Tag: Kabupaten Puncak

  • Komnas HAM sampaikan temuannya di Kabupaten Puncak ke Pemprov Papua

    Kepala Kantor Komnas HAM perwakilan Papua, Frits Ramandey (tengah) bersama pengungsi di Puncak – Dok Komnas HAM perwakilan Papua

    Jayapura, Jubi – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM perwakilan Papua telah menyampaikan temuannya mengenai kondisi pengungsi di Kabupaten Puncak, kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua.

    Kepala Kantor Komnas HAM perwakilan Papua, Frits Ramandey mengatakan pihaknya melihat langsung kondisi pengungsi dari sejumlah kampung di Puncak pada awal pekan ini.

    Sebanyak 3.019 pengungsi dari 23 kampung, kini berada di Ilaga, ibu kota Kabupaten Puncak dan ibu kota Distrik Gome. Pengungsi ini berasal dari sembilan kampung di Ilaga Utara, empat kampung di pinggiran Ilaga, lima kampung di Distrik Gome, dan lima kampung dari Gome Utara.

    Ribuan warga kampung itu mengungsi lantaran memanasnya konflik antara aparat keamanan dan kelompok bersenjata di sejumlah wilayah Puncak, beberapa waktu lalu.

    “Saya sudah bertemu Pemprov Papua dan Kapolda, menyampaikan gagasan ini dan direspons baik oleh Kapolda dan Pak Sekda, untuk mengambil langkah langkah. Terutama terhadap para pengungsi,” kata Frits Ramandey kepada Jubi, Kamis (3/6/2021).

    Ramandey mengatakan, kondisi keamanan di Puncak sudah berangsur pulih. Aktivitas ekonomi sudah berlajan baik.

    Akan tetapi, Komnas HAM perwakilan Papua menemukan dua masalah utama pengungsi, yakni kebutuhan air bersih dan terbatasnya tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan.

    “Mesti ada tambahan tenaga medis, sehingga bisa melayani pengungsi di dua titik pengungsian besar, yakni di Distrik Ilaga dan Gome,” ucapnya.

    Ia berharap Pemprov Papua membantu Pemkab Puncak menyelesaikan masalah pengungsi. Memulangkan warga ke kampung asalnya. Sebab kondisi keamanan di sana sudah mulai pulih.

    “Ketika mereka tingga di pengungsian, itu menimbulkan masalah kemanusiaan. Baik dari aspek kesehatan, beraktivitas, makan dan lain sebagainya. Sekarang yang mesti dilakukan adalah memulangkan pengungsi ke kampung mereka, agar mereka bisa kembali beraktivitas,” ujarnya.

    Ramandey mengatakan, Pemprov Papua mesti membantu Pemkab Puncak menangani pengungsi, sebab di wilayah itu sedang ada konflik. Selain itu, pemkab memiliki keterbatasan fasilitas dan anggaran.

    “Terpenting, pemkab dan pemprov berkolaborasi. Konfliknya sudah mereda, apalagi ada jaminan dari TPN-OPM. Mereka juga tidak ingin melanjutkan kekerasan yang terjadi selama ini di Puncak,” kata Ramandey.

    Sementara itu, satu di antara advokat Papua, Oktavianus Tabuni berharap pemerintah memberikan perhatian khusus bagi para warga sipil yang mengungsi karena konflik bersenjata di Puncak.

    “Karena pengungsi semakin bertambah, dan mereka tidak mendapatkan perhatian khusus,” kata Tabuni.

    Ia menegaskan negara memiliki kewajiban untuk mengurus para pengungsi di Kabupaten Puncak, termasuk dalam memenuhi hak konstitusional mereka sebagai warga negara.

    “Banyak anak-anak kecil yang tidak mendapatkan haknya, termasuk hak hidup dan hak atas kesehatan,” kata Tabuni. (*)

    Editor: Edho Sinaga

  • Benny Wenda Bantah Tudingan Kapolri Dalangi Penyerbuan Polsek

    Amanda Puspita Sari, CNN Indonesia Minggu, 03/01/2016 18:07 WIB

    Jakarta, CNN Indonesia — Pemimpin Gerakan Pembebasan Papua Barat, Benny Wenda, menampik tuduhan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti bahwa kelompoknya berada di balik penyerbuan terhadap Polsek Sinak di Kabupaten Puncak, Papua, yang menewaskan tiga polisi.

