Tag: politik penjajah

  • Lukas Enembe, Politik Devide et Impera dan Politisasi Kasus Korupsi

    Agustinus Waliagen:

    Pemerintah Pusat Memaksa Gubernur Lukas Enembe bagi APBD Papua Tahun 2022 Senilai 8 Triliun untuk Biayai Tiga Provinsi Pemekaran Baru di Papua

    Status Tersangka Dana 1 Milyar sebagai siasat Jakarta untuk “Mutilasi” Gubernur Lukas Enembe

    Bagian 1

    Pada Juli 2022, DPR RI melalui paripurna telah menetapkan tiga Pemekaran Provinsi Baru di Tanah Papua. Pertanyaannya dari mana dana untuk membiayai 3 Provinsi ini (Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah dan Papua Pegunungan)? Ternyata, Pemerintah pusat memekarkan Papua tidak disertai dengan dana operasional untuk 3 Provinsi baru tadi. Maka semua biaya dibebankan kepada dari APBD Provinsi Papua, sebagai Induk. Pemerintah Pusat juga menekan para Bupati untuk membantu membiayai Provinsi Baru dengan nilai 5-10 Milyar Rupiah. Besaran nilai uang tergantung kebaikan hari para Bupati di Papua.

    Pada Agustus 2022, Gubernur Papua, Lukas Enembe menolak tegas apabila semua biaya operasional untuk tiga Provinsi baru ini dibebankan kepadanya (Provinsi Induk). Sesuai kemampuan Gubernur hanya bisa menghibahkan bantuan 30 Milyar untuk tiga provinsi, dengan perincian setiap provinsi dapatkan 10 M.

    Pemerintah Pusat (Presiden Jokowi) dengan para Menteri terkait, yang telah memaksakan Pemekaran Papua mulai marah dengan sikap Gubernur Lukas Enembe yang hanya mampu memberikan 10 Milyar untuk setiap provinsi pemekaran.

    “Jakarta, memaksa Gubernur Lukas Enembe supaya dana APBDP Papua dibagi 4 Provinsi. Setelah Otsus jilid 2, Provinsi Papua terima dana hanya 8 Triliun. Mereka mau supaya dana tersebut dibagikan menjadi 4 Prvinsi termasuk Provinsi Induk. Dengan demikian setiap provinsi dapat 2 Triliun. Selama hampir bulan Agustus 2022, menekan dan memaksa supaya harus ikuti apa yang diingin oleh mereka.” Demikian kata salah satu birokrat Papua.

    Karena Gubernur Enembe tidak mau menuruti kemauan Pemerintah Pusat mulai marah. Keputusan Jakarta nampaknya mulai bulat.

    “Gubernur Enembe harus dilengserkan sebelumnya bulan Oktober 2022 dan Pejabat Gubernur Baru, pengganti Lukas Enembe bisa menyetujui pembagian dana 8 T untuk Provinsi Papua kepada 3 Provinsi Pemeran Baru termasuk Provinsi Induk.”

    Sesuai rencana awal, Sidang Paripurna Penetapan APBD Papua semestinya disahkan sejak 3 bulan lalu tetapi mereka mulai mengulur-ulurkan supaya bisa disahkan pada October oleh Pejabat Gubernur. Ketua DPRP Papua di duga ikut bermain.

    Sebab Sidang Paripurna hingga saat ini belum dilaksanakan untuk mengesahkan APBD Perubahan Provinsi Papua.

    Para pihak di Jakarta, partai penguasa di DPRP termasuk Ketua DPRP bekerja sama bermain untuk menunda waktu sidang Paripurna DPRP untuk pengesahan APBD Papua. Target penundaan mereka ini tidak lain supaya dengan Gubernur Carateker bisa akomodir kemauan Jakarta tadi untuk membagi-bagikan dana APBD Papua kepada 3 Provinsi Baru.

    Jakarta Mekarkan Provinsi Papua Tanpa Uang

    Sejak awal rencana pemekaran banyak pihak sudah ingatkan supaya Pemerintah Pusat dengan Komisi II DPR RI mempertimbangkan Anggaran Pemekaran Baru. Tetapi Pemerintah Pusat tidak mendengarkan suara yang protes.

    Komisi II, bersama Pemerintah termasuk partai PDIP tutup telinga seakan-akan Negara siapkan anggaran untuk membiayai tiga provinsi Baru di Tanah Papua. Jika demikian apa sesungguhnya yang ditargetkan dengan pemekaran Provinsi di Tanah Papua? Kami catat beberapa hal berikut inilah yang ditargetkan oleh Pemerintah Pusat:

    1.Mengejar kepentingan politik kekuasaan Partai. Menjadikan Papua, khususnya 3 provinsi baru sebagai kantong Suara PDIP untuk Pemilu dan Pilres 2024. Pernyataan Sekjen PDIP pada 1 Agustus 2022, “Ibu Ketua Umum Megawati Soekarnoputri telah menugaskan kepada Bapak Komarudin Watubun untuk mempersiapkan seluruh aspek-aspek organisatoris yang menjadi konsekuensi dari pelaksanaan pemekaran di wilayah Papua tersebut. Sehingga struktur partai juga dipersiapkan dengan baik.”

    1. Eksploitasi Sumber Daya Alam Papua. Pemerintah Pusat akan manekan para Gubernur di Papua untuk memudahkan ijin investasi, HPH, pertambangan, Gas Alam dan lainnya.
    2. Telah lama mereka Jakarta merasa Papua digenggam kuat oleh Gubernur Lukas Enembe. Karena itu, pemekaran Papua menjadi 3 Provinsi Baru sebagai bagian dari memutuskan kontrol kekuasaan Gub LE untuk Papua.
    3. Memutuskan Semangat Nasionalisme Papua. Ini alasan klasik yang selalu Jakarta pakai untuk melakukan pemekaran Papua. Kita masih ingat rencana pemekaran Papua menjadi 3 Provinsi baru pada 1999 dan pemekaran Papua melalui Inpres No. 1 tahun 2003 pada saat Rezim Megawati berkuasa.

    Rakyat Papua masih ingat dimana setelah pengesahan UU NO. 2 Tentang Otsus Papua Jilid 2, dana APBD dan Dana Otsus yang seblumnya diterima Papua sekitar 14 dipotong hanya menjadi 8 T. Alasan Pemerintah Pusat waktu itu, sekitar 6 T akan dikirimkan langsung kepada Kabupaten Kota di Tanah Papua. Dengan demikian Provinsi Papua, hanya mengurus 8 T. Satu tahun kemudian, setelah Papua dimekarkan menjadi 3 Provinsi, pemerintah pusat kembali intervensi Papua untuk membiayai 3 Provinsi baru dengan menggunakan dana 8 T.

