Tag: pembangunan

  • MRP : Kerja Sama Kawasan Tabi Perlu Melihat Tiga Hal

    JAYAPURA – Anggota Pokja Adat Majelis Rakyat Papua (MRP) Seblum Werbebkay, mengatakan, Percepatan Pembangunan Kawasan Tabi menjadi tanggung jawab Kepala Daerah di lima Kawasan Tabi. Kelimanya adalah Bupati Kabupaten Jayapura, Walikota Jayapura, Bupati Keerom, Bupati Sarmi dan Bupati Memberamo Raya.

    Lima Kepala Daerah Tabi ini perlu memperhatikan tiga hal. Pertama pelaksanaan Pembangunan di Kawasan Tabi akan berhasil ketika kelima Bupati dan Walikota di Tabi ini duduk bersama-sama untuk membicarakan program prioritas pembangunan kawasan Tabi yakni membicarakan infrastruktur jalan yang menghubungkan semua daerah di kawasan Tabi. Pembangunan infrastruktur jalan ini penting dan lima Kepala Daerah ini kalau benar-benar berkomitmen membangun Tabi, maka upaya-upaya ke arah pembangunan infrastruktur itu mulai dilakukan dengan menggandeng Badan Percepatan Pembangunan Papua.
    Kedua, hal penting yang harus jadi perhatian para Kepala daerah di Tabi adalah pembangunan SDM di Tabi.

    Pembangunan SDM Tabi perlu dibicarakan bersama-sama oleh lima Kepala Daerah ini, apakah itu pendidikan tingkat dasar, lanjutan pertama maupun pendidikan lanjutan SMA atau SMK. Dengan tidak melupakan pentingnya memberikan perhatian ketrampilan kepada SDM di kawasan Tabi. Pendidikan ketrampilan kejuruan terang Seblum merupakan pendidikan keahlian yang perlu diperhatikan, selain itu pentingnya perhatian Kepala Daerah terhadap keberadaan Balai Latihan Kerja yang dikhususkan dalam rangka mempersiapkan tenaga tenaga kerja siap pakai teruatam mereka yang putus sekolah bisa dibina di Balai Latihan Kerja tersebut, ujar Seblum

    Kehadiran Balai Latihan Kerja yang benar-benar difungsikan akan berdampak positif terutama mengurangi pengangguran. Seblum juga mengatakan, pendidikan formal yang disipkan itu tak hanya pendidikan di dalam daerah saja, melainkan lima Kepala Daerah Tabi sudah mulai memikirkan bagaimana anak-anak Tabi ini bisa menyencam pendidikan di luar daerah atau pendidikan ke luar negeri.

    Lebih lanjut Ondoafi Sarmi ini mengatakan, hal ketiga, masalah perekonomian rakyat di kawasan Tabi hendaknya lebih diperhatikan kalau memang para Kepala Daerah Tabi sudah bersepakat untuk memberikan perhatian serius dan kerjasama kawawasan Tabi, maka ekonomi rakyat merupakan masalah yang sangat penting dan menjadi program prioritas pengembangan kawasan Tabi.

    Dia mengingatkan, apapun bentu bentuk kerjasama kasawan Tabi yang nanti dikerjakan dalam waktu-waktu kedepan ini, satu hal pokok yang perlu diperhatikan adalah Kepala daerah harus menggandengkan Adat, kerjasama Pemrintah dan Adat tidak bisa dipisahkan, lembaga Adat perlu diakomomodir sebab Adat posisinya sebagai mitra Pemerintah.

