Tag: gelagat Papua “M”

  • Pemerintah Indonesia Terapkan Standar Ganda untuk Warga Negaranya Sendiri

    Demonstrasi pro Papua merdeka
    Demonstrasi pro Papua merdeka dan kelompok pendukung negara Islam Indonesia. Foto: Ist.

    Jayapura, MAJALAH SELANGKAH — Pemerintah Indonesia dinilai menerapkan standar ganda kepada warga Negara. Ada perbedaan perlakuan antara orang Papua yang berideologi Merdeka dan kelompok beridelogi Negara Islam Indonesia di provinsi lain di Indonesia. Standar ganda ini berlaku juga dalam hal kebebasan pers.

    Dalam wawancara elektronik, malam ini, Rabu (06/08/14), Peneliti Human Rights Watch (HRW), Andreas Harsono mengatakan, di Papua, selama puluhan tahun, aktivis Papua biasa ditangkap, sering disiksa dan dihukum penjara, dari hanya beberapa tahun sampai 15 tahun, hanya karena mereka bicara soal merdeka. Mereka dikenai pasal-pasal makar.

    Tetapi, jika dibandingkan, cita-cita dari ISIS maupun Jamaah Islamiyah, bahkan Hizbut Tahrir, adalah mendirikan negara Islam di Indonesia, pemerintah melakukan advokasi berbeda. ISIS dan Jamaah Islamiyah memakai kekerasan. Hizbut Tahrir tak menggunakan kekerasan.

    Selengkapnya di MAJALAHSELANGKAH.com

  • Protected: Wone age ti aret, mukuk eruwok

    This content is password protected. To view it please enter your password below:

  • Kontak Tembak di Puncah Jaya, Dua Prajurit TNI Terluka

    Jayapura, 25/4 (Jubi) – Kontak tembak kembali terjadi di Kabupaten Puncak Jaya, tepatnya di Gurage, Distrik Mulia, mengakibatkan dua orang anggota Yonif Batalyon 751 Raider terkena tembakan.

    Dari data yang dihimpun media ini, Jumat (25/4) siang tadi, kontak tembak terjadi sekitar pukul 13.40 WIT antara TNI dan kelompok bersenjata. Dua anggota TNI terluka dalam insiden itu, masing-masing Polang Harahap terluka pada bagian pelipis dan Rahman Hakim luka tembak di bahu.

    Kepala Penerangan Kodam XVII Cenderawasih, Letnat Kolonel Rikas Hidayatullah menjelaskan kejadian tersebut bermula saat petugas pos pengamanan Gurage dari Batalyon Yonif 751 Raider sedang berpatroli di sekitar tempat kejadian.

    Tiba-tiba saja mereka diserang kelompok bersenjata tersebut. Akibatnya, Rahman dan Polang terkena tembakan. Setelah itu, para pelaku langsung melarikan diri,” kata Rikas, Jumat (25/4).

    Dikatakan Rikas, anggota atas nama Rahman meninggal dunia karena menderita luka parah di bahunya, karena proses evakuasi cukup menyulitkan melihat kondisi geografis yang tidak memungkinkan dari Gurage menuju ke Rumah Sakit Umum (RSUD) Mulia, Puncak Jaya.

    “Jarak wilayah itu menuju ke Mulia bisa memakan waktu hingga berjam-jam. Hingga saat ini, jenazah almarhum masih dalam evakuasi menuju ke Kota Mulia dan kami pun masih mencari pesawat untuk mengantarkan jenazah ke Jayapura, Sabtu (26/4) besok,”

    ujar Rikas.

    Komandan Batalyon 751 Raider, Sentani Kabupaten Jayapura, Letnan Kolonel Infanteri Luqman Arief kepada tabloidjubi.com menyesalkan adanya kontak tembak tersebut yang mengakibatkan salah satu prajurit terbaiknya gugur dalam tugas.

    “Sersan Rahman adalah putra terbaik kami, almarhum juga ada darah Papua, dia orang Genyem dan sudah berkeluarga, meninggalkan istri dan seorang anak,” kata Luqman via seluler.

    Menurut Luqman, istri almarhum seorang guru Taman Kanak-Kanak (TK) di Sentani, dari jejak istrinya itulah dia juga menularkan bakatnya mengajar anak-anak pada tempat tugasnya di kampung tersebut.

