Tag: gelagat Papua “M”

  • Tidak Benar OPM Merampok Emas di Paniai

    poo Juru Bicara TPN/OPM Wilayah Paniai, Salmon Magay membantah tudingan beberapa pihak yang mengatakan bahwa mereka merampok emas dan menyandera beberapa pendulang di Degewo, Paniai seperti pemberitaan beberapa media di Jakarta.

    OCTHO- Tidak benar ada perampokan emas dan menyandera para pendulang di Paniai, kami datang meminta hak kami di areal pendulangan, karena sejak keberadaan para penambang, hak kami tidak pernah di bayarkan.

    Hal ini di ungkapkan Salmon Magay, Juru Bicara Organisasi Papua Merdeka (OPM) wilayah Paniai, pimpinan Tadius Yogi ketika menghubungi media ini, Kamis (29/04) kemarin.

    Menurut Magay, jika ada yang mengklaim TPN/OPM datang untuk merampok emas dan menyandera para pendulang di sana, itu sangat keliru dan tidak benar.

  • OPM Rekrut Ratusan Warga Papua

    VIVAnews – Dalam setahun terakhir, kelompok separatis Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM) di bawah pimpinan Goliat Tabuni, yang bermarkas di Tingginambut Puncak Jaya Papua, diduga merekrut ratusan warga menjadi anggota.

    Warga kemudian dilatih menggunakan senjata dan berperang gerilya. Hal itu diungkapkan Ketua DPRD Kabupaten Puncak Jaya Nesko Wenda kepada VIVAnews di Jayapura, Rabu 28 April 2010.

  • GERAKAN PAPUA MERDEKA TEROR WARGA

    JAYAPURA [PAPOS]- Gerakan Papua Merdeka (GPK) pimpinan Goliat Tabuni akhir-akhir ini terus melakukan teror dan intimidasi terhadap masyarakat di Kampung Kurulena Distrik Nimboluk Tinggi Nambut Kabupaten Puncak Jaya. Mereka memiliki sekitar 500 anggota dan memiliki 200-300 pucuk senjata.

    Kepala Kampung Kurulena Distrik Nimboluk Tinggi Mambut Kabupaten Puncak Jaya, Sem Telenggeng kepada Papua Pos, Sabtu (24/4) di Abepura, mengatakan peristiwa pembakan yang terjadi di Distrik Nimboluk yang menewaskan 3 karyawan PT. Modern merupakan rentetan peristiwa teroryang dilakukan kelompok sipil bersenjata pimpinan Goliat Tabuni.

    Dimana penembakan terhadap karyawan PT. Modern adalah kelompok Goliat Tabuni yang dipimpin Komandan Kompi, Renius Talenggeng.

    “Yang melakukan penembakan terhadap karyawan PT. Modern itu adalah kelompok Goliat Tabuni dengan pimpinan Kompi, Renius Talenggen,”katanya.

    Bahkan menurut Kadistrik ini, saat ini kelompok yang dipimpin Renius Talenggeng sangat meresahkan masyarakat di Distrik Nimboluk terutama d iKampung Kurulena pasalnya kelompok tersebut sering melakukan teror dan intimidasi terhadap warga kampung tersebut.

    “Kelompok yang dipimpin Renius Talenggeng sering masuk keluar kampung dan menjarah makanan dan ternak warga kampung setempat,” ujarnya.

    Bahkan dia mengatakan, kelompok tersebut masuk ke kampung warga lengkap dengan persenjataan, kemudian mereka mengambil ternak warga berupa babi dan hasil kebun milik warga berupa sayur dan ubi-ubian semuanya,”kata Sem.

    Bahkan saat mereka mengambil ternak dan bahan makanan warga, kelompok ini sering menodong warga dengan senjata apabila warga tidak menyerakan apa yang mereka inginkan dan mereka tak segan-segan melukai warga bahkan mengancam akan membunuh warga apabila tidak memberikan apa yang mereka inginkan.

    Yang lebih parah lagi kalau kelompok tersebut mengeluarkan satu tembakan ke udara berati warga kampung harus membayar uang peluru yang ditembak tersebut sebesar satu juta rupiah.

    Lebih jauh Sem mengatakan, Kelompok ini telah melakukan teror dan intimidasi terhadap warga di kampung Kurulena sejak dua tahun lalu (2008) sampai sekarang, namun warga tidak mampu berbuat apa-apa hanya pasrah lantaran kelompok itu sangat banyak sekitar 500 orang yang dilengkapi dengan sejata organik yang diperkirakan sekitar 100 sampai 200 pucuk senjata.

    Akibat gangguan keamanan dan setelah penembakan terhadap karyawan PT.Modernitu, kata Sam, warga kampung Kurulena pun merasa terancam dan takut karena pemembakan terjadi didekat kampung tersebut sehingga warga memilih mengungsi ke kota Mulia meninggalkan kampung.

    Menurutnya,penembakan terhadap karyawan PT. Modern itu hanya masalah sepele,dimana kelompok Goliat Tabuni dimpimpin Telenggeng meminta uang dari PT. Modern sebesar Rp 100 juta namun yang diberikan PT. Modern hanya Rp 50juta, sehingga kelompok yang bersangkutan marah lalu melakukan penembakan terhadap karyawan PT Modern tersebut yang menewaskan 3 orang.

