indonesia dan PNG membahas peningkatan perhatian terhadap  batas-batas wilayah kedua negara.

    Selain membahas masalah keamanan di perbatasan kedua negara. Masyarakat PNG menilai Indonesia menggunakan  jutaan dolar AS untuk melemahkan dukungan PNG terhadap perjungan rakayat West Papua untuk bergabung dalam negara-negara  anggota MSG. Berikut kutipannya dari tabloidjubi.com.

    “Kami tahu diplomasi 20 Miliar rupiah yang diberikan oleh menteri luar negeri Indonesia. Sekarang Presiden Indonesia datang menjelang pertemuan Melanesia tanggal 21 Mei nanti untuk memaksakan keberuntungannya,” kata Kenn Mondiai, Direktur PwM. Selasa (12/5/2015).

    Pada tahun yang sama Indonesia memberikan bantuan kemanusiaan berupa uang dan barang kepada  korban  bencana angin topan di Vanuatu senilai US$2 juta. Sayangnya dalam kondisi bencana pun masyarakat Vanuatu tidak berhenti melontarkan protes atas tingkah Indonesia yang mencari kesempatan dalam kesempitan. Berikut saya kutip dari kompas 7/4/15.

    Dari proses panjang perjuangan Papua melalui jalur Pasifik Selatan. Setiap kunjungan Indonesia hampir tidak pernah luput dari  protes masyarakat sipil di negara-negara itu. Hasilnya, dari kelima negara Melanesia. Indonesia  memfokuskan pendekatannya ke negara Fiji dan PNG. Belum puas dengan aksi protes tersebut. Saat ini  Indonesia mengutus Menko Polhukam. Dalam kunjungan  kali ini Luhut mengaku membawa surat  dari presiden Jokowi kepada Perdana Menteri (PM) Fiji. Berikut seperti dimuat Antaranews.com

    “Saya juga membawa surat Presiden Joko Widodo untuk Perdana Menteri Fiji J.V.Bainimarama.

    Selain itu kata dia (Menko Polhukam) dalam kunjungan kali ini juga sekaligus memberikan bantuan kepada Fiji sebesar  lima juta dolar Amerika  untuk proses rehabilitasi  dari badai tropis Winston yang menimpa Fiji belum lama ini. Bukan hanya itu Indonesia juga turut mengirim  TNI AD  untuk mempercepat proses rehabilitasi.

    “Di atas kemiskinan rakyatnya dan utang luar negeri  yang mencapai Rp 4.234 Triliun. Negara yang selalu berlaku pintar ini mengeluarkan sekian rupiah untuk mengahadapi  orang Papua yang bodoh dan terbelakangan.

     

    Apa Saja Hasil Yang Dicapai Indonesia?

    Sejak awal perjuangan Papua melalui Pasifik Selatan khususnya di negara-negara Melanesia. Dari kelima anggota negara MSG: Papua New Guinea dan Fiji menunjukan kedekatan mereka pada  pemerintah Indonesia. Saat ini Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan sedang berada di Fiji dan selanjutnya akan berkunjung ke PNG. Hal ini menunjukan  kedua negara ini berada di dalam genggaman Indonesia.

    Indonesia berhasil merebut dukungan pemerintah Fiji dan PNG dalam kubu MSG untuk perjungan kemerdekan West Papua. Sementara Vanuatu, Solomon dan Kanaki berada di pihak  para pejuang West Papua (ULMWP).

    Keberpihakan itu bisa dilhat dari kunjungan Menko Polhukan di kedua negara tersebut. Kedatangan Luhut disambut hangat oleh  perdana menteri Fiji. Selain itu Kubuabola sebagai PM Fiji menunjukan niatnya untuk mendukung Indonesia dari anggota asosiasi menjadi anggota penuh di MSG.

    “Dalam pertemuan tersebut Perdana Menteri Kubuabola mengatakan niat pemerintah Fiji untuk mengusulkan agar status Indonesia di MSG dapat ditingkatkan dari anggota asosiasi menjadi anggota penuh, yang akan memperkuat posisi Indonesia di kelompok negara-negara Melanesia tersebut. Antaranews.com (1/4/2016)”

    Dukungan itu baru datang dari PM  Fiji. Bukan tidak mungkin besok pemerintah PNG  juga turut mendukung Indonesia menjadi anggota penuh di MSG. Persoalan yang akan lahir dari proses ini, negara-negara anggota MSG akan terbagi. Indonesia secara perlahan akan menghancurkan ikatan kekeluargaan di dalam tubuh MSG.

    “Perlu diketahu sejak Indonesia menjadi anggota asosiasi sampai dengan Mei 2015. Indonesia telah melakukan kerjasama teknis untuk peningkatan kapasitas dengan negara anggota MSG sebanyak 130 program yang diikuti oleh 583 peserta”

     

    Bagaimana Dengan Hasil yang Dicapai ULMWP?

    Satu tahun lalu semua organisasi  perjuangan kemerdekaan West Papua  bersatu di bawah payung ULWP. Mereka (masyarakat West Papua) menyatukan pandangan dan  pendapat  untuk memperjuangkan kemerdekaan West Papua. Hasil dari bergabungnya rakyat West Papua ini membuat ULMWP diterima sebagai aggota Observer di dalam organisasi regional negara-negara Melanesia.

