Tag: gerilya rimba

  • Berkas Tersangka Teror Freeport Dinyatakan Lengkap

    Timika, CyberNews. Berkas Berita Acara Pemeriksaan (BAP) salah satu tersangka kasus teror di areal PT Freeport Indonesia atas nama Apius Wanmang telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua.

    “BAP salah satu tersangka sudah lengkap, dalam waktu dekat akan dilakukan pelimpahan tersangka dan barang bukti dari penyidik ke penuntut umum guna diproses lebih lanjut,” kata Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Timika, Febrian SH di Timika, Jumat (16/10).

    Febrian menerangkan, tersangka Apius Wanmang diduga terlibat kasus kepemilikan amunisi. Atas hal itu, Apius dijerat UU Darurat No 12 tahun 1951 tentang kepemilikan senjata api dengan ancaman maksimal hukuman mati.

    Penanganan hukum kasus tersebut akan dilakukan oleh pihak Kejati Papua.

    Sementara berkas enam tersangka teror di areal Freeport lainnya hingga kini masih ditangani oleh pihak penyidik Polres Mimika. Enam tersangka yang lain atas nama Simon Beanal, Tomy Beanal, Dominikus Beanal, Eltinus Beanal, Anton Yawame, dan Hender Kiwak yang diduga terlibat kasus penembakan di areal Freeport dijerat pasal 340 jo pasal 338 jo pasal 55 ayat (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.

    Sebelumnya Direktur Yayasan Hak Azasi Manusia Anti Kekerasan (YAHAMAK) Timika, Papua, Yosepha Alomang menilai proses hukum tujuh tersangka kasus teror di areal Freeport sarat konspirasi politik. “Saya melihat anak-anak itu bukan pelaku, mereka masyarakat biasa yang tidak tahu apa-apa,” kata Yosepha Alomang.

    Ia menduga, ketujuh tersangka yang seluruhnya merupakan warga suku Amungme selaku pemilik hak ulayat atas areal tambang PT Freeport itu “dipaksa” untuk mengakui melakukan teror penembakan di areal Freeport yang telah menewaskan tiga orang.

    “Ya, mereka sepertinya dipaksa untuk mengaku melakukan penembakan,” kata Yosepha tanpa menyebut kelompok mana yang memaksa para tersangka dimaksud.

    Penerima piagam Hak Azasi Manusia (HAM) dari masyarakat internasional tahun 2002 itu mendesak jajaran Polres Mimika segera menuntaskan kasus hukum yang dituduhkan kepada tujuh tersangka. “Mereka sudah ditahan hampir tiga bulan di Polres Mimika, bagaimana mungkin mereka bisa ditahan selama itu sementara kasusnya belum disidangkan,” tutur Yosepha.

    Wakil Direktur YAHAMAK Timika, Arnold Ronsumbre meminta jajaran kepolisian dan PT Freeport terbuka dalam mengumumkan siapa sesungguhnya dalang di balik aksi teror di areal perusahaan selama Juli-September.

    Salah satu orang tua tersangka, Viktor Beanal menilai proses hukum yang ditimpahkan kepada empat orang putranya sarat rekayasa. Viktor Beanal sendiri beberapa waktu lalu juga ditangkap bersama 18 warga lainnya dengan tuduhan melakukan teror penembakan di areal Freeport.

    Namun lelaki yang sudah uzur itu akhirnya dibebaskan karena tidak terbukti sebagai pelaku teror. “Badan dan tulang rusuk saya dipukul pakai senjata. Sampai sekarang saya masih merasakan sakit di tubuh saya,” tuturnya.

    Viktor Beanal merupakan kepala suku Amungme di Kampung Tsinga, Tembagapura.

    Pada 11 Januari 1974 ia bersama lima tokoh lainnya antara lain Tom Beanal, Mozes Kilangin, Paulus Magal, Twuarek, dan Neimun Natkime memberikan cap jempol pada selembar kertas kepada James Movet sebagai persetujuan dimulainya operasional tambang perusahaan Freeport Mcmoran.

    Momentum penandatanganan nota persetujuan dimulainya operasional PT Freeport itu yang dikenal dengan istilah Januari Agreement.

    Kapolda Papua, Irjen Pol Drs FX Bagus Ekodanto menegaskan proses hukum tujuh tersangka tersebut berdasarkan fakta hukum, bukan atas dasar rekayasa polisi. “Polisi bekerja berdasarkan fakta hukum, bukan atas dasar asumsi-asumsi,” kata Ekodanto dalam pertemuan dengan sejumlah tokoh masyarakat Mimika di Hotel Rimba Papua Timika beberapa waktu lalu.

    Guna mendampingi para tersangka dalam persidangan nanti, keluarga telah memberikan kuasa kepada 18 orang pengacara dari LBH Jayapura, Kontras Papua dan Aliansi Demokrasi Papua (ALDP).