    “Almarhum baru saja dikirimi buku-buku oleh istrinya untuk menambah bahan mengajar di kampung tersebut, rencana almarhum besok diterbangkan dari Mulia ke Sentani, tapi belum ada informasi yang pasti,”

    ujar Luqman. (Jubi/Indrayadi TH)

  • Orang Papua Harus Bersatu Baru Bisa Merdeka

    Para pemateri dan moderator dalam diskusi dan seminar Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua se Indonesia(AMPTPI) di ruang pertemuan Asrama Mahasiswa Mimika, Waena Jayapura.(Jubi/dam)

    Jayapura, 22/3 (Jubi)-Saat ini orang Papua masih belum bersatu. Masing-masing mau bikin diri jadi presiden. Padahal, untuk mencapai semua itu mestinya orang Papua harus bersatu dan duduk bersama untuk bicara agar bisa merdeka. Semua masih mau jalan sendiri dan orang Papua saling baku tipu di antara mereka sendiri.

    Hal ini diungkapkan pejuang HAM Mama Yosepha Alomang , saat menjadi narasumber dalam Seminar dan Diskusi Publik

    “Memperjuangkan Keberpihakan Demokrasi bagi Rakyat Bangsa Papua Demi Terciptanya Keadilan dan Perdamaian”

    yang dilaksanakan oleh Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua se Indonesia(AMPTPI) di Asrama Mahasiswa Mimika, Sabtu(22/3).

    “Konflik yang terjadi di Timika sebenarnya hanya untuk kepentingan orang lain seperti pemerintah RI, bupati, Freeport dan juga TNI dan Polri. Justru masyarakat yang jadi korban: saudara bunuh saudara dan bapak menantu,,”

    kata Mama Yosepha Alomang.

    Dia menambahkan sebagai orang Amungme, mereka juga punya hukum adat yang sama dengan 10 perintah Allah. Jadi, jangan kira mereka tidak memiliki aturan tersebut.

    “Jadi saya pikir tidak mungkin anak-anak mau membunuh dorang punya bapak mantu atau saudara mereka sendiri,”

    kata penerima penghargaan HAM dan penghargaan Lingkungan Hidup Internasional itu.

    Dia menegaskan kepentingan pihak lain menyebabkan  orang Papua saling membunuh atas nama perang atau konflik.

    “Karena itu saya mengingatkan agar mari kitorang bersatu agar Papua bisa bicara bersama untuk Papua bisa Merdeka,”

    katanya

    Markus Haluk, Sekretaris Jenderal AMPTPI, mengatakan bahwa orang Papua saat ini tipu Papua atau ‘Patipa’ (Papua Tipu Papua), Papua Makan Papua (Pamapa), dan Papua Bunuh Papua (Pabupa).

    ”Karena itu, bagi saya dialog bukan tujuan, referendum bukan tujuan dan merdeka juga bukan tujuan,”

    katanya seraya menegaskan kalau itu semua merupakan jalan menuju kota emas dan itu semua harus dipahami.

    Markus mengatakan, jalan menuju kota emas harus dipahami oleh semua orang Papua sehingga tetap bekerja sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dimilikinya.

    Sementara itu salah satu pembicara lain, Ester Haluk, menegaskan di Papua bukan hanya aparat keamanan saja yang menjadi aktor represi terhadap ruang demokrasi saja tetapi elite Papua di birokrasi juga sangat alergi terhadap protes dan kritik dari masyarakat yang kritis.

    “Mereka berkolaborasi dengan pihak keamanan dalam menangani berbagai bentuk terror,ancaman dan intimidasi,”

    katanya.

    Dia menambahkan pemberangusan hak berdemokrasidi Papua sudah memuncak,dengan pameran kekuatan militer secara full saat mengawal semua proses maupun aksi damai yang biasa dilakukan kelompok-kelompok pro demokrasi di Papua.

    “Salah satu bukti nyata adalah pengerahan pasukan dengan perlengkapan lengkap plus panzer dan baracuda untuk mengawal aksi protes mahasiswa. Mereka juga melolakalisir mahasiswa untuk melakukan aksi hanya di lingkungan kampus saja,”

    katanya.

    Bukan hanya itu saja. Menurut Ester Haluk, izin melakukan aksi damai memprotes kebijakan yang merugikan masyarakat Papua sudah mulai sering tidak diberikan oleh Polda Papua dengan alasan mengganggu ketertiban umum. Celakanya lagi, kata Ester, aksi protes mahasiswa dalam mengkritisi kebiajakan juga dilindas dengan kekuatan militer dengan Memori of Understanding (MoU) antara pihak kampus dengan Polda Papua untuk menahan dan menangkap mahasiswa yang dianggap memotori aksi protes yang dilakukan kaum muda Papua yang juga mahasiswa.