    Seperti disinggung di atas dari kelima negara anggota MSG,Vanuatu, Solomon,dan Kanaki  selama ini memperlihatkan dukungannya dalam perjungan kemerdekan West Papua. Dari ketiga negara ini  Vanuatu  tidak dapat diragukan lagi. Hal ini karena negara itu merupakan satu-satunya negara di dunia ini yang medukung kemerdekaan West Papua secara resmi. Vanuatu tetap memegang amanah dari pendiri negara Vanuatu pastor Father Walter Lini  yang bertekad untuk terus berjuang membebaskan semua orang Melanesia dari penjajahan.

    Vanuatu is not free until all Melanesia is free”

    Selain itu PM Solomon, Hon Manasye Sogavare di masa kepemimpinannya memperlihatkan dukungan dan perhatiannya untuk West Papua. Hal ini tercermin dalam pidatonya pada  KTT MSG Ke-20 maupun dalam sidang Majelis Umum PBB Ke-70 pada tahun 2015 lalu. Di PBB Sogavare berpidato mengenai perlunya penyelesaian dan tinjauan masalah Ham di West Papua.

    Sebelumnya dalam KKT MSG ia juga turut mendorong ULMWP menjadi anggota observer. Dalam kesempatan itu ia pernah menyampaikan. Dukungannya bukan karena keinginan seorang menteri tetapi keingingan rakyat Solomon. Lebih lanjut lagi ia menjelaskan saya hanya meneruskan mandat rakyat kepulauan Solomon, yang memilih saya menjadi Perdana Menteri.

    “Ini bukan semata-mata kehendak seorang perdana menteri. Ini kehendak rakyat Kepulauan Solomon, yang memilih saya sebagai pemimpin mereka. Ini mandat rakyat Kepulauan Solomon,” (TabloidJubi.com)

    Sejak ULMWP  diterima sebagai anggota observer di MSG. Organisasi ini  terus melebarkan sayap diplomasinya di wilayah Pasifik Selatan. Sejak awal sepak terjangnya mulai membuahkan hasil . Misalnya  dalam KTT ke-46  Pacific Islands Forum (PIF) yang berlangsung  pada  7 – 11 September 2015 di Port Moresby, Pelanggaran HAM di Papua Barat menjadi salah satu agenda yang harus di bahas dalam forum tersebut.

    Bukan hanya itu di wilayah Pasifik Selatan Persekutuan Gereja-Gereja dan organisasi non pemerintah turut mendukung perjuangan kemerdekaan West Papua. Dukungan yang terus bertambah akan mendongkrak  posisi ULWP dalam MSG untuk seposisi dengan Indonesia yang saat ini berstatus sebagai anggota Asosiasi. Bahkan beberpa tahun lagi organisasi penyambung lidah rakyat West Papua itu, akan menjadi anggota penuh di MSG

    Suka tidak suka beberapa tahun kedepan West Papua akan menjadi anggota penuh di MSG. Posisi itu akan  mempermudah West Papua untuk  menjadi  anggota Forum Lepulauan Pasifik (Pacific Islands Forum – PIF).

    Selain itu keanggotaan penuh ULWP di MSG merupakan jalan awal menuju kemerdekaan West Papua sebagai Negara merdeka dan berdaulat. Hal ini karena secara kelembagaan, MSG dilindungi oleh PBB berdasarkan “Agreed Principles of Cooperation Among Independent States of Melanesia”. yang ditandatangani di Port Vila pada 14 Maret 1988. Forum ini  telah sah sebagai badan resmi PBB di bawah Pacific Islands Forum (PIF) .

    Setelah masuknya West Papua sebagai anggota penuh di MSG, melalui  ULMWP  West Papua akan bergabung ke dalam PIF dan selanjutnya akan membuka jalan bagi West Papua untuk membawa tuntutan rakyat West Papua ke tingkat PBB untuk mendapatkan kemerdekaan penuh, Referendum, atau  mendesak Komite Dekolonisasi PBB untuk mengembalikan Nederand Niuew Guinea/West Irian/ West Papua dalam daftar dekolonisasinya untuk selanjutnya di berikan hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat West Papua.

    Dari proses yang dirancang ULMWP ini  memperlihatkan. Generasi Pejuang Papua saat ini tidak  dapat di bujuk dengan iming-imingan negara yang sejak puluhan tahun digunakan oleh Indonesia.

    “Apakah akan terbukti perkataan negara selama ini yang selalu melihat orang Papua bodoh, terbelakang, dan  tertinggal . Bisa jadi senjata makan tuan. Orang Papua akan berjuang melawan negara yang pintar ini dengan kedewasaan, pengetahuaan, dan strategi yang terpelajar”

    Apa masalah yang akan terjadi di Pasifik?

    Kesadaran  Indonesia akan lemahnya diplomasi di wilayah Pasifik Selatan membuat Indonesia terus menaikan tensi diplomasinya. Kita sepakat ULMWP menyadarkan  pemerintah Indonesia akan  lemahnya hubungan Indonesia dengan negara-negara Pasifik Selatan. Berkat ULMWP saat ini  Indonesia menempuh berbagai macam cara untuk merebut hati negara-negara di kawasan Pasifik Selatan. Dari barang sampai uang menjadi harga yang harus dibayar.

    “Seharusnya Indonesia berterimakasih kepada orang Papua, karena telah mengingatkan kelalaiannya yang selama ini selalu memandang orang Papua itu bodoh dan tertinggal

    Kesadaran akan kelemahan mereka  membuat negara ini hadir sebagai serigala  berbulu domba di tengah  negara-negara di Pasifik Selatan. Langkah pertamanya pada tahun 2015 lalu negara ini mengaduh domba negara-negara Melanesia. Sebut saja PM Vanuatu yang tidak hadir saat KKT MSG ke20 karena  dilanda  masalah internal yang menyeret PM Vanuatu Monas Kalosil dan Joe Natuman yang notabanenya mendukung penuh perjuangan Papua Merdeka.