    Benny, dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Minggu (3/1), menyebut tudingan Kapolri itu kekanak-kanakan dan konyol.

    “Badrodin Haiti dengan kekanak-kanakan menyalahkan saya atas kematian tiga polisi Indonesia di Papua Barat yang jelas tidak memiliki hubungan apapun dengan saya. Saya sungguh-sungguh membantah tuduhan konyol yang termasuk dalam gelombang kebohongan dan propaganda terbaru yang disebarkan oleh pemerintah Indonesia untuk melindungi pelaku yang sebenarnya,”

    ujar Benny, menuding balik Kapolri.

    “Polisi Indonesia tahu betul saya tinggal 9.000 mil (14.484 kilometer) jauhnya dari Indonesia –di pengasingan di Inggris, dan saya seorang pemimpin kemerdekaan yang sepenuhnya menjunjung perdamaian,”

    kata Benny.

    Benny menyatakan selalu menganjurkan solusi damai untuk Papua Barat sehingga semua warga Papua Barat mampu memenuhi hak dasar mereka untuk menentukan nasib sendiri melalui referendum kemerdekaan.

    Benny ragu Kapolri benar-benar meyakini bahwa Benny yang bertanggung jawab atas serangan di Polsek Sinak.

    “Namun, jika dia meyakini (saya pelakunya), dia sangat terkena delusi. Sikap saling tunjuk ini sangat tidak profesional dan dengan sengaja mengambinghitamkan pemimpin yang damai, sementara polisi sendiri memiliki impunitas dan melenggang lolos setelah membunuh warga Papua Barat,”

    tutur Benny.

    Benny merujuk kepada kasus pembantaian empat siswa sekolah di Paniai, Papua Barat, pada 2014 lalu yang sampai sekarang pelakunya belum juga ditemukan.

    “Mengapa setelah lebih dari satu tahun berlalu, pemerintah Indonesia masih belum dapat menemukan pelaku pembantaian siswa di Paniai, tetapi dalam waktu 24 jam segera menyalahkan saya atas kematian polisi Indonesia?”

    kata Benny.

    “Adakah keadilan atas pembantaian Paniai? Tidak. Adakah keadilan setelah dua remaja pria Papua Barat ditembak di Timika pada 28 September? Tidak. Adakah keadilan atas empat warga Papua Barat yang ditembak dan disiksa hingga tewas di Yapen pada 1 Desember? Tidak,” ujar Benny.

    “Lagi dan lagi, warga Papua Barat dibantai oleh pihak berwenang Indonesia, tetapi pelakunya tak pernah mendapatkan keadilan,” kata Benny.

    Sebelumnya, Kapolri mengatakan kelompok Benny Wenda berada di balik penyerangan Polsek Sinak. Kelompok Benny juga dituding Badrodin menembak pesawat rombongan Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw saat hendak mendarat di Sinak.

    “Saat Kapolda akan melakukan evakuasi terhadap korban yang meninggal, dilakukan penembakan. Itu masih dilakukan oleh kelompok yang sama, yakni kelompoknya Benny Wenda,”

    kata Badrodin.

    Benny, pada tahun 2002, ditangkap Kepolisian atas sangkaan terlibat dalam peristiwa penyerangan ke kantor polisi di Abepura, Jayapura, setahun sebelumnya.

    Belum sempat mendapat putusan hakim, Benny kabur dari Lembaga Pemasyarakatan Abepura menuju Papua Nugini. Ia kemudian terbang ke London, Inggris, dan mendapatkan suaka di negara itu.

    Sejak saat itu hingga kini, Benny yang masuk daftar pencarian orang alias menjadi buron Kepolisian RI terus mengunjungi sejumlah negara untuk mengampanyekan referendum bagi masyarakat Papua.