    “Kasus terbaru yang saat ini terjadi adalah terror dan intimidasi terhadap Yusak Reba, akademisi Uncen yang menggunakan kapasitasnya sebagai akademisi untuk berbicara,”

    katanya.

    Dia mengatakan kebijakan-kebijakan negara juga telah dipakai dalam merepresi ruang demokrasi.

    “Banyak kebijakan negara yang cenderung mengutamakan negara dan merugikan masyarakat termasuk orang Papua,”

    katanya

    Ditambahkan pertama UU Tentang Organisasi Masyarakat/Ormas yang ditetap dalam UU No:8 Tahun 1985 yang diperbarui dalam UU No.17 Tahun 2013 meski telah menuai banyak protes tetap disahkan oleh DPR RI dan diberlakukan di seluruh Indonesia.

    “Ini artinya kebebasan berorganisasi dan mengeluarkan pendapat menjadi tabu, jika dilakukan oleh organisasi yang tidak terdaftar di Kesbangpol,”

    katanya.

    Kebijakan kedua lanjut dia adalah penetapan UU Anti Terrorisme lewat UU No 15 Tahun 2003 memberi akses penuh kehadiran militer untuk kembali bermain di ranah publik.

    ”Dalam undang-undang ini laporan inteleijen menjadi dasar kuat untuk penangkapan terhadap aktivis demokrasi yang terlebih dahulu diberi label melakukan kegiatan separatis,”

    katanya.

    Dana-dana dari luar negeri kata dia dengan kebijakan sentralistik dana-dana donor dari lembaga-lembaga di luar negeri ke Indonesia harus melalui kebijakan satu pintu dan juga memberikan akses kepada Badan Intelijen Negara(BIN) untuk memata-matai semua masalah finansial dari lembaga non pemerintah yang fokus mengangkat isu-isu Sipil Politik(Sipol) mau pun Ekosob.(Jubi/dominggus a mampioper)

     on March 23, 2014 at 01:30:09 WP,TJ

  • KNPB Serukan Boikot Pemilu 2014

    Juru Bicara Nasional KNPB, Bazoka Logo (Jubi/Arnold Belau)

    Jayapura, 21/3 (Jubi)— Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menyerukan kepada seluruh rakyat Papua Barat dari Sorong sampai Samarai untuk memboikot pemilihan legislatif maupun pemilhan presiden yang masing-masing akan digelar pada 9 April dan 9 Juli mendatang.

    Juru Bicara Komite Nasional Papua Barat, Bazoka Logo  mengatakan demokrasi Indonesia hanya menghipnotis rakyat West Papua melalui setiap pilkada maupun pemilu.

    “Demokrasi ala neokolonialisme Indonesia hanya menghipnotis rakyat West Papua selama lima puluh tahun dalam setiap pemilihan umum. Tetapi usaha itu tidak pernah berhasil menjamin kebebasan politik rakyat Papua Barat dalam menentukan nasibnya sendiri,”

    Kata Bazoka kepada wartawan, Jumat siang (21/3) di Expo, Waena.

    Menurut Bazoka, pesta demokrasi Indonesia di Papua tujuannya sangat jelas; pertama, melahirkan agen-agen kolonialisme. Kedua, memperkokoh sistem kolonialisme Indonesia. Dan yang ketiga adalah hegemoni neo kolonialisme Indonesia.

    Bazoka juga mengatakan, sistem demokrasi kolonial telah menciptakan tatanan hidup rakyat papua menjadi tercerai-berai, pun telah menciptakan tatanan kehidupan yang diskriminatif.

    “Oleh karena itu, KNPB menyerukan agar seluruh rakyat Papua Barat boikot pemilihan legislatif dan pemilihan presiden sebelum penyelesaian status politik Papua Barat belum diselesaikan,”

    tegasnya.

    Menurut dia, penyelesaian status politik itu harus melalui mekanisme internasional yaitu referendum. Apakah rakyat papua masih ingin bersama Indonesia atau ingin mengatur dirinya sendiri.

    Sementara itu beberapa waktu lalu, ketua Parlemen Nasional West Papua, Buchtar Tabuni juga menyerukan agar seluruh rakyat Papua Barat tidak ikut berpartisipasi dalam pesta demokrasