Tag: Otsus gagal

  • 22 Tahun Otsus, Ada Kemajuan Tapi Tak Signifikan

    22 Tahun Otsus, Ada Kemajuan Tapi Tak Signifikan

    JAYAPURA – Hari ini Selasa (21/11), diperingati sebagai Hari otonomi khusus (Otsus) yang diberikan pemerintah Indoneia kepada Papua. Bahkan, untuk memperingati hari yang istiomewa tersebut,  Pemerintah Provinsi Papua menetapkan 21 November sebagai hari libur fakultatif.

    Pj Gubernur Papua Barat Daya yang juga sebagai Tim Asistensi Penyusunan UU Otsus Papua M Musa’ad menyampaikan, 22 tahun pemberlakuan Otsus di tanah Papua. Tak dipungkiri banyak perubahan namun ada juga hal hal yang mesti diperbaiki dan dilakukan pemantapan untuk kemajuan di tanah ini.

    “22 tahun Otsus, Perubahan cukup kencang di Papua,” kata Musa’ad saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Senin (20/11).

    Perubahan yang dimaksudkan ini kata Musaad, seperti ada kewenangan kewenangan tertentu yang diberikan kepada Papua yang tidak dimiliki oleh Provinsi lainnya di Indonesia. Bahkan, dengan adanya Otsus memberikan kesempatan yang lebih luas untuk pemerintah daerah dalam mengeksekusi berbagai program pembangunan.

    “Dengan adanya 6 provinsi di tanah Papua, memberikan ruang untuk kita di Papua ikut berpartisipasi dalam kerja aturan pemerintahan pembangunan secara nasional. Adanya DOB memberikan kebijakan yang tidak ada di tempat lain dan hanya ada di Papua, harusnya dengan begitu bisa memberikan ruang yang lebih luas bagi partisipasi masyarakat melalui adat, lembaga keagamaan dan lainnya,” terangnya.

    Lantas, 22 tahun Otsus di tanah Papua apakah sudah dirasakan masyarakat hingga akar rumput ?  Musa’ad menyatakan perlu adanya perbaikan, konsolidasi dan kolaborasi antara pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan kementrian lembaga agar Otsus itu benar benar dirasakan manfaatnya hingga ke akar rumput.

    “Supaya otsus sampai ke akar rumput, harus ada konsolidasi dan koordinasi serta kolaborasi antara pemerintah melalui kementrian kelembagaan yang ada dan provinsi dan pemerintah kabupaten/kota,” kata mantan Kepala Bappeda Papua ini.

    Musa’ad menyadari bahwa tidak mungkin pemerintah semata yang harus melakukan upaya upaya untuk memberikan pelayanan pembangunan kepada masyarakat sampai ke akar rumput, namun perlunya sinergitas dengan berbagai pihak.

    “22 tahun Otsus di tanah Papua, ada yang sudah berhasil dengan baik namun masih ada yang perlu perbaikan. Dan dengan UU Otsus yang baru, perubahan harusnya menjadi instrumen yang baik. Sebab dibanyak ruang bisa digunakan untuk lebih memantapkan pelaksanaan pembangunan sampai pada akar rumput,” tuturnya.

    Yang perlu dibenahi kata Musa’ad, perlunya konsolidasi dengan semua sumber daya yang dimiliki di tanah Papua. Dengan cara kerjasama, tidak jalan sendiri sendiri

    “Sekarang kita sudah punya rencana induk percepatan pembangunan Papua, kita juga sudah punya rencana aksi percepatan pembanguann Papua. Ini harus menjadi acuan kita semua,” terangnya.

    22 tahun Otsus di tanah Papua, Musa’ad mengajak semua komponen untuk menciptakan Papua yang damai. Sebab, kita butuh investasi. Tidak bisa membangun tanah Papua yang besar ini dengan hanya menggunakan APBD.

    “Kita butuh investasi dan kita butuh investor, dengan demikian bisa menambah kemajuan di tanah Papua,” ucapnya.

    Disampaikan Musa’ad, perlunya menciptakan kedamaian dan suasana aman serta bersatu. Tanpa harus ada segmen segmen di tingkat daerah, terlebih Papua saat ini sudah memiliki 6 Provinsi. Dimana diikat oleh tiga kekuatan yaitu, diikat satu kultur dan satu budaya, terikat dalam bingkai NKRI dan ketiga yakni satu Otsus.

    “Kendati Papua sudah ada 6 Provinsi, namun kita perlu kerjasama untuk kemajuan Papua dan memberikan lompatan untuk pembangunan di tanah Papua. Dengan 22 tahun Otsus, mari kita bersatu supaya rakyat bisa merasakan apa yang seharusnya mereka rasakan dan hak hak mereka terpenuhi,” ucapnya.

    Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah memutuskan dan menetapkan Provinsi Papua Barat Daya (PBD) sebagai tuan rumah pelaksanaan momentum memperingati hari otonomi khusus (Otsus) pertama gabungan dari enam provinsi di tanah Papua.

    Musa’ad mengatakan, peringatan hari Otsus dengan PBD sebagai tuan rumah dikemas dalam Papua Fest Spirit Of Otsus. Dimana ada berbagai kegiatan yang digelar, seperti pameran inovasi dan kreasi Otsus, bazar kuliner dan kegiatan lainnya.

    “Yang ingin kita tonjolkan adalah aspek aspek kultural dalam memperingati hari Otsus, aspek pariwisata dan aspek olahraga. Ada juga kajian ilmiah,” ungkapnya.

    Sementara itu, Ketua DPC Peradi SAI Kota Jayapura dan Ahli Hukum Tata Negara, Dr. Anthon Raharusun, S.H.,M.H mengatakan, kebijakan utama Otsus untuk mempercepat pembangunan kesejahteraan masyarakat Papua.

    “Peringatan Otsus harus menjadi sebuah refleksi dalam penataan pembangunan untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan, kemakmuran dan peningkatan demokrasi dan demokratisasi bagi masyarakat Papua dalam bingkai NKRI,” bebernya.

    Menurut Anthon, Otsus harus didesain dalam kerangka repelita. Dengan begitu, 20 tahun kedepan masyarakat Papua sudah harus tinggal landas dari berbagai aspek.

    “Ketika masyarakat tidak sejahtera, artinya Otsus tidak memberikan dampak bagi masyarakat Papua. Sehingga itu, peringatan Otsus harus menjadi kesadaran bersama. Baik pemangku  kepentingan, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dan masyarakat,” terangnya.

    Adapun seluruh kebijakan pemerintah kata Anthon, harus berkorelasi dengan peningkatan kesejahteraan atau percepatan kesejahteraan masyarakat Papua. Juga peningkatan kemakmuran dan domokrasi bagi masyarakat di tanah Papua.

    “22 tahun Otsus di tanah Papua, kemajuan itu ada. Tetapi belum signifikan, sebab masih  terdengar sebagian masyarakat Papua yang menganggap Otsus belum memberikan satu kemajuan bagi orang Papua. Padahal kita tahu bahwa hampir semua pejabat di Papua adalah OAP,” bebernya.

    Menurut Anthon, Otsus lebih banyak dimaknai sebagai sebuah kebijakan yang hanya mendorong bagaimana uang yang banyak. Tetapi uang yang banyak juga menjadi problem bagi masyaraka Papua  dalam hal bagaimana masyarakat Papua bisa menikmati kebijakan khusus itu.

    “Kedepannya, jika Otsus gagal maka pemerintah harus mempertimbangkan kembali  bagaimana kebijakan kebijakan yang bersifat asimetri yang diberikan kepada masyarakat Papua ataupun daerah daerah yang dianggap sebagai daerah kekhususan,” terangnya.