    Sekali lagi, intervensi dan berbagai tekanan ini ditolak tegas oleh Gubernur Enembe. Ia tetap bersikap keras bahwa hibah untuk 3 Provinsi Baru dari provinsi Induk hanya bisa membiayai 30 M.
    Beberapa saat setelah sikap Gubernur Enembe ini disampaikan, keluar Status sebagai Tersangka dengan dana miliknya 1 M. KPK dimajukan untuk Kriminalisasi Gubernur LE. Setelah berhasil di jadikan Tersangka, Menkopolhukam ambil alih kasus dengan membangun Opini yang sesungguhnya, ia sedang melakukan pembohongan publik. Pemerintah menggerakkan PPATK untuk membongkar transaksi Gub LE yang sesungguhnya hak privat dan narasi fiktif.

    Politik Wayang

    Publik Indonesia dihipnosis dengan pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD tentang dana Judi 500 M (US$ 55 juta), satu minggu berikutnya Menkopolhukam mengatakan 500 Triliuan dan 3 hari belakangan ini orang yang sama mengatakan 1.000 Triluan.

    Setelah tuduhan Menkopolhukam, Mahfud MD di protes banyak pihak di Papua dan Indonesia kini Presiden Jokowi ambil alih membantu Menkopolhukam, KPK dan PPATK dengan mengatakan “Gubernur LE Hormati Panggilan KPK.”

    Pak Jokowi, Mahfud MD dan Firli, kalian semua dengar bahwa Gubernur Enembe bukannya takut dengan panggilan KPK tetapi cara KPK dan cara Anda lakukan selama ini melanggar asas hukum praduga tak bersalah dan kemanusiaan. Dimana sila kedua Pancasila, “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradap’? Cukup pasukanmu telah memutilasi 4 orang Papua di Timika, yang sampai saat ini kepalanya masih disimpan. Jangan memutilasi pemimpin Papua, Lukas Enembe secara-hidup-hidup.

    Hari ini kami sadar, politik Wayang yang Anda pratekkan pada Papua, melalui Gubernur Lukas Enembe. Engkau menjadikan, KPK. PPATK sebagai Wayang dari Presiden Jokowi dan Monkopolhukam Mahfud MD. Orang Papua tidak bodoh Pak.

    Salam Waras.
    (Agustinus Waliagen)

  • 3 Hal yang Akan Dihindari Pemberita NKRI tentang Papua

    Artikel sebelumnya kami disebutkan beberapa hal yang sangat disukai dan disenangi disiarkan oleh sumber berita kolonial NKRi (Malayo-Endos) terkait bangsa dan tanah Papua: (1) berita keindahan alam Papua, (2) berita kekayaan alam Papua; (3) berita festival-festival, (4) berita pembangunan yang dilakukan NKRI di West Papua.

    Dalam artikel ini Papua Merdeka News (PMNews) mencatat tiga hal yang akan diusahakan sekuat tenaga untuk dihindari dalam menyiarkan tentang Tanah Papua, bangsa Papua, dan Negara West Papua.

    Yang pertama ialah bahwa penjajah Malay0-Endos tidak akan menyiarkan tentang kemajuan-kemajuan kampanye Papua Merdeka di kawasan Pasifik dan di dunia internasional.

    Apapun yang terjadi di dalam negeri dan di luar negeri, di pentas politik dan diplomasi Papua Merdeka akan sekuat-tenaga dihindari. Memang ada pengamat politik, ada juga tokoh NKRI seperti Amin Rais mengatakan, “Papua Merdeka is a matter of time”. bukan akan jadi atau tidak, tetapi hanya soal waktu. Akan tetapi suara-suara seperti ini dimatikan.

    Sejarah mengajarkan kita bahwa semakin sebuah perjuangan ditekan, semakin perjuangan itu mendapatkan momentum. Kita tunggu saja, apakah NKRI sanggup mematikan aspirasi dan perjuangan Papua Merdeka.

    Hal kedua yang selalu dihindari penjajah Malay0-Endos adalah berita tentang kerusakan alam dan kehancuran yang disebabkan oleh kahadiran NKRI dan aparatnya. Perampokan tanah, intimidasi, teror, pembunuhan terjadi hampir setiap hari di dan terhadap tanah dan bangsa Papua, akan tetapi berita-berita penderitaan dan kerusakan alam selalu dihindari. Malahan yang disiarkan ialah keberhasilan pembangunan, dan pemberontakan Kelompok Sipil Bersenjata (KSP) yang mengganggu pembangunan.

    Mereka menyamakan para pejuang Papua Merdeka sebagai pengganggu, sementara NKRI hadir untuk membangun. Yang sebenarnya terjadi ialah bahwa NKRI hadir untuk menghancurkan alam dan adat Papua, bukan untuk membangun. Menebang pohon, menggali gunung dan gunung menjadi lembah, mengusir masyarakat asli dan membunuh yang melawan, kan sebuah perusakan, sebuah pembasmian, pelanggaran Hak Asasi dari makhluk manusia, tumbuhan, roh dan hewan.

    Hal ketiga yang selalu dihindari NKRI dalam menyiarkan tentang tanah dan bangsa Papua ialah pendapat dan tanggapan orang Papua terhadap keharidan manusia Malay0-Endos dan NKRI. Mereka menganggap kehadiran Malay0-Endos di Tanah Papua adalah sebuah keharusan dan orang Papua wajib menerimanya, tanpa alasan apapun.

    Dengan dasar itu, mereka merasa apapun yang mereka lakukan di atas tanah dan bangsa Papua wajib diterima oleh orang Papua. Singkatnya mereka merasa berhak atas tanah Papua, berhak mengatur bangsa Papua. Apalagi, didasari atas Undang-Undang NKRI, mereka merasa berwenang untuk memaksa bangsa Papua menaati apa yang mereka kehendaki.

    Bangsa Papua selama ini selalu menuntut dilakukan referendum, pemungutan suara kembali di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memberikan kesempatan kepada orang Papua untuk memilih apakah bersatu dengan NKRI atau keluar dari NKRI, akan tetapi hal itu dianggap sudah tidak perlu dipermasalahkan lagi. Mereka menganggap apapun sejarahnya, benar atau salah, tidak usah dipersoalkan, sejarah sudah berlalu. Sekarang kita memandang ke depan. Apapun yang salah, biarlah kita lupakan. Kita menatap ke depan, kita upayakan perbaiki ke depan. Oleh karena itu, apapun yang dipandang oleh bangsa Papua dalam hubungan dengan NKRI dan Malay0-Endos tidak perlu dipikirkan.

  • Kemenlu: PBB tak akan Selidiki HAM Papua

    REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — ‎Kementerian Luar Negeri memastikan Perserikatan Bangsa bangsa (PBB) tidak akan melakukan penyelidikan terkait persoalan hak asasi manusia (HAM) yang ada di Papua.  Hal ini karena permintaan tujuh negara Pasifik saat sidang Dewan HAM di Jenewa dianggap tidak memiliki cukup bukti.

    Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, ‎pada saat sidang Dewan HAM di Jenewa, Pemerintah Indonesia telah mengirimkan Right of Reply (Hak Jawab) terkait dengan pernyataan untuk penyelidikan HAM di Papua.

    “Kita sebutkan posisi Indonesia. Ada di Right of Reply,” kata Retno ditemui di kantornya, Jumat (3/3).

    ‎Menurutnya pernyataan dari pernyataan dari Menteri Kehakiman Vanuatu Ronald Warsal ‎ yang mengatasnamakan tujuh negara bersama Tonga, Nauru, Palau, Tuvalu, Kepulauan Marshall dan Kepulauan Solomon‎, kurang tepat dengan kondisi saat ini di Indonesia. Untuk itu, hak jawab dianggap telah cukup memperjelas posisi Indonesia atas Papua.‎

    Juru Bicara Kemenlu Arrmanatha Nasir menjelaskan, penjelasan Ronald Warsar dianggap oleh Pemerintah Indonesia tidak akurat sepenuhnya, tidak tepat, dan tak merefleksikan kenyataan di lapangan (Papua) saat ini.

    Indonesia menekankan bahwa dalam dua tahun terakhir, pemerintah telah memberikan perhatian tinggi bagi masyarakat Papua. Pemerintah telah banyak melakukan pembangunan infrastruktur, perbaikan sumber daya manusia (SDM).

    Kondisi perpolitikan dan demokrasi di Indonesia juga terbilang sangat dinamis. Pers memiliki kebebasan untuk memberitakan banyak hal. Termasuk dengan permasalah di daerah, seperti di Papua.

    ‎Dengan kondisi ini, Arrmanatha justru mempertanyakan kepada perwakilan dari negara yang ingin menyudutkan Indonesia, apakah keinginan mereka untuk melakukan penyelidikan terkait dengan persoalam HAM, atau hal lain yakni kemerdekaan Papua.

    “Ini masalah HAM, atau justru (7 negara) ingin menunjukan dukungan terhadap upaya separatis yang ada di Papua?,” ujar Arrmanatha.

  • Gubernur Sulut Sinyo Harry Sarundajang Suap Provinsi Samoa Amerika Serikat 3 Miliar

    Baca Juga Koran Cetak Berita sambungan diatas ini: Foto
    Baca Juga Koran Cetak Berita sambungan diatas ini: Foto

    Manado–Suarapasema.blogspot.com Seperti yang Dilansir di Koran Harian Kawanua Post dengan Judul Berita “Gubernur Sulut Gagalkan Misi OPM” Yang dikeluarkan pada hari Senin 12 April 2015 di Kawanua Post, Di Manado Sulawesi Utara.

     Dalam Berita Tersebut lebih diuraikan bagaimana cara untuk Menggagalkan Rencana dan Dukungan Organisasi Papua Merdeka (OPM) dari Luar Negeri oleh Gubernur Sulawesi Utara ” DR. Sinyo Harry Sarundajang atau disapa SHS dengan Melakukan pendekatan dengan Memberikan Bantuan Dana Rp. 3 Miliar untuk pembangunan Stadion di Samoa, Amerika Serikat. Kami Aktivist Papua menilai bantuan tersebut sebagai suap agar warga Provinsi Samoa Amareka serikat tidak lagi mendukung kemerdekaan Papua Barat.
    Selengkapnya Baca Dibawa ini yang dikeluarkan  koran cetak Oleh Kawanua Post Senini 12 April 2015 Teks Original or Teks Asli.
    Gubernur Sulut Gagalkan Misi OPM
      Manado, Luar Biasa Sepak Terjang Gubernur Sinyo Harry Sarudajang (SHS). Selain memikirkan Masyarakat Sulawesi Utara, SHS juga mengemban misi Intelijen Indinesia yakni menggagalkan misi dari Oraganisasi Papua Merdeka (OPM).
    Keberhasilan SHS itu asal muasalnya adalah dengan menjalin hubungan kerjasama dengan pihak Amerika Serikat. Diketahui Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri membangun kerja sama dengan Amerika Serikat.
      SHS dipercayakan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk membangun kerjasama dengan provinsi Amerika Samoa, Negara Bagian Amerika Serikat, Melalui bidang olahraga, yakni membantu membangun membangun sebuah Stadiondi Samoa Amerika Serikat dan Pemerintah Indonesia Sepakat sepakat untuk membangun gelanggang olahraga yang jika di rupiahkan  Mencapai Rp. 10 Miliar. Untuk Pemerintah Indonesia Memberikan bantuan uang Rp. 3 Miliar.
      Waktu lalu kerja sama kerja sama antara kedua provinsi tersebut sudah dilakukan, dan melalui pemerintah Indonesia telah diberikan bantuan untuk pembangunan sebuah stadion, “Ungkap Ibnu Hadi Direktur Amerika Utara dan Tengah Kemeterian Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesia (RI), Kemarin.
      Kerja sama yang dilakukan kedua wilayah tersebut, Lanjut hadi atas kerja prakarsa Gubernur SH sarundajang dan Duta Besar Ri untuk Amerika Serikat (waktu itu dino pati jalal).
    “Tentu saja kerja sama kedua wilayah tersebut mendapat dukungan dari Pemerintah RI sehingga kedatangan kami ke sulut untuk membahas tindak lanjut dari kerja sama tersebut,” Ujarnya.
      Pada Mei Nanti Stadion yang dibantu pemprov sulut tersebut selesai dan siap diresmikan. “Pembahasan kami menyangkut soal rencana Gubernur beserta jajarannya meresmikan stadion di samoa Amerika, tersebut lanjutnya.
      Dia Menambahkan, Kelanjutan kerja sama antara kedua wilayah akan dibina oleh Pemerintah Pusat, dalam meningkatkan hubungan antara Kedua Negara, Yakni indonesia dan amerika serikat. “17 Agustus 2015 nanti Rencananya kita akan mengundang Gubernur Samoa, Amerika. dan Aggota Kongres Amerika Serikat, perwakilan dari Provinsi tersebut untuk hadir pada hari kemerdekaan Indonesia dan setelah itu mereka akan mengunjungi sulut ujar Hadi.
       Ibnu Hadi mengakui Program itu merupakan bagian dari politik luar negeri Indonesia Mempertahankan keutuhan Negeara Kesatuan Rebublik Indonesia (NKRI). Terkait dengan Perjuangan OPM, SHS berhasil dalam menjaga keutuhan Indonesia. Sebab, waktu lalu ada anggota kongres Amerika Serikat asal Provinsi Tersebut, Yaitu Eni Faleomavaega yang Vokal menyuarahkan Soal Indonesia, terlebih khusu Mendukung Papua Barat Untuk berpisah dari Indonesia.
     “Kami mengapresiasi upaya Gigih dari Gubernur SH Sarundajang yang telah menghasilkan suatu program konkret yang dapat membantu hubungan luar negeri Indonesia, ” Jelasnya.
      Sesuai Informasi yang didapat ternyata Usaha Kerja sama antara sulut dan Samoa Amerika yang digagas oleh SHS tersebut untuk tidak lagi memilih Eni Faleomavaega agar tidak terpilih lagi menjadi anggota Kongres  Amerika. Sehingga, Suara untuk mendukung Papua Merdeka Tidak Lagi Digaungkan.
        Upaya tersebut sampai saat ini terlihat berhasil karena menurut Informasi yang didapat, Politikus tersebut sudah tidak lagi terpilih dan bahkan Popularitasnya telah menurun.
        Mengenai kabar itu. Gubernur SH Sarundajang tidak menampiknya, Menurutnya, Memang dampak dari kerja sama tersebut telah membuahkan hasil yakni Eni Faleomavaega tidak terpilih lagi dan telah digantikan Politikus Wanita dari Partai Reblik.
      “Sebagai Bentuk apresisasi dari kemenlu, Pemprov Sulut akan terus mengambil bagian dalam setiap kebijakan ataupun Program antara Indonesia dan Amerika di Wilayah Samoa Amerika, “Ungkapnya.
        SHS Mengatakan kerjasama saudara-saudara Provinsi Tersebut telah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo dan Menteri Luar Negeri RI. “Justru Karena hubungan dengan samoa amerika ini menjadi momen untuk menyetukan keluarga POLYNESIA termasuk PAPUA serta meredam suara-suara Negatif di Amerika Serikat Untuk memeca Belah NKRI,” Ungkapnya.
       Samoa Amerika Juga Disebut dengan Samoa Timur adalah sebuah wilayah tak terorganisasi dan terpisah milik amerika serikat yang berada di bagian Selatan dari samudera Pasifik di timur Negara Samoa. (Suara Pasema West Papua/AKK)
    Sumber Koran Cetak : KAWANUA POST.
  • Pejabat Solomon: Ini bukan soal intervensi, tapi penegakan HAM