    ( Ant / CN13 )

  • Tujuh Anggota OPM Dibekuk

    Bersenjata Granat dan Panah Beracun

    melakukan tindak kriminal, kini sedang didalami atas kemungkinannya juga terlibat penyerangan di PT Freeport belum lama ini.(reuters/muhammad yamin)
    melakukan tindak kriminal, kini sedang didalami atas kemungkinannya juga terlibat penyerangan di PT Freeport belum lama ini.(reuters/muhammad yamin)

    TERSANGKA: Anggota Organisasi Papua Merdeka yang disangka melakukan tindak kriminal, kini sedang didalami atas kemungkinannya juga terlibat penyerangan di PT Freeport belum lama ini.(reuters/muhammad yamin)
    JAKARTA – Polda Papua menangkap tujuh tersangka pelaku gangguan keamanan yang diduga terkait Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Kabupaten Yapen Waropen. Wakadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Sulistiyo Ishak menjelaskan, tersangka diserahkan aparat Polres Yapen ke Polda Papua, Selasa (21/7) pukul 06.00 WIT.

    “Mereka diancam dengan UU Darurat No 12/1951 karena gangguan keamanan yang dilakukan di wilayah Papua,” kata Sulistiyo kepada wartawan di Jakarta Media Center, Bellagio, Mega Kuningan, Jaksel, Selasa (21/7)

    Tujuh tersangka tersebut saat ini masih dalam pemeriksaan Polda Papua. Mereka adalah PU, YA, LA, OA, AB, YR dan OY. Dari tangan tersangka, polisi berhasil menyita sejumlah barang bukti antara lain dua pistol rakitan, empat senapan angin, satu granat aktif, 14 amunisi, dua lembar bendera bintang kejora dan peralatan perang tradisional seperti parang dan panah beracun.

    Wakadiv mengakui penangkapan mereka ini terkait dalam operasi Tegak Cendrawasih yang dilancarkan kepolisian. Namun mengenai keterkaitan tersangka dengan aksi kekerasan di Papua belakangan ini seperti di PT Freeport, saat ini masih didalami tim penyidik kepolisian.

    “Kami terus mendalami keterkaitan pelaku dengan sejumlah kasus kekerasan dan gangguan keamanan di wilayah Papua,” ujarnya.

    Seperti diketahui, PT Freeport diserang oleh kelompok bersenjata beberapa kali. Tiga orang tewas tertembak.(rie/JPNN)

  • Kapolri sinyalir penembakan warga Australia terkait OPM

    Jakarta–Pelaku penembakan terhadap warga Australia di Timika, Papua, diduga kuat terkait Oganisasi Papua Merdeka (OPM). Lokasi kejadiannya selama ini memang rawan terhadap dari aktivitas OPM.

    Demikian jawab Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso ditanya kaitan OPM dalam gangguan keamanan di kawasan Freeport, Timika. Hal ini disampaikan di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (14/7).

    “Merunut laporan dari sana, disinyalir memang ada. Di km 50 kan memang daerah klasik,” ujar Djoko.

    Berdasar identifikasi di lapangan, TNI menyarankan agar Polri memperketat keamanan di kawasan tersebut. Meski tidak ada penambahan personel, tapi TNI telah menyiapkan satgas untuk membantu Polri.

    Sementara Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri yang ditemui di kesempatan sama menyebut pihaknya menggelar berbagai operasi menyusul peningkatan gangguan keamanan di Papua. Sejumlah orang yang diduga anggota OPM berhasil diamankan.

    “Di Yapen Waropen kita berhasil menangkap beberapa pelaku indikasi OPM. Di Timika kita tunggu tim ini bekerja,” ujar Kapolri.

    dtc/fid

  • Persuasif Menangani Kapeso

    Jakarta, matanews.com

    Kapolri
    Kapolri

    Kapolri Jenderal TNI Bambang Hendarso Danuri mengatakan, penanganan kasus pendudukan lapangan terbang Kapeso oleh kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM) akan dilakukan dengan mengedepankan pendekatan persuasif melalui upaya negoisasi.

    “Kita mengharapkan penanganannya dilakukan melalui negoisasi dan persuasif sehingga masalah yang dihadapi dapat terselesaikan,” kata Kapolri di Jayapura, Selasa.

    Kapolri hadir di Jayapura bersama Menkopolhukam Widodo AS untuk meninjau situasi keamanan di wilayah itu menjelang pelaksanaan pemilihan presiden. “Situasi keamanan di Papua menjelang pemilihan presiden dalam keadaan aman,” tambah Kapolri.

    Sementara itu Wagub Papua Alek Hesegem dalam kesempatan terpisah mengakui, kasus pendudukan lapangan terbang Kapeso sudah dapat diselesaikan dan saat ini wilayah tersebut sudah dikuasai aparat kepolisian. “Karena itu pihaknya meminta masyarakat untuk segera kembali ke rumah mereka masing-masing untuk melanjutkan aktifitas sehari-hari mereka,” kata Hesegem.

    Menurutnya, kasus Kapeso terjadi karena berbagai faktor yang harus dan segera ditangani untuk mencegah meluasnya permasalahan itu. “Kalau yang dihadapi panah dan tombak kita bisa dekati tapi yang dihadapi saat ini adalah senjata walaupun hanya rakitan. Bendera Bintang Kejora juga akan segera diturunkan aparat keamanan,” tambahnya.

    Lapangan terbang Kapeso sejak awal Mei lalu dikuasai kelompok separatis OPM pimpinan Alex Makabori dan Decky Imbiri dengan mengibarkan bendera Bintang Kejora serta menduduki gereja di sekitar lapangan.