    Menurut Anthon, ke depan pemerintah harus melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang kebijakan Otsus 20 tahun kedepan. Terutama mengenai kebijakan pelaksanaan Otsus UU nomor 2 tahun 2021 dengan peraturan pelaksanannya harus disosialisasikan kepada masyarakat, sehingga masyarakat tidak bertanya tanya tentang arah kebijakan Otsus kemana. (fia/wen)

    Dapatkan update berita pilihan setiap hari dari Cenderawasihpos.jawapos.com 

    BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

  • Pemerintah Masih Dominan Memikirkan Masalah Politik di Papua

    Pemerintah Masih Dominan Memikirkan Masalah Politik di Papua

    Refleksi 22 Tahun Perjalanan Otonomi Khusus di Tanah Papua

    Selasa (21/11) hari ini, genap Otonomi Khusus (Otsus) Papua diterapkan di Papua 22 tahun silam. Dalam rentang perjalanan waktu dua dekade lebih ini, Otonomi Khusus belum berjalan sesuai harapan. Masih banyak pro dan kontra terkait pemberlakukan Otsus dan juga  pertanyaan terkait capaian Otsus dan dampak kesejahteraan yang dirasakan masyarakat Papua. 

    Laporan: Robert Mboik-Jayapura 

    tonomi Khusus Papua diberikan oleh Negara Republik Indonesia melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 200. Lahirnya otonomi khusus ini tidak lepas  dari upaya pemerintah memberikan jalan tengah, di tengah aspirasi Merdeka bagi masyarakat Papua kala itu.

    Dengan adanya Otsus ini diharapkan bisa meredam aspirasi itu, agar masyarakat Papua tetap bersatu dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karenanya, dalam Otsus ini ada tida pilar utama, yakni keberpihakan, perlindungan, dan pemberdayaan Orang Asli Papua.

    Dengan kebijakan seperti itu,  semestinya sekian triliun rupiah  dana masuk ke Papua selama dua puluh tahun, sejatinya harus bisa  merubah taraf hidup orang asli Papua, sejajar dengan masyarakat di daerah lain di Indonesia. Lantas apa yang salah, hingga Otsus ini belum berjalan maksimal?

    Hengky Yoku salah salah satu tokoh yang juga ikut berperan dalam pembentukan Otsus Papua, memberikan releksi terkait perjalanan Otsus ini. Menurutnya, pembentukan  sistem pemerintahan otonomi khusus Papua,  ide dasarnya adalah Bas Suebu, itu pemrakarsanya. Itu lahir ketika Bas Suebu dipanggil oleh Presiden Gus Dur bersama dua tokoh lainya, Isak Hindom, Acub Zaenal, yang merupakan mantan Gubernur Irian Barat kala itu.

    “Gus Dur tahu orang-orang ini punya pikiran-pikiran brilian. Isak Hindom, Acub Zaenal berikan saran kepada bapak presiden,  agar percayakan urusan tentang sistem pemerintahan dan seperti apa untuk papua itu kepada Bas Suebu. Dari pikiran Bas Suebu lahirlah otonomi khusus,”kata Hengky Yoku, Senin (20/11).

    “Disitu,  yang paling penting pemerintah pusat itu hanya memiliki 5 kewenangan yaitu, moneter atau keuangan,  pertahanan keamanan,  politik luar negeri pendidikan dan agama.  Selebihnya Itu kewenangan diberikan kepada daerah.  Inti daripada otsus itu adalah menjadikan orang asli Papua menjadi tuan di atas negerinya. Itu tercatat di dalam pembukaan undang-undang 21 tahun 2001,” ujarnya.

     “Tapi perjalanan selama 20 tahun,  fakta realitas objektif di Papua,  dua provinsi sebelumnya, Papua dan Papua Barat adalah provinsi termiskin di Indonesia. Dengan indeks pembangunan manusia,  terendah dari seluruh Indonesia.  Artinya apa, secara jujur kita harus akui bahwa otonomi khusus relatif gagal,” ujarnya lagi.

    Di sisi lain pemerintah pusat telah memperpanjang otonomi khusus Papua dan itu merupakan suatu hal yang patut diapresiasi, karena memberikan dana yang cukup besar untuk Papua, yaitu  senilai 2% dari jumlah dana alokasi umum nasional.  Nilai ini jelas cukup besar jika dilihat dengan populasi penduduk Papua yang berkisar sekitar 4 jutaan jiwa.  Semestinya selama 20 tahun yang lalu kesejahteraan orang Papua sudah bisa setara dengan pulau Jawa.

    Catatanya, selama 20 tahun menurutnya pemerintahan hanya fokus mengurus hal-hal yang sifatnya politik.  Arogansi membangun birokrasi,  bahwa harus orang asli Papua. Menurut Hengky Yoku, esensi sebenarnya bukan itu. Siapapun silakan dalam 20 tahun memimpin, tetapi harus menyiapkan orang asli Papua itu yang paling penting.

    Menyiapkan bukan berarti hanya menjadi birokrat yang baik, dia harus menguasai ekonomi dan paling penting mengimplementasikan tiga  pilar Otsus  itu, keberpihakan, perlindungan, dan pemberdayaan Orang Asli Papua. “Kalau itu semua terpenuhi orang Papua tidak akan teriak merdeka.”tandasnya.

    Secara lengkap pemerintah memang mengklaim dana ribuan triliun masuk ke Papua,  tetapi kata dia dana itu membangun apa.  Apakah membangun gedung DPR yang megah,  kantor gubernur yang begitu Megah, juga kantor MRP  dan juga jembatan.

    “Tapi kalau kita mau jujur katakan semua pembangunan infrastruktur,  itu hanya menghidupkan BUMN yang kolaps, kita harus jujur akui. Siapa pejabat di Papua ini, secara angka dia bisa menunjukkan,  kepada publik bahwa kehadiran  gedung MRP yang mewah ini menghasilkan sekian kontraktor yang hebat di Papua,  sekian konglomerat sekian ekonom hebat. Tidak ada, itu kan sekian dana dari pusat  ke bawah, kemudian perusahaan dari pusat datang bangun di sini.  Di sini kemudian pulang dan bawa pulang dananya,  kan itu” pungkasnya.

     Masalah Otsus ini memang menarik, begitu juga dengan capaian yang dirasakan, masing-masing bisa memiliki pendapat yang berbeda. Baik dari penggas Otsus, pelaku Otsus dalam hal ini birokrasi pemerintah, maupun dari masyarakat asli Papua yang menjadi sasaran utama Otsus ini. Aspirasi merdeka pun belum sepenuhnya bisa diredam lewat kebijakan Otsus ini. (*).