    “Peristiwa penembakan itu membuat warga kampung Kurulena mesara terancam lantaran sebelum peristiwa penembakan itu, Kelompok Talenggeng sering melakukan teror terhadap warga kampung yang selama ini membantu perusahaan untuk pembangunan jalan tersebut. Dan saat ini warga kampung akhirnya memilih mengungsi meninggalkan kampung ke kota Mulia,” papar Sem.

    Selain warga kampung Kurelena, ada beberapa kampung di Distrik Nimboluk juga menggungsi ke Kota Mulia, lantara mereka terancam dari kelompok Goliat Tabuni yang dipimpin oleh Renius Talenggeng.[eka- ngutip : papos online ]

  • Di Mulia, Tukang Ojek Dibunuh OTK

    JAYAPURA-Kasus pembunuhan yang dilakukan oleh orang tak dikenal (OTK) kembali terjadi di Mulia, Kabupaten Puncak Jaya, Papua, Jumat (26/2) kemarin.

    Jika sebelumnya seorang anggota Brimob Polda Papua, Briptu Sahrul Mahulau (23) tewas ditembak OTK, maka Jumat (26/2) kemarin seorang tukang ojek bernama Muganif Pulance (32) yang sering beroperasi di Kota Mulia juga tewas.

    Korban ditemukan tewas mengenaskan di Kampung Wuyukwi, Distrik Mulia 300 meter dari pusat kota lama sekitar pukul 10.30 WIT. Saat ditemukan, korban ditutupi alang-alang dan di bagian lehernya nyaris putus, diduga karena dikampak oleh para pelakunya.

    Kapolres Puncak Jaya AKBP Alex Korwa saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos melalui telepon selulernya mengatakan, pihaknya menerima adanya penemuan mayat sekitar pukul 09.00 WIT, setelah itu langsung bergerak menuju TKP dan menemukan sosok mayat yang ditutupi alang-alang bersama kendaraan sepeda motor milik korban DS 2538 AO.

    “Mendapatkan laporan itu kami langsung melakukan olah TKP untuk mengetahui motifnya,” ungkap Kapolres.

    Untuk saksi-saksi kejadian ini, pihaknya belum melakukan pemeriksaan, sebab saat bergerak menuju TKP tidak satupun orang ada di sekitar TKP, sehingga belum ada saksi yang diperiksa.

    Namun demikian, pihaknya akan tetap melakukan penyelidikan lebih lanjut sehingga bisa menemukan titik terang siapa pelakunya.

    Sementara itu, Pabung Puncak Jaya, Kapten Inf. Junaedi mengungkapkannya, penemuan mayat ini berawal dari seorang purnawirawan TNI yang melihat mayat ditutupi dengan alang-alang tepatnya di gang (jalan setapak) masuk ke arah Gereja Agape bersama motor DS 2538 AO.

    Dugaan pembunuhan itu, menurut Pabung Puncak Jaya dilakukan dengan menggunakan kampak hingga mengenai bagian rahang tembus ke belakang. Sebelumnya, korban diduga membawa penumpang ke Kampung Wuyukwi dan diduga pada saat pulang itu korban kemudian dibunuh.

    Setelah dievakuasi dari TKP, korban kemudian diotopsi di RSUD Mulia dan selanjutnya diterbangkan ke Jayapura dan kemudian diterbangkan ke kampung halamannya. “Jenazah dibawa ke Jayapura dengan menggunakan pesawat Susi Air bersama istri dan anaknya,” tandasnya. (nal/fud)
    (scorpions)
    ===============
    Selasa, 16/02/2010 19:26 WIB
    Anggota Polda Papua Tewas
    Polisi Telusuri Indikasi Keterlibatan OPM
    Didit Tri Kertapati – detikNews

    Jakarta – Kepolisian terus menelusuri indikasi keterlibatan Organisai Papua Merdeka (OPM) dalam aksi penembakan yang menyebabkan seorang anggota Brimob Polda Papua tewas. Akibat peristiwa itu peningkatan kewaspadaan menjadi prioritas Kepolisian di wilayah Papua.

    “Dari peristiwa kemarin, peningkatan kewaspadaan menjadi prioritas, nanti ke depan tidak ada lagi under estimate. Keluar petugas sendirian, karena di tempat umum mereka melakukan hal tersebut,” kata Kadivhumas Mabes Polri Irjen Pol Edward Aritonang di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Selasa (16/2/2010).

    Edward mengatakan ada indikasi pelaku adalah anggota OPM. Namun saat ini belum ada kesimpulan hingga proses pemeriksaan saksi dan penyelidikan selesai.

    “Dugaan sementara seperti itu,” imbuhnya.

    Menurut Edward ada beberapa akar permasalahan di Papua yang menyebabkan sering terjadinya konflik. Antara lain adalah adanya sekelompok orang yang menginginkan Papua melepaskan diri dari NKRI dan soal pemekaran daerah.

    “Polisi tidak bisa sampai ke akar masalah tersebut. Kita berharap dari pemerintah secara komprehensif bisa mengatasinya. Kita sudah memberi rekomendasi kepada pemerintah, tapi kalau masalah pemekaran ada yang setuju ada yang tidak. Kalau masalah keluar NKRI jelas tidak bisa karena itu sudah harga mati,” jelasnya.

    (mpr/nwk Cepos)

  • Aspirasi Tuntut Merdeka Kembali Disuarakan

    JAYAPURA – Ratusan massa yang menamakan dirinya Solidaritas HAM, Hukum dan Demokrasi Papua kembali menyuarakan aspirasi Papua Merdeka lewat aksi demo damai yang dilakukan di DPRP, Senin (22/2) kemarin.

    Aksi demo yang berlangsung tertib itu, awalnya massa berkumpul dari Perunas III Waena sekitar pukul 09.00 Wit.

    Massa dengan berjalan kaki menuju Ekspo Waena. Sesampainya di depan Ekspo Waena sekitar pukul 09.45 WIT kemudian massa yang dari Perumnas III bergabung dengan massa yang telah menunggu di Ekpo Waena. Disana mereka kemudian beberapa orasi.

    Dalam orasinya, para pendemo beberapa kali meneriakan ‘Papua Merdeka’. Mereka juga mengajak rakyat Papua untuk memperjuangkan hak-hak rakyat Papua yang selama ini tertindas. Kemudian setelah massa semakin banyak selanjutnya massa hendak berjalan kaki kearah Abepura.

    Setelah berkoordinasi dengan Pihak Polsekta Abepura yang dipimpin langsung oleh Polsekta Abepura AKP Yafet Karafir akhirnya pihak kepolisian mengijinkan para pendemo untuk melakukan long much.

    Para pendemo dengan berjalan kaki sambil bernyanyi dan terus meneriakan ‘Papua Merdeka’. Selain itu, para pendemo menggelar spanduk yang isinya ; Pemerintah segera tarik pasukan organic dan non organic , Stop militerisme di Papua. Negara bertanggung jawab atas seluruh korban pelanggaran HAM di Papua.

    Selain spanduk para pendemo juga membawa beberapa pamflet yang diantaranya tertulis, Papua tanah damai hanyalah hayalan. Hentikan kekerasan terhadap tahanan Napol Tapol, bebaskan tahanan Tapol dan Napol di Papua. Stop militerisme di Papua, stop pembunuhan di luar proses hukum, hentikan penambahan kodam di Tanah Papua, hentikan bisnis di Tanah Papua, rakyat Papua lawan penindasan, dan pamphlet-pamflet lainnya.

    Sesampainya di Padang Bulan ratusan massa itu dihentikan aksinya oleh pihak kepolisian karena aksi itu cukup mengganggu arus lalu lintas. Setelah berkoordinasi dengan aparat, kemudian disediakan lima buah truk dan satu buah taxi untuk mengangkut mereka. Ratusan pendemo kemudian menuju ke Abepura.

    Sesampainya di Abepura tepatnya di depan Kantor Pos Abepura mobil yang dikendarai pendemo langsung berhenti dan para pendemo kembali berkoordinasi dengan pihak kepolisian akan melanjutkan aksinya tersebut ke DPRP.

    Pengawalan ketat dari aparat gabungan Dalmas Mapolresta Jayapura dan Brimob sebanyak 1 kompi plus ditambah 1 unit kendaraan Water Canon telah disiagakan di Taman Imbi guna mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. ”Dalam mengantisipasi hal-hal yang tidak kita inginkan dalam aksi demo ini, kami telah menyiagakan pasukan untuk siap siaga,”ungkap Kapolresta Jayapura, AKBP. H. Imam Setiawan, SIK kepada wartawan disela-sela aksi demo tersebut.

    Massa yang tiba di DPRP dengan berjalan kaki sambil membawa spanduk dan pamflet langsung masuk kemudian meneriakkan Papua Merdeka dan mengelilingi bundaran taman air yang ada di DPRP. Setelah tiba kemudian massa langsung membentangkan spanduk lain yang bertuliskan ”Pemerintah segera bebaskan Tapol/Napol tanpa syarat kemudian
    Pemerintah RI segera membuka ruang HAM dan Demokrasi bagi rakyat Papua serta meminta supaya pemerintah segera menarik pasukan organik maupun non organik.

    Sambil melakukan orasi secara bergantian dari masing-masing daerah dan kota. Dalam orasi-orasinya, Koordinator aksi, Usama Yogobi meminta supaya semua tahanan politik (Tapol) dan narapidana politik (Napol) dibebaskan tanpa syarat kemudian meminta kepada aparat kepolisian mengungkap kasus penembakan Opinus Tabuni di Wamena yang sampai sekarang tidak jelas.

    Massa sempat menunggu lama ada pihak DPRP yang turun menemui namun menurut informasi bahwa hampir seluruhnya anggota DPRP sedang tidak ditempat karena sedang mengikuti Raker Bupati Se-Pegunungan Tengah di Wamena. Sambil menunggu, orasi terus berlanjut dan akhirnya Wakil Ketua II DPRP, Komarudin Watubun, SH, MH bersama Wakil Ketua Komisi A, Ir. Weynand Watori, anggota Komisi A, Amal Saleh, Wakil Ketua Komisi B, H. Zainuddin Sawiyah, SH dan anggota Komisi E, H. Maddu Mallu, SE turun untuk menemui mereka.