    Saat ini pihak polisi sudah berhasil menguasai gereja yang berjarak sekitar 300 meter dari daerah itu.

    Menkopolhukam bersama Kapolri dan rombongan seusai melakukan berbagai pertemuan tertutup baik di Mapolda Papua maupun di Makodam XVII Cenderawasih kemudian kembali ke Jakarta melalui Makassar dengan menggunakan pesawat khusus milik TNI-AU.(*z/an)

  • SEMUA KASUS PENEMBAKAN DI TEMBAGAPURA TIMIKA ADALAH TANGGUNGJAWAB PT.FREEPORT INDONESIA DAN TNI/ POLRI

    Statemen Resmi OPM terkait insiden PT. Freeport Indonesia
    HE WEST PAPUA NATIONAL ARMY
    TENTARA NASIONAL PAPUA BARAT
    MARKAS KOMANDO PEMBEBASAN
    NASIONAL PAPUA BARAT
    ———————————————————-

    PRESS RELEASE JEND. KELLY KWALIK

    SEMUA KASUS PENEMBAKAN DI TEMBAGAPURA TIMIKA ADALAH TANGGUNGJAWAB PT.FREEPORT INDONESIA DAN TNI/ POLRI

    Salam Revolusi

    Kepada Masyarakat Dunia, Perserikatan Bangsa-Bangsa, Bangsa Australia, Bangsa Amerika Serikat, Uni Europe dan Asia Pacific serta Bangsa Colonial Indonesia.

    Atas nama Allah Pencipta Tanah Papua Barat, atas nama Leluhur bangsa Papua Barat, atas nama Moyang bangsa Papua Barat, atas nama Tulang Belulang yang dibantai karena keganasan Latinas Colonial Indonesia, dan atas nama seluruh Masyarakat Papua Barat, saya Jenderal Kelly Kwalik menyatakan bahwa, seluruh kejadian penembakan, baik Security maupun Warga Negara Australia di Tembagapura Timika adalah tanggungjawab PT.Freeport Indonesia dan TNI/POLRI. Untuik itu atas nama bangsa Papua Barat, Kami sampaikan kepada Negara Australia bahwa, Bangsa Papua Turut berduka atas inside penembakan Al. Saudara Drew Nicholas Grant.. Selalu pemimpin besar TPN-OPM mau sampaikan bahwa, persoalan penembakan terhadap Saudara al adalah murni conspiracy pengalian keamanan. TNI-POLIRI dan PT.Freeport Indonesia bertanggungjawab penuh.

    Masyarakat Dunia yang kami hormati,

    Sebagaimana pernyataan saya selaku pimpinan panglima besar Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-OPM) tentang kejadian di sepanjang jalan Km. 50 sampai dengan Km. 74, Tembagapura. Ingin saya menyatakan bahwa, segala kejadian di seluruh Tanah Papua maupun di Areal PT.Freeport Indonesia Tembagapura – Timika – Papua adalah sebuah prose’s rekayasa belaka oleh Pihak Colonial Indonesia lewat pasukan TNI-POLRI untuk mencari keuntungan dalam kedudukan, kepangkatan dan Kekayaan. Semuanya adalah hanya sebuah aduh domba yang sengaja diciptakan oleh Pasukan colonial Indonesia (TNI-POLRI) selama hampir setenga Abad Papua Barat Ada dibawah colonial Indonesia.

    Semua kejadian mulai; Hari Rabu jam 4.00 WIP. Sekitar 30 Pasukan masuk ke Mil 74 dan melakukan penyerangan terhadap fasilitas PT.Freeport Indonesia. Tidak ada korban Jiwa. Dalam peristiwa ini 1 bus PTFI, 2 Mobil, 1 Kontener di Bakar. Terjadi tembak menembak antara pasukan TPN dan gabungan Pasukan TNI – POLRI dari Jam 6.00 – 15.00 WIP. Terjadi pengibaran bendera Pusaka Bangsa Papua (Sang Bintang Kejora) diatas Puncak Trowongan Mil 74 dari Jam 700-15.00 WIP. Situasi kemudian dikacaukan oleh TNI pukul, 16.00 WIP. sekitar 500 pasukan gabugan TNI-POLRI sedang menguasai Mil 68 sampai dengan Mil 74. Hingga penembakan Al. Drew Nicholas Grant adalah sebuah konspirasi pengalihan keamanan yang terjadi dipihak kubuh TNI-POLRI.

    Untuk memperkeruh situasi dan sebagai tindakan kebiadaban sebuah sifat dasar dalam setiap operasi TNI dan POLRI bangsa Indonesia yang sangat brutal, akibatnya terjadi penembakan terhadap Karyawan PT.Freeport Indonesia asal Warga Negara Australia. Kejadian tersebut terjadi di Mil 53 pada pukul, 4.00 WIP. Peristiwa ini terjadi ketika 4 Karyawan PT.Freeport sedang menuju ke Mil. 68 untuk bekerja. Dalam Mobil ada 4 orang, karyawan yang lain luka-luka sementara karyawan asal Australia meninggal dunia.