    Source: CEPOS Online

  • Diplomasi NKRI, Otsus dan Kesejahteraan Orang Asli Papua

    Diplomasi NKRI, Otsus dan Kesejahteraan Orang Asli Papua

    Daerah Otonomi Baru (DOB) dan Keberlanjutan Otonomi Khusus (Otsus) Sebagai Alasan Kesejahteraan akan Menjadi Bahan Diplomasi Indonesia (NKRI) ke Sidang Pacific Islands Forum (PIF) dan Sidang Umum PBB 2022

    Selain pemaksaan pemekaran Daerah Otonomi Baru dan keberlanjutan UU Otsus Papua menurut versi Pemerintah Republik Indonesia, saya prediksi bahwa hanya ada dua jalan menuju penyelesaian masalah Papua yang akan ditempuh, yaitu antara (1). Dialog, ataukah Indonesia akan menghadapi gugatan hukum di Pengadilan hukum internasional (ICJ). Kedua model itu sama-sama memiliki sangsi yang sangat berat.
    Pemerintahan Sementara ULMWP telah menandatangani MoU dengan Kementerian Urusan Luar Negeri Negara Republik Vanuatu, terkait langkah-langkah diplomatik ULMWP ke seluruh dunia dibawah kendali protokol system VANUATU. Jangan sampe NKRI menelan pil pahit seperti yang Inggris dan USA (Amerika) alami dalam kasus negara Mauritius dan pulau Chagos. Satu dari antara dua opsi di atas akan terjadi setelah keputusan PIF tanggal 14 Juli 2022.
    Andaikan Pemerintahan Sementara ULMWP mendapat pengakuan dari 18 negara PIF melalui resolusinya yang akan lahir…sebab Tuan Hon Benny Wenda telah diundang resmi oleh Sekretariat PIF dengan kapasitas sebagai PRESIDEN SEMENTARA ULMWP.
    Para diplomat RI selalu meremehkan Vanuatu sebagai negara kecil yang tidak berdaya, namun perlu diketahui bahwa Vanuatu adalah RAKSASA PASIFIK yang telah sukses membawa ULMWP mnejadi anggota OBSERVER di MSG dan meyakinkan 18 negara PASIFIK untuk mengakui dan melahirkan Resolusi PIF untuk meminta DEWAN HAM PBB segera mengunjungi West Papua.
    Perlu diketahui, Vanuatu juga adalah negara sponsor utama dalam missi kemenangan gugatan hukum internasional (ICJ) atas pulau Chagos yg dikuasai dirampas oleh Kerajaan Inggris serta mengijinkan USA membangun pangkalan militernya di sana. Vanuatu berhasil memenangkan sidang gugatan hukum di ICJ, pengadilan internasional memerintahkan INGGRIS dan USA mengosongkan pulau Chagos Kembali kepada milik negara Mauritius.
    Vanuatu telah menjadikan kasus itu sebagai test case untuk membawa Indonesia atas perampasan pulau West Papua ke pangkuan ibu pertiwi.
    Kita akan lihat, ditengah multi krisis yang melanda indonesia ini akan ada berapa biaya lagi yang disiapkan oleh Indonesia untuk menghadapi diplomasi West Papua yang sedang dikawal oleh Vanuatu, MSG, PIF, ACP, UNI-EROPA, atas ijin Tuhan.
    Progres ini bukanlah karena kemampuan Tuan Hon Benny Wenda dan ULMWP, akan tetapi sebagai bukti campur tangan Tuhan.
    Rabu, 6 Juli 2022
    💪🏿💪🏿🙏🏼🙏🏼💪🏿💪🏿
  • Teriak ‘Papua Merdeka’, Apa yang Sebenarnya Diperjuangkan?

    Teriak ‘Papua Merdeka’, Apa yang Sebenarnya Diperjuangkan?

    | Telah digelar aksi nasional yang serentak dilaksanakan di beberapa kota pada Selasa (10/05/2022). Aksi tersebut diinisiasi oleh Petisi Rakyat Papua (PRP) melalui 122 organisasi yang tergabung di dalamnya. Namun aksi tersebut masih diwarnai oleh tindakan represif, penghadangan, dan intimidasi oleh aparatur negara dan ormas.

    Source: HERE

    retorika.id—Petisi Rakyat Papua (PRP) adalah aliansi gabungan organisasi rakyat Papua yang mendukung terwujudnya hak demokratis bagi rakyat Papua. Sudah ada 112 organisasi gerakan akar rumput, pemuda, mahasiswa, komunitas/paguyuban, kepala-kepala suku, dan rakyat Papua yang tergabung dalam PRP. Kemudian mereka menyatakan telah mendapatkan 718.719 suara rakyat Papua.

    Aksi nasional ini diserukan oleh PRP kepada 112 organisasi dan rakyat Papua di dalamnya untuk menggelar aksi serentak, baik di Papua dan luar Papua. Mereka menyerukan agar semua masyarakat, baik di Papua maupun di luar Papua, untuk turut mengikuti aksi tersebut dengan tujuan mendesak pemerintah. Bahkan dalam poster yang disebarkan, mereka menyerukan: “lakukan libur sehari, lumpuhkan semua kota dan tuntut rezim kolonial untuk segera: Cabut Otsus, Tolak DOB, dan gelar referendum.”

    PRP menganggap pemerintah pusat tidak mau mendengar aspirasi mereka dan tidak melibatkan masyarakat Papua dalam penentuan keputusan kebijakan. Padahal mereka telah melakukan aksi protes selama dua bulan terakhir secara masif dan tidak ada tanggapan dari pemerintah. Oleh karena itu mereka menyerukan aksi nasional guna mendesak pemerintah pusat untuk memenuhi tuntutan mereka. Namun apa yang sebenarnya sedang mereka perjuangkan?

    Tiga Tuntutan Utama

    Terdapat tiga tuntutan utama yang mereka suarakan dalam aksi nasional 10 Mei 2022. Pertama, cabut Otonomi Khusus (Otsus) Papua Jilid 2. Kedua, tolak Daerah Otonom Baru (DOB) di Papua. Ketiga, Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Bangsa West Papua atau referendum.

    Sebelumnya pemerintah telah menjalankan Otsus Papua Jilid 1 dalam Undang-undang (UU) Nomor 21 Tahun 2001 yang disahkan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada 21 November 2001. Kemudian DPR RI mengesahkan RUU mengenai Perubahan Kedua atas Otsus Papua Jilid 1 pada 15 Juli 2021 menjadi UU (Otsus Papua Jilid 2). Aturan ini mengatur kewenangan-kewenangan Provinsi Papua dalam menjalankan urusan wilayahnya sendiri secara khusus.

    Kemudian, DPR RI juga telah mengesahkan tiga RUU Daerah Otonom Baru (DOB) atau pemekaran wilayah di Papua pada 6 April 2022. RUU ini mengatur mengenai pemekaran provinsi baru di Papua, yakni Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan Tengah. Kebijakan ini juga merupakan konsekuensi atas disahkannya Otsus Papua Jilid 2, dimana pemerintah pusat dapat dengan lebih mudah melakukan pemekaran wilayah di Papua.

    Di pihak PRP, mereka merasa bahwa Otsus merupakan produk gagal yang tetap dipaksakan. Menurut mereka yang berasal dari organisasi-organisasi yang tergabung dengan PRP, fakta di lapangan menyatakan bahwa kebijakan ini tidak bermanfaat bagi orang Papua selama 20 tahun. Otsus juga dirasa gagal dalam memihak, memberdayakan, dan menjaga tanah orang Papua dari konflik tanah.

    Sementara itu, menurut mereka

    kebijakan DOB sendiri diputuskan berdasarkan pertimbangan politik dan laporan Badan Intelejen Negara (BIN) untuk menghancurkan nasionalisme rakyat Papua dan menimbulkan konflik horizontal di antara orang Papua. Mereka juga menganggap bahwa DOB juga tidak akan bermanfaat bagi orang Papua karena DOB hanya akan memperluas infrastruktur militer dan perampasan tanah atas nama pembangunan. Mereka juga memperkirakan bahwa kebijakan ini akan memperluas militerisme di Papua karena jumlah personel aparatur negara akan lebih banyak dari orang asli Papua.

    Jubir PRP, Jefry Wenda, menjelaskan bahwa agenda ini sangat penting karena rakyat Papua tak pernah dilibatkan dalam pengambilan keputusan kebijakan mengenai kehidupan mereka. Sama halnya seperti tahun 1962 tentang Perjanjian New York mengenai pemindahan kekuasaan atas Belanda ke Indonesia, pada 1967 tentang kontrak karya PT. Freeport, pada tahun 1969 mengenai proses penentuan pendapat rakyat yang dijalankan secara tidak demokratis, dan pada tahun 2001 tentang pembahasan Otsus Papua Jilid 1. Ia menegaskan bahwa pengesahan Otsus Papua Jilid 2 dan DOB juga tidak melibatkan orang Papua dalam pengambilan keputusan. Kemudian ia menegaskan bahwa Otsus dan DOB merupakan alat untuk melegitimasi kekuasaan kolonialisme di Papua. Oleh karena itu PRP menentang dua kebijakan itu.

