Tag: Otsus dicabut

  • Mahasiswa Dukung Jokowi Hapus Otsus Papua

    Tolak Otsus Mnta Referendum
    Spanduk bertuliskan kegagalan Otsus Papua, yang diusung warga, saat berdemo di Kantor MRP, beberapa waktu lalu.(Ist.)

    Jayapura, Jubi – Wacana Presiden Joko Widodo untuk menghapus Otonomi Khusus (Otsus) mendapat penolakan keras dari Gubernur Papua, Lukas Enembe dan Majelis Rakyat Papua (MRP). Namun, mahasiswa Papua berpendapat lain.

    Mahasiswa justru mendukung wacana Presiden Joko Widodo menghapus UU. No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua.

    Leo Himan, ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) Universitas Cenderawasih mengatakan, sangat menyetujui rencana Presiden Jokowi. Karena, selama Otsus ada hingga hari ini, tidak pernah membawa perubahan bagi masyarakat Papua.

    “Saya selaku pimpinan mahasiswa senang sekali dan setuju (Penghapusan Otsus Papua), karena Otsus tidak pernah berpihak pada rakyat. Tetapi jika Jokowi mau hapus Otsus, solusinya harus ada.”

    kata Himan.

    Dan solusi yang tepat untuk orang Papua adalah memberikan ruang kepada orang Papua untuk menentukan nasibnya sendiri. “Solusi yang kami tawarkan adalah merdeka harga mati untuk Papua,” tegas Himan kepada Jubi (28/11).

    Aktivis Gempar, Selphy Yeimo mengutarakan hal yang sama.

    “Jika hendak menghapus Otsus ya dihapus saja. 12 tahun UU No. 21/2001 tidak berjalan sama sekali. Selama ini Otsus itu diaplikasikan dalam bentuk uang saja. Sehingga hasilnya hanya dinikmati oleh kaum elit politik. Sementara, kehidupan masyarakat dibawah tidak pernah merasakan kesejahteraan dari otsus itu,”

    katanya melalui telepon selularnya kepada Jubi (28/11) dari Wamena.

    Lanjut Yeimo, “Jadi kalau pemerintahan baru mau menghapus Otsus untuk Papua. Saya dengan tegas katakan, hapus saja. Karena tidak ada artinya untuk orang Papua dan solusinya berikan kebebasan penuh bagi bangsa Papua Barat,”

    Selain itu, hal senada diungkapkan oleh Frans Takimai, mahasiswa Stikom Muhammadiyah Jayapura. Ia berpendapat, sudah sewajarnya Presiden memikirkan untuk memecahkan kevakuman jalannya Otsus selama 12 tahun terakhir.

    “Sebaiknya Otsus dihapus saja. Karena, Otsus tidak memberikan perubahan pada tataran hidup orang Papua. Karena hasil Otsus itu dinikmati oleh para elit politik Papua,”

    ujarnya di Abepura. (Arnold Belau)

    Sumber: Penulis : Arnold Belau on November 29, 2014 at 18:19:49 WP, TJ

  • Jangan Terpancing Isu Otsus Dihapuskan

    JAYAPURA — Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Papua, masing-masing Presiden, DPR RI, Gubernur, DPRP, MRP, Bupati/Walikota, DPRD Kabupaten/Kota kembali diusulkan untuk duduk bersama seluruh pemangku kepentingan (stake holders) untuk melakukan evaluasi Otsus.

    “Otsus dihapus tak semudah yang diwacanakan. Jadi kita tak usah terpancing isu Otsus ditiadakan. Tapi kita percayakan kepada Gubernur, DPRP dan MRP dan lain-lain untuk segera melakukan evaluasi Otsus,”

    tegas Anggota Pokja Adat MRP George Awi, ketika dikonfirmasi Bintang Papua di ruang kerjanya, Rabu (26/11).

    Ia berpendapat, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mesti jujur dan memiliki kemauan baik atau good will, untuk melakukan evaluasi Otsus, mengingat Otsus tak pernah dievaluasi sejak diberlakukan tahun 2001 silam.

    George Awi menjelaskan, pihaknya menilai evaluasi Otsus bukan untuk mencari masalah benar atau salah, tapi terpenting adalah meninjau kembali mungkin sistimnya salah, mekanismenya salah.

    “Jika sistem dan mekanismenya salah, maka perlu adanya perbaikan Otsus, kalau memang selama ini pelaksanaan Otsus salah,” tandasnya.
    Sementara itu, Ketua Umum Majelis Muslim Papua (MMP) dan Anggota MRP Provinsi Papua Barat H.Arobi Ahmad A dikonfirmasi terpisah mengatakan, Otsus tak dihapus, hanya saja, aliran dana ke Papua makin tahun makin mengecil. Seiring dengan itu, PAD dan penghasilan asli Papua makin meningkat.