    Seblum menjelaskan, ketika infrastruktur, pendidikan, ekonomi diperhatikan, dengan sendirinya kerjasama yang dibangun ini akan sampai pada proses terbentuknya Provinsi Tabi. “Hal itu terjadi sendirinya, karena Kepala Daerah di Tabi telah meletakan dasar pembangunan yang benar-benar jadi prioritas,” terangnya kepada Bintang Papua di Kantor MRP, Rabu (25/3)

    Dia mengimbau kerjasama kawasan Tabi yang mulai dirintis lima Kepala daerah Tabi ini memberi perhatian penuh pada sektor kehutanan, bagaimana Kepala Daerah memproteksi pengolahan hasil hutan berupa kayu, kayu jangan diolah di luar Tabi, sebab kayu yang dibawa ke luar akan merugikan masyarakat banyak. Semua HPH diolah sendiri. (ven/don/l03)

    Source: BinPa, Jum’at, 27 Maret 2015 01:56

  • Jokowi: Tidak Ada Perpanjangan Kontrak Freeport

    JAKARTA [PAPOS]- Presiden terpilih, Joko Widodo, memastikan tidak ada nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) soal perpanjangan operasional PT Freeport Indonesia hingga 2021.

    Disampaikan Jokowi, sapaan Joko Widodo, kontrak freeport sendiri akan berakhir pada tahun 2021, kemudian apabila akan ada renegosiasi perpanjangan kontrak, harus dua tahun sebelum kontrak itu berakhir.

    “Kan habisnya tahun 2021. Kenapa diperpanjang sekarang?” kata Jokowi, Jumat, (25/8/ 2014).

    Jokowi menuturkan, apabila akan ada pembicaraan tentang renegosiasi kontrak Freeport, itu harus dilakukan pada tahun 2019.

    Kata dia, sebelum waktu tersebut dirinya memastikan tidak akan ada perpanjangan kontrak untuk penambangan emas di Papua tersebut. Renegosiai perpanjang kontrak Freeport sendiri terakhir dilakukan pada era Presiden Soeharto.

    “Tidak ada perpanjangan Freeport. Saya katakan habisnya kan tahun 2021. Itu diperpanjang 2 tahun sebelumnya. Jadi 2019 diperpanjangnya. Ini masih 5 tahun yang akan datang kok sudah ngurus itu,” kata dia.

    Jokowi menyebutkan, terkait dengan adanya informasi perpanjangan kontrak Freeport itu, dia belum berkomunikasi dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang masa jabatannya akan berakhir pada tanggal 20 Oktober 2014.

    Diberitakan sebelumnya, Wakil Menteri ESDM, Susilo Siswoutomo menyebut nota kesepahaman atau MoU amandemen kontrak karya PT Freeport Indonesia bakal ditandatangani hari ini. Penandatanganan akan dilakukan oleh Dirjen Minerba Kementerian ESDM Sukhyar dengan pihak PT Freeport.

    Susilo mengatakan penandatanganan amandemen dilakukan setelah adanya kesepakatan renegosiasi kontrak karya antara pemerintah Republik Indonesia dengan Freeport.

    Dalam MoU itu tertuang enam poin renegosiasi yang telah disepakati. Pertama adalah pembangunan unit pengolahan dan pemurnian (smelter), luas lahan tambang, perubahan perpanjangan kontrak menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK), kenaikan royalti untuk penerimaan negara, divestasi, serta penggunaan barang dan jasa pertambangan dalam negeri.

    Capaian renegosiasi kontrak itu juga dikabarkan sudah disampaikan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

    Dalam sidang kabinet yang berlangsung kemarin telah disampaikan perkembangan terbaru yakni sekitar 20 KK dan PKB2B telah menyepakati renegosiasi kontrak pertambangan.

    Termasuk Freeport yang kami sampaikan telah menyetujui renegosiasi. MoU ini jembatan sebelum tandatangan amandemen kontrak,” kata Susilo.[viva]

    Sumber: Sabtu, 23 Agustus 2014 01:50, PAPOS

  • Soal Smelter, Freeport Minta Gubernur Berbicara ke Pusat

    Gubernur Papua bersama para pimpinan SKPD menerima perwakilan dari PT Freeport Indonesia.JAYAPURA — Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Rozik B. Soetjipto meminta kepada Pemerintah Provinsi Papua melalui Gubernur, untuk bicara kepada pemerintah pusat, jika Pemprov tetap berkeinginan agar Pabril Smelter dibangun di Papua.