    Lebih lanjut lagi, Wenda menyatakan bahwa permasalahan-permasalahan di Papua akan bisa diselesaikan melalui referendum. Ia menegaskan bahwa referendum adalah solusi paling demokratis bagi rakyat Papua. Oleh karena itu, Wenda mengimbau agar seluruh rakyat Papua harus bersama-sama mendorong digelarnya referendum.

    Intimidasi dan Represifitas Terhadap Massa Aksi

    Aksi serentak oleh PRP masih diwarnai oleh tindakan represif, penghadangan, dan intimidasi oleh aparatur negara dan ormas reaksioner. Namun hal tersebut tidak terjadi di setiap kota yang menggelar aksi. Di Jayapura, massa aksi dibubarkan paksa oleh aparatur negara karena menurut pihak kepolisian, aksi tersebut tidak memiliki izin. Hanya beberapa menit melakukan orasi, massa aksi langsung dibubarkan paksa karena tidak mengindahkan arahan kepolisian yang memberikan waktu 10 menit saja. Kepolisian menggunakan Water Cannon untuk membubarkan massa.

    Sementara itu, massa aksi yang menggelar aksi di Denpasar mendapatkan penghadangan oleh pihak kepolisian dan ormas reaksioner Patriot Garuda Nusantara (PGN). Pada awalnya massa aksi yang sudah berkumpul di titik kumpul dihadang oleh kepolisian untuk tidak melakukan aksi, tetapi massa aksi tetap menuntut ruang demokratis untuk menyampaikan aspirasi. Kemudian massa aksi dihadang oleh ormas PGN dan memprovokasi dengan menggunakan kata rasis dan intimidatif kepada massa aksi. Bahkan beberapa dari anggota ormas menghadang dengan ketapel dan menembak massa aksi yang sedang membagikan selebaran. Beberapa motor massa aksi juga ada yang dirusak oleh orang yang tidak diketahui. Di sisi lain, pihak kepolisian terkesan membiarkan aksi represif ormas tersebut.

    Aksi yang digelar di Makassar juga mendapat tindakan yang hampir serupa. Massa aksi dihadang oleh ormas Brigade Muslim Indonesia (BMI) ketika melakukan long march menuju Monumen Mandala. Beberapa anggota ormas BMI menghadang dengan melakukan pemukulan, penendang, dan ada pula yang ditusuk dengan bambu bendera. Tindakan-tindakan tersebut menyebabkan beberapa massa aksi mengalami sedikit pendarahan dan bengkak di kepala. Serupa dengan yang terjadi di Denpasar, pihak kepolisian terkesan membiarkan perlakukan ormas tersebut.

    Di samping itu, terjadi pula penangkapan Jubir PRP, Jefry Wenda, pada selasa (10/05/2022) pukul 12.35 WIT. Dia diamankan dengan dugaan pelanggaran UU ITE karena menjadi jubir yang ajakan aksinya dinilai provokatif oleh kepolisian. Oleh karena hal tersebut, ia dianggap sebagai dalang atas ajakan aksi nasional penolakan Otsus Papua Jilid 2 dan DOB. Namun saat ini Wenda sudah pulangkan oleh kepolisian.

    Aksi di Surabaya

    Di Surabaya sendiri, PRP melalui Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Surabaya menggelar aksi damai di depan Polda Jatim. Dalam aksi tersebut seringkali terdengar teriakan “Free West Papua” dan “Papua Merdeka” dari pekikan massa aksi. Terdengar pula nyanyian “Papua Bukan Merah Putih, Papua Bukan Merah Putih, Papua Bintang Kejora, Bintang Kejora” yang terus dinyanyikan oleh massa aksi dengan lantang. Hal ini menunjukkan dengan tegas bahwa massa aksi menuntut hak referendum sebagai solusi demokratis atas permasalahan di Papua.

    Massa aksi menyerukan hal-hal itu di depan puluhan personel polisi yang berjaga. Mereka dengan lantang menyikapi penindasan dan ketidakadilan di Papua sebagai bentuk kolonialisme negara Indonesia terhadap bangsa Papua. Oleh karena itu, mereka dengan tegas menentang kebijakan-kebijakan negara yang tidak melibatkan masyarakat Papua dalam pengambilan keputusannya.

    Penulis: Putra Pradana

    Penyunting: Kadek Putri Maharani

    Referensi:

    CNN Indonesia. 2022. Kenapa Orang Papua Menolak Otsus dan Pemekaran Wilayah DOB?. Tersedia di: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220511092523-20-795332/kenapa-orang-papua-menolak-otsus-dan-pemekaran-wilayah-dob/2 (diakses pada 11 Mei 2022)

    Fundrika, Bimo Aria. 2021. Ratusan Ribu Rakyat Papua Teken Petisi Tolak Otsus: Hanya Rekayasa Politik Jakarta. Tersedia di: https://www.suara.com/news/2021/05/25/230000/ratusan-ribu-rakyat-papua-teken-petisi-tolak-otsus-hanya-rekayasa-politik-jakarta (diakses pada 11 Mei 2022)

    Koran Kejora. 2022. Pembungkaman ruang demokratis serta refresifitas aparat dan ormas reaksioner di makasar. Tersedia di: https://korankejora.blogspot.com/2022/05/pembungkaman-ruang-demokratis-serta.html (diakses pada 12 Mei 2022)

    Koran Kejora. 2022. Pembungkaman Ruang Demokrasi Dan Aparatur Negara Yang Tidak Bertanggung Jawab Di Bali. Tersedia di: https://korankejora.blogspot.com/2022/05/pembungkaman-ruang-demokrasi-dan.html (diakses pada 12 Mei 2022)

    Raharjo, Dwi Bowo. 2021. Sampaikan Sejumlah Sikap, Petisi Rakyat Papua Keras Tolak Otsus Papua Jilid II. Tersedia di: https://www.suara.com/news/2021/07/16/164710/sampaikan-sejumlah-sikap-petisi-rakyat-papua-keras-tolak-otsus-papua-jilid-ii (diakses pada 11 Mei 2022)

    Rewapatara, Hendrik Rikarsyo. 2022. Jubir Petisi Rakyat Papua Jefri Wenda Dipulangkan Polisi. Tersedia di: https://www.tribunnews.com/regional/2022/05/12/jubir-petisi-rakyat-papua-jefri-wenda-dipulangkan-polisi (diakses pada 12 Mei 2022)

    Siagian, Wilpret. 2022. Jubir Petisi Rakyat Papua Jefry Wenda Ditangkap, Diduga Provokatif. Tersedia di: https://www.detik.com/sulsel/hukum-dan-kriminal/d-6072392/jubir-petisi-rakyat-papua-jefry-wenda-ditangkap-diduga-provokatif (diakses pada 12 Mei 2022)

    Tribun Pekanbaru. 2022. VIDEO: Ricuh di Jayapura, Demo Tolak DOB Otsus Papua Dibubarkan Paksa Aparat. Tersedia di: https://pekanbaru.tribunnews.com/2022/05/10/video-ricuh-di-jayapura-demo-tolak-dob-otsus-papua-dibubarkan-paksa-aparat (diakses pada 12 Mei 2022)