    Kasus  ini bisa dibilang masalah internal Vanuatu, tetapi bisa jadi  kasus itu permainan negara ini untuk melemahkan dukungan kepada West Papua dalam KTT  MSG waktu itu. Hal ini kita semua tahu waktu itu Vanuatu merupakan  salah satu negara yang vokal dan secara resmi mendukung Papua Merdeka dan masih berlangsung sampai saat ini.

    Selain itu seperti penjelasan awal, lelima negara anggota MSG sendiri  dari awal terbagi. Pemerintah  PNG dan Fiji lebih memihak kepada Indonesia. Sedangkan Vanuatu, Solomon Island, dan Kanaki lebih memihak ke West Papua. Ini artinya jika nanti Vanuatu dan Solomon Island di adu-domba oleh negara ini dan kepemimpinannya beralih ke tangan orang yang pro Indonesia, maka sudah pasti Indonesia akan menjadi anggota penuh di MSG. Setelah itu Indonesia  akan berjaya dalam Forum itu untuk menekan ULMWP yang menjadi penyambung lidah rakyat West Papua.

     

    Apa Solusi Bagi Rakyat West Papua Khususnya ULWP ?

    Rakyat Papua umumnya dan khusunya ULWP harus mengetahui tak-tik yang digunakan negara ini. Pendekatan pasti yang akan digunakan negara ini di wilayah Pasifik Selatan ada empat. Uang, barang, SDM, dan diplomasi.

    Keempat poin ini sangat ampuh untuk melemahkan negara-negara di wilayah pasifik. Hal ini mengingat beberapa tahun terakhir negara-negara tersebut dilanda bencana alam. Selain itu  pengaruh pemanasan global  yang saat ini berdampak di wilayah Pasifik Selatan, sehingga mengakibatkan naiknya air laut dan menenggelamkan beberapa pulau di Pasifik Selatan.

    Kita juga  harus mengingat dalam KTT Ke-46  negara-negara Forum Kepulauan Pasifik membahas beberapa persoalan. Perubahan Iklim, Kanker Serviks, Teknologi Informasi, dan pelanggaran HAM di West Papua. Poin-poin masalah ini, sasaran empuk bagi negara ini  untuk bertingkah  pahlawan kepada negara-negara Pasifik Selatan.

     

    “Peningkatan  kepentingan Indonesia dengan upaya meringankan beban kebutuhan negara-negara Pasifik Selatan merupakan metode utama negara ini”

    Hal ini digunakan Indonesia karena negara ini tahu. Jika mengutamakan ancaman  maka  masalah yang akan timbul lebih rumit. Mengingat Forum-forum resmi di pasifik seperti MSG dan PIF berada langsung di bawa pengawasan PBB.

    Dari asumsi pribadi yang menganggap negara ini akan menggunakan empat pendekatan di wilyah Pasifik, sebagaiman yang disingung pada bagian atas  artikel ini. Saya akan berspekulasi untuk memberikan solusi yang  menurut anggapan pribadi dapat di manfaatkan untuk menangkal Indonesia.

    Pertama pergerakan ULMWP di wilayah Pasifik Selatan sejauh ini menurut saya sangat baik. Sangat baik sebab para pemimpin ULWP menggunakan metode diplomasi multiarah. Artinya mereka (ULMWP) berdiplomasi bukan hanya di kalangan Pemerintahan dan pejabat negara yang memangku kepentingan dan keputusan. Tetapi menyentuh hingga ke organisasi pemerintah dan non pemerintah. Seperti lembaga masyarakat, agama, akademisi, musisi, masyarakat awan dan lainya.

    “Jika kita bandingkan  dengan metode  diplomasi yang digunkan Indonesia maka negara ini hanya menggunakan diplomasi satu arah. Soalnya negara ini tidak lagi dipercaya oleh rakyat di Pasifik Selatan.”

    Diplomasi  yang digunakan Indonesia hanya menyentuh dikalangan para elit dalam pemerintahan. Memang benar para pemimpin negara-negara  Pasifik Selatan memiliki tanggungjawab untuk membangun dan mengambil keputusan, tetapi semakin banyak masyarakat Pasifik Selatan yang paham dengan tangisan orang Papua. semakin besar pula-lah  pertimbangan para pemimpin negara-negara di Pasifik Selatan dalam mengambil kebijakan yang berkaitan dengan West Papua.

    Dengan demikian poin ini dapat disimpulkan diplomasi multi arah yang di gunakan ULWP sangat baik . Hanya butuh peningkatan dan perluasan.

    Kedua uang memang segalanya, tetapi kebenaran akan menang atas uang. Apapun masalahnya jika ULMWP berada di jalan yang di kehendaki rakyat Papua. Beberapa tahun kedepan West Papua akan menjadi anggota tetap dalam kedua forum yang di singgung pada bagian atas artikel ini. Selanjutnya akan mempernudah dan mempercepat pencapaian kemerdekaan West Papua yang diperjuangkan.

    Ketiga bukan tidak mungkin para anggota ULWP akan menjadi sasaran empuk dari negara ini. Dalam artian, Indonesia akan kembali menggunakan pendekatan klasiknya terhadap orang Papua. Uang, jabatan, dan kekayaan akan menghampiri mereka (pemimpin ULMWP). Dari empat tawaran itu jika tidak di respon, nyawa pula yang akan menjadi taruhannya. Kita semua tahu kasus seperti ini dari  pembunuhan Theys, Mako Tabuni, Arnol Ap, Kelly Kwalik dan masih banyak lainya.