    Aksi masyarakat Kepulauan Solomon memberikan dukungan pada ULMWP di Honiara, Juli 2016 - Jubi/Victor Mambor
    Aksi masyarakat Kepulauan Solomon memberikan dukungan pada ULMWP di Honiara, Juli 2016 – Jubi/Victor Mambor

    Jayapura, Jubi – Pernyataan Menteri Pertahanan RI, Ryamizard Racudu, yang memperingatkan para pendukung West Papua di kawasan Pasifik, khususnya Kepulauan Solomon, untuk tidak mengintervensi urusan Indonesia di Papua ditanggapi santai oleh pejabat tinggi pemerintahan Negara Kepulauan Solomon.

    “Berita soal pemerintah Indonesia bertaruh melawan para pendukung West Papua bagi saya sama sekali tidak mengejutkan,” kata seorang pejabat tinggi senior tersebut yang tak disebutkan namanya kepada Solomon Times, Selasa (1/11/2016).

    Dia juga mengatakan tidaklah bijaksana mengatakan pihaknya sedang mengintervensi urusan internal Indonesia. “Kami hanya mengangkat persoalan yang menjadi perhatian kami terkait situasi saudara-saudari Melanesia West Papua,” ujarnya.

    Sebagai sama-sama anggota PBB, lanjut dia, penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia(HAM) adalah salah satu kunci utama Piagam PBB. “Itulah sebabnya kami meminta PBB untuk mengirimkan tim penilai independen untuk mencari tahu fakta-fakta di lapangan dan untuk melaporkannya kembali ke seluruh anggota.” katanya.

    Pihaknya sama sekali tidak menganggap permintaan itu mustahil, dan hal itu juga bukan hal baru di PBB karena menjadi bagian proses yang ditetapkan PBB. “Untuk itulah Kepulauan Solomon dan negeri-negeri Pasifik lainnya meminta PBB menggunakan mekanisme tersebut,” ungkap pejabat itu.

    Pernyataan Menteri pertahanan Indonesia minggu lalu itu kini mendapat respon balik dari masyarakat sipil Australia dan Kepulauan Solomon.

    Respon masyarakat sipil Australia

    Ryamizard dalam Forum Dialog 2+2 yang keempat antar pemerintah Indonesia dan pemerintah Australia, seperti dilansir CNN Indonesia Kamis (27/10/2016) lalu menyoroti ‘tangan-tangan’ dari negara lain yang dinilai mencampuri urusan Papua.

    “Saya sampaikan kepada Australia, menegur saja, saya sudah bilang dari awal, saya tidak pernah ikut campur urusan negara lain. Negara lain juga tidak perlu ikut campur urusan kita (Indonesia),” kata Ryamizard di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis (27/10/2016).

    Hal itu dikritik sebagai salah paham oleh peneliti dari Universitas Nasional Australia, Program Society and Governance in Melanesia, Stewart Firth kepada RNZI, Selasa (1/11/2016).

    “Mereka adalah negara-negara berdaulat. Khususnya terkait Kepulauan Solomon, negara itu berhak mengangkat persoalan West Papua sebagai negara berdaulat juga, dan Australia tidak berada dalam posisi yang baik untuk menganjurkan mereka hal berbeda,” ujar Dr. Firth.

    Menurut dia bantuan bilateral Australia kepada negara itu tidak lantas membuat negaranya dapat menentukan kebijakan luar negeri negara lain.

    Sementara Joe Collins, penggerak Australia Papua Association (AWPA)-Sydney juga angkat bicara terkait permintaan Jakarta tersebut. “Ini permintaan memalukan. Sudah jadi kewajiban seluruh bangsa di dunia yang peduli pelanggaran HAM tak saja di West Papua melainkan juga dimanapun itu terjadi,” kata dia seperti dikutip Solomon Star, Rabu (2/11/2016).

    “Justru Kepulauan Solomon dan enam negara Pasifik lainnya yang sudah peduli mengangkat masalah pelanggaran HAM Papua ke Sidang Majelis Umum PBB ke-71 lalu itu harus dihargai dan karena telah berani berbicara untuk West Papua,” kata Collins.

    Dia justru menyayangkan pemerintah Australia sendiri yang tidak mengikuti jejak Pasifik untuk turut mengecam pelanggaran HAM yang terus terjadi di Papua oleh militer Indonesia.

    Isu MSG

    Dr. Firth juga menduga sensitivitas Jakarta terkait isu West Papua ini sangat tampak dari banyaknya perwakilan dari kementerian yang berbicara terkait persoalan itu.

    “Apa yang mengkhawatirkan Indonesia adalah persoalan keanggotaan di Melanesian Spearhead Group (MSG) belakangan ini mereka asumsikan memberi nilai politik simbolik bagi aktivis-aktivis pro kemerdekaan Papua,” ujarnya dengan mengambil contoh peningkatan penangkapan aktivis pro MSG di West Papua sebagai wujud nyata kekhawatiran tersebut.