    Namun sangat disayangkan meskipun pihak DPRP sudah menemui mereka tampaknya massa menginginkan Ketua DPRP, Drs. John Ibo, MM yang datang menemui namun berkat proses negosiasi dan pemahaman bahwa Ketua DPRP sedang tidak ditempat maka Wakil Ketua II yang menerima. Alasan itu akhirnya diterima massa namun tidak serta merta langsung memberikan semua pernyataan sikapnya sehingga dialog secara singkat pun terjadi. Massa meminta supaya DPRP bekerja untuk memperjuangkan pembebasan sejumlah tapol dan napol lewat pembentukan tim.

    ”Aspirasi ini tetap akan kami tindaklanjuti dan akan menjadi agenda sehingga untuk memutuskan permintaan itu kami tidak bisa karena harus lewat mekanisme. Kemudian menyangkut pembentukan tim itu akan ditinjau kembali karena akan lebih koordinasi dengan pimpinan DPRP sedangkan untuk pembebasan tapol dan napol, hal itu akan dikoordinasikan kepada Komisi A yang membidanginya sehingga perlu dibahas lebih jauh,”jelas Komarudin. (dni/nal/luc) (scorpions)

  • PERPECAHAN INTERNAL MEMPERLAMBAT KEMAJUAN WEST PAPUA

    Written by Kummeser

    West Papua dalam decade 2000- 2010 selalu menjadi bola panas dalam pertemuan Forum Kepulauan Pasifik ( Pasific Islands Forum) sebagai salah satu isu keamanan regional, tetapi perpecahan internal dalam gerekan kemerdekaan membuat diskusi-diskusi dalam forum tersebut tanpak kurang menjadi penting.

    Tidak seperti tahun 2000, ketika bangsa West Papua terwakili dalam pertemuan Forum Kepulauan Pasifik di Kribati. Nauru — salah satu pendukung teguh gerakan kemerdekaan West Papua sebagai penyelenggara pertemuan tahun 2001, menolak visa bagi empat orang aktivis West Papua , termasuk juru bicara Presidium Dewan Papua Frans Alberth Yoku. Tak cuma itu Dirk Kereway, aktivis West Papua yang beroposisi dengan PDP, juga ditolak visanya untuk memasuki Nauru . Rene Harris mengatakan visa mereka ditolak sebab dia khawatir mereka akan berselisih paham tentang siapa utusan gerekan Kemerdekaan West Papua yang seharusnya diijinkan menghadiri Forum Kepulauan Pasifik. Rene Harris juga tak ingin menyaksikan kentaranya perpecahan di antara orang West Papua dalam Forum Kepulauan Pasifik.

    Harris menyeruhkan kepada para pimpinan West Papua untuk membereskan dulu rumah tangga mereka. Ia juga menambahkan bahwa

  • Pemimpin Papua Takut!

    Pemimpin Papua takut mati karena itu para pemimpin Papua sama juga dengan bahasa lain di sebut sebagai orang-orang pengecu! PEMIMPIN PAPUA PENGECUT!

    “Kullu nafsin daaiqotul maut”; Artinya :”Semua yang bernyawa pasti akan mengalami kematian” (Al-Qur’an).

    Kematian adalah sesuatu hal yang misterius bagi siapa saja umat manusia. Karena itu pandangan terhadapnya berbeda-beda bagi semua suku bangsa dunia. Suku Dani Lembah Balim Papua memilik pandangan agak berbeda. Beberapa tahun lalu dan kini mungkin masih ada, manusia mati sekali dan selamanya. Tiada ada kehidupan sesudah kematian. Hidup pasti mati dan kematian selamanya tanpa ada lagi kehidupan sesudah kematian, demikian pandangan Suku Dani Lembah Balim Jayawi Jaya Papua. Hal ini mungkin berbeda sebagaimana pandangan baru dari ajaran agama monoteisme yang dibawa datang orang ke Papua dari ajaran semit (Islam, Kristen dan Yahudi).

    Maka sebagai itu, Bagi Suku Dani Lembah Balim Jayawi jaya Papua, potong telingga, potong jari-jari, sebagai tanda perpisahan dan potongan-potongan itu sebagai “kenang-kenangan”, bagi kerabat terkasih yang pergi selamanya. Potongan jari atau telingga dimaksudkan sebagai “kenang-kenangan atau hadiah” untuk dibawa pergi selamanya sebagai rasa cinta kepada kerabat yang berangakat selamanya, mati, tanpa akan ada alam kebangkitan lagi.

    Rasa rindu mendalam dari yang hidup diberikan kepada orang mati, potongan jari atau telingga, sebagai kenangan dan tanda perpisahan dari orang hidup kepada kerabat meninggal di dalam pandangan Suku Dani Balim Jayawi jaya Papua dengan demikian sangat rasional kalau mengikuti tahapan pemikiran berdasarkan teori sosiolog Ibnu Kholdun. Suku Dani di Lembah Balim Jayawi Jaya Papua dan sekitarnya tidak percaya pada kehidupan sesudah kematian, tapi kamatian adalah perpisahan selamanya tanpa ada kepercayaan bangkit kembali.