    Melihat kondisi aduh-domba yang rupanya MEMOJOKAN TPN-OPM, tanpa ada sebuah pembuktian, maka. Tepat pukul, 11.00 WIP, hari minggu. TPN – OPM melakukan penyerangan terhadap Mobil PT.FI dan TNI yang sedang mengangkut Pasukan Gabungan TNI-POLRI ke Mil 68. Dalam kejadian ini, 4 Mobil PTFI rusak, dan di Tambah 2 Mobil TNI-POLRI. Peristiwa tembak-menembak ini tertujuh kepada TNI-POLRI yang mengakibatkan 1 Anggota Security Tewas dan 1 lagi Anggota Brimob Tewas dan 3 orang lainnya Luka-Luka. Pengalaman kasus penembakan 2 Warga Amerika Serikat tahun 2000 di Mil 62-63 yang mengorbankan orang Papua, sementara pelaku penembakan jelas-jelas adalah Anggota Kopasus. Membuat kami harus bertindak mengincar TNI-POLRI sesuai surat Perintah Operasi (PO) yang tidak mengorbankan masyarakat sipil.

    Bersambung……..
    Statemen Resmi OPM terkait insiden PT. Freeport Indonesia

    Kami bangsa Papua Barat sungguh menyadari, bahwasannya semua peristiwa demi peristiwa yang mengakibatkan terjadinya pembantaian demi pembantaian, penculikan, pemusnahan, penganiayaan dan pemerkosaan adalah sifat dasar Colonial yang selama ini diterapkan oleh Bangsa Indonesia lewat TNI-POLRI di seluruh Tanah Papua Barat. Bukan hanya itu yang terjadi, semua program kolonisasi terhadap bangsa Papua Barat juga terjadi diberbagai lapisan kehidupan, baik social, economy, budaya, kesenian dan lebih dari pada itu adalah sistem pemerintahan yang diterapkan di Tanah Papua adalah penuh dengan conspiracy politic economy.

    Peristiwa-peristiwa seperti ini bukan sebuah scenario yang baru kali ini dilakukan oleh Pihak Colonial Indonesia lewat TNI-POLRI di Areal PT.Freeport Indonesia dan Papua Barat keseluruhan, apa yang terjadi di sepanjang jalan PT.Freeport Indonesia ini adalah satu bagian kecil tindakan brutal yang sangat biadap dari sekian tindakan keganasan TNI-POLRI. Sehingga saya atas nama bangsa Papua Barat mau menyatakan bahwa, Kejadian demi kejadian diatas adalah satu dari sekian kejadian paling sadist yang pernah dilakukan oleh TNI-POLRI di Tanah Papua Barat.

    Bukan hanya persoalan dalam negeri, kadang kalanya, persoalan luar negeri menjadi sebuah balas dendam Indonesia mengatas namakan TPN-OPM. Dengan berbagai penyusupan, pembunuhan kemudian melansir segala kejadian tersebut kepada pihak TPN-OPM. Pembunuhan

    Warga dunia dan Para simpatisan bangsa Papua yang kami muliakan,

    Sesungguhnya, perjuangan kami bangsa Papua adalah perjuangan untuk memperoleh kedaulatan (Kemerdekaan penuh) dari penjajahan Colonial Indonesia. Perjuangan TPN-OPM adalah perjuangan terhormat, perjuangan berwibawa, bukan perjuangan sporadic atau perjuangan brutal, sebagaimana selama ini dilakukan oleh Colonial Indonesia terhadap masyarakat sipil di Tanah Papua Barat.

    Catatan memorials bangsa Papua atas keganasan colonial Indonesia dengan sikap brutal berawal ketika itu, kebrutalan colonial Indonesia terjadi pada tahun 1962, ketika itu secara Defector bangsa Papua Barat telah menyatakan Kemerdekaan pada tanggal, 1 December 1961 dengan nama Negara adalah Papua Barat (West Papua), nama bangsa adalah Bangsa Papua, Nama Bendera adalah Bintang Kejora dan Lagu kengsaan adalah Hai Tanahku Papua. Selain lambang Negara dan lainnya diatas, bangsa Papua pada saat itu sudah memiliki 12 Partai politic dan Dewan Rakyat Nieuw Guinea. Ini semua adalah sebuah fakta sejarah yang telah dikebiri oleh Bangsa Indonesia bersama bangsa-bangsa capitalist yang hanya mengejar kekayaan alam Tanah Papua.

    Masyarakat dunia yang kami muliakan,

    Kekejaman bangsa Indonesia di Tanah Papua telah di mulai sejak tanggal, 12 April 1961 ketika Sukarno memerintahkan kepada seluruh angkatan bersenjata Colonial Indonesia untuk aksi militer dengan nama Commando Rakyat. Dimana dalam komandonya President Soekarno mengatakan, “…Belanda mengadakan (Negara Papua), Belanda Mengibarkan Bendera Papua, Belanda Mengadakan Lagu kebangsaan Papua..” Kita tidak boleh diam, Kita harus bertindak……. Setelah Colonial Indonesia mengeluarkan Commando Rakyat, juga dikeluarkan commando Mandala untuk membunuh manusia Papua dengan melakukan berbagai operasi yang menelan korban Jiwa rakyat Papua. Mulai dari Operasi Banteng, Operasi Garuda, Operasi Serigala, Operasi Naga, Operasi Lumba-Lumba, Operasi Grakula, Operasi Koteka, Operasi Silet, Operasi Matoa, Operasi Mambruk serta masih banyak lagi dan berbagai bentuk terror serta intimidation dan aduh domba yang dilakukan oleh Colonial Indonesia lewat TNI-POLRI.