    Yeimo, Hengky. 2020. Petisi Rakyat Papua dibuat untuk menolak rencana sepihak pemerintah soal Otsus Jilid II. Tersedia di: https://jubi.co.id/petisi-rakyat-papua-dibuat-untuk-menolak-rencana-sepihak-pemerintah-soal-otsus-jilid-ii/amp/ (diakses pada 11 Mei 2022)

    Yeimo, Hengky. 2022. Petisi Rakyat Papua serukan aksi nasional tolak pemekaran Papua dan Otsus. Tersedia di: https://jubi.co.id/petisi-rakyat-papua-serukan-aksi-nasional-tolak-pemekaran-papua-dan-otsus/amp/ (diakses pada 11 Mei 2022)


    TAG#aspirasi#demokrasi#demonstrasi#pemerintahan

  • Iche Murib: MELAWAN TEROR DAN INTIMIDASI OLEH PENGUASA NEGARA INDONESIA

    Iche Murib: MELAWAN TEROR DAN INTIMIDASI OLEH PENGUASA NEGARA INDONESIA

    Pada 28 Maret 2022, Rakyat Papua dari Beam-Kwiyawagi di Tiom, Lanny Jaya, telah berhasil Mematahkan, Meremukan Lidah-lidah setan penguasa indonesia melalui BIN/BAIS, Bupati, Kepala Distrik, Kepala Desa dan Oknum-oknum yang menamakan diri Senior/Intelektual Murahan, Penjilat pantat Kolonial Indonesia demi nafsu kepentingan kekuasaan, Jabatan & Perut. Teror2 dan Intimidasi kepada rakyat Papua dari Beam-Kwiyawagi sebagai berikut:

    Pejabat2, kepala2 Kampung, Kepala2 Distrik, punya masyarakat yang ikut Aksi Demonstrasi Damai menolak DOB akan di copot Jabatannya serta di ancam tidak akan memberikan dana desa. Demikian juga yang menggerakkan aksi demonstrasi. Lebih parah lagi teror dan intimidasi dari Oknum2 yang mengatasnamakan diri intelektual/senior juga team sukses pemekaran, Katanya: Tidak usah ikut aksi demo penolakan DOB karena sedikit lagi Minggu ini Jakarta akan Sahkan DOB, percuma demo air su di leher, kita akan catat nama kalian yang ikut-ikut Demo besok pemekaran jadi kalian tidak boleh kerja jadi ASN atau Pejabat.

    Segala usaha negara melalui pemerintah dan oknum-oknum senior yang tentu saja saya sebut ” Pengetahuannya Sangat Sempit dan Dangkal” Kenapa saya katakan demikian: Karena Senioritas manusia intelektualnya tidak boleh di perkosa, dipaksakan dan di jajah oleh kepentingan-kepentingan negara apalagi pemerintah, OKP2, Ormas2, dan lebih buruk lagi intelektual mengatasnamakn pemerintah menindas rakyat kecil yang tidak berdaya, dan juga mematikan, menakut-nakuti generasi muda yang adalah emas berlian yang harus bertumbuh Aktif, bebas, kreatif, imajinatif dengan perubahan di era moderen dan bersaing menyesuaikan diri di era globalisasi.

    Demonstrasi adalah penyampaian pendapat secara luas & terbuka di muka umum kepada negara melalui pemerintah.

    Demonstrasi juga akan membongkar kejahatan negara, penjajahan, ketidakadilan, pemerkosaan, militerisme, rasisme, pelanggaran HAM & perampasan sumber daya alam oleh penguasa.

    Tidak ada yang buruk dari Aksi-Aksi Demonstrasi Damai. Justru sebaliknya Aksi-Aksi Demonstrasi Damai akan mendidik dan mencerdaskan rakyat tertindas dan membangun kesadaran nasiolisme bangsa Papua. Demonstrasi juga akan mencetak Kader-kader patriotik, Kader-kader perubahan, kader-kader cerdas di masa depan.

    Generasi muda Papua jangan takut dan bimbang dengan ancaman-ancaman yang akan mematikan karakter dan kecerdasan anda sekalian.

    Kalian adalah masa depan bangsa Papua yang akan menjadi penentu untuk menang.

    Intelektual andapun harus tepat pada posisi menegakkan keadilan di segala lini, jangan taruh intelektual anda di kantong sampah.

    Tiom, 31 Maret 2022.

    Iche Murib

    Minister for Women Affairs, Provisional Goverment ULMWP.

  • 4 NEGARA BONEKA ALA PETER W.BOTHA DI AFRIKA SELATAN DAN 5 PROVINSI BONEKA ALA IR. JOKO WIDODO DI TANAH PAPUA

    4 NEGARA BONEKA ALA PETER W.BOTHA DI AFRIKA SELATAN DAN 5 PROVINSI BONEKA ALA IR. JOKO WIDODO DI TANAH PAPUA

    Artikel: Operasi Militer di Papua 2022

    “5 provinsi di Papua untuk jumlah penduduk 4.392.024 jiwa dan untuk 5 Kodam, 5 Polda dan puluhan Kodim, Korem, Polres dan Polsek. Tanah Papua menjadi Rumah Militer dan Kepolisian. Penguasa Indonesia buat masalah baru dan luka di dalam tubuh bangsa Indonesia semakin membusuk dan bernanah. Penguasa Indonesia miskin ide, kreativitas dan inovasi serta kehilangan akal normal menghadapi persoalan krisis kemanusiaan dan ketidakadilan di Papua”

    Oleh: Gembala Dr. Socratez S. Yoman, MA

    “….7 provinsi, syarat untuk meredam pemberontakan. Ini masalah keamanan dan masalah politik. …syarat-syarat administratif nanti kalau sudah aman bikin syarat-syarat administratif. Seluruh Irian, tidak sampai dua juta orang.” ( Haji Abdullah Mahmud Hedropriyono).

    Jenderal (Purn) TNI Prof. Dr. Ir. Drs. H.Abdullah Mahmud Hendropriyono, S.T., S.H. S.E., S.I.P., M.B.A., M.A., M.H., lebih dikenal A.M. Hendropriyono adalah salah satu tokoh intelijen dan militer Indonesia.

    Melihat dari pernyataan Abdullah Mahmud Hendropriyono, “Indonesia sesungguhnya kolonial moderen di West Papua. Ini fakta yang sulit dibantah secara antropologis dan sejarah serta realitas hari ini.” (Dr. Veronika Kusumaryati, 10 Agustus 2018; lihat Yoman: Melawan Rasisme dan Stigma di Tanah Papua, 2020:6).

    Jumlah Penduduk West Papua dalam dua provinsi masing-masing: Provinsi Papua 3.322.526 jiwa dan Papua Barat 1.069.498 jiwa. Totalnya 4.392.024 jiwa.
    Penulis mencoba membagi secara merata dari total penduduk 4.392.024 jiwa untuk lima provinsi.

    1. Provinsi Papua akan dihuni dengan jumlah penduduk 878.404 jiwa.
    2. Provinsi Papua Barat akan dihuni dengan jumlah penduduk 878.404 jiwa.
    3. Provinsi BONEKA I akan dihuni dengan jumlah penduduk 878.404 jiwa.
    4. Provinsi BONEKA II akan dihuni dengan jumlah penduduk 878.404 jiwa.
    5. Provinsi BONEKA III akan dihuni dengan jumlah penduduk 878.404 jiwa.

    Pertanyaannya ialah apakah jumlah penduduk masing-masing provinsi 878.404 jiwa layak dan memenuhi syarat untuk menjadi sebuah provinsi?

    Penulis melakukan komparasi jumlah penduduk provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

    1. Jumlah Penduduk Jawa Barat 46.497.175 jiwa.
    2. Jumlah Penduduk Jawa Tengah 35.557.248 jiwa.
    3. Jumlah Penduduk Jawa Timur 38.828.061 jiwa.

    Pertanyaannya ialah mengapa pemerintah Republik Indonesia tidak melakukan pemekaran provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur yang jumpah penduduk terbanyak?
    Konsekwensi dari kekurangan jumlah penduduk di provinsi ini, penguasa kolonial moderen Indonesia akan memindahkan kelebihan penduduk orang-orang Melayu Indonesia ke provinsi-provinsi boneka ini.

    Lima provinsi ini juga dengan tujuan utama untuk membangun 5 Kodam, 5 Polda, puluhan Kodim dan puluhan Polres dan berbagai kesatuan. Tanah Melanesia ini akan dijadikan rumah militer, polisi dan orang-orang Melayu Indonesia.

    Akibat-akibat akan ditimbulkan ialah orang asli Papua dari Sorong-Merauke akan kehilangan tanah karena tanah akan dirampok dan dijarah untuk membangun gedung-gedung kantor, markas Kodam, Polda, Kodim, Polres. Manusianya disingkirkan, dibuat miskin, tanpa tanah dan tanpa masa depan, bahkan dibantai dan dimusnahkan seperti hewan dengan cara wajar atau tidak wajar seperti yang kita alami dan saksikan selama ini.

    Ada fakta proses genocide (genosida) dilakukan penguasa kolonial moderen Indonesia di era peradaban tinggi ini. Kejahatan penguasa kolonial Indonesia terus mulai terungkap di depan publik. Tahun 1969 ketika bangsa West Papua diintegrasikan ke dalam Indonesia, jumlah populasi OAP sekitar 809.337 jiwa. Sedangkan PNG berkisar 2.783.121 jiwa. Saar ini pertumbuhan penduduk asli PNG sudah mencapai 8.947.024 juta jiwa, sementara jumlah OAP masih berada pada angka 1, 8 juta jiwa.

    Fakta ini menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia adalah benar-benar penguasa kolonial moderen yang menduduki dan menjajah rakyat dan bangsa West Papua.

    Dr. Veronika Kusumaryati, seorang putri generasi muda Indonesia dalam disertasinya yang berjudul: Ethnography of Colonial Present: History, Experience, And Political Consciousness in West Papua, mengungkapkan:
    “Bagi orang Papua, kolonialisme masa kini ditandai oleh pengalaman dan militerisasi kehidupan sehari-hari. Kolonialisme ini juga bisa dirasakan melalui tindak kekerasan yang secara tidak proporsional ditunjukan kepada orang Papua, juga narasi kehidupan mereka. Ketika Indonesia baru datang, ribuan orang ditahan, disiksa, dan dibunuh. Kantor-kantor dijarah dan rumah-rumah dibakar. …kisah-kisah ini tidak muncul di buku-buku sejarah, tidak di Indonesia, tidak juga di Belanda. Kekerasan ini pun tidak berhenti pada tahun 1960an” (2018:25).

    Pemerintah Indonesia mengulangi seperti pengalaman penguasa kolonial Apartheid di Afrika Selatan pada tahun 1978, Peter W. Botha menjadi Perdana Menteri dan ia menjalankan politik adu-domba dengan memecah belah persatuan rakyat Afrika Selatan dengan mendirikan Negara-negara boneka:

    1. Negara Boneka Transkei.
    2. Negara Boneka Bophutha Tswana.
    3. Negara Boneka Venda.
    4. Negara Boneka Ciskei.
      (Sumber: 16 Pahlawan Perdamaian Yang Paling Berpengaruh: Sutrisno Eddy, 2002, hal. 14).

    Ancaman serius dan tersingkirnya orang asli Papua di Tanah leluhur mereka dengan fakta di kabupaten sudah dirampok oleh orang-orang Melayu dan terjadi perampasan dari hak-hak dasar dalam bidang politik OAP. Lihat bukti dan contohnya sebagai berikut:
    1.Kabupaten Sarmi 20 kursi: Pendatang 13 orang dan Orang Asli Papua (OAP) 7 orang.

    1. Kab Boven Digul 20 kursi: Pendatang 16 orang dan OAP 6 orang
    2. Kab Asmat 25 kursi: Pendatang 11 orang dan OAP 14 orang
    3. Kab Mimika 35 kursi: Pendatang 17 orang dan OAP 18 orang
    4. Kab Fakfak 20 kursi: Pendatang 12 orang dan OAP 8 orang.
    5. Kab Raja Ampat 20 kursi: Pendatang 11 orang dan OAP 9 orang.
    6. Kab Sorong 25 kursi: Pendatang 19 orang dan OAP 7 orang.
    7. Kab Teluk Wondama 25 kursi: Pendatang 14 orang dan OAP 11 orang.
    8. Kab Merauke 30 kursi: Pendatang 27 orang dan OAP hanya 3 orang.
    9. Kab. Sorong Selatan 20 kursi. Pendatang 17 orang dan OAP 3 orang.
    10. Kota Jayapura 40 kursi: Pendatang 27 orang dan OAP 13 orang.
    11. Kab. Keerom 23 kursi. Pendatang 13 orang dan OAP 7 orang.
    12. Kab. Jayapura 25 kursi. Pendatang 18 orang dan OAP 7 orang.
      Sementara anggota Dewan Perwakilan Provinsi Papua dan Papua Barat sebagai berikut:
    13. Provinsi Papua dari ari 55 anggota 44 orang Asli Papua dan 11 orang Melayu/Pendatang.
    14. Provinsi Papua Barat dari 45 anggota 28 orang Melayu/Pendatang dan hanya 17 Orang Asli Papua.

    Nubuatan Hermanus (Herman) Wayoi sedang tergenapi: “Pemerintah Indonesia hanya berupaya menguasai daerah ini, kemudian merencanakan pemusnahan Etnis Melanesia dan menggatinya dengan Etnis Melayu dari Indonesia. Hal ini terbukti dengan mendatangkan transmigrasi dari luar daerah dalam jumlah ribuan untuk mendiami lembah-lembah yang subur di Tanah Papua. Dua macam operasi yaitu Operasi Militer dan Operasi Transmigrasi menunjukkan indikasi yang tidak diragukan lagi dari maksud dan tujuan untuk menghilangkan Ras Melanesia di tanah ini…” (Sumber: Pemusnahan Etnis Melanesia: Memecah Kebisuan Sejarah Kekerasan Di Papua Barat: Yoman, 2007, hal. 143). Dikutip dari Makalah Tanah Papua (Irian Jaya) Masih Dalam Status Tanah Jajahan: Mengungkap Hati Nurani Rakyat Tanah Papua ( Bandar Numbay, Medyo Februari 1999).

    Pemekaran kabupaten/provinsi di West Papua sebagai operasi militer itu terbukti dengan dokumen-dokumen Negara sangat rahasia.

    Departemen Dalam Negeri, Ditjen Kesbang dan LINMAS: Konsep Rencana Operasi Pengkondisian Wilayah dan Pengembangan Jaringan Komunikadi dalam Menyikapi Arah Politik Irian Jaya (Papua) untuk Merdeka dan Melepaskan Diri Dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. ( Sumber: Nota Dinas. No.578/ND/KESBANG/D IV/VI/2000 tanggal 9 Juni 2000 berdasarkan radiogram Gubernur (caretaker) Kepala Daerah Tingkat I Irian Jaya No. BB.091/POM/060200 tanggal 2 Juni 2000 dan No.190/1671/SET/tertanggal 3 Juni 2000 yang berhubungan dengan tuntutan penentuan nasib sendiri orang Asli Papua.