    Pemerintah Pusat Tak Boleh Hentikan Otsus

    Anggota Majelsi Rakyat Papua (MRP) Kelompok Kerja (Pokja), Seblu Werbabkay juga meminta kepada Pemerintah Daerah Pusat dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo dan Yusuf Kalla, untuk tidak boleh menghentikan Undang-undang Otsus di tanah Papua.

    “Otsus tidak boleh hilangkan. Dasar apa sehingga ada otsus ditiadakan. Pemerintah pusat harus tau itu. Otsus lahir lahir, karena waktu kongres Papua minta merdeka, sehingga hanya satu solusi yang ditawarkan pemerintah pusat dan daerah dengan tokoh-tokoh adat yang ada adalah Otsus lalu tiba-tiba ditiadakan,”

    katanya kepada wartawan, Rabu (26/11).

    Seblu mengungkapkan, bahwa Otsus ini adalah sudah bagian dari kemerdekaan, sehingga jika pemerintah Jokowi dengan Jusuf kalla sekarang ingin menghapus hapus otsus itu tidak tau apa yang akan terjadi bagi masyarakat Papua.

    “Tanggapan masyarakat Papua kan berbeda sehingga saya minta otsus tetap berjalan. Otsus tidak boleh diberhentikan. Sekarang lihat kepentingan-kepentingan orang Papua. Sumber Daya Manusia (SDM), Sumber Daya Alam (SDA) Papua terlalu besar, kok otsus mau diberhentikan,”

    katanya menanyakan.

    Kata Seblu, Kabinet Kerja di Pemerintah Pusat harus mengerti betul dan memahami betul arti dari pada Otsus itu. “Otsus ini lahir dari masalah apa? Masalahnya dulu harus tau. Kalau tidak tau masalah jangan berhentikan otsus,” tukasnya.

    Bahkan diakuinya, masyarakat Papua hingga saat ini belum mendapat kesejahteraan sehingga Otsus harus berjalan.

    “Satu kunci yang saya bilang Otsus ini harus dijadikan salah satu kompensasi BBM untuk masyarakat Papua. Diperuntukkan kepada yatim piatu, janda, duda, pengangguran, mereka dapat kompensasi dari dana otsus ini,”

    tutupnya. (mdc/Loy/don)

    Sumber: Kamis, 27 November 2014 05:45, BinPa

  • MRP Tolak ditiadakannya Otsus untuk Papua

    Jayapura, Jubi – Wacana akan ditiadakannya dana Otonomi Khusus (Otsus) untuk Papua oleh pemerintah pusat dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Yusuf Kalla, menuai penolakan dari Majelis Rakyat Papua (MRP).

    Seblum Werbabkay, anggota MRP menolak dengan tegas ditiadakannya Otsus di Tanah Papua, lantaran hingga sampai saat ini masyarakat Papua belum dapat dikatakan sejahtera. Menurutnya pemerintah pusat harus lebih tahu hal itu. Sebab saat rakyat Papua meminta Merdeka, hanya satu jalan, yaitu Otsus.

    “Saya tidak setuju dengan ini. Otsus harus jalan. Kabinet Kerja ini harus mengerti betul, tentang apa artinya Otsus itu. Otsus ini lahir dari masalah apa? Kalau tidak tau masalah jangan berhentikan Otsus,”

    tegas Werbabkay, Rabu (26/11).

    Menurutnya saat ini masyarakat Papua belum sejahtera, jadi otsus harus tetap dijalankan. Ia menegaskan, Otsus ini harus dijadikan salah satu kompensasi untuk masyarakat Papua.

    “Diperuntukkan kepada yatim piatu, janda, duda, pengangguran, mereka dapat kompensasi dari dana otsus ini,” katanya.

    Beberapa pekan lalu, Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe mengatakan sesuai informasi terakhir yang diperoleh, pemerintahan baru dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Yusuf Kalla akan mentiadakan Otsus.

    “Informasi terakhir, pemerintahan yang baru mau tiadakan Otsus, jadi kita ikuti saja, kalau itu ditiadakan oleh pemerintahan baru lebih baik lagi, jadi ini kita bersatu bersama kebijakan nasional yang tidak memahami Papua,”

    kata Lukas Enembe saat Rapat Khusus Pemegang Saham Bank Papua, di Hotel Swisbell Jayapura, Papua, Jumat (14/11).