    Senada dengan itu, pejabat tinggi Solomon tersebut tetap menyerahkan keputusan keanggotaan West Papua di Melanesian Spearhead Group (MSG) kepada para anggota MSG sendiri.

    “Ini kan sama saja dengan keanggotaan terhadap FLNKS-Kalaedonia Baru di MSG, persis, dan faktanya (keanggotaan) ini justru sejalan dengan pendirian MSG,” ujar pejabat senior itu.

    Dia mengatakan Perancis juga pada awalnya tidak suportif terhadap gagasan FLNKS untuk bergabung ke MSG, “tetapi mungkin mereka sadar pentingnya membiarkan FLNKS mengangkat persoalan mereka di forum yang tepat,” ujarnya.

    Solomon memiliki ikatan kebudayaan dan sejarah yang kuat dengan rakyat West Papua, sehingga, lanjut dia, “kami tidak bisa berpangku tangan ketika dugaan pelanggaran HAM mengemuka lagi dan lagi. Karena itu kami gunakan segala macam forum yang tepat untuk mengangkat masalah ini, bukan untuk intervensi tetapi mengingatkan diri kami sendiri atas kewajiban kami terhadap nilai-nilai dan prinsip unviersal tertentu.”(*)

  • Berdoa Jutaan Kali, NKRI Tidak Akan Pernah Menebus Dosa-Dosanya atas Bangsa Papua

    Menanggapi berbagai pemberitaan di media-media kolonial Indonesia dan berbagai jaringan aktifis Papua Merdeka, yang menuntut Presiden Kolonial NKRI Joko Widodo menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM Papua dan membandingkan peliputan media Indonesia terhadap pembunuhan terhada Wayang Mirna Solihin yang dilakukan oleh Jessica Kulama Wongso, jugra kritikan dan harapan-harapan dari organisasi LSM Indonesia Indonesia seperti Setara, Kontras, LBH dan lembaga milik kolonial Inodnesia seperti Komnas HAM, maka dari Kantor Sekretariat-Jenderal Tentara Revolusi West Papua, Lt. Gen. Amunggut Tabi mengatakan,

    Orang Papua harus belajar kembali, doa orang Papua tidak dijawab Tuhan karena dua alasan: pertama karena salah berdoa, dan kedua karena jawaban ditunda, belum waktunya. Dan dalam hubungan NKRI – West Papua, jawaban salah berdoa lebih tepat. Biar berdoa jutaan kali, NKRI tidak akan pernah menebus dosa-dosanya atas bangsa Papua.

    Mendengar pernyataan itu, PMNews kembali menggali lagi, supaya bila mungkin disebutkan sumber-sumber berita atau para pribadi yang mengharapkan kebaikan atau perbaikan datang dari NKRI, tetapi Gen. Tabi menolak, dan mengatakan, “Kalian semua kan bisa memonitor sendiri media semua terbuka sekarang, tidak sama seperti era orde baru kolonial Indonesia.”

    Kemudian PMNews menyebutkan beberapa ungkapan atau ucapan oleh para tokoh Papua, dan lalu Gen. Tabi menggapinya sebagai berikut.

    Ada orang Papua katakan bahwa biar pun 1000 kali presiden kolonial NKRI Joko Widodo mengunjuni Papua, tidak akan merubah nasib orang Papua? Apa tanggapannya?

    Sangat benar! Itu pasti Orang Asli Papua yang bicara.

    Ada orang Papua juga yang bilang, tidak ada orang Papua yang minta Papua Merdeka?

    Oh, itu maksudnya yang dibilang oleh Lukas Enembe, gubernur kolonial NKRI, bukan? Ya, dia juga takut dong. Semua orang Papua, biar anggota TNI/ Polri, biar anggota BIN, biar menteri atau gubernur, siapapun, di dalam MKRI, pasti, ya, pasti di dalam nurani terdalam punya pertanyaan ini, “Kapan saya dibunuh NKRI?” itu ada, jadi semua yang dikatakan pejabat kolonial NKRI, oleh orang Papua, itu semua dalam rangka jaga-jaga diri dan nyawa.

    Itu bukan karena disogok atau dibayar Indonesia. Itu karena rasa takut. Ya, masuk akal. Siapa orang Papua yang rela dibunuh karena alasan kita dilahirkan sebagai orang Papua, karena kita yang dilahirkan sebagia orang Papua menjabat sebagai pejabat kolonial sudah lama dijadikan dasar untuk berbagai macam hal-hal mematikan di tanah ini. Kita sudah belajar banyak, tidak perlu diragukan dan dipertanyakan.

    Ada lagi orang Papua yang bilang, kok berita tentang peracunan dan pembunuhan yang dilakukan Jessica Kulama Wongso terhadap Wayang Myrna Solihin kok disiarkan siang-malam, sebanyak lebih dari 20 kali diliput, tetapi kok media kolonial Indonesia tidak sekalipun meliput berbagai pelanggaran HAM oleh NKRI di Tanah Papua?

    Oh, itu yang dibilang Phillip Karma. Kami mengundang Phillip Karma untuk berdoa seribu kali, satu juta kali, supaya NKRi bertobat. Pasti tidak dijawab. Karena apa? Karena itu salah berdoa. Kenapa salah berdoa? Masa mengharapkan media kolonial menyiarkan korban dari bangsa jajahan di wilayah jajahan. Salah besar kalau Pak Karma msih punya harapan KRI akhirnya akan selesaikan masalah Papua. Itu kesalahan fatal. Seharusnya semua pejuang Papua Merdeka menaruh harapan kepada saudara-saudara sebangsa di Papua New Guinea, satu ras di Melanesia, daripada mengharapkan matahari terbit dari barat dan terbenam di timur.

    Ada juga orang Papua yang menuntut Joko Widodo, presiden kolonial NKRI untuk tidak melulu kunjungi Papua tetapi selesaikan kasus-kasus HAM di Tanah Papua.

    Itu harapan dari ELSAM, Lembaga HAM di Manokwari, Ketua-Ketua Sinode Kingmi, GIDI dan Baptis, GKI, dan lembaga-lembaga HAM di Tanah Papua. Harapan kosong! Salah berharap! Sama dengan salah berdoa tadi. Pertama orang Papua harus jawab dulu alasan NKRI menginvasi secara militer per 19 Desember 1961 dan menduduki tanah Papua sejak 1963 lewat UNTEA dan disahkan 1969 oleh PBB.

    Alasannya bukan karena mereka mau bangun Papua. Mereka tergiur oleh kekayaan alam, Tanah Papua, bukan bangsa Papua.

    Jokowi sebagai presiden Kolonial NKRi datang ke Papua tidak ada hubungan dengan orang Papua, apalagi HAM Papua. Hubungannya adalah kekayaan alam Papua. Dia sedang pulang-pergi memberikan arahan langsung dari muka ke muka kepada agen-agen ring satu di Tanah Papua membicarakan bagaimana mempercepat proses pengerukan hasil Bumi Tanah Papua, sehingga beberapa tahun ke depan saat mereka keluar dari Tanah Papua maka kekayaan yang tertinggal sudah ampas-ampas saja, semua yang mereka mau ambil sebagian besar sudah terjarah.