    Dalam persoalan  ini saya yakin,  para senior yang memimpin  ULMWP. Mereka lebih mengerti, lebih paham, dan lebih mengetahui sikap dan pendekatan negara ini. Apa pun kondisinya, saya peracaya  West Papua akan lepas secara damai. Hal ini akan menjadi jawaban dari anggapan Jakarta yang selalu menstigma orang Papua dengan, bodoh, terbelang, konsumtif dan sebaginya.

    Orang Papua tidak seperti yang di anggap Jakarta, bodoh dan terbelakang. Hanya ruang untuk orang Papua berkembang sajalah yang  selalu ditutupi. Mari kita buktikan Papua akan merdeka dengan damai dan bermartabat. Bukan dengan peperangan.

    KAKA-KAKA PENGURUS ULMWP KAMU BIKIN AHH.. BILA PERLU KASIH MENANGIS ORANG SOMBONG TU !!!

     Setelah membaca artikel ini. Apa pendapat anda?

     

    Sumber:

    1. http://www.dihaimoma.com/2016/04/apakah-indonesia-akan-merebut-hati.html
    2. http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20160119102118-78-105232/utang-luar-negeri-indonesia-tembus-rp4234-triliun/
  • Kemlu: Pelapor Khusus PBB, Maina Kiai, Tak Mengerti Papua

    Penulis: Bob H. Simbolon 15:55 WIB | Kamis, 23 Juni 2016

    JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Arrmanatha Nasir, mengatakan Pelapor Khusus (special rapporteur) PBB bidang kebebasan berkumpul secara damai dan berserikat, Maina Kiai, tidak mengerti sepenuhnya perkembangan masyarakat di Papua.

    “Statement yang disampaikan beliau (Maina Red) tidak benar fakta karena demokrasi di Papua berjalan, seperti pelaksanaan pemilu lokal dilakukan secara terbuka dan hasilya putra daerah terpilih,” kata dia kepada satuharapan.com di Kantor Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Jakarta pada hari Kamis (23/6).

    Dia pun membantah pernyataan dari pelapor khusus PBB yang menyatakan adanya kemunduran pembangunan di Papua karena pemerintah Joko Widodo masih memberikan perhatian khusus kepada masyarakat Papua seperti pada aspek pendidikan, aspek pembangunan.

    “Pembangunan besar-besaran masih terus dilakukan di Papua,” tambah dia.

    Dia pun mengatakan bahwa pernyataan dari special rapporteur PBB yang membandingkan Papua sama seperti Tibet dengan keadaan tidak bebas berekspresi tidak benar adanya.

    “Persoalaan aksi unjuk rasa atau kebebasan berekspresi telah diatur oleh Undang-undang. Kebebasan berekspresi di Papua sama seperti di Jakarta, sama-sama diatur oleh Undang-undang,” kata dia.

    Sebelumnya Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk kebebasan berkumpul secara damai dan berserikat, Maina Kiai, mengangkat tindakan represif pemerintah Indonesia di Papua sebagai salah satu contoh ancaman bagi hak kebebasan berkumpul secara damai dan berserikat.

    Ia menyamakan represi Indonesia di Papua dengan yang perlakuan pemerintah Tiongkok terhadap Tibet dan Uighur serta yang dilakukan pemerintah India dan Mauritania terhadap masyarakat dengan kasta yang lebih rendah di negara mereka.

    Maina Kiai yang merupakan special rapporteur PBB untuk hak kebebasan berkumpul secara damai dan berserikat,  mengangkat isu tersebut ketika mendapat kesempatan bicara menyampaikan laporannya pada sidang Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB sesi ke-32, di Jenewa pada hari Jumat (17/6). Pidatonya sepanjang 15 menit itu dapat juga dilihat dalam siaran televisi internet PBB, webtv.un.org.

    Editor : Eben E. Siadari

  • Imbangi Informasi ULMWP, Indonesia Gunakan Sosial Media

    Penulis: Bob H. Simbolon 19:58 WIB | Senin, 20 Juni 2016

    JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno L.P. Marsudi, mengatakan pemerintah Indonesia akan menggunakan sosial media dalam memberikan informasi mengenai Papua berdasarkan fakta yang benar kepada masyarakat di luar negeri.

    “Dalam mengantisipasi gerakan separatis, ini yang paling penting yang kita perhatikan, ialah bagaimana kita bisa memberikan informasi seintensif mungkin, sebenar mungkin dengan fakta yang benar kepada masyarakat di luar negeri,” kata dia pada saat Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta pada hari Senin (20/6).

    Dia menjelaskan Kementerian Luar Negeri melalui Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kementerian Luar Negeri (BPPK Kemlu) telah merumuskan apa yang dinamakan satu narasi tunggal yang terkait dengan Papua.

    “Nantinya melalui semua diplomat Indonesia, akan bicara mengenai Papua melalui rujukan data dari BPPK Kemlu,” kata dia

    Dia menjelaskan tindakan tersebut harus dilakukan untuk mengimbangi disinformasi yang selalu dicoba disebar-luaskan oleh kelompok-kelompok separatis tersebut karena mereka tidak bicara dengan data.

    “Kita memiliki keuntungan karena mereka bicara dengan tidak memiliki data dan kita terus menguatkan diplomasi kita agar kedaulatan atau Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak terusik dari kegiatan-kegiatan yang tidak bertanggung jawab tersebut,” kata dia.