    “Mungkin beliau akan menyampaikan ditingkat nasional karena itu kami tidak punya kewenangan, hanya menyampaikan permasalahan, jadi kami melihatnya dari sisi teknis, ekonomi untuk pembangunan itu, nah gubernur mestinya mau memperjuangkan itu mesti membicarakan pada tingkat nasional,”

    kata Rozik.
    Sebelumnya pada Senin (18/08) siang, Rozik yang didampingi beberapa direksinya, menyambangi Kantor Gubernur Papau dan diterima langsung oleh Gubernur Lukas Enembe yang juga menyertakan beberapa pimpinan SKPD termasuk juga Sekda Papua TEA. Hery Dosinaen, S.IP, juga perwakilan dari Komisi C DPRP Papua yang dipimpin langsung oleh Ketua Komisi C Yan Ayomi, diruang kerjanya.

    Dalam kesempatan tersebut, Rozi mengaku kedatangannya tersebut hanya melaporkan bahwa perusahaannya sudah mulai ekspor kembali sejak ada penandatanganan MoU dengan pemerintah. “Kami laporkan kepada beliau mengenai isi dari MoU itu yang harus ditindaklanjuti dengan pembahasan lebih lanjut mengenai amandemen kontrak karya,” tuturnya.

    Pertemuannya dengan Gubernur Papua, dikatakannya untuk meminta saran-saran gubernur dan juga untuk bersama-sama menyampaikan hal-hal yang terutama berkaitan dengan daerah, untuk bisa nantinya menjadi bahan didalam pembicaraan mengenai amandemen kontrak karya.

    Mengenai Smelter yang diharap Pemprov dibangun di Papua, Rozik mengatakan hal tersebut belum ditentukan. Menurutnya untuk memenuhi permintaan Pemprov untuk membangun Smelter di Papua, ada hambatan yang ditemui, karena diperlukan adanya industri pendukung yang akan menampung produk yang akan menimbulkan polusi, seperti CO2/belerang, kalau ada industri pupuk, atau petrokimia itu diperlukan untuk menyerap, kalau tidak itu akan menjadi bahan yang menggangggu lingkungan.

    Kemudian juga keperluan adanya industri semen untuk menyerap limbah padat dari Smelter, jadi itu yang menjadi bahan pembicaraan dengan beliau yang saya sampaikan,” tuturnya.

    Dijelaskannya, Freeport mempunyai Kewajiban membangun Smelter sesuai aturan pemerintah hingga akhir 2016, dan hal tersebut justru yang menjadi masalah untuk membangun pabrik pengolahan konsentrat di Papua. “Waktunya terlalu pendek kalau kita harus membangun di Papua, infrastrukturnya sekarang harus dibangun, dan waktunya terlalu pendek, itu yang saya sampaikan ke Gubernur,” aku Rozik.

    Kalau sekarang dengan Freeport mendapat kewajiban untuk membangun Smelter dalam waktu pendek, Rozik menyatakan, pilihannya itu terpaksa ditempat yang ada infrastruktur, oleh karena itu larinya ke Gresik, Jawa Timur.

    “Kalau misalnya Papua menginginkan itu tentu kita memerlukan waktu yang lebih panjang, infrastruktur harus dibangun, cari investor untuk pembangunan industri pendukung, ini pasti memerlukan waktu yang lebih,”

    imbuhnya.

    Sementara itu Ketua Komisi C, Yan Ayomi mengatakan dalam pertemuan tersebut Freeport menyampaikan kontrak karya yang baru khususnya menyangkut MoU yang ditandatangani pada 29 Juli lalu, sekaligus juga dibicarakan tentang pikiran dan masukan baru yang nanti akan dibicarakan pada 20 Agustus di Amerika dengan kantor induk dari Freeport.

    Diakui Ayomi, dalam kesempatan tersebut ia menekankan kepada Freeport untuk bisa membantu mensejahterakan masyarakat Papua, karena perusahaan asal Amerika Serikat tersebut sudah cukup lama beroperasi di Tanah Papua.

    “Tadi saya ingatkan kembali kepada Freeport yang sudah 60 tahun beraktivitas di Papua agar segala macam kegiatan harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat Papua. Freeport harus lebih banyak bekerjasama dengan pemerintah daerah, supaya hal-hal yang bisa dibantu oleh Pemda, pemda juga bisa membantu,”

    ujarnya.

    Ia juga menanggapi mengenai pembangunan pabrik Smelter, dimana ia mengatakan pihaknya sejalan dengan Gubernur yang dengan gigih menginginkan pabrik tersebut dibangun di Papua.

    “Saya tegaskan kembali kepada freeport, permintaan pemeritah daerah agar Smelter dibangun di Indonesia dengan batas waktu hanya dua tahun sudah harus dibangun, itu persyaratan kalau freeport masih ingin tetap beroperasi di Indonesia. Dan DPR menegaskan supaya smelter itu dibangun di Papua,”

    ucap Ayomi.

    Untuk memenuhi permintaan tersebut, Ayomi berujar jika pihak Freeport meminta Pemprov untuk membantu mereka berbicara dengan pusat agar batas waktu pembangunan pabrik Smelter bisa diundurkan.

    “Tadi PT Freeport minta supaya pemerintah daerah bisa membicarakan dengan Pemerintah Pusat supaya smelter bisa dibangun di Papua. Karena ini menyangkut pembicaraan politik. Kami siap nanti kami yang akan bicara, dan gubernur yang akan fasilitasi,”

    cetusnya.

    Ayomi juga mengaku pihaknya meminta Freeport untuk memberi manfaat bagi pendapatan asli daerah. Pajak-pajak yang belum dibayar selam beroperasi disini supaya diselesaikan kalau Freeport mau membuka kontrak karya yang baru. (ds/don/l03)

    Selasa, 19 Agustus 2014 15:25, Binpa

  • Presiden Diminta Tuntaskan Persoalan Papua

    Jakarta [PAPOS] – Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar Yorris Raweyai menegaskan, berbagai masalah Papua harus bisa diselesaikan secara tuntas pada masa kepemimpinan terakhir Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

    "Kita inginkan pada periode SBY-Boediono ini kita mampu untuk menyelesaikan Papua dan Aceh, sehingga kredibilitas bangsa ini di mata internasional bisa tercapai dengan cara yang demokratis, berkeadilan, bermartabat," kata Yorris saat rapat Tim Pemantau Pelaksanaan Otonomi Khusus Papua dan Otonomi Khusus Aceh bersama pemerintah di Gedung DPR, Jakarta, Jumat.

    Anggota Komisi I DPR itu menyesalkan kinerja pemerintah terhadap pelaksanaan UU 21/2001 tentang Otonomi Khusus Papua dan UU 11/2006 tentang Otonomi Khusus Aceh yang tidak berjalan sebagaimana mestinya.

    "Tidak pernah ada evaluasi dari pemerintah, mengeluarkan PP juga tanpa ada pembahasan bersama-sama DPR. Maka kalau kita lihat orang menuntut untuk mengembalikan itu, saya setuju," kata Yorris.

    Namun demikian, Yorries tidak setuju kalau otonomi khusus dikatakan gagal. "Karena tidak ada parameter, kapan dievaluasi, dimana gagalnya," ujar politisi Golkar dari Papua Barat itu.