    Pandangan Suku Dani Papua ini mirip dengan para filosof abad 19 misalnya Albert Camus. “…Beberapa filsuf yang pesimis terhadap kehidupan, seperti Schoppenhauer dan Dorrow, memandang hidup manusia merupakan ‘lelucon yang mengerikan’. Sebab, bukanlah hidup ini hanyalah ‘antri untuk mati’, berupa deretan panjang peristiwa-peristiwa pribadi dan sosial menuju hal yang amat mengerikan, yaitu kematian?!” (Cak-Nur, 2000, h, 191).

    Oleh sebab itu Albert Camus, seorang filosof atheisme, (a=tidak, Theo=Tuhan, Isme=paham, nama pahlawan Papua Theys=percaya Tuhan, atheisme berarti paham tidak percaya Tuhan), berkebangsaan Prancis yang menganut paham nihilisme karena hidup manusia sesungguhnya tanpa makna atau dengan kata lain hidup manusia tidak ada artinya, singkatnya hidup atau mati sama saja, karena akhirnya mati juga. Maka bagi Albert Camus, mati sekarang atau nanti, mati juga, daripada hidup jadi beban lebih baik mati sekarang, dia mati, tembak kepalanya sendiri, (ada yang bilang Albert mati karena kecelakaan lalulintas).

    Itulah Albert Camus, seorang pemikir awal abad 20 yang menganggap bahwa hidup manusia dan harapan masuk sorga-neraka atau berjumpa dalam rumah Tuhan sesungguhnya bohong, nisbi belaka, hanya kata-kata bohong para Haji, Pendeta dan Pastor. Baginya hidup tanpa makna, mati jam ini atau nanti sama saja, mati juga, karena itu ajaran filsafatnya dinamakan nihilisme (nihil=0, kosong atau tidak ada makna, isme=paham/percaya, jadi Albert Camus tidak percaya pada kepercayaan, hidup tidak ada artinya). Karena itu Albert Camus sama sekali tidak percaya pada Tuhan, Yesus, dan lain-lain semua, soal menyangkut kata percaya.

    Dia sama sekali tidak percaya pada keberadaan sorga, neraka, malaikat, iblis, setan, hari kiamat, sepenuhnya dia tidak percaya apa yang dinamakan oleh manusia beragama sebagai TUHAN. Dia malah sangsi, akan eksistensi keberadaan tempat dan bagaimana sesungguhnya kebohongan pengakuan saksi-saksi manusia. Dia malah menganggap pembohong, orang beragama! Dia sangsi atas kesaksian Haji, Ustadz, Muballiqh, Pendeta, Pastor dalam soal Tuhan benar apa tidak, tapi baginya Tuhan memang tidak ada. Dia tidak percaya Tuhan.

    Kembali pada tema soal kematian. Jadi intinya bahwa kematian bagi manusia adalah hukum kepastian. Apakah manusia menginginkannya atau tidak semua yang bernyawa pasti akan mati dan itu dimana-mana dan kapan saja, apakah kita merencanakan atau tidak, kapan kita mau mati, sekarang atau esok, kita menyadari mati atau tidak, kematian selalu pasti kita akan mengalaminya. Dan itu berlaku semua bagi manusia dan makhluk bernyawa lain.

    Tapi kenapa kebanyakan kita manusia selalu menghindari kematian dan menginginkan kehidupan terus-menerus? Padahal manusia semua akan menempuh dan melewati jalan kepastian, yakni kematian? Kapan saja, apakah kita mau atau tidak, yang namanya makhluk hidup, pasti mati. Karenanya kematian suatu hal yang pasti dan senantiasa menunggu kita melewatinya.

    Bukankah hidup juga hanya untuk mati? Berarati kematian hanya masalah waktu, sekali lagi, hanya masalah waktu, mati sekarang atau besok, semua pasti mati. Hidup untuk mati itu hanya soal waktu, kapan saja dan selalu dimana-mana kita semua manusia sedang menunggu hukum kepastian itu, yakni kematian! Kalau begitu kenapa kita manusia takut pada kemantian? Padahal hanya soal waktu mati sekarang atau nanti?!

    Hidup Mulia Atau Mati Nista!

    Silahkan pilih! Jalan mana, hidup tapi mati, atau mati tapi hidup. Kata pertama mengandaikan pada kita, bahwa sekalipun kita hidup tapi sesungguhnya kita mati atau mengalami proses kematian dengan akibat tidak sedikit tanpa kita menyadari akibat buruk dari suatu pilihan kita pada masa lalu. Berbeda dari kalimat kedua, walaupun memang benar kita mati tapi sesungguhnya mengandung implikasi menghidupkan senantiasa (survival).

    Belakangan ini ada istilah genosida atau ecosida yang maksudnya sama arti dengan judul buku Sendius Wonda, yang dilarang Penguasa NKRI, “Tenggelamnya Ras Melanesia”. Jawaban mana yang dipilih para pemimpin Papua kalau dihadapkan pada dua pilihan ini, maka kita sudah tahu jawaban mereka sudah sejak awal.