    Sebelumnya, Delegasi Indonesia dalam pertemuan di Konferensi Tingkat Menteri Melanesian Spearhead Group (MSG) di Fiji beberapa hari yang lalu, menyampaikan bahwa United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) tidak lebih dari gerakan separatis yang tidak memiliki legitimasi mewakili masyarakat Papua.

    Editor : Eben E. Siadari

  • Indonesia ada di Papua hanya mau menguras harta dan kekayaan Alam Orang Papua

    Kaonak.com Artikel .Tiga Pernyataan Negara Yang sangat Menyakitkan Bagi Kami Rakyat West Papua.

    Berikut Berita Lengkap Perilaku Busuk Negara indonesia terhadap kami Orang Papua. Bacalah secara seksama!!!!

    Pemerintah Republik Indonesia, melalui Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, mengirimkan sinyal keras kepada Gerakan Pembebasan Papua atau United Liberation Movement for West Papua(ULMWP).

    “Sudah, sana gabung MSG saja. Tidak usah tinggal di Indonesia lagi,” kata Luhut di Jakarta, Jumat (19/2), menanggapi klaim Juru Bicara Gerakan Pembebasan Papua, Benny Wenda, yang menyebut organisasinya mendapat dukungan negara-negara Melanesia yang tergabung dalamMelanesian Spearhead Group (MSG). (baca: Luhut: Pergi Saja Sana ke Melanesia, Jangan Tinggal di Indonesia! // http://nasional.kompas.com/read/2016/02/19/15131401/Luhut.Pergi.Saja.Sana.ke.Melanesia.Jangan.Tinggal.di.Indonesia. )

    Pernyataan pak luhut ini mengingatkan rakyat bangsa Papua pada pernyataan dari ali murtopo:

    “Bahwa Indonesia tidak menginginkan orang Papua, Indonesia hanya menginginkan tanah dan sumber daya alam yang terdapat di dalam pulau Papua. Kalau orang Papua ingin merdeka, silahkan cari pulau lain di Pasifik untuk merdeka. Atau meminta orang Amerika untuk menyediakan tempat di bulan untuk orang-orang Papua menempati di sana,” Pernyataan Ali Murtopo pada tahun 1966. (Baca: Ali Murtopo: Indonesia membutuhan Kekayaan Papua Tidak Termasuk Manusianya /// http://andyogobai.blogspot.co.id/2015/08/ali-murtopo-indonesia-membutuhan.html)

    Farhat membocorkan rahasia negara. dan itu memang pernah, sedang dan akan terjadi di papua.
    _____Dalam akun Facebok Farhat Abbas tersebut menyatakan dalam statusnya ” Sewaktu indonesia merdeka memang papua tidak ikut..belakangan baru direbut indonesia dari belanda..jadi wajar kalau papua ingin berpisah dari indonesia..tapi jangan sampai itu terjadi indonesia akan rugi besar karna papua tanahnya luas penduduknya sedikit.. sebaiknya pemerintah memindahkan separuh pulau jawa yang padat itu ke papua..buat orang asli papua tidak berdaya..ajak dia kawin campur supaya ciri khas papuanya pela-pelan hilang.. ” (17/05/2016).

    Tiga pernyataan pada masa yang berbeda tapi intinya adalah sama, yaitu tidak menginginkan Bangsa Papua untuk menyatakan dan menuntut hak-hak politiknya sebagai sebuah bangsa dan negara merdeka.
    Pernyataan Ali Murtopo saat itu dalam rangka merebut dan menduduki wilayah Papua, sedangkan pernyataan dari Luhut Panjaitan terkait dengan pendirian dan peresmian kantor The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) di wilayah Lapago, Wamena.

    Bagaimana mungkin bangsa Papua diatas tanahnya sendiri dipaksa dan diusir keluar untuk menyatakan negaranya diluar, ditempat yang bukan wilayahnya. Padahal Papua tidak masuk dalam wilayah asia, papua termasuk dalam lingkup Melanesia. Silahkan lihat dipeta dibawah:
    Pembagian Wilayah Pasifik menjadi tiga wilayah geokultural menurut Jules-Sébastien César Dumont D’Urville. Sumber peta: www.sastrapapua.com

    Dari pernyataan-pernyataan seperti ini, jelas menunjukan wajah indonesia yang sesungguhnya, yaitu hanya untuk menduduki tanah Papua dan menguras Sumber Daya Alam Papua. Latar belakang sejarah dan beberapa aspek lainnya yang menjadi persoalan mendasar antara indonesia dan Papua terus dibungkam, padahal kita berada pada era yang berbeda, dimana semua informasi dan peristiwa tersebar dengan cepat sampai ke pelosok-pelosok negeri. Tuntutan Papua Merdeka bukan sekelompok atau segelintir saja tetapi benar-benar dari pelosok kampung sampai kota, dari dalam Papua sampai luar negeri.

  • Indonesia Tolak Pernyataan PM Kepulauan Solomon

    23,May 2016 0 15, bintangpapua.com

    Jakarta – Pemerintah Indonesia menolak pernyataan yang disampaikan Perdana Menteri Kepulauan Solomon Manasseh Sogavare yang mengatakan bahwa Indonesia berpartisipasi dalam “Melanesian Spearhead Group” (MSG) hanya untuk melindungi kepentingan sendiri.

    “Kami tegas menolak pernyataan Perdana Menteri Kepulauan Solomon Manasseh Sogavare yang muncul di situs Kantor Sekretariat Pers Perdana Menteri (Solomon) pada 17 Mei 2016,” kata Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri RI Desra Percaya dalam keterangan pers di Jakarta, Sabtu.