    Sekarang kami mau tanya hal yang penting, terkait perjuangan Papua Merdeka. Kebanyakan lembaga Orang Asli Papua menuntut referendum, atau dialgoue kepada Jakarta, bagaimana ini?

    Prinsipnya masih sama. Sama saja. Seharusnya tidak usah tanya, karena sudah jelas tadi.

    Tujuan NKRI menginvasi secara militer, dan menduduki secara militer, ialah menguras dan menjarah kekayaan alam Papua. Titik di situ. Jadi tidak ada tujuan lain. Apa hubungan tujuan mereka ada di Tanah Papua dengan tuntutan orang Papua? Tidak ada, malahan merugikan kolonial, bukan?

    Jaringan Damai Papua (JDP) bersama Dr. Neles Tebay yang minta dialogue dan tuntutan Pak Karma, tokoh Papua yang mina referendum, kedua-duanya tidak akan dipenuhi NKRI, karena bertabrakan langsung dengan tujuan kehadiran dan keberadaan NKRI sebagai penguasa kolonial di atas Tanah Papua.

    Sekali lagi, harapan itu yang salah. Kita harapkan, kita berdoa agar NKRI berdialog, supaya NKRI memberikan kesempatan referendum kepada bangsa Papua itu yang salah.

    Sekarang pemikiran kami semakin tersudut: tuntut penuntasan kasus-kasus HAM sulit; tuntut referendum susah, tuntut dialogue juga salah. Semua pemikiran-pemikiran cemerlang dari tokoh Papua sudah tersudut. Apa kira-kira arahan dari MPP TRWP?

    Paradigma kita harus kita rombak. Cara kita berpikir dalam hungungan West Papua – NKRI harus kita rombak habis. Pertama, kita harus yakin dan petakan bahwa West Papua ialah wilayah jajahan NKRI, dan Indonesia ialah penjajah, bukan pemerintah, tetapi penguasa.

    Siapa saja menyebut NKRI dengan istilah pemerintah Indonesia, berarti dari awal paradigma berpikir dalam hubungan NKRI – West Papua sudah salah.

    Kalau sudah salah, pasti tuntutan juga salah.

    Yang kedua, berdasarkan terms of reference atas dasar paradigma berpikir kita tadi, maka kita harus menuntut hal-hal apa saja yang bisa dikerjaka oleh NKRI. Sekali lagi, kita minta apa yang bisa dilakukan NKRI. Kalau meminta hal-hal yang di luar kemampuan NKRI, maka pasti mereka tidak akan menanggapinya.

    Yang ketiga, kalau kita menuntut, kita juga dari hatinurani yang terdalam, harus punya jawaban bahwa tuntutan kita akan diberikan. Kalau masih ada ‘keraguan’ dalam hatinurani, maka kita harus sesuaikan diri dan tuntutan kita dengan kata-kata hatinurani.Kalau kita dari awal salah menuntut, jangan kecewa kalau tidak dijawab atau tidak terpenuhi.

    Dari tiga saran ini semakin membuat kita menjadi sulit melihat jalan keluar?

    Tidak usah terlalu rumit. Kita orang Melanesia, kita bukan hadir ke Bumi sebagai orang Melanesia tunggal. Kita harus percaya diri, bangga kepada diri sendiri, percaya kepada diri sendiri, dan sandarkan kepada kemampuan sendiri. Itu modal pemberian Tuhan, sejak penciptaan, bukan buatan NKRI, bukan frame Amerika Serikat bukan atas persetujuan Australia. Realitas kodrat kita orang Melanesia.

    Nah, dunia kita di situ. Identitas kita di situ. Realitas kodrat kita itu. Jadi, kita bangun segala-sesuatu dari situ. Untuk mengkleim sebuah identitas, kita harus punya dasar pemikiran, paradigma yang benar, lalu dari situ kita mengejar apa yang kita anggap salah. Dasar pemikiran harus benar dan tepat. Kita harus punya pemikiran yang murni didaasrkan atas jatidiri kita sebagai orang Melanesia. Jangan membangun sebuah perjuangan, jangan merancang hal-hal berdasarkan kebencian kepada Indonesia, kedongkolan kepada NKRI, tetapi atas dasar realitas mutlak, ciptaan Tuhan semesta alam.

    Apa masih bingung?

    Mulai ada titik terang. Jadi, titik awalnya ialah “berdiri sebagia orang Melansia”, dan kemduian “bekerja dengan orang-orang Melanesia”. Tetapi kita bicara soal hubungan Melanesia dengan Indonesia?

    Itu yang kami maksudkan.

    Kapan? Berapa kali? Siapa pejuang Papua Merdeka atau tokoh Papua yang meminta dan menuntut Perdana Menteri PNG, Perdana Menteri Vanuatu, Perdana Menteri Solomon Islands, untuk datang membantu West Papua?

    Kalau sudah pernah ada, siapa dan kapan itu pernah ada?

    Kalau sudah salah alamat, jangan berharap surat Permohonn Anda akan dibalas, ya, namanya salah alamaat kok.

     

  • Ada kemiskinan parah dibalik kemasyhuran Raja Ampat

    Ada kemiskinan parah dibalik kemasyhuran Raja Ampat” adalah judul artikel yang diturunkan oleh TabloidJubi.com. Artikel ini menceritakan kisah dari seorang peneliti Indonesia yang membandingkan kemasyuran nama Raja Ampat dengan tingkat perekonomian masyarakat Papua di wilayah Raja Ampat.

    Asmiati Malik, seorang kandidat doktor dari Birmigham University mengungkapkan adanya kemiskinan yang sangat memprihatinkan dibalik masyhurnya  Raja Ampat, lokasi diving paling terkenal di dunia.

    Ia seorang peneliti dari perguruan tinggi di Inggris, jadi jelas penelitian yang dialkukannya dalam rangka membandingkan hasil proses modernisasi di Raja Ampat dengan kemasyuran nama Raja Ampat.

    Kesalahan peneliti di sini sangat fatal, karena peneliti punya dasar pemikiran bahwa kemashyuran Raja Ampat dan pembangunan harus seimbang. Salah fatal. Yustru Raja Ampat mashyur di seluruh dunia karena keterbelakangannya. Kalau sepuluh tahun ke depan, Raja Ampat mau dimajukan sama dengan apa yagn dikeluhkan peneliti ini, dijamin kemasyuran Raja Ampat akan hilang.

    Raja Ampat itu tempat Eko Wisata, alam terjadi bukan hasil pembangunan, bukan karena ada orang modern di situ. Justru Masyarakat Adat yagn memelihara alam dari nenek-moyang sampai hari ini.