    Singkatnya kita yakin tidak ada pemimpin Papua berani menjawab dan menjalani perjuangan pada pilihan kedua. Sebab kita semua tahu bahwa umumnya para tokoh dan pemuka sebagai pemimpin Papua sudah pilih jalan pertama yakni hidup tapi mati. Artinya jargon “Papua Zona Damai” sama juga dengan pilihan jalan “hidup tapi mati” bukan pilih jalan “mati tapi hidup atau hidup dalam mati”.

    Kalau ditanyakan pada orang Papua yang mengaku diri sebagai Pejuang Papua Merdeka, maka jawaban yang paling banyak mungkin di jawab atau dimaui mereka (para pemimpin Papua) dan jalan itu sudah lama ditetapkan dan kini kita sedang di ajak menempuh jalan itu yakni pilihan mereka pada “hidup tapi hakekat sesunguhnya kita mati”. Karena tadi itu, Papua Zona Damai tanpa kedamaian malah dalam proses pelenyapan (unnihilasi) oleh penjajah.

    Jika pertanyaannnya dibalik misalnya: “Para pejuang Papua, pilih mana, mati mulia atau hidup hina! Maka jawabannya pasti pada pilihan jawaban yang kedua bukan yang pertama. Mau buktinya? Karena kata kedua semakna dengan “Papua Zona Damai”. Menurut filsafat yang bersibuk diri dengan analisa kata, Papua Zona Damai dan Hidup Hina sama saja, dua kalimat itu namanya tautologies, demikian kata kuncinya sebagai argumentasi apologi keyakinan kita ini yang hakekatnya sudah di ketahui “genosida”.

    Alasan karena “ Papua Zona Damai” maka perjuangan harus ditempuh dengan jalan damai tidak menunjukkan suatu makna yang berarti kecuali kalimat apologetis dari kata tak bermakna atau kata yang maksudnya sama dengan “hidup hina takut mati yang berarti sama maksudnya dengan “Papua Zona Damai” atau lebih baik hidup hina daripada mati yang menakutkan?!”, padahal itu hanyalah kalimat tautologis.

    Mengatakan “Papua Zona Damai” sama dengan “Baik Hidup Hina daripada Mati Menakutkan!” Kalau itu jawaban pemimpin, maka pemimpin yang mengatakan demikian itu adalah para pemimpin takut, pengecut! Bukan pemimpin sejati! Pemimpin Papua harus berani, mati atau hidup! Papua merdeka adalah utama dan segala-galanya, jika ada pemimpin demikian maka itulah pemimpin sejati bangsa Papua! Karena kematian bukan factor utama bagi kemerdekaan bangsa Papua, sama saja Papua Zona Damai bukan kepentingan kemerdekaan bangsa Papua tapi sama sekali bukan kepentingan merdeka tapi melemahkan perjuangan Papua merdeka.

    Karena takut lawan dan tidak mau berani merdeka atau factor X lain, mereka mau jawab keinginan rakyat Papua dengan alamat yang ditunjuk bukan jalan ini tapi jalan lain, jalan jauh sana, bukan disini, tapi jalan dengan kata atau bahasa “Zona Damai”. Apa yang terjadi? Itu sama artinya menghalangi keinginan Rakyat Papua sesungguhnya, mereka dengan kata “Papua Zona Damai, melukakukan tindakan yang akibatnya kesampingkan tujuan utama yang sangat mulia yakni perjuangan Papua merdeka atau kita bangsa dan rakyat umumnya Papua ditakut-takuti, seperti anak kecil dengan setan, awas bahaya ada setan!

    Berarti pemimpin Papua tipe dan model begini ini sebenarnya sudah mati tapi mengaku hidup damai. Umumnya karena itu mentalitas yan tercipta pada pilihan takut hidup tapi mengaku berjuang damai adalah mati hidup alias hidup tanpa kehidupan, taruhannya adalah harga diri, terjajah mengaku perjuangan damai sebagai apologi dibalik argumentasi lain kehidupan dan perjuangan untuk hidup hina ternista.

    Pilihan ini sebagai akibatnya yang terjadi pada level rakyat adalah mentalitas coplex imferiority, rakyat jadinya lama-kelamaan pada stadium penyakit kejiwaan yang akut sulit disembuhkan. Dampak sosial lainnya dari pilihan perjuangan “Papua Zona Damai” adalah hegemoni budaya asing, penjajah, masyarakat dan rakyat terjajah dihilangkan dari masa lalu mereka, rakyat menjadi teralienasi dari hakekat budaya dan diri mereka, mereka jadinya devrivasi dan dislokasi.

    Hidup Atau Mati Sama Saja

    Kita mengira atau mengharap ingin hidup selamanya tapi selalu pasti mati tanpa kita mengharapkannya, cepat atau lambat kapan saja waktunya. Kalau begitu siapa dan mengapa kita takut mati? Padahal hidup sesungguhnya hanya menunggu kematian? Mati sekarang atau esok semua manusia akan melewati jalan itu, yakni jalan kematian. Pasti semua orang akan melaluinya, kalau begitu mengapa kita takut mati? Apalagi hidup dengan nasib tertindas dan terjajah seperti halnya bangsa Papua?