    PM Kepulauan Solomon pada situs tersebut mengatakan, “Pemberian status keanggotaan penuh untuk Gerakan Serikat Pembebasan Papua Barat (ULMWP) di Melanesian Spearhead Group (MSG) dapat dibenarkan karena Indonesia pun telah berusaha mendapat status keanggotaan dalam kelompok regional ini hanya untuk melindungi kepentingan sendiri, daripada terlibat dalam dialog tentang isu-isu serius hak asasi manusia di Papua Barat”.

    Menanggapi pernyataan PM Sogavare, Duta Besar Desra Percaya menilai bahwa pernyataan itu jelas melanggar prinsip-prinsip dasar kedaulatan dan non-interferensi, sebagaimana tercantum dalam Persetujuan Pembentukan MSG pada 2007.

    Desra mengatakan, sebagai negara demokrasi terbesar ketiga, menghormati hak asasi manusia merupakan prinsip penting bagi Indonesia.

    Justru untuk alasan itu, menurut dia, Indonesia telah meratifikasi delapan dari sembilan instrumen utama hak asasi manusia PBB dan bekerja sama dalam berbagai mekanisme HAM.

    “Dalam hal ini, Indonesia menyambut baik dan siap untuk berbagi pengalaman tentang promosi dan perlindungan HAM dengan banyak negara, termasuk Kepulauan Solomon. Dengan demikian, Indonesia selalu menyambut partisipasi Kepulauan Solomon di Forum Demokrasi Bali,” ujar dia.

    Selain itu, Desra mengatakan, Indonesia telah lama berkomitmen untuk mengatasi masalah HAM, antara lain dengan mendirikan kantor perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Papua. Komnas HAM, baik di tingkat nasional dan regional, sekarang ini terus bekerja untuk mengatasi kasus dugaan pelanggaran HAM di Papua.

    Lebih lanjut, dia menyampaikan bahwa sebagai bagian dari kawasan Pasifik, Indonesia mengembangkan kemitraan dengan beberapa negara kunci di kawasan itu untuk memastikan hubungan bilateral yang kuat dan produktif.

    Selain itu, Indonesia telah ikut aktif dalam berbagai kelompok regional, seperti Dewan Kerjasama Ekonomi Pasifik (PECC) sejak 1980; Kelompok Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) sejak 1989. Sama halnya dengan Indonesia juga aktif di Forum Kepulauan Pasifik (PIF) sejak 2001 dan Forum Pengembangan Kepulauan Pasifik (PIDF) sejak 2014.

    “Dengan demikian, suatu hal yang ‘lamur’ (tidak melihat dengan jelas) bagi Perdana Menteri Sogavare untuk berspekulasi bahwa agenda Indonesia di Pasifik, apalagi dalam MSG, semata-mata didorong isu Papua,” kata Desra menegaskan.

    Dia menambahkan, Indonesia tetap berkomitmen untuk berkontribusi dalam MSG, memperluas hubungan antara pemerintah, komunitas, dan masyarakat di kawasan tersebut.

    Indonesia juga berkomitmen memperkuat kerja sama dan mengatasi tantangan-tantangan bersama, memperdalam hubungan ekonomi dan kerja sama pembangunan untuk kesejahteraan masa depan bangsa di wilayah MSG.

    “Fakta-fakta ini memang harus membangunkan Perdana Menteri Sogavare untuk memahami dengan jelas realitas dan kebenaran,” ujar Duta Besar Desra.(ant/don)

  • Socratez: RI Tolak PM Solomon Justru Percepat Papua Merdeka

    JAYAPURA, SATUHARAPAN.COM – Tokoh Papua, Pendeta Socratez Sofyan Yoman, menilai penolakan Presiden Indonesia Joko Widodo terhadap permintaan pertemuan dengan Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Manasye Sogavare, untuk membahas masalah Papua Barat justru dapat mempercepat Papua Merdeka.

    “Kalau Ketua Melanesian Spearhead Group (MSG) ditolak, untuk apa Indonesia menjadi anggota MSG? Dengan alasan-alasan seperti ini Indonesia semakin memberikan legitimasi dan kekuatan lobby-lobby ULMWP di dunia Internasional. Akibatnya, Indonesia sendiri mempercepat Papua Merdeka,” kata Socratez dalam pesan singkat yang dikirim ke satuharapan.com, hari Jumat (26/2).

    Ketua Umum Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua (PGGBP) itu juga menilai, bahwa “memang sangat berat dan rumit bagi pemerintah Indonesia menghadapi masalah Papua.”

    Dia mencontohkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua merupakan awal kemenangan bagi Pemerintah Indonesia. “Tapi sayang, pasal demi pasal dan ayat demi ayat yang dalam UU Otsus itu tidak dilaksanakan dengan sungguh-sungguh bahkan kenyataannya Otsus telah gagal total.”

    Untuk memperbaiki itu, kata Socratez, pemerintah provinsi Papua sudah mengajukan Otsus Plus tapi itu juga ditolak pemerintah.

    “Permintaan untuk smelter dibangun di Papua juga tidak digubris Jakarta. Lebih parah lagi penembakan 4 siswa di Paniai 8 Desember 2014, yang dilakukan aparat keamanan tidak ditangkap dan diadili pelakunya.”

    Lebih lanjut, Socratez yang berada di Jayapura, menilai lebih fatal lagi bagi pemerintah Indonesia yang menolak Tim Pencari Fakta dari Pasific Island Forum (PIF) ke Papua dan menolak menerima kunjungan ketua MSG PM Salomon Islands untuk pertemuan dengan Indonesia sebagai anggota MSG.