    Adapun data lain: “Dokumen Dewan Ketahanan Nasional Sekretariat Jenderal, Jakarta, 27 Mei 2003 dan tertanggal 28 Mei 2003 tentang: ‘Strategi Penyelesaian Konflik Berlatar Belakang Separatisme di Provinsi Papua melalui Pendekatan Politik Keamanan.”

    Lembaga-lembaga yang melaksanakan operasi ini ialah Departemen Dalam Negeri, Departemen Pertahanan dan Keamanan, Departemen Luar Negeri, khusus untuk operasi diplomasi, Kepolisian Kepolisian Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN), Badan Intelijen Stategis (BAIS TNI), KOSTRAD dan KOPASSUS.

    Ada bukti lain penulis mengutip penyataan Abdullah Mahmud Hendropriyono, sebagai berikut:
    “Kalau dulu ada pemikiran sampai 7 provinsi. Yang diketengahkan selalu syarat-syarat untuk suatu provinsi. Yah, ini bukan syarat suatu provinsi, syarat untuk meredam pemberontakan. Itu. Ini masalah keamanan dan masalah politik. Bukan begini. Ini masalah keamanan dan masalah politik. Jadi, syarat-syarat administratif seperti itu, ya, nanti kalau sudah aman bikin syarat-syarat administratif. Begitu loh. Tidak sampai dua juta pak. Seluruh Irian, tidak sampai dua juta. Makanya saya bilang, usul ini, bagaimana kalau dua juta ini kita transmigrasikan. Ke mana? Ke Manado. Terus, orang Manado pindahin ke sini. Buat apa? Biarkan dia pisah secara ras sama
    Papua New Guini. Jadi, dia tidak merasa orang asing, biar dia merasa orang Indonesia. Keriting Papua itukan artinya rambut keriting. Itu, itukan, istilah sebutulnya pelecehan itu. Rambut keriting, Papua, orang bawah. Kalau Irian itukan cahaya yang menyinari kegelapan, itu Irian diganti Papua…”

    Penguasa Pemerintah Indonesia jangan menipu rakyat dan membebani rakyat Indonesia hampir 85% rakyat miskin. Karena, Bank Indonesia(BI) mencatat Utang Luar Negeri ( ULN) Indonesia pada Februari 2020 dengan posisi hampir 6000 miliar dollar AS. Dengan begitu, utang RI tembus Rp 6.376 triliun (kurs Rp 15.600). (Sumber: Kompas.com, 15 April 2020).

    Indonesia sebaiknya menyelesaikan luka membusuk di tubuh bangsa Indonesia yaitu 4 pokok akar masalah Papua. Terlihat bahwa Pemerintah dan TNI-Polri bekerja keras dengan berbagai bentuk untuk menghilangkan 4 akar persoalan Papua yang dirumuskan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang tertuang dalam buku Papua Road Map: Negociating the Past, Improving the Present and Securing the Future (2008). Empat akar persoalan sebagai berikut:
    1) Sejarah dan status politik integrasi Papua ke Indonesia;
    (2) Kekerasan Negara dan pelanggaran berat HAM sejak 1965 yang belum ada penyelesaian;
    (3) Diskriminasi dan marjinalisasi orang asli Papua di Tanah sendiri;
    (4) Kegagalan pembangunan meliputi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi rakyat Papua.

    “Papua adalah luka membusuk di tubuh bangsa Indonesia…kita akan ditelanjangi di depan dunia beradab, sebagai bangsa yang biadab, bangsa pembunuh orang-orang Papua” (Sumber: Franz Magnis:Kebangsaan, Demokrasi, Pluralisme: 2015: 255).

    Sedangkan Pastor Frans Lieshout, OFM, mengatakan:
    “Orang Papua telah menjadi minoritas di negeri sendiri. Amat sangat menyedihkan. Papua tetaplah LUKA BERNANAH di Indonesia.” (Sumber: Pastor Frans Lieshout,OFM: Guru dan Gembala Bagi Papua, 2020:601).

    Diharapkan, solusi untuk mengakhiri semua persoalan ini, Dewan Gereja Papua (WPCC) dalam seruan moral pada 21 November diserukan, sebagai berikut:
    “Miminta kepada Dewan HAM PBB (Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa) datang berkunjung ke Tanah Papua untuk melihat secara langsung situasi penderitaan panjang orang Papua selama 58 tahun.”

    “Sudah saatnya pemerintah Indonesia menghentikan kebijakan rasisme sistemik pada orang asli Papua yang terus-menerus meningkat.”

    “Presiden Joko Widodo tetap konsisten mewujudkan statemennya pada 30 September 2019 untuk berdialog dengan kelompok Pro Referendum, United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dimediasi pihak ketiga sebagaimana yang pernah terjadi antara Pemerintah RI dengan GAM (Gerakan Aceh Merdeka) di Helsinki pada 15 Aguatus 2005.”

    Ita Wakhu Purom, Rabu, 19 Januari 2022
    Penulis:

    1. Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua.
    2. Pendiri, Pengurus dan Anggota Dewan Gereja Papua (WPCC).
    3. Anggota Konferensi Gereja-gereja Pasifik (PCC).
    4. Anggota Baptist World Alliance (BWA).
      Nomor kontak penulis: 08124888458/HP/WA
    TolakDOBPapua #TolakPemekaran #TolakUUOtsusJilidII #TolakOtsusJilidII #TolakOtsus #FreeWestPapua #Referendum
  • Presiden Sementara: Indonesia Memberlakukan Undang-Undang No Choice Kedua dengan RUU ‘Otonomi Khusus’

    14 juli 2021| Dalam Pernyataan

    Kami telah menerima informasi penting dari dalam Papua Barat: mahasiswa yang berdemonstrasi secara damai menentang pengenaan undang-undang ‘Otonomi Khusus’ kedua di Indonesia telah dilecehkan, dipukuli dan ditangkap oleh polisi di Universitas Cendrawasih di Jayapura hari ini.

    Kekerasan brutal ini terjadi ketika Jakarta mencoba untuk memaksakan periode ‘Otonomi Khusus’ lainnya kepada rakyat Papua Barat, di luar kehendak mereka. Majelis Rakyat Papua (MRP), yang dibentuk untuk menjadi bagian dari lengan panjang Jakarta di Papua Barat, bahkan telah menolak upaya pemerintah Indonesia untuk memaksakan era baru secara paksa.

    Orang-orang Papua Barat telah bersatu dalam menolak apa yang disebut Otonomi Khusus. MRP, Dewan Adat Papua (DAP), ULMWP, sayap militer Papua Barat, Petisi Rakyat Papua (terdiri dari lebih dari 100 organisasi masyarakat sipil), dan 1,8 juta yang menandatangani Petisi Rakyat Papua Barat pada tahun 2017, semuanya telah menyatakan langsung penolakan pendudukan Indonesia yang tidak sah dan upaya memperbaharui ‘Otonomi Khusus’.’Otonomi Khusus’ sudah mati.

    Kami menyaksikan Act of No Choice kedua. Pada 1960-an, Indonesia menginvasi negara kita dengan ribuan tentara, melecehkan, mengintimidasi, dan membunuh setiap orang Papua Barat yang berbicara untuk kemerdekaan. apa yang terjadi hari ini, dengan lebih dari 21.000 tentara baru dikerahkan, operasi militer besar-besaran di Intan Jaya, Nduga dan Puncak, dan penindasan polisi terhadap semua perlawanan, adalah sama dengan apa yang terjadi pada kita pada tahun 1969. ‘Otonomi Khusus’ 2.0 adalah pemaksaan kolonial .
    Indonesia harus segera menghentikan
    RUU ‘Otsus’ kedua. Rakyat Papua Barat sudah memberikan mandat penuh kepada Pemerintahan Sementara ULMWP. Kami memiliki konstitusi kami, kabinet kami dan departemen kami dan berjalan. kami tidak membutuhkan tipu daya dan kebohongan skema Jakarta. Kami sudah merebut kembali kedaulatan kami, dan menolak semua hukum Indonesia yang dikenakan kepada kami.