    Benny meminta pemerintah RI mengizinkan warga Papua untuk memutuskan akan memisahkan diri dari Indonesia atau tetap menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    Kepala Badan Intelijen Negara terdahulu, Marciano Norman, mengatakan kelompok pimpinan Benny Wenda bekerja sama dengan berbagai lembaga swadaya masyarakat internasional yang mendukung kelompok separatis di berbagai negara.

  • ‘Perang Politik Tak Akan Usai Hingga Jakarta Beri Hak Papua’

    Prima Gumilang, CNN Indonesia Rabu, 30/12/2015 07:07 WIB

    Jakarta, CNN Indonesia — Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menyatakan penyerangan kelompok bersenjata di Papua bukan hal baru, termasuk yang terjadi di Polsek Sinak, Kabupaten Puncak. Penyerbuan tiga hari lalu itu mengakibatkan tiga polisi tewas.

    “Percuma bicara banyak. Akar persoalan belum diselesaikan. Perang politik ini, baik bersenjata atau gerilya, tak akan pernah berakhir, bahkan bisa lebih masif, sampai Jakarta memberikan hak kepada bangsa Papua untuk menentukan nasib sendiri,”

    kata Ketua KNPB Victor Yeimo kepada CNN Indonesia, Rabu (30/12).

    Perlawanan bersenjata, ujar Victor, wajar terjadi pada bangsa terjajah. Berbagai penyerangan di Papua pun ia sebut sebagai perang kemerdekaan.

    “Ini perang kemerdekaan. Sudah lazim dilakukan di negara-negara yang belum bisa menentukan nasib sendiri. Angkat senjata melawan kolonial itu hal biasa. Kami kan berada di atas tanah kami sendiri. Hak menentukan nasib diatur oleh Undang-Undang di Indonesia dan internasional,”

    kata Victor.

    Meski demikian, ujar Victor, perang antara Tentara Nasional Papua Barat dengan TNI-Polri tak boleh melibatkan warga.

    “Pengedropan militer dan Brimob yang besar-besaran di Papua tidak kemudian mengorbankan rakyat sipil yang tak bersalah,” kata Victor.

    Tiga metode perlawanan

    Gerakan perlawanan di Papua memiliki tiga metode, yakni perjuangan sipil, militer, dan diplomasi. Jalur sipil misalnya ditempuh KNPB yang memediasi rakyat Papua untuk menyampaikan aspirasi dengan damai tanpa kekerasan.

    Di luar KNPB, ada kelompok lain yang juga menempuh perjuangan sipil. Mereka saat ini mulai menyatukan arah. “Semua masih dimediasi oleh KNPB,” kata Victor.

    Namun, menurut Victor, metode sipil ini kerap dibatasi oleh TNI dan Polri.

    “Kami tidak diberi ruang untuk menyampaikan aspirasi. Konsekuensinya, kekerasan militer terjadi. Jadi ada sambung-menyambung antara gerakan sipil dengan militer,” ujar Victor.

    Kelompok-kelompok dominan yang menempuh perlawanan bersenjata di Papua antara lain kelompok militer Moris, Puron Wenda, dan Yambi.

    “Mereka semua ada di bawah pimpinan Goliath Tabuni,” kata Victor.

    Goliath Tabuni ialah Panglima Tinggi Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat. Ia memimpin perang gerilya di Puncak Jaya.

    Semua kelompok bersenjata tersebut, kata Victor, memiliki komando teritorial masing-masing dan punya kadar ancaman sama bagi pemerintah Republik Indonesia. Hal yang membedakan hanya pada situasi dan kesempatan saat mereka menyerang.

    Perlawanan di Papua, ujar Victor, sudah berlangsung sebelum wilayah itu ‘dianeksasi’  Indonesia. Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969 yang mendasari bergabungnya Papua dengan Indonesia dianggap sejumlah pihak tak sesuai dengan praktik hukum internasional, demokrasi, dan hak asasi manusia.

    Alih-alih satu orang memiliki satu suara, Pepera memakai sistem satu suara terdiri dari banyak orang. Pepera bukannya melibatkan seluruh rakyat Papua, namun orang-orang yang dipilih berdasarkan musyawarah. Mereka ini kemudian disebut diintimidasi oleh militer.