    “Pemerintah Indonesia jangan persalahkan rakyat Papua tapi introspeksi diri baik-baik demi kebaikan Indonesia,” katanya.

    Jokowi Tolak Bertemu PM Solomon

    Sebelumnya, Presiden Indonesia Joko Widodo telah menolak permintaan pertemuan dengan Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Manasye Sogavare, untuk membahas masalah Papua Barat.

    Hal itu diungkapkan Sogavare di Noumea, New Caledonia, pada hari Jumat (19/2), dalam pertemuan dengan para pejabat dari Front de Liberation Nationale Kanak et Sosialis (FLNKS). Ini merupakan perjalanan 13 hari Sogavare sebagai Ketua MSG di ibu kota MSG. Sedangkan FLNKS merupakan anggota MSG.

    “Perjalanan saya saat ini ke ibu kota MSG seharusnya telah berakhir di Jakarta,” kata Sogavare kepada rekan-rekan FLNKS seperti dikutip solomonstarnews, hari Senin (22/2).

    “Ini adalah untuk membahas kemungkinan mengatur pertemuan antara Indonesia dan anggota United Liberation Movement of West Papua (ULMWP), yang menginginkan kemerdekaan bagi Papua Barat.”

    Tapi Sogavare mengatakan: “presiden Indonesia telah mengindikasikan dirinya tidak tertarik untuk membahas masalah Papua Barat.”

    Keputusan dari presiden Indonesia menimbulkan banyak pertanyaan, mengapa Indonesia menjadi anggota MSG jika tidak mau bekerja sama dalam menangani isu-isu yang menjadi perhatian MSG.

    “Namun demikian, pemerintah Kepulauan Solomon di bawah kepemimpinan saya dan MSG di bawah pimpinan saya akan terus mengejar isu Papua Barat,” kata Sogavare.

    Editor : Eben E. Siadari

  • Australia Utara Tolak Rencana Pembangunan Pangkalan Militer AS di Wilayahnya

    Selasa, 26 Januari 2016 | 14:33 WIB

    CANBERRA, KOMPAS.com — Kepala Menteri di Wilayah Utara Australia, Adam Giles, mengatakan, ia tak mendukung adanya pangkalan militer Amerika Serikat (AS) di wilayahnya setelah sebuah laporan asal AS menyorot pentingnya Australia utara untuk strategi Amerika di Asia.

    Laporan yang dibuat oleh Pentagon itu mengidentifikasi Australia utara sebagai tempat perlindungan bagi pasukan Amerika jika konflik militer di Asia terjadi.

    “Untuk membantu Amerika Serikat beroperasi secara efektif dalam kondisi krisis, Canberra harus bekerja sama dengan Washington untuk memperluas kapasitas pangkalan Australia utara, termasuk basis jaringan,” sebut laporan itu.

    Laporan, yang berjudul Asia-Pacific Rebalance 2025, Capabilities, Presence, and Partnership, ini disiapkan oleh Pusat Studi Strategis dan Internasional di Washington.

    Menteri Adam mendukung penguatan hubungan dengan AS dan sekutu lainnya, tetapi ia mengatakan, hal itu harus terjadi di pangkalan Australia.

    “Saya pikir semua pangkalan di Australia haruslah pangkalan Australia dan kami punya beberapa pangkalan fantastis dan besar di Wilayah Utara Australia saat ini dan di seluruh Australia utara,” katanya.

    Ia menerangkan, “Kami ingin teman-teman yang baik. Kami ingin sekutu yang baik, bekerja sama dalam kemitraan dengan basis pangkalan Australia, bukan pangkalan asing, memastikan bahwa kami mempertahankan keamanan global.”

    Dibutuhkan lebih banyak marinir di Australia

    Laporan itu juga menyebut, Australia utara akan menyediakan perlindungan bagi pasukan Amerika jika terjadi konflik militer di Asia dan menekankan pentingnya pelatihan rotasi pasukan AS di Australia, seperti para marinir di wilayah utara.

    “Meskipun memiliki 2.500 marinir tak mungkin menjadi kekuatan yang menentukan melawan musuh yang dijaga ketat dan canggih, hal itu menyediakan kemampuan yang signifikan yang secara independen bisa menyebarkan dan beroperasi dalam berbagai kondisi,” tulis laporan itu.

    “Pasukan Korps Marinir AS di Darwin bisa mempersiapkan dan menjaga area pantai, pelabuhan dan lapangan udara di wilayah ini, untuk menerima kekuatan lanjutan yang lebih besar,” sambung laporan tersebut.

    Menteri Adam mengatakan, ia menginginkan lebih banyak marinir AS datang ke Australia dan bahwa rotasi mereka telah mundur dari jadwal.

    “Saya pikir, jadwalnya sudah terlewat, tetapi saya ingin melihat agendanya dipercepat sehingga kami terus membangun kemitraan keamanan dan kemitraan sosial antara marinir AS, pasukan Pertahanan Australia, khususnya warga di Wilayah Utara Australia, sehingga kami bisa mempertahankan keamanan di kawasan ini,” ujarnya.

    Ia menambahkan, “Saya akan mendukung gagasan adanya lebih banyak marinir, tetapi saya juga akan mendukung gagasan tentang kemitraan lebih luas dengan negara-negara lain, terutama Singapura, Jepang, Filipina.”

    Kekuatan China yang meningkat, ancaman bagi sekutu AS

    Hubungan Australia dengan China yang berkonflik dari berbagai sektor dibahas dalam laporan itu.