    Warga dunia yang kami banggakan,

    Selain berbagai bentuk operasi dan penganiayaan diatas, juga terjadi berbagai kekerasan dalam structure kehidupan bangsa Papua Barat. Diantaranya adalah pemaksaan kepada masyarakat Papua untuk menggunakan bahasa Indonesia, Structure pemerintahan dikuasai oleh Non Papua, Pembunuhan dan atau pemusnahan manusia Papua melalui transmigration, pemusnahan manusia Papua melalui Keluarga Berencana (KB) Pembunuhan manusia Papua melalui Minuman Keras, Pembunuhan melalui perempuan pelacur yang dikirim dari Pulau Jawa, Bali, Sumatra, Sulawesi dan Maluku, Penguasaan wilayah Papua melalui sistem pemerintahan dengan melakukan pemekaran Propinsi, Pemekaran Kabupaten dan berbagai perusahan asing yang masuk ke Tanah Papua lalu mendukung Colonial Indonesia dalam hal ini TNI-POLRI dengan memberikan Facilities untuk memusnahkan Manusia Papua yang mengeruk kekayaan alam Papua.

    Berbagai bentuk kekerasan diatas hanya menjadi sebuah duka dan penderitaan panjang rakyat Papua Barat dalam mengarungi roda kehidupan di tanah yang Allah ciptakan untuk bangsa Papua Barat. Dunia membisu… seolah-oleh turut mendukung Bangsa Colonial Indonesia untuk memusnakan manusia Papua. Duniapun memberikan segala macam facilities demi kepentingan dunia di Tanah Papua dan demi memusnakan manusia Papua. Sementara manusia Papua hanya berdoa dan berjuang untuk mempertahankan hidup. Manusia Papua menjadi makluk manusia yang tidak berdaya dari segala macam conspiracy economy Politic para kaum pemilik modal dan kaum penjajah.

    Warga dunia yang kami hormati,

    Peristiwa demi peristiwa di Tanah Papua yang selama ini terjadi, terutama peristiwa-peristiwa penembakan di sepanjang Areal PT.Freeport Indonesia sesungguhnya adalah sebuah conspiracy kepentingan economy TNI-POLRI dan para mafia economy Indonesia. Penembakan atas dua Warga Negara Amerika yang note bane adalah staff Pengajar di SPJ adalah sebuah conspiracy satu piring dua sendok yang mengorbankan masyarakat Papua. Semua kejadian kekerasan semuanya selalu dilemparkan kepada pihak TPN-OPM, sementara pelaku sesungguhnya adalah sedang berpesta dibalik penderitaan dan tuduhan dunia terhadap bangsa Papua terutama TPN-OPM.

    Sebagaimana telah saya selaku panglima tertinggi Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat .. Jenderal Kelly Kwalik…tegaskan pada bagian pertama, Semua kasus penembakan di Areal PT.Freeport Indonesia terutama terhadap Saudara al. Drew Nicholas Grant adalah Tanggungjawab PT.Freeport Indonesia dan TNI-POLRI. Telah jelas bahwa, Conspiracy perebutan penguasaan Security PT.Freeport Indonesia antara Sipil Social Security, POLRI dan TNI. Penarikan pasukan TNI dari Areal PT.Freeport Indonesia telah menciptakan situasi keamanan yang tidak kondusip di antara pihak TNI dan Pihak Kepolisian. Di Tambah lagi dengan keinginan PT.Freeport Indonesia yang merencanakan sipil security. Belum lagi conspiracy pencurian facilities PT.Freeport Indonesia (BESTU) yang sering dilakukan oleh pihak TNI dan juga Pihak POLRI.

    Saya selaku pimpinan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat membantah dengan tegas semua pernyataan baik oleh PANGDAM TRIKORA, KAPOLDA PAPUA maupun Secretaries menteri Politic dan Keamanan negara colonial Indonesia yang mencoba-cobah untuk tidak bertanggungjawab atas pembunuhan Saudara al. Drew Nicholas Grant. Kalau Bangsa Colonial Indonesia merasa sebagai negara yang beradap, yang menghargai nilai makluk manusia, maka saya meminta Indonesia harus mengakuinya secara gentlemen, tetapi apabila bangsa Indonesia adalah bangsa Biadap yang tidak menghargai nilai kemanusiaan, maka teruslah tunjukan kebiadaban colonial Indonesia di mata dunia International…. Karena memang bangsa Colonial Indonesia telah membangun negara dengan kebiadaban dan penuh kebobrokan.