    Kelompok Benny Wenda

    Kasus penyerangan terakhir di Polsek Sinak, disebut Kapolri Jenderal Badrodin Haiti didalangi oleh kelompok Benny Wenda. Selain menyerbu Polsek, kelompok itu juga disebut menembak pesawat rombongan Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw yang hendak mendarat di Sinak.

    “Saat Kapolda akan melakukan evakuasi terhadap korban yang meninggal, dilakukan penembakan. Itu masih dilakukan oleh kelompok yang sama, yakni kelompoknya Benny Wenda,” kata Badrodin.

    “Ada indikasi penyerangan itu dilakukan oleh kelompok TPN,” ujar Wakapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan.

    TPN yang ia maksud ialah Tentara Pembebasan Nasional Nasional Organisasi Papua Merdeka di mana Benny bergabung.

    Benny Wenda yang tinggal di London kini merupakan Kepala Perwakilan OPM di Inggris. Dia tokoh penggerak referendum kemerdekaan Papua.

    Oktober 2002, Benny melarikan diri dari Lembaga Pemasyarakatan Abepura, Jayapura. Dia menyelundup ke perbatasan Papua Nugini sebelum terbang ke Inggris dan mendapatkan suaka dari negara itu.

    “Saya sebenarnya tidak ingin melarikan diri. Tapi saya tidak bersalah. Saya membela masyarakat saya. Pemerintah Indonesia tiga kali mencoba membunuh saya di penjara,” ujar Benny di Sydney, Australia, Mei 2003.

    “Jika saya tetap di tempat itu, saya akan terbunuh. Salah satu pemimpin pergerakan, Theys Elluay, dibunuh Kopassus tahun 2001. Setahun kemudian, saya menjadi target mereka karena saya salah satu penggagas gerakan,”

    ucap Benny.

    Kepala BIN terdahulu, Marciano Norman, mengatakan kelompok pimpinan Benny Wenda bekerja sama dengan berbagai lembaga swadaya masyarakat internasional yang mendukung kelompok separatis di berbagai negara.

  • Kapolri: Penyerangan di Papua Akibat Kelalaian Polisi

    Prima Gumilang, CNN Indonesia Selasa, 29/12/2015 18:00 WIB

    Jakarta, CNN Indonesia — Kepala Kepolisian RI Badrodin Haiti menilai kasus penyerangan di Markas Polsek Sinak, Kabupaten Puncak, Papua, disebabkan karena kelalaian anggota kepolisian. Menurutnya, para gerilyawan selalu mencari kelengahan pihak lawan.

    “Namanya juga gerilya, cari kelengahan. Siapa yang lengah itu yang jadi sasaran mereka,” kata Badrodin di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (29/12).

    Badrodin mengatakan, siapapun bisa menjadi sasaran penyerangan tersebut, baik TNI, Polri, maupun masyarakat. Semua itu tergantung kebutuhan para gerilyawan.

    “Kalau kepentingannya senjata kan dia menyerangnya polisi atau TNI, tapi kalau kepentingannya merampas motor bisa saja dari masyarakat sipil,” ujarnya.

    Dia mengimbau kepada seluruh jajarannya yang bertugas di Papua agar taat pada standar operasional prosedur. Polisi yang bertugas di Papua, kata Badrodin, memiliki resiko yang cukup tinggi.

    “Itu harus disadari anggota Polri yang bertugas di sana,” ujarnya.

    Dia mengatakan, saat penyerangan tersebut, beberapa personel kepolisian sedang melaksanakan Hari Raya Natal. Kantor Polsek hanya diisi lima petugas. Kondisi itu mudah dibaca pihak lawan.

    “Papua seringkali yang keluar dari SOP, yang tidak memenuhi ketentuan-ketentuan, biasanya lengah,” katanya.

    Badrodin memastikan bahwa pelaku penyerangan adalah kelompok Organisasi Papua Merdeka.

    Dia menyatakan, konflik bersenjata yang terjadi di Papua adalah masalah politik. Karena itu aksi yang dilakukan OPM tidak bisa dikaitkan dengan undang-undang terorisme.

    “Kita kenakan kejahatan umum, seperti penembakan,” katanya.