    Enembe katakan, selama ini kesan Jakarta dana Rp 30 triliun dianggap untuk satu tahun, padahal ini untuk 13 tahun selama Otsus berjalan. Selain itu, dana Rp 50 triliun yang masuk di Papua lebih banyak beredar diluar Papua, baik dana vertical maupun pemerintah daerah.
    “77 persen dana itu terbang keluar, disini tidak ada uang,”

    katanya. (Indrayadi TH)

    Penulis : Indrayadi TH on November 26, 2014 at 23:05:15 WP, TJ

  • Otsus Dihapus – Pelanggaran Konstitusi

    JAYAPURA — Anggota Pokja Adat MRP Joram Wambrauw, SH., menegaskan, jika Otsus dihapus adalah suatu pelanggaran konstitusi serius.

    Joram Wambrauw ketika dikonfirmasi Bintang Papua di ruang kerjanya, Rabu (19/11) terkait wacana Otsus dihapus mengutarakan, jika pemerintah pusat menghapus Otsus bagi Provinsi di Tanah Papua pihaknya memandang hal ini agak sulit dan yang mustahil. “Jadi Pemerintah Pusat jangan mengambil tindakan yang justru dapat memicu disintegrasi bangsa,”katanya.

    Joram menandaskan, Otsus bagi Papua dan Aceh pada tahun 2001 berdasarkan Tap MPR No.4 Tahun 1999 dan Tap MPR No.4 Tahun 2000. Didalam Tap MPR No. 4 Tahun 1999 pada huruf G menyangkut penataan Otonomi Daerah dikatakan, khusus untuk Aceh dan Irian Jaya dalam rangka menunjang integritas nasional NKRI dan menyelesaikan pelanggaran HAM di Provinsi Aceh dan Irian Jaya, maka kepada 2 Provinsi tersebut diberikan Otsus yang diatur dengan UU.

    Karenanya, cetus Joram, jika amanatnya demikian, maka tafsiran yuridisnya adalah bahwa UU yang dimaksud adalah UU yang bersifat khusus dan Otsus yang dimaksud disini pula adalah sistem penyelenggaraan desentralisasi/penyerahan kewenangan kepada daerah, kecuali desentralisasi fiskal asimetris yang ada batas waktunya. Artinya, dana Otsus 25 tahun itu dapat dikurangi secara bertahap sampai orang asli Papua maju dan sejahtera barulah dana Otsus dapat dihapus.
    “Amanat di dalam Tap MPR RI No.4 Tahun 1999 dan Tap MPR No.4 Tahun 2000 tersebut dari hukum tata negara mempunyai kedudukan yang sama dengan amanat konstitusi atau UUD,” terang Joram.

    Karenanya, kata Joram, jika UU Otsus No 21 Tahun 2001 dibentuk, maka salah-satu dasar hukumnya adalah pasal 18 b ayat (1) yang menyatakan bahwa negara mengakui dan menghendaki sistem pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur UU.

    Dengan begitu, jelas Joram, adalah hal yang tak mungkin kalau pemerintah bersikap gegabah untuk menghapus Otsus di Provinsi Papua. Jika pemerintah bersikeras untuk menghapus Otsus, maka itu adalah sebuah pelanggaran konstitusi serius, yang menyebabkan Presiden bisa diimpeachment.

    Karenanya, tandas Joram, pihaknya dalam konteks ini memahami betul konsekuensi hukum yang sangat serius dan akan berakibat pada disintegrasi nasional.

    Pemerintah tak akan ceroboh untuk melakukan hal tersebut, kecuali memang pemerintah ingin melakukan tindakan untuk terjadi adanya disintegrasi nasional seperti terjadi pada kasus Timor-Timur, kata Joram, maka hal yang diwacanakan pemerintah pusat terkait dengan pelaksanaan Otsus di Papua adalah rencana untuk melakukan penataan pelaksanaan Otsus di Tanah Papua. Tapi hal ini pun harus diwanti-wanti yakni jangan sampai pemerintah pusat kemudian memperhangus hal-hal yang bersifat khusus dalam rangka pelaksanaan Otsus di Papua.

    Dikatakanya, jika hal itu yang terjadi dalam konteks perubahan Otsus yang kita sebut dengan Otsus Plus dimana banyak substansi-substansi yang diusulkan pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat, berkaitan dengan kekhususan di Papua, ternyata ditiadakan oleh pemerintah pusat dalam naskah RUU Otsus Plus tersebut. Bahkan nampak secara jelas betapa pemerintah pusat ingin menerapkan kembali sifat sentralisme dan sikap egosentris yang kemudian cenderung menihilkan Otsus di Tanah Papua, yakni merumuskan pasal-pasal terkait dengan substansi RUU Otsus Plus menganut paham sentralisme dan sektoral seperti dimaksud, maka sebenarnya Otsus bagi Papua sudah tak ada lagi. Dan disinilah letak kontroversi sosial yang akan menjadi persoalan hukum dan sosial politik yang serius.