    Laporan itu berfokus pada sejumlah bisnis dan koneksi politik ke China, termasuk sewa 99 tahun atas pelabuhan Darwin ke perusahaan China, “Landbridge”.

    “Diskusi tentang penyewaan 80 persen dari Pelabuhan Darwin kepada sebuah perusahaan China telah menyoroti ketegangan yang ada dalam aliansi keamanan dengan Amerika Serikat dan meningkatnya hubungan ekonomi dengan China,” ungkap Menteri Adam.

    Laporan ini memperingatkan perlunya mengakui kekuatan China yang berkembang di kawasan dan ancaman yang diciptakan bagi bagi sekutu AS.

    “Kemampuan China membuat sekutu AS di kawasan menjadi target bukannya mitra, memperumit perhitungan bagi pemerintah tuan rumah dan selanjutnya memperlambat siklus keputusan AS dalam sebuah konflik,” kata sang Menteri.

    “China memiliki kemampuan yang kredibel, bahkan jika belum terbukti secara fundamental, untuk menonaktifkan atau menghancurkan kapal AS, dengan implikasi yang tak terhitung untuk prestise AS secara global,” imbuhnya.

    Meski demikian, Adam Giles yakin bahwa hal yang tepat bagi Wilayah Utara Australia untuk memperkuat hubungan dengan China.

    “Saya bukan salah satu dari orang-orang yang suka menendang China. Saya berpikir bahwa kita memiliki kesempatan untuk bekerja sama dengan China,” katanya.

    Ia mengungkapkan, “Saya memahami implikasi keamanan dari sudut pandang dunia, dari sudut pandang nasional, tetapi dalam kawasan kami, menjaga keamanan di dalam Asia Tenggara itu sangat penting.”

    “Ya, AS adalah sekutu kita yang paling penting dan kami bekerja dalam kemitraan dengan mereka, tetapi saya pikir kesempatan untuk memperluas kesempatan pelatihan, khususnya untuk tetangga kami di utara, benar-benar penting,” ujarnya.
    Editor : Egidius Patnistik
    Sumber : Australia Plus ABC

  • Bertemu Pemimpin Gereja Papua, Dubes AS Bahas Masalah HAM

    Sabtu, 23 Januari 2016, 09:15 WIB

    REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA — Duta besar (Dubes) Amerika Serikat (AS) Roberth O Blake, Sabtu pagi, bertemu dengan sejumlah pimpinan gereja Papua yang dikemas dalam acara makan pagi bersama di sebuah hotel setempat.

    Dubes Blake bertemu dengan Ketua PGGP Socrates Sofyan Yoman, Ketua KINGMI Papua Pdt Benny Giay, wakil ketua Sinode GKI di Tanah Papua Pdt Yemima Krey dan Pdt Phill Erari (tokoh gereja Papua Barat).

    Pertemuan itu berlangsung tertutup seperti diskusi sebelumnya antara Dubes Blake dengan aktivis/pegiat LSM Papua di sebuah restoran di Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, Selasa (19/1) malam.

    Pdt Socrates Sofyan Yoman yang ditemui Antara setelah pertemuan itu usai mengaku ada sejumlah hal yang ingin diketahui oleh Dubes Blake terkait situasi kekinian di Papua. “Tadi, kami membicarakan sejumlah hal dengan Pak Dubes AS, di antaranya tentang penyelesaian HAM di Papua,” katanya.

    Dubes Blake dan rombongan berada di Kabupaten dan Kota Jayapura sejak Selasa pekan ini dalam suatu kunjungan kerja. Selama lima hari di kedua daerah itu, Dubes Blake bertemu dengan sejumlah aktivis LSM, tokoh gereja, Kapolda Papua, Pangdam Cenderawasih dan Gubernur Papua.

  • Dubes AS: Terima Kasih Polisi Telah Amankan Freeport

    Jumat, 22 Januari 2016, 13:11 WIB, Red: Teguh Firmansyah

    REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA — Duta Besar Amerika Serikat Roberth Blake menyampaikan terima kasih karena polisi di jajaran Polda Papua berhasil mengamankan operasional PT.Freeport beserta warga AS.

    “Kami menyampaikan terima kasih kepada Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw beserta jajarannya yang sudah mengamankan PT.Freeport,” kata Dubes Blake seusai melakukan kunjungan kehormatan kepada Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw, Jumat di Jayapura.

    Ia mengatakan, dalam pertemuan tersebut, AS juga mendapat informasi tentang situasi keamanan di Papua.

    Bahkan dalam pertemuan itu sempat dilakukan diskusi dan membandingkan tantangan yang dihadapi polisi Amerika dan polisi Indonesia.

    Departemen kepolisian Amerika Serikat kini menggunakan peralatan yang tidak mematikan. Ia berharap hal serupa juga dilakukan polisi Indonesia.

    Menurutnya, penggunaan alat tidak mematikan yang digunakan polisi dalam menghadapi massa sangat penting karena polisi sudah disumpah untuk melindungi masyarakat.

    Dubes AS Roberth Blake yang didampingi sejumlah staff dari kedutaan besar di Jakarta juga menyampaikan ucapan selamat karena berhasil meredam ketegangan yang terjadi di Tolikara dan Paniai.

    Seusai melakukan kunjungan kehormatan ke Kapolda Papua, Dubes Blake dan rombongan melakukan kegiatan serupa ke Kodam XVII Cenderawasih dan diterima Kasdam XVII Brigjen TNI Herman Asaribab.

    Sumber : Antara

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?