    Penyerangan kelompok sipil bersenjata ke Polsek Sinak di Kabupaten Puncak, Papua, menewaskan tiga anggota Polri. Pesawat rombongan Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw juga ditembaki saat hendak mendarat di Sinak.

    “Saat Kapolda akan melakukan evakuasi terhadap korban yang meninggal, dilakukan penembakan. Itu masih dilakukan oleh kelompok yang sama, yakni kelompoknya Benny Wenda,” kata Badrodin. (obs)

  • Kapolri Sebut Benny Wenda Dalang Penyerbuan Polsek di Papua

    Abraham Utama, CNN Indonesia Selasa, 29/12/2015 11:25 WIB

    Jakarta, CNN Indonesia — Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyatakan kelompok Benny Wenda berada di balik penyerangan Polsek Sinak di Kabupaten Puncak, Papua, yang menewaskan tiga polisi. Kelompok itu pula, kata Badrodin, yang menembak pesawat rombongan Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw saat hendak mendarat di Sinak kemarin.

    Lihat juga:Kronologi Suara Tembakan Saat Pesawat Kapolda Hendak Mendarat
    “Saat Kapolda akan melakukan evakuasi terhadap korban yang meninggal, dilakukan penembakan. Itu masih dilakukan oleh kelompok yang sama, yakni kelompoknya Benny Wenda,” kata Badrodin.

    Polri menuding Tentara Pertahanan Nasional Organisasi Papua Merdeka sebagai dalang di balik peristiwa tersebut. “Ada indikasi penyerangan itu dilakukan oleh kelompok TPN,” ujar Wakapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan.
    Lihat juga:Kronologi Kelompok Bersenjata Serbu Polsek Sinak Papua
    Benny Wenda, tokoh penggerak referendum kemerdekaan Papua sekaligus Kepala Perwakilan Organisasi Papua Merdeka pada kantor perwakilan OPM di London, Inggris, kini menjadi tertuduh.

    Penggerak referendum Papua

    Penyerangan sekelompok orang bersenjata terhadap Markas Polsek Sinak Papua hanya satu dari pelbagai kekerasan yang tak kunjung usai di provinsi paling timur Indonesia itu.

    Peristiwa itu bagian dari gejolak keamanan sejak pemerintah Republik Indonesia merangkul Papua Barat melalui Penentuan Pendapat Rakyat pada tahun 1969.

    Papua –dan Aceh– menghendaki referendum setelah pemerintah RI mengizinkan rakyat Timor Timur menghelat referendum pada 1999.

    Kala itu Benny merupakan pemimpin Dewan Musyarawah Masyarakat Koteka. Lembaga tersebut menunjang kinerja Dewan Presidium Papua (PDP) dalam bernegosiasi dengan pemerintah pusat tentang aspirasi rakyat Papua.

    Periode 1999 hingga 2001 merupakan bulan madu antara warga Papua dengan pemerintah RI yang dipimpin Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Presiden keempat itu mengizinkan pengibaran Bendera Bintang Kejora, pelaksanaan Kongres Papua yang melahirkan PDP, serta penggunaan kembali istilah Papua untuk menghapus nama Irian Jaya.
    Lihat juga:Rentetan Aksi Penyerbuan Polsek Sinak Papua
    Selanjutnya pergantian rezim mengubah peta dialog antara pemerintah pusat dan Papua. Ketua PDP Theys Hiyo Eluay tewas pada November 2001. Penyidikan Kepolisian Daerah Papua serta keputusan pengadilan militer menunjuk anggota Komando Pasukan Khusus sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab atas pembunuhan Theys.

    Juni 2002, Kepolisian akhirnya menangkap Benny. Ia dituduh menyerang kantor polisi dan membakar dua toko di Abepura, Papua, pada 7 Desember 2000. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat mencatat, seorang polisi tewas dan tiga orang lainnya mengalami luka akibat peristiwa yang kini disebut sebagai pemicu Peristiwa Abepura.

    Kejadian yang kemudian disidangkan di pengadilan hak asasi manusia berat itu membebaskan dua perwira tinggi Polri dari seluruh dakwaan. Di sisi lain, Benny menghadapi ancaman pidana penjara selama 25 tahun.