    Ia juga menyesalkan adanya perlakuan yang berbeda terhadap masyarakat Papua. Ia mencontohkan pelaku pembunuhan terhadap tokoh Papua Theis Eluay dan tokoh Papua lainnya hanya dihukum 4 tahun dan bahkan banyak yang dibebaskan.

    "Tapi masyarakat Papua yang mengibarkan bendera Bintang Kejora dihukum 15 tahun penjara karena PP No 77/2007," kata Yorris.

    Dikatakan, sebenarnya dalam UU 21/2001 dan UU 11/2006 dilengkapi dengan dana otonomi Khusus yang terpisah dari dana pemerintah. "Kalau pemerintah mau arif, punya `political will`, pemerintah sebaiknya membentuk satu tim yang hanya melaksanakan implementasi otsus secara konsisten, tinggal dikoodrdinsikan dengan Pemda Papua. Itu tidak sulit," kata Yorris.

    Sementara itu Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto mengatakan, pengaturan lambang daerah sebagaimana diatur dalam PP No 77/2007 tentang Lambang Daerah harus sesuai dengan aturan yang ada dan tidak boleh bertentangan dengan otonomi daerah dan otonomi khusus bagi Papua.

    "Berdasarkan amanat pasal 2 ayat (2) UU 21/2001, Papua dapat memiliki lambang daerah sebagai panji kebesaran dan simbol kultural dari kemegahan jati diri Papua dalam bentuk bendera dan lagu daerah yang tidak diposisikan sebagai simbol kedaulatan," ujar Djoko Suyanto.

    Tetapi untuk desain lambang daerah seperti bendera Bintang Kejora tidak dapat digunakan sebagai lambang sebagaimana yang diatur pada pasal 6 Peraturan pemerintah 77 tahun 2007. [ant/agi]

    Ditulis oleh Ant/agi/Papos
    Sabtu, 24 Juli 2010 00:00

  • Pembangunan Jalan Trans Jayapura-Wamena, Makin Tidak Jelas

    JAYAPURA-Kelanjutan proyek pembangunan jalan trans Jayapura-Wamena yang kini sudah mencapai jarak sekitar 500 kilo meter, nasibnya makin tidak jelas.

    Pasalnya, Provinsi Papua melalui Dinas PU tidak lagi mengagendakan proyek tersebut untuk diselesaikan. Tidak dilanjutkannyanya jalan ini, karena dinilai tidak akan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat, ini lantaran perencanaan awalnya sudah tidak tepat, jadinya proyek tersebut mubazir, tidak dapat dimanfaatkan. Buktinya, meski jalan itu sudah pernah tembus ke Wamena, namun karena tidak digunakan, sehingga menjadi hutan kembali.

    “Dulunya kan sudah tembus, tapi tidak digunakan sehingga jadi hutan kembali,”jelas Kepala Dinas PU Provinsi Papua Ir Jansem Monim MT kepada Cenderawasih Pos saat ditemui di GOR Cenderawasih, Senin.

    Karena itu lanjutnya, untuk sementara proyek jalan Jayapura-Wamena tidak akan jadi prioritas lagi. “Kita abaikan dululah,”katanya.

    Dikatakan program provinsi tahun ini masih tetap melanjutkan program tahun lalu, yaitu fokus tujuh ruas jalan stategis dan 4 program prioritas.

    Untuk empat program prioritas, salah satunya dengan membuka keterisolasian 8 Kabupaten yang ada di wilayah Pegunungan Tengah melalui program transportasi terpadu, yaitu memanfaatkan sungai,laut dan darat. Melalui program ini dinilai lebih efektif dan efisien dan dapat mendatangkan nilai ekonomi bagi masyarakat.

    “Tuhan sudah beri kita sungai, laut dan darat, kenapa kita tidak manfaatkan dengan baik,”tambahnya lagi.