    Yang kedua, kesalahan fatal juga, yaitu mengharapkan Jakarta membangun Papua adalah sebuah kemustahilan yang kalau kita perhatikan sangat memalukan. Peneliti ini berasal dari mana? Bukankalh beliau sendiri orang Indonesia?

    Pertanyaan yang harus dijawabnya sendiri ialah

    “Apakah Indonesia ada di Tnaah Papua untuk membangun Papua, ataukah untuk mengeruk kekayaan alam Papua dan menjarahnya bawa ke Jawa?”

    Niat NKRI ada di Tanah Papua berlainan dengan harapan dari sanga peneliti, seingga dengan jelas kita dapat katakan bahwa peneliti harus pergi ke Jakarta dan bertanya, “Kenapa NKRI ada di Tanah Papua? Apa tujuan Anda di sana?”

    Kalau ada orang Papua berharap NKRI datang bangun tanah Papua, sama dengan harapan-harapan sang peneliti ini, maka itu lebih parah lagi. Orang Papua itu seharusnya tidak usah dilahirkan sebagai orang Papua.

  • Genosida Papua: Tantangan Berat Bagi Diplomasi NKRI

    SYDNEY, SATUHARAPAN.COM – Upaya Indonesia untuk meredam internasionalisasi masalah Papua, tampaknya semakin hari semakin menemukan tantangan berat. Setelah tujuh negara Pasifik belum lama ini mengangkat isu Papua di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), berbagai jalur lain untuk mengangkat isu itu bermunculan.

    Tak lagi hanya lewat jalur diplomasi formal, kini lewat saluran diplomasi lain, termasuk diplomasi budaya, upaya untuk melakukan internasionalisasi isu Papua seakan tak terbendung.

    Yang terbaru adalah munculnya sosok Sabine Jamieson, yang profilnya ditampilkan oleh sebuah media online komunitas Yahudi Australia, Australia Jewish News, Selasa (18/10). Jamieson adalah seorang model rupawan berdarah Yahudi berusia 18 tahun. Tetapi bukan hanya wajah rupawannya yang bisa menarik perhatian. Cita-citanya yang unik dan lebih dari sekadar memperagakan pakaian, perlu dicermati.

    Ketika diwawancarai dalam audisi menjadi Australia’s Next Top Model, dengan gamblang ia mengatakan bahwa ia tidak ingin sekadar menjadi model. Dia ingin mendedikasikan karier modelnya untuk menyuarakan permasalahan Papua ke dunia internasional.

    Sebagaimana dilaporkan oleh jewishnews.net.au, Jamieson mengatakan ketimbang sekadar berwajah rupawan, ia berharap karier modelnya dapat menjadi platform baginya untuk berbicara tentang isu-isu sosial, “terutama genosida di Papua (Barat) dan krisis pengungsi Australia.”

    Jamieson tidak sekadar membual dalam soal ini. Ia sudah melakukannya. Menurut Jamieson, dia dan adik kembarnya saat ini tengah terlibat dalam penggalangan dana untuk masyarakat Papua (Barat) melalui produksi T-shirt. Produk itu mereka jual dan hasilnya disumbangkan kepada gerakan pembebasan Papua lewat wadah United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

    “Ketika Anda menjadi model, Anda memiliki banyak kekuasaan dengan media dan kekuatan untuk menempatkan sorotan pada berbagai isu yang berbeda,” kata Jamieson, sebagaimana dikutip oleh Jewish News.

    Ia mengatakan saat ini belum banyak sorotan yang diarahkan kepada isu Papua. “Masyarakat internasional menutup mata. Kita memiliki kekuatan teknologi untuk menunjukkan apa yang terjadi di sana, sehingga benar-benar penting bahwa kita melakukan itu,” kata dia.

    Di bagian lain pendapatnya, mengenai krisis pengungsi saat ini ia berkisah tentang kakeknya. “Kakek saya dan keluarganya adalah pengungsi setelah perang. Sekarang ada masalah imigran. Sejarah telah berulang. Keluarga saya meraih kesuksesan (sebagai imigran) karena mereka dibantu oleh masyarakat Australia, dan saya akan senang bila dapat melakukan hal yang sama kepada orang-orang (imigran) di generasi ini. ”

    Menangi Australia’s Next Top Model

    Pada tahun 2014, Jamieson masih tinggal bersama keluarga dan saudara kembarnya, Nakisha, di Byron Bay, Australia, ketika mimpinya untuk bekerja terwujud. Ia bekerja di majalah Real Living.

    Bekerja di majalah itu ternyata membuka matanya terhadap industri fesyen. Dari sana pula ia jatuh cinta pada dunia itu.

    Lalu pengalaman itu menginspirasinya pindah ke Sydney dan tinggal bersama nenek dan kakeknya, Sandra dan Yoram Gross. Almarhum Yoram terkenal dengan produksi dan animasi Blinky Bill. Ia adalah korban Holocaust yang tiba di Australia dari Polandia setelah perang.

    Kedatangan Jamieson ke Sydney menggembirakan Yoram. Yoram pun memperkenalkan cucunya kepada komunitas Yahudi setempat dan dilanjutkan dengan kecintaanya kepada industri hiburan.

    “Semuanya tampak sangat menarik pada saat itu,” kenang Jamieson. “Pindah ke Sydney, tinggal bersama kakek yang memanjakan saya,” kata dia.

    Namun duka kemudian datang. Pada tanggal 20 September 2015, Yoram meninggal. “Keluarga saya semua datang ke Sydney untuk pemakaman dan mereka semua berkabung,” Jamieson mengenang.

    Lalu ia memutuskan akan pulang ke kampung halamannya, ketika sebuah momen yang menentukan hidupnya terjadi. “Saya siap untuk terbang kembali ke Byron Bay dengan mereka ketika saya melihat sebuah iklan untuk musim ke-10 program televisi Australia’s Next Top Model. Dan saya punya perasaan bahwa saya harus ikut. Saya merasa ‘saya harus melakukan itu’. Saya mengatakan kepada rumah produksi, bahwa saya hanya punya waktu satu setengah- jam, karena saya harus mengejar pesawat.”

    Jamieson, siswa kelas 11 di Emanuel School saat itu, mengatakan bahwa dia tidak punya harapan akan lolos audisi. Namun betapa terkejutnya dirinya ketika ia menerima email yang memberitahukan bahwa dia telah lolos, dan benar-benar menjadi peserta Australia’s Next Top Model.

    Kemenangan itu, menurutnya, memberi kesempatan baginya mengenang dan berterimakasih kepada kakeknya yang telah memperkenalkannya kepada industri hiburan.

    Pada 20 September lalu, tepat setahun setelah kakeknya berpulang, episode pertama Australia’s Next Top Model disiarkan di Fox8. Jamieson menontonnya bersama neneknya.