    Jadi eksil di Inggris

    Satu bulan setelah persidangan pertamanya, Oktober 2002, Benny melarikan diri dari Lembaga Pemasyarakatan Abepura. Ia menyelundupkan diri ke perbatasan Papua dan Papua Nugini sebelum akhirnya terbang ke Inggris dan mendapatkan suaka dari pemerintah setempat.

    “Saya sebenarnya tidak ingin melarikan diri ketika itu, tapi saya tidak bersalah. Saya membela masyarakat saya. Pemerintah Indonesia tiga kali melakukan percobaan pembunuhan terhadap saya di penjara,” ujar Benny pada forum TEDx di Sydney, Australia, Mei 2003.

    Saat menjadi pembicara pada forum yang digagas lembaga nirlaba internasional itu, Benny menuturkan keputusan melarikan diri dia ambil di menit-menit terakhir.

    “Saya berpikir, jika saya tetap di tempat itu, saya akan terbunuh. Salah satu pemimpin pergerakan, Theys Elluay, dibunuh Kopassus tahun 2001. Setahun kemudian, saya menjadi target mereka karena saya adalah salah satu penggagas gerakan,” ucapnya.

    Kini Benny hidup di Inggris bersama istri dan anak-anaknya. Ia berkeliling dunia mengampanyekan referendum bagi masyarakat Papua.

    Dalam usahanya, Benny didampingi Jennifer Robinson, seorang advokat yang bergiat pada isu hak asasi manusia. Jennifer dikenal atas advokasinya terhadap Julian Assange pada kasus WikiLeaks.
    Lihat juga:Lambert: RI Duduk untuk Aceh, Kenapa dengan Papua Tak Berani?
    Di Indonesia, Polri memasukkan nama Benny pada Daftar Pencarian Orang. Ia menjadi buron. Benny, menurut Badan Intelijen Negara, sesungguhnya tidak memiliki dukungan kuat di dunia internasional.

    “Mereka (kelompok yang dipimpin Benny) bersinergi dengan LSM-LSM yang memang mendukung kelompok-kelompok separatis di manapun juga,” kata Marciano Norman saat masih menjabat sebagai Kepala BIN.

    Apapun, di tengah sorotan Kepolisian dan badan telik sandi terhadapnya, Benny belum berhenti menuntut kemerdekaan Papua.

    September 2014, Benny berada di Glasgow,  menyaksikan warga Skotlandia menjalankan pemungutan suara untuk menentukan masa depan negara mereka, tetap bergabung dengan Kerajaan Inggris atau memerdekakan diri.

    Sebagaimana terekam pada video berjudul Benny Wenda from West Papua on Scottish Independence yang diunggah akun IndependenceLive ke situs Youtube, Benny sempat berpidato dan menyanyikan sebuah lagu di Glasgow kala itu.

    “Hari ini saya menyaksikan penentuan nasib sendiri oleh masyarakat Skotlandia. Suatu saat, Anda juga akan menyaksikan referendum bagi masyarakat Papua Barat,” kata Benny, yakin. (agk)

  • Lekhaka Telenggen Klaim Bertanggungjawab Atas Penyerangan Polsek Sinak

    Admin Jubi Dec 29, 2015

    Sinak, JUBI — Lekhaka Telenggen (Leka Telenggen) yang mengaku sebagai pimpinan Kelompok bersenjata di kabupaten Puncak membenarkan peristiwa penembakan yang terjadi di Polsek Sinak, Distrik Sinak, Kabupaten Puncak Papua dilakukan oleh anggotanya.

    “Saya siap bertanggung jawab dalam peristiwa ini. Saya dan anggota sedang was-was di markas kami untuk mengatispasi serangan balik,” kata Lekhaka, saat dihubungi Jubi, Senin (28/12/2015).

    Menurutnya, anggotanya melakukan penyerangan Polsek Sinak Minggu (27/12/2015) sekitar pukul 23.00 malam. Penyerangan ini menewaskan 3 anggota polisi yakni Bripda Rasyid (32), Bribda Armansyah (37), dan Bripda Ilham (37) dan dua lainnya mengalami luka.