    Warga Dunia yang kami hormati,

    Kalau situasi ini kemudian semua pihak menyalakan Tentara Pembebasan Nasional Tanah Papua Barat, TPN-OPM, maka saya ingin menyampaikan kepada dunia bahwa:

    1. Pasukan TPN-OPM akan melakukan gerakan perlawanan terhadap segala bentuk tuduhan.

    2. Segala operasi perlawanan pasukan tentara pembebasan Nasional atas TNI-POLRI akan menjadi tanggungjawab kami selaku Pimpinan Besar TPN-OPM. Diluar itu adalah pihak-pihak kepentingan dan tentunya pasti adalah pihak TNI-POLRI yang selama setengah Abad telah menunjukan prestasinya dimata Indonesia, Mata public International dan mata masyarakat Papua.

    3. Kami akan terus melakukan perlawan hingga akhir hayat kami, dan akan menghentikan secara total operasi penambangan PT.Freeport Indonesia dan akan berhenti apabila ada pihak dunia/negara lain mau menjadi mediator dalam menyelesaikan persoalan Papua Barat.

    4. Kami menghimbau kepada dunia untuk melihat persoalan ini secara professional dan kepada Warga negara Papua Barat untuk satukan langka, satukan barisan dan satukan kekuatan untuk mengembalikan Tanah Papua ke Pangkuan West Papua dari tanggan Colonial Indonesia yang saat ini sedang menjajah bangsa Papua Barat.

    Demikian pernyataan press ini kami sampaikan atas perhatian kami ucapkan terima kasih.
    Timika, 15 Jul. 09
    Markas Besar
    Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat

    JENDERAL KELLY KWALIK
    Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat

  • Polisi Masih Ragu-ragu

    JAYAPURA-Lapter Kapeso yang terletak di Distrik Mamberamo Hilir, Kabupaten Mamberamo Raya tampaknya masih akan lebih lama lagi dikuasai oleh kelompok yang disinyalir dari TPN/OPM.
    Pasalnya, pihak kepolisian dalam hal ini Polda Papua masih ingin melihat perkembangan terakhir dari upaya negosiasi yang telah dijalankan. Bahkan polisi membuka diri untuk melakukan negosiasi kembali.

    Kepala Kepolisian Daerah Papua Inspektur Jenderal Polisi Drs FX Bagus Ekodanto saat dikonfirmasi wartawan di RM Citra Bundo Ruko Dok II Jayapura mengatakan, masih akan ada dilakukan negosiasi kembali.

    Namun Kapolda menegaskan, pihaknya juga masih terus melakukan himbauan kepada kelompok pimpinan Decky Imbiri tersebut agar tidak menguasai lapter Kapeso.

    Bagus Ekodanto membenarkan, bahwa pada Jumat (29/5) kemarin merupakan negosiasi terakhir, tapi hal tersebut tidak serta merta langsung menyerbu kelompok yang menduduki Lapter Kapeso di Distrik Mamberamo Hilir tersebut.

    Dalam negosiasi ketiga kemarin, Kapolda belum dapat informasi apa yang menjadi kemauan kelompok yang menguasai Lapter Kapeso. “Belum, belum ada kabar sampai sekarang,” kata Kapolda Bagus Ekodanto.

    Pihaknya masih akan melihat perkembangan terakhir. “Kami tidak semata-mata langsung menyerbu tapi masih melihat perkembangannya,” terang jenderal bintang dua ini.

    Sekadar diketahui, sejak Lapter Kapeso dikuasai kelompok TPN/OPM, Polisi sudah mengirimkan 2 pleton Brimob dan 1 regu Detasemen khusus (Densus) ke Mamberamo Raya untuk membantu proses negosiasi dengan kelompok TPN/OPM.

    Beberapa hari sebelumnya Polda Papua sudah mengirimkan 1 SSK Brimob ke kampung Bagusa yang tak jauh dari lokasi Lapter Kapeso.

    Sementara itu eks pentolan OPM yang Nick Messet mengatakan, aparat keamanan harus melibatkan berbagai komponen masyarakat seperti dewan adat, tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh-tokoh gereja setempat.

    ” Saya yakin jika masalah ini diatasi dengan cara-cara merakyat, semua persoalan bisa diselesaikan dengan baik. Sebab, pada dasarnya mereka ini hanyalah korban dari orang-orang yang memiliki kepentingan disana. Warga sebenarnya tidak tahu menahu soal apa yang mereka tuntut, karena mereka ini orang-orang yang kurang berpendidikan yang mudah dipengaruhi pihak-pihak tertentu,” ujarnya, kemarin.

    Messet yang juga orang asli Sarmi ini yakin bahwa orang-orang yang menduduki Lapter tersebut bukan kelompok TPN/OPM, tapi masyarakat biasa yang terhasut oleh orang-orang tertentu. Karena itu, adanya tudingan bahwa mereka ini TPN/OPM, tidaklah benar.

    Sepengetahuan dirinya, tegas Messet, bahwa mereka yang menduduki lapter adalah orang-orang yang frustasi. Orang Papua kalau tidak memiliki pekerjaan, maka mereka bisa berbuat seperti itu karena tidak memiliki pekerjaan atau kesibukan lain.