    Dua dari empat program prioriotas itu diperkirakan berjarak antara 170 sampai 2000 kilo meter lebih, mulai dari Wamena-Habema, Nduga dan Genyem ke arah selatan. Jalan ini sangat strategis, sebab jika itu dibuka, maka Pegungan Tengah yang selama ini terisolir, kecuali transportasi pesawat, akan terhubung dengan daerah-daerah lainnya.

    “Kami harapkan dalam jangka waktu 2 sampai 3 tahun sudah terbuka ke arah Selatan Pantai,” katanya.

    Selain itu dalam empat skala prioritas juga akan dibuka ke arah Selatan dari Timika ke Enarotali. Ini juga menjadi prioritas, karena di wilayah itu akan dibuka PLTA yang akan ditempatan di sekitar Wagete. PLT ini diharpkan memenuhi kebutuhan listrik sekitar wilayah itu, terutama Timika.

    “Proyek ini sudah dimulai diharapkan bisa selesai pembukaannya tahun 2010, setelah itu bisa ditingkatkan lagi,”tambanya.(don)

  • PBB Dukung Pembangunan di Jayawijaya

    Wamena (PAPOS) – Kepala United Nations Development Programme (UNDP) dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk Indonesia, El Mostafa, mengatakan dukungannya pada pembangunan di kabupaten Jayawijaya melalui kegiatan bersama enam lembaga yang ada di PBB yakni Unicef, UNDP, ILO, UNFPA, UNV dan WHO dengan berbagai pelayanan di Kabupaten Jayawijaya dan Lanny Jaya. Menurutnya, keberadaan enam lembaga PBB tersebut secara bersama-sama mendukung pemerintah daerah maupun masyarakat di kedua kabupaten untuk mencapai tujuan pembangunan millennium. Melalui perpaduan program dari masing-masing lembaga akan mendukung pembangunan dikedua wilayah tersebut sekaligus mempererat kerjasama dengan instansi-instansi pemerintah, masyarakat madani dan masyarakat adat.

    “ Kerjasama antara lembaga-lembaga PBB disini adalah suatu contoh baik tentang bagaimana kita memadukan kekuatan dan bekerja sama untuk pembangunan,” ujar El Mostafa kepada Papua Pos di Wamena Kamis (18/12) kemarin.

    Oleh karena itu PBB berkomitmen untuk bekerja dalam kemitraan dengan pemerintah maupun masyarakat melalui berbagai program gabungan yang dapat menggurangi tupang tindih maupun kekosongan-kekosongan serta usaha yang maksimal.

    Dijelaskannya, delapan tahun, 189 negara yang tergabung dalam PBB termasuk Indonesia, PBB berjanji untuk mengurangi kemiskinan sebesar 50 persen pada Tahun 2015 mendatang dengan mewujudkan peningkatan kesehatan, pendidikan dan kesejateraan umum di seluruh dunia.

    Sementara itu, Sekretrais daerah Jayawijaya, Drs.Thomas Ameng menyampaikan dukungan penuh dari pemerintah daerah terhadap pendekatan terkordinasi dari lembaga-lembaga PBB dan program kerjasama yang ada.

    Menurutnya, kendala-kendala pada pencapaian tujuan pembangunan millennium di pegunungan tengah memang sangat berat. Namun pemerintah daerah yakin bahwa pencapaian bisa dilakukan dengan adanya dukungan kuat dari mitra-mitra pembangunan.

    Menburut, Thomas Ameng, Kabupaten Jayawijaya setelah pemekaran memiliki 39 Distrik, 375 Kampung dan 2 kelurahan dengan jumlah penduduk kurang lebih 144.854 jiwa. Namum sangat membutuhkan pembangunan infrastruktur di segala bidang.

    Dia berharap melalui dukungan dari Badan Dunia (UNDP) diharapkan asa percepatan pembangunan di daerah ini untuk memberikan kesejahteraan bagi rakyat di daerah ini.(rico/cr-43)

    Ditulis Oleh: Pappos/Rico/Cr-43
    Jumat, 19 Desember 2008

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?