    Kata Joram, jika pemerintah pusat mencoba untuk membuat norma-norma yang bersifat totaliter terkait dengan Otsus Plus di Papua. Norma-norma totaliter adalah norma yang menggunakan teknikal yuridis yang dapat masuk akal, tapi sesungguhnya dikondisikan oleh kesadaran palsu yang merendahkan martabat manusia dan memperbudak masyarakat itu sendiri atau mereka yang menjadi sasaran dalam pengaturan peraturan hukum tersebut. (Mdc/don)

    Kamis, 20 November 2014 02:14, BinPa

  • Pencabutan Otsus Harus Dipertimbangkan

    Yan P Mandenas S.Sos. M.SiJAYAPURA – Isu untuk pencabutan UU Otsus tahun 2001 di Provinsi Papua seperti yang katakan gubernur Papua, Lukas Enembe, Otonomi khusus Papua bisa saja dicabut asalkan Pemerintah provinsi Papua diberikan kewenangan mengelola sumber daya alamnya, mendapat tanggapan dari anggota DPR Papua, Yan P Mandenas S.Sos. M.Si.

    Dia mengungkapkan, pencabutan UU Otsus Papua harus dipertimbangkan dari sisi Hukum, Politis, kajian teoritis, kajian social, kajian antorpologi dan sosilogi secara baik.

    Sebab menurut Yan Mandenas, karena UU Otsus Papua hanya memberikan pengaruh pada penambahan uang dan pembentukan Majelis Rakyat Papua (MRP). Padahal yang diharapkan dari UU Otsus adalah kewenangan daerah yang lebih besar.

    “Jadi pengaruh Otsus tidak begitu besar, karena semua kebijakan masih tergantung pemerintah pusat, termasuk bagaimana konsep pembangun Papua masih memakai konsep pusat,” kata Yan Mandenas kepada wartawan di Swisbel Hotel Jayapura, Senin (17/11).

    Dikatakan, Pemerintah Papua menginginkan adanya kewenangan yang lebih besar dalam pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan SDM, untuk menyelesaikan masalah yang ada di Papua sangat berbeda pendekatannya dengan konsep dari pemerintah pusat, yang mana selama ini pemerintah pusat melakukan pendekatan ekonomi, padahal orang Papua menginginkan pendekatan yang lain.

    “Justru sekarang pendekatan ekonomi tidak diimbangi dengan pasilitas penunjang. Otsus tidak ada pengaruh kecuali pendekatan pusat pelayanan pemerintah baru diisi dengan pendekatan ekonomi baru,”

    ujar Yan Mandenas.

    Sambung dia, pendektan ekonomi memberikan ruang untuk melakukan aktifitas ekonomi yang sama di masyarakat Papua, sedangkan pendekatan pemerintahan hanya meminimalisasi atau memproteksi hak-hak masyarakat yang perlu mendapat dukungan untuk mereka tingkatkan pola kehidupan, pendapatan, hak mendapat pelayanan kesehatan, pendidikan dan sebagainya.

    Bahkan lanjut mantan Ketua Komisi D DPR Papua ini bahwa pendekatan ekonomi yang dilakukan di era Otsus Papua malah akan merepotkan pemerintah daerah karena merasa uang di Papua besar akhirnya investasi dan pergerakan ekonomi mengarah kepada peluang bisnis, investasi banyak masuk tetapi pemerintah daerah tidak bisa membentengi dari sisi peraturan, sebab kewenangan itu ada dipusat. “Ini menjadi masalah bagi pemerintah daerah,” katanya.

    Untuk itu pihaknya menyarankan kepada pemerintah pusat untuk memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah secara penuh untuk menyelesaikan masalah di Papua. Temasuk meningkatkan taraf hidup orang asli Papua sehingga dikemudian hari bisa terorganisasi melalui sebuah pelayanan pemerintah, dari segi budaya, alam sampai pada manusia, dengan demikian masyarakat Papua bisa bertumbuh dapat mengikuti perkembangan di daerah.

    “Saya pikir wacana pencabutan UU Otsus Papua adalah pelanggaran undang-undang sehingga harus didasarkan kajian teoritis, kajian social, kajian antorpologi, sosilogi, dan kajian hokum. Jangan sampai kebijakan yang diterapkan memicu konflik pada masyarakat, maka harus dibendung dan tidak serta merta dilakukan, kita berdialog terlebih dahulu,”

    ujarnya (Loy/don/l03)

    Selasa, 18 November 2014 03:05, BinPa

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?