    ” Yang jelas mereka ini hanya menginginkan kesejahteraan dan keadilan sosial, apalagi diera Otsus sekarang ini. Tapi saya juga tidak memungkiri jika ada juga orang-orang Papua yang pemalas sehingga hidupnya tidak maju-maju. Jadi kalau kondisinya seperti ini, jangan menyalahkan pemerintah, tapi salahkan diri sendiri dan pemerintah daerah,” ujar Nick Messet yang pernah tinggal lama di luar negeri.

    ” Saya sendiri jika tinggal di Papua mungkin juga jadi orang malas. Makanya saya tinggal di luar negeri, biar disana terbuka pikiran dan wawasan untuk bisa melihat dunia dan kehidupan ini bisa lebih baik lagi, terutama membangun kampungnya sendiri,” ungkapnya.

    Untuk itu, dirinya mengharapkan kepada orang-orang yang menghasut masyarakat seperti Decki Imbiri dan teman-temannya agar keluar dari Mamberamo dan segera kembali ke kampungnya membangun daerahnya sendiri, supaya rakyatnya lebih sejahtera dan damai.

    Baginya, Otsus adalah solusi terbaik untuk membangun Papua agar lebih maju, makmur dan sejahtera. Sebab, tidak ada cara lain untuk memajukan daerah ini kecuali Otsus.

    ” Di era yang sudah maju ini, sudah tidak zamannya lagi kita berjuang untuk Papua Merdeka. Sampai kapanpun Papua tidak akan bisa merdeka. Justru dengan adanya Otsus ini Papua sudah merdeka, tapi dalam bingkai NKRI. Merdeka macam apalagi yang mau dicari, karena semuanya sudah terjawab dalam Otsus. (bat/mud/wen/luc)

  • Negosiasi Masih Terbuka

    Irjen Pol F.X Bagus Ekodanto JAYAPURA (PAPOS)

  • OPM Bertameng Pemuda Lokal, Polri Masih Upayakan Persuasif

    JAKARTA, KOMPAS.com – Organisasi Papua Merdeka (OPM) masih menguasai lapangan perintis Kaisepo, Papua. Ini sudah berlangsung selama dua minggu. Pada Jumat ( 29/5 ) ini, telah diupayakan proses negoisasi yang ketiga dengan memanfaatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat.

    Jika upaya negosiasi gagal, Polri tetap akan melakukan upaya persuasif. Pasalnya, OPM berlindung di belakang 150 pemuda yang direkrut dari daerah Kaisepo.

    “Polri tidak mau gegabah dalam mengambil tindakan kepolisian. Sebab, di situ ada banyak pemuda setempat yang direkrut dan mereka sebenarnya tidak tahu apa-apa. Takutnya, ada korban. Kalau cuma berhadapan tiga orang OPM yang bersenjata itu sih tidak masalah,” ujar Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Polisi Abubakar Nataprawira, kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat ( 29/5 ).

    Menurut dia, setelah negosiasi ketiga gagal, Polri akan mengirim kapal polisi air yang dilengkapi pengeras suara kuat. Melalui pengeras suara itu, Polri akan meminta mereka meninggalkan lapangan terbang perintis Kaisepo.

    Polri juga menyediakan perahu yang akan dirapatkan ke lokasi. Perahu itu untuk mengangkut pemuda dan masyarakat yang ingin meninggalkan lokasi dengan sukarela.

    BOB

  • Di Mamberamo, Brimob – OPM Baku Tebak

    JAYAPURA-Upaya Polda Papua mengirimkan 1 SSK Pasukan Brimob terkait dikuasainya lapangan terbang (lapter) Kapeso di Kabupaten Mamberamo Raya beberapa hari lalu, sempat terkendala. Bahkan, pasukan Brimob yang ditugaskan untuk mengamankan lapter Kapeso tersebut sempat diserang oleh OPM dalam perjalanan melalui sungai diantara Kampung Subu dan Kampung Kosata, Mamberamo Raya, Sabtu (23/5) pukul 06.00 WIT akhir pekan kemarin.

    “Sabtu pagi, pasukan dari Brimob Polda Papua yang dari Subu mau menuju ke Kosata dalam perjalanan melalui sungai tersebut dicegat oleh sekelompok masyarakat. Mereka menyerang pasukan Brimob yang menuju ke Kosata,” ungkap Kapolda Papua Irjen Pol Drs FX Bagus Ekodanto didampingi Plh Kabid Humas AKBP Nurhabri dalam jumpa pers Sabtu malam di Mapolda Papua.

    Hanya saja, kata Kapolda, pasukan Brimob membalas dengan tembakan kepada para penyerang tersebut sehingga mereka melarikan diri masuk ke hutan.

    Pasca penyerangan tersebut, pasukan Brimob langsung melakukan penyisiran tempat mereka disanggong OPM tersebut dan di TKP mereka menemukan barang bukti diantaranya ada 3 busur, 17 anak panah, 3 senter, 3 per untuk senpi rakitan, 2 tali busur, 3 foto dan 5 tas pakaian.
    Kelima tas pakaian tersebut, setelah diperiksa terdapat 3 kunci busi, 1 alkitab, 1 buku nyanyian rohani, 3 buku tulis, 2 bolpoin dan KTA TPN/OPM atas nama HM yang disebutkan sebagai Penembak 04 yang dibuatkan 1 Juli 2005.