    Saya menyerukan kepada Uni Eropa, Pemerintah Inggris, Amerika Serikat, Australia, OACPS, MSG, PIF, Bank Dunia, dan semua organisasi internasional untuk menolak pemerintahan dengan todongan senjata ini. Tidak ada pendanaan, dukungan atau pelatihan internasional untuk paket ‘Otonomi Khusus’ Indonesia. Presiden Indonesia harus duduk bersama saya, sebagai Presiden Sementara Pemerintahan Sementara ULMWP, untuk mencari solusi bagi rakyat saya berdasarkan penentuan nasib sendiri, keadilan dan perdamaian.

    Untuk semua orang Papua Barat, di mana pun Anda berada di dunia – baik di pengasingan, bekerja di pemerintah Indonesia, atau di kota-kota dan desa – untuk pendukung solidaritas kami, inilah saatnya untuk bersatu dan mengakui Pemerintahan Sementara dan Konstitusi kami . kami siap untuk menjalankan urusan kami sendiri.
    Benny Wenda

    Presiden Sementara
    Pemerintah Sementara ULMWP
    https://www.ulmwp.org/interim-president-indonesia

  • BREAKING NEWS!!!: Rabu (14/06/2021) aksi demonstrasi damai Ditanggi Terror TNI

    BREAKING NEWS!!!: Rabu (14/06/2021) aksi demonstrasi damai Ditanggi Terror TNI

    BREAKING NEWS!!!Pada hari ini, Rabu (14/06/2021) aksi demonstrasi damai yang dipimpin mahasiswa Papua di Jayapura, dalam rangka menolak Undang-undang Otonomi Khusus (UU Otsus Papua) telah dibubarkan secara paksa ditandai dengan tindakan kriminal oleh Tentara dan Polisi Indonesia.

    Tentara dan Polisi Indonesia (TNI/Polri) bertindak sangat arogan, dimana beberapa mahasiswa telah dipukul hingga berdarah-darah. Sebagian lainnya telah ditangkap dan dibawa ke kantor Polisi.

    Hak penentuan nasib sendiri melalui mekanisme referendum yang diawasi internasional adalah solusi bagi West Papua.Referendum Yes…!!!

    Referendum Yes…!!! Referendum Yes…!!! Referendum Yes…!!! Mohon advokasi dan pantauan media!

    Source: ULMWP Dept of Political Affairs

    #WestPapua#TolakOtsusJilidII#TolakOtsusPapua#TolakUndangUndangOtsus#MahasiswaPapua#MahasiswaUncen#FreeWestPapua#Referendum

  • KNPB : Permintaan rakyat Papua adalah referendum

    Jayapura, Jubi – Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menegaskan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa pihaknya bersama rakyat di tanah Papua tidak membutuhkan pembangunan dan kesejahteraan, yang diminta rakyat Papua selama ini adalah referendum bagi Papua.

    Hal itu dikatakan Sekretaris KNBP Pusat, Ones Suhuniap. Ia meminta agar rakyat Papua jangan pernah berharap kepada Pemerintah Indonesia untuk sebuah perubahan di negeri Cenderwasih ini.

    “Presiden kolonial Joko Widodo datang ke Papua hanya untuk memuluskan praktek kolonialisme di tanah Papua. Rakyat Papua tidak minta uang dan tidak butuh pembangunan,” kata Ones Suhuniap kepada Jubi di Jayapura, Senin, (17/10/2016).

    Dikatakan Ones, Presiden Jokowi tidak akan pernah mensejahterakan rakyat Papua. Kedatangannya di Papua beberapa kali hanya sebagai bentuk pencitraan nama baik Indonesia di mata internasional.

    Lanjutnya, Jokowi sesungguhnya merupakan pembunuh berdarah dingin sama seperti dengan pendahulunya. Oleh karena itu, diminta agar segera hentikan semua janji palsu terhadap rakyat Papua.

    “Permintaan rakyat Papua adalah pengakuan hak politik dan memberikan ruang bagi rakyat Papua menentukan nasibnya sendiri Self Determination (Referendum ) yang demokratis. Masa depan bangsa Papua adil makmur dengan kebebasan abadi itu ada di dalam Papua yang merdeka,” jelasnya.

    Berkaitan dengan persoalan di Papua, Mantan Presiden Timor Leste Jose Ramos Horta mengingatkan Pemerintah Indonesia untuk hati-hati dalam menggunakan cara-cara kekerasan di Papua karena bisa meningkatkan aksi separatisme dan memperluas perlawanan bersenjata.

    Dia mengatakan hal yang perlu dilakukan pemerintah Indonesia adalah mendengarkan dan mengerti kenapa terjadi perlawanan di sana.

    “Semua sudah tahu perlawanan itu sudah ada sejak lama, Indonesia harus memahami kenapa pulau sebesar itu ingin memisahkan diri, kenapa orang-orang tidak senang. Mereka inginkan kedamaian, kebebasan, penghargaan serta pembangunan. Selama ini mereka tidak merasakan pemerataan dari pembangunan yang ada,” kata Horta baru-baru ini.

    Untuk mengentaskan masalah di Papua, kata Jose, bukan perkara mudah dan sederhana. Menurutnya, butuh usaha, komitmen, serta kepemimpinan yang kuat untuk membangun Papua.

    Untuk itu, lanjutnya, harus ada kebijakan yang berkesinambungan yang dapat menguntungkan masyarakat lokal. Selain itu, pembangunan Papua juga tidak boleh merusak lingkungan dan budaya.. (*)

  • Sekda Papua: Ada Relevansi RUU Penilai dengan RUU Otsus Plus

    ABARPAPUA.CO, Kota Jayapura – Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Papua Hery Dosinaen mengatakan, pemerintah Provinsi Papua menyatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penilai dinilai relevan dengan didorongnya RUU Otonomi Khusus (Otsus) Plus.

    “Relevansi ini tergambar pada penyelenggaraan pemerintahan yang fokus pada kekhususan,” kata Hery kepada sejumlah wartawan, usai bertemu tim Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di ruang Sasana Karya, Kantor Gubernur Papua di Kota Jayapura, Papua, Selasa, 14 Juni 2016.

    RUU Penilai ini berlaku secara nasional, yang mana di dalamnya terdapat pasal-pasal tertentu yang menyebut soal kekhususan di daerah seperti otonomi khusus. “RUU Penilai ini sudah tercakup juga dalam RUU Otsus Plus sehingga terus mendorong hal ini agar segera masuk Prolegnas,” jelas Hery.

    Menurut Hery, jika RUU Otsus Plus ini masuk dalam Prolegnas akan menghindari tumpang tindih dalam penyelenggaraan pemerintahan. “Hal ini juga dapat dijadikan referensi hukum untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan yang tak tumpang tindih,” katanya.

    Dalam penyusunan RUU Penilai ini juga, kata Hery, Komite IV DPD RI berupaya mengumpulkan saran dan masukan dari instansi terkait di lingkungan pemerintah Provinsi Papua. “Sehingga dapat menambah referensi dalam menyusun UU ini,” katanya.

    Sebelumnya, Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI berkunjung ke Papua menemui pemerintah Provinsi Papua untuk berdialog dan mendorong Rancangan Undang-Undang (RUU) Penilai. Tim ini dipimpin H. A. Budiono selaku Wakil Ketua Komite IV DPD RI dan diterima Ketua DPR Papua, Yunus Wonda dan Sekda Papua Hery Dosinaen. ***(Lazore)

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?