    “Kami juga mengambil tujuh pucuk senjata api, dua AK 47, dua SS1, tiga Mouser dan satu peti amunisi,” ujar Lekakha.

    Lekhaka Telenggen kerap dituding sebagai pelaku kekerasan bersenjata di Kabupaten Puncak maupun Kabupaten Puncak Jaya. Padat Januari 2014, ia dituding sebagai pelaku penembakan iring-iringan mobil aparat keamanan dari Kompi E Yonif 751 Rider yang di pimpin Letnan Satu Infanteri Alafa di Pintu Angin, Mulia, Puncak Jaya. Ia juga dituding sebagai pelaku penyerangan yang menewaskan dua anggota Brimob di Ilaga, ibu kota Kabupaten Puncak pada awal Desember 2014.

    Baca Setelah Ayub waker Dituding Polisi, Kini Giliran Lekhaka Telenggen

  • Kronologi Kelompok Bersenjata Serbu Polsek Sinak Papua

    Joko Panji Sasongko, CNN Indonesia Senin, 28/12/2015 12:16 WIB

    Jakarta, CNN Indonesia — Markas Besar Kepolisian RI menyatakan penyerangan terhadap Polsek Sinak di Kabupaten Puncak, Papua, dilakukan oleh kelompok yang terdiri dari belasan orang bersenjata. (Simak Fokus: SIAPA TEMBAK POLISI PAPUA?)

    Berikut kronologi penyerbuan yang terjadi sekitar pukul 20.45 WIT seperti dijelaskan oleh Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Komisaris Besar Harsono dan Kepala Bidang Humas Polda Papua Kombes Patridge Renwarin:

    –     Anggota Polsek Sinak sedang menonton televisi di ruang jaga sembari bercengkerama.
    –     Kelompok penyerang yang diduga berjumlah 15 orang berjalan kaki dari arah hutan.
    –     Terdengar suara tembakan dari honai di belakang Mapolsek Sinak.
    –     Kelompok penyerang masuk dari bagian belakang Markas Polsek Sinak.
    –     Seorang warga yang sudah empat tahun membantu di Polsek Sinak, DK, membuka pintu belakang Mapolsek Sinak.
    –     Kelompok penyerang menyelinap lewat pintu belakang dan langsung menyerang polisi.
    –     Tiga polisi tewas, yakni Briptu Ridho, Bripda Arman, dan Bripda Ilham. Sementara dua rekan mereka, Briptu Suma dan Bripda Rian, mengalami luka tembak. Kelima polisi yang menjadi korban ini ada di ruang jaga saat penyerbu masuk.
    –     Kelompok penyerang merampas dua puncuk senapan AK-47, dua senapan SS1, tiga mouser, dan satu peti amunisi dari Polsek Sinak.
    –     Kelompok penyerang kabur.
    –     Para anggota Polsek Sinak dievakuasi ke Komando Rayon Militer (Koramil) yang berjarak sekitar 100-150 meter dari Polsek Sinak, termasuk tiga jenazah polisi yang tewas.
    –     Anggota Koramil dan Batalyon Infanteri 751/Raider menuju Polsek Sinak dan berjaga di sana.

    Suara tembakan dari honai di belakang Polsek Sinak, menurut Kombes Patridge, diduga menjadi semacam kode bagi DK untuk membuka pintu belakang Polsek.

    “Dari analisis kami, DK sudah bekerja sama dengan kelompok bersenjata itu,” kata Patridge.

    Hal tersebut diamini oleh Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Mulyono. Di Markas Besar TNI AD di Jakarta, Mulyono meminta semua prajurit di Papua untuk berhati-hati.

    DK yang berkhianat disebut Mulyono merupakan tenaga bantuan operasi di Polsek Sinak. “Dia dipelihara Kepolisian untuk membantu. Tapi mungkin ingkar, kami lengah, dan dia memberitahukan kondisi kami kepada orang (kelompok bersenjata),” kata dia.

    Saat ini Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw telah berada di Sinak untuk mengecek langsung kondisi di sana.

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?