    “Kartu tanda anggota ini dibuatkan oleh Panglima TPN/OPM atasnama Richard Joweni,” ungkap Kapolda.

    Dalam penyerangan terhadap anggota Brimob yang akan dikirim ke Lapter Kapeso tersebut, diakui Kapolda Bagus Ekodanto tidak ada korban di pihak Brimob, namun ia belum mengetahui apakah di pihak penyerang ada korban.

    Terkait masih dikuasainya lapter Kapeso, Mamberamo Raya tersebut, Kapolda tetap masih mengedepankan pendekatan persuasif terlebih dahulu bersama tokoh masyarakat, adat, agama dan pemda setempat sambil melihat perkembangan.

    Namun yang jelas, tegas Kapolda, pihaknya akan segera memulihkan aktivitas masyarakat di Kapeso tersebut seperti sehari-hari biasanya dan semua kegiatan masyarakat berjalan dengan baik.

    “Kami ingin segera pulihkan aktifitas masyarakat di Kapeso dari kelompok yang tidak bertanggungjawab dan mengintimidasi masyarakat tersebut, apalagi sebagian besar masyarakat sudah meninggalkan kampung tersebut,” tegasnya.

    Kapolda mengatakan terkait dengan penguasaan Lapter Kapeso tersebut dan masih adanya pengibaran bendera bintang kejora disana, negosiasi pertama telah dilakukan oleh tokoh agama dengan Dicky Imbiri, pimpinan kelompok tersebut.

    Di samping itu, lanjut Kapolda, ada informasi bahwa ibu Nela Yenseren mengajarkan tentang agama yang menafsirkan mimpi dari ibu-ibu warga Kapeso bahwa ada yang mimpi tentang orang tua yang membawa dan mengibarkan bendera di Kapeso yang dijabarkan dengan adanya pengibaran bendera Bintang Kejora di Lapter Kapeso.

    Dan, adanya mimpi kuda putih yang diterjemahkan bahwa tidak boleh ada masyarakat yang meninggalkan Kapeso dan mimpi-mimpi tersebut disebarluaskan oleh ibu Nela Yenseren kepada warga setempat di Kapeso. “Ini suatu penafsiran yang menyimpang, namun inilah kenyataan yang terjadi,” jelasnya.

    Kemudian, jelas Kapolda, negosiasi yang dilakukan oleh tokoh agama dengan Dicky Imbiri diatas perahu, namun, Dicky Imbiri menyatakan tidak akan meninggalkan Kapeso. Ia juga meminta agar tidak ada hubungan antara Nela Yenseren dengan aktivitas kelompok yang dipimpinnya tersebut, serta ia meminta tidak ada urusan dengan masyarakat adat atau lembaga masyarakat adat sehingga minta agar LMA tidak usah berbicara masyarakat Kapeso.

    “Memang belum ada titik temu dalam negosiasi yang pertama, sehingga akan dilakukan negosiasi dengan Bupati Mamberamo Raya dan tokoh-tokoh adat dan agama untuk melakukan negosiasi lagi dengan kelompok Dicky Imbiri, Cosmas Makabori,” imbuh Kapolda. (bat)

  • Brimob-OPM Baku Tembak

    JAYAPURA (PAPOS) –Di sebuah sungai, kelompok TPN/OPM di bawah pimpinan Richard Joweni, Sabtu (23/5) lalu, mencegat laju pergerakan satuan Brimob yang dikirim khusus ke Kampung Kapeso di Kabupaten Membramo Raya. Kontak senjata antara Brimob dengan kelompok TPN/OPM itu, dibenarkan oleh Kapolda Papua Irjen Pol FX. Bagus Ekodanto ketika dikonfirmasi wartawan di Mapolda Papua, Sabtu (23/5) malam. Insiden baku tembak berlangsung tidak terlalu lama itu. Dan tidak sampai menimbulkan korban jiwa baik dari pihak satuan Brimob maupun dari kelompok TPN/OPM.

    Karena setelah tembakan TPN/OPM dibalas tembakan pula oleh anggota Brimob, kelompok TPN/OPM tersebut melarikan diri.

    Namun di TKP (Tempat Kejadian Perkara) ditemukan berbagai barang bukti yang ketinggalan kelompok TNPM/OPM itu saat lari menyelamatkan diri ke dalam hutan.

    Barang bukti yang berhasil diamankan yakni, 3 buah busur, 17 anak panah, 3 buah parang, 3 buah senter, 3 buah pen untuk alat rangkitan, 3 buah tali busur, 3 buah foto, 5 buah tas pakain yang berisikan 3 buah kunci busi, 1 buah Al-kitab, 1 buah buku nyanyian Rohani, 3 buah buku tulis dan 2 buah Bolpoin.

    Selain itu, satuan Brimob di TKP juga menemukan sebuah Kartu Tanda Anggota TPN/OPM berinisial HM, dengan jabatan sebagai penembak 04 yang dibuatkan pada tanggal 1 Juli tahun 2005. Kartu identitas anggota Tentara Pembebasan Nasional/Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM) itu, dikeluarkan oleh Panglima TPN/OPM atas nama Richad Joweni.(cr-50)

    Ditulis oleh Cr-50/Papos
    Senin, 25 Mei 2009 00:00

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?