    Bukankah itu berarti itu sesungguhnya kematian sesungguhnya kalau tanpa ada perjuangan untuk hidup, hidup mulia dan harkat dan martabat diri sebagai sebuah bangsa adalah kehidupan abadi sebuah bangsa daripada hidup dibawah penjajahan adalah hidup kematian sesungguhnya? Kalau begitu dimana arti kehidupan sesungguhnya? Kenapa kalau memang kita hidup dan damai lalu ada istilah ketakutan dan teriak-teriak dengan istilah genosida?

    Benarkah kita hidup atau sesungguhnya di balik alasan damai kita mengalami proses pelenyapan (unnihilisasi)? Perhatikan istilah pelenyapan tidak sama dengan kepunahan. Yang terjadi saat ini dibalik istilah zona aman damai para tokoh agama, nasib sesungguhnya terjadi adalah bukan lagi pemusnahan tapi sudah pada usaha pelenyapan (unnihilasi). Orang Papua ditiadakan oleh suatu sistem yan itu tidak disadari oleh siapapun karena dihadapan kita kata-kata manis sudah kita telan padahal kita menelan sebuah kata penyakit yakni kata “Papua Zona Damai”, lebih berbahaya dari pada HIV/AIDS sekalipun.

    Mengapa kata “Papua Zona Damai” lebih berbahaya daripada HIV/AIDS? Karena Zona Damai tanpa menyadari dan kita terima dengan suka dan harapan berbeda dari pilihan penyakit, sudah pasti dari semula dan kita tolak karena tahu alasan bahayanya dari awal, beda dari kata, “Papua Zona Damai”, seakan nyaman, baik, menuduhkan tapi luar biasa akibat buruknya dan kerusakan diakibatkannya lebih parah dari yang dibayangkan.

    Pilahan orang Papua saat ini hanya ada dua saja tanpa ada pilihan lain, misalnya jalan pilihan selain mati dan hidup, tidak ada jalan lain ke tiga atau sintesa dari dua tesis dan anti tesis. Siapa takut hidup, maka sesungguhnya dia mati dan atau mengalami proses kematian. Tapi mengapa orang Papua takut kematian selalu? Padahal mati adalah untuk hidup hakekat sesungguhnya kalau mau dimengerti? “Merdeka atau Mati” itu saja, tidak ada kata bohong, “Papua Zona Damai”.

    Hakekat Papua Merdeka

    a). Merdeka secara substansial

    Bagi penanut ini jarang bagi mereka biasanya lebih mementingkan substansi bukan formalistik dengan segala atribut dan batas teritory lainnya yang umumnya bersifat lambang. Mungkin Gus-Dur penganut idealisme ini, karenanya baginya pengguanaan “hai Tanhku Papua dan Bintang Kejora adalah lambang cultural bagi rakyat Papua dan itu sebagai indentitas yang orang Papua boleh menggunakannya.

    Misalnya Era pemerintahan Gus-Dur, orang silahkan naikkan Bintang Kejora setengah tiang atau apalagi noken gelang buatan mama-mama Paniai dan mama-mama Serui-Biak di emperan tokoh dan pasar Ampera Jayapura tidak ditakutkan sebagaimana ketakutan era pemerintahan SBY-JK sekaran ini. Misal lainnya penggunaan nama Irian Jaya menjadi Papua bagi paham model substansiali adalah biasa sebab nama-hanya semata-mata nama kecuali mengganggu stabilitas kedaulatan NKRI, pengunaan kekerasan sebagai jalan terakhir ditempuh sebagai pertahanan kekuasaan nasional.

    b). Kemerdekaan simbolik

    Dalam era ini pemerintahan yang berkuasa di NKRI –lebih-lebih era Mega-Hamzah –kini dipentingkan. Cara berfikir mereka legal formalistik. Karena itu wajar pemakaian gelang, noken dan atribut kesenian sebagai sebuah kebangaan identitas rakyat Papua sangat di takuti pihak penguasa untuk orang Papua memakainya. Apalagi menyanyikan lau Hai Tanahku Papua pada 1 Desember 2008 ini nanti denan menaikkan bintan kejora bagi cara pikir ini adalah tindakan subversif. Intinya mereka yan dipentingkan adalah hal-hal yang bersifat simbol.

    c). Tujuan  Papua Merdeka

    Secara sederhana tujuan Papua Merdeka dimaksud adalah untuk menciptakan kesejahteraaan dan melaksanakan pemerintahan tanpa tekanan pihak manapun dari campur tangan asing. Berarti apa yang dimaksud Papua merdeka adalah bebas dari tekanan dan campur tangan pihak lain, baik sebagai penjajah ataupun dari mereka yang melaksanakan kekuasaan pemerintahan secara sewenang-wenang.

    Maka maksud tujuan Papua Merdeka adalah mengatur pemerintahan (kekuasaan) dan mewujudkan kesejahteraan hidup agar “Papua Zona Damai”, dengan jalan mengurus keperluan dari oleh untuk diri sendiri, agar hidup mulia dimata bangsa lain. Maka Papua merdeka sama artinya dengan menciptakan “Papua Zona Damai” dalam artinya sesunggunya. Tapi kalau sekarang mengatakan “Papua Zona Damai” berarti sama maksud dan artinya dengan menerima dijajah Penjajah Indonesia/NKRI.