  • Entah Karena Salah Info atau Dengan Sengaja, NKRI Sudah Salah Berpijak Soal Papua

    Tujuan akhir dari apa yang dilakukan NKRI selama ini, dan apa yang diperjuangkan orang Papua pro-“M”, adalah mengakhiri konflik berdarah di Tanah Papua. Di satu sisi orang Papua pro-“M” berkeyakinan bahwa segala penderitaan dan berujung kepada kematian dan ancaman terhadap eksistensi orang Melanesia di tanah leluhur mereka hanya dapat dihindari dengan cara “mengeluarkan NKRI dari tanah leluhur bangsa Papua, ras Melanesia”.

    Di sisi lain, NKRI merasa bahwa sebaiknya orang Papua yang mereka sebut “saudara-saudara segelintir orang yang bersebarangan paham politik supaya datang bergabung dengan ibu pertiwi membangun Indonesia yang damai, demokratis dan bermartabat.” Jadi, di satu sisi NKRI berpendapat orang Papua harus berhenti berjuang utnuk melepaskan diri dari NKRI kalau mau hidup damai, kalau tidak, perdamaian tidak akan bisa terwujud. Itu pendekatan kolonialis. Di sisi lain, sebagsa yang merasa diri dijajah, orang Papua menginginkan, berjuang dan berdoa siang-malam, dengan air-mata kepada Tuhan agar membawa keluar NKRi dari tanah leluhur bangsa Papua ras Melanesia.

    Tujaunnya untuk Papua Damai, tetapi caranya berbeda.

    Itu persoalan tujuan. Sekarang kita lihat dasar dari posisi masing-masing.

    Di satu sisi orang Papua punya posisi bahwa orang Papua secara demokratis tidak pernah diberikan kesempatan untuk menaympaikan pendapat, pendudukan NKRI di atas tanah leluhur bangsa Papua ialah sebuah tindakan invasi militer yang disahkan oleh PBB lewat sebuah peristiwa yang penuh skandal secara hukum dan demorasi, yaitu Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969. Orang Papua menuntut agar referendum harus dilakukan. Pendudukan NKRI ilegal, penuh skandal dan harus digugat.

    Di sisi lain, NKRI berpendapat bahwa PEPERA 1969 adalah sah karena diselenggarakan oleh PBB dan disahkan oleh PBB. Oleh karena itu siapapun yang menentang keputusan PBB itu resikonya adalah nyawa. Pemberontakan yang terjadi di Tanah Papua melawan NKRI lebih banyak didasari oleh kecemburuan sosial, karena Papua tidak diperhatikan begitu lama, karena orang Papua dianak-tirikan begitu lama, karena telah banyak terjadi pelanggaran HAM orang Papua, dan sejenisnya, dan oleh karena itu sekarang ini harus ada pendekatan sosial, pendekatan budaya dan pendekatan humanis, sehingga orang Papua akhirnya merasa dikasihi, diperhatikan, merasa diri sama hak dan kewajibannya, sama kepemilikannya di dalam NKRI.

    NKRi bilang Papua Merdeka ada karena orang Papua kurang sejahera, kurang pendidikan, kurang diberikan pelayanan.Orang Papua bilang Papua Merdeka karena sejarah sudah salah, dan harus ada referendum ulang.

    Terlihat jelas, entah disengaja atau tidak, ada paling tidak ada informasi yang salah, yang disampaikan oleh orang Papua, paling tidak para tokoh Papua, para intelektual Papua, para pejabat di Tanah Papua, bahwa orang Papua menuntut merdeka karena diperlakukan tidak adil, karena Tanah Papua belum dibangun dengan baik, karena banyak pelanggaran HAM, dan karena itu pada saat semua ini dipenuhi, orang Papua akan berhenti bicara merdeka.

    Saat ini tahun 2016, sepuluh tahun ke depan dari sekarang, kalaupun Papua sudah makmur, Papua sudah sama dengan Jawa, atau lebih dari Jawa-pun, kami jamin, orang Papua akan tetapi minta merdeka. Alsannya karena alasan yang di-adakan oleh NKRI sangat tidak ada hutngannya dengan alasan sebenarnya dari perjuangan Papua Merdeka.

    Oleh karena itu, maka orang Papua seharusnya fokus pada tujuan, program, dan target yang sedang digariskan ULMWP. Kalau tidak, maka kita akan mengulangi kesalahan generasi tua seperti Nick Messet, F.A. Joku, N. Jouwe, M.W. Kaisiepo, B. Tanggahma, J.M. Bonai, dan sebagainya, yang menyangka bahwa jalan keluar untuk Papua ada di tangan Sukarno dan Jakarta, dan cara untuk memperjuangkan Papua Merdeka ialah dengan setiap hari melawan dan memprotes apa yang dilakukan NKRI, padahal dengan cara ini mereka lupa bahwa mereka sendiri tidak punya program, tidak punya aturan main, tidak punya fokus yang jelas untuk memperjuangkan aspirasi mereka yang telah menelan waktu, tenaga, dana dan nyawa ini.

    Mendukung ULMWP dan PNWP, dan secara konsekuen melaksanakan UURWP adalah jalan yang bermartabat, jalan yang menjamin Papua mencapai cita-citanya. Bagi yang tidak menerima kemajuan ini, maka siapapun semakin jelas mengetahui, bahwa yang mereka kejar bukannya Papua Merdeka, tetapi ketenaran primadi dan melayani egoisme individu dan kelompok, yang aritnya sama saja dengan Abunawas Politik.

  • Legislator: Tak Ada Jalan Lain Bagi Pemerintah RI Untuk Bendung Gerakan OP Pro Papua Merdeka

    Laurenzus Kadepa, Anggota DPRP, Komisi I. (Foto: Dok KM)
    Laurenzus Kadepa, Anggota DPRP, Komisi I. (Foto: Dok KM)

    Jayapura, (KM) – Laurenzus Kadepa, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua (DPRP), Komisi I, menegaskan bahwa pergerakan yang selama ini dilakukan orang Papua untuk tanah Papua di sisi politik telah meyakinkan dunai Internasional secara Universal.

    “Tidak ada jalan lain bagi pemerintah Republik Indonesia untuk membendung gerakan orang Papua pro Papua Merdeka yang sudah meyakinkan dunia internasional mendapat dukungannya lewat pintu HAM,”kata Kadepa, kepada kabarmapegaa.com, Senin, (03/10/16) Melalui Via Inbox FB.

    Menurutnya, pemerintah RI harus berani mengizinkan Team internasional (PIF atau PBB) untuk melakukan investigasi dugaan pelanggaran HAM di Papua selama 50 tahun lebih sesuai sorotan dan keprihatinan 7 negara Pasific di sidang umum PBB yang ke 71 di New York.

    “Tidak boleh merasa cukup dengan sikap dan pernyataan diplomat Indonesia di UN yang membantah semua tudingan 7 Negara Pasific tentang persoalan Papua. Semua harus dibuka luas agar selain soal HAM kemajuan Papua di segala bidang bisa dilihat dunia,”tegasnya.

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?