    Hakekat Papua merdeka selama ini belum banyak diketahui. Padahal ini sangat penting agar didukung semua kalangan dan semua pihak. Mengapa hal ini bisa terjadi (kebanyak rakyat “amber” belum mengerti) apa maksud dan tujuan Papua Merdeka?
    Banyak alasan tapi, Papua Merdeka, mendengar kata ini asumsi umum selama ini identik bunuh-membunuh antara TNI/POLRI disatu pihak dan TPN/OPM di pihak lain dalam rakyat Papua. Padahal hakekat sesungguhnya berjuang untuk Papua merdeka
    dan mati karena untuk berjuang tujuan Papua merdeka sesungguhnya adalah mulia mati di mata Tuhan dan dimata manusia.

    Kerja untuk perjuangan Papua Merdeka sebagai jalan menegakkan tujuan mulia dan suci yakni Papua Merdeka oleh TPN/OPM dan PDP misalnya Thaha Al-Hamid dan rakyat Papua umumnya belum banyak dimengerti maksud tujuannya secara baik oleh semua pihak rakyat Papua. Karena stigma negatif dan pencitraan secara besar-besaran oleh pihak penjajah untuk membenarkan tindakan dan kepentingan penjajahan mereka atas bangsa Papua, juga karena selama ini belum pernah ada penjelasan secara baik tentang maksud-tujuan dan hakekat dari Papua merdeka oleh orang Papua sendiri beserta organ perjuangannya sangat minim dirasakan.

    Karena itu inti dan hakekat dari Papua merdeka selama ini belum jelas bagi masyarakat “amber” Papua. Tulisan ini mencoba mencari tahu pengertian kita (tolong bedakan kata kita dan kami, kata pertama melingkup semua, kedua membatasi saya dan hanya teman-teman saya saja tanpa anda). Nah, judul tulisan ini mencoba mau mengerti sejauh mana cakupan dan harapan dari perjuangan Papua merdeka.

    Apa yang dimaksud Papua merdeka dan seterusnya penting diperkenalkan pada semua pihak bahwa tujuan perjuangan Papua merdeka adalah mulia dan suci, sejalan dengan Islam, Al-Qur’an dan juga semua agama lain menyangkut pesan moral. Syekh Yusuf Al-Makassari (seorang ulama sufi) dari Sulawesi Selatan pernah membuktikannya bersama Nelson Mandela di Afrika Selatan. Bangkit Lawan Penjajah Sekarang Juga atau Kau Lenyap!

    (bersambung)

  • West Papua Revolutionary Army (WPRA) dan Wacana Dialogue Kebangsaan

    Menanggapi berbagai gelagat penjajah belakangan ini, khususnya memobilisasi kekuatan Masyarakat Papua untuk melakukan Dialogue yang dinamakan “DIALOGUE KEBANGSAAN” oleh NKRI dengan pentolan Kaum Papua Indonesia (Papindo) yang ada dalam berbagai jajaran pemerintahan ataupun berbagai lembaga yang mengatasnamakan Rakyat atau Bangsa Papua, yang didorong oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), maka dengan ini dihimbau kepada seluruh rakyat West Papua dimanapun berada agar:

    1. Mengikuti langkah-langkah yang diambil Markas Pusat Pertahanan West Papua Revolutionary Army atau Tentara Revolusi West Papua;
    2. Tidak mudah terpengaruh dengan hasutan-hasutan penjajah yang hendak menggiring isu, bangsa dan perjuangan untuk Papua Merdeka menuju kepada sebuah Dialogue secara bersama untuk mengamankan situasi, mengikuti langkah perdamaian yang dilakukan di Nangroe Acheh Darussalam;
    3. Memperhatikan gerakan yang mengatasnamakan perjuangan bangsa Papua yang mengarahkan orang Papua untuk mempersatukan barisan dan organisasi. Apa artinya mempersatukan organisasi dalam satu lembaga baru dengan mengabaikan Organisasi Papua Merdeka, malahan menjadikan Organisasi Papua Merdeka di bawah lembaga-lembaga bentukan baru dimaksud? Apakah ini gelagat penjajah untuk secara sistematis MENGHAPUS NAMA DAN KEBERHASILAN KERJA OPM selama ini? Siapa yang menomor-dua-kan OPM berarti adalah musuh seluruh bangsa Papua;
    4. Menjanjikan kepada bangsa Papua dengan janji-janji bantuan dari Amerika Serikat, dukungan Vanuatu, dan lain sebagainya, TANPA bukti Surat Dukungan, Dokumen Negara atau sumber informasi yang jelas, dengan sengaja untuk membangun semangat di hati bangsa Papua, yang kemudian kalau tidak ada bukti janji-janji itu, maka orang Papua menjadi muak/ tidak bersemangat lagi untuk berjuang. Ini gelagat penjajah dalam membangun harapan palsu/ kosong, dan kemudian berakibat kekecewaan, yang akibatnya orang Papua tidak mau berjuang untuk jatidiri dan hak fundamentalnya. (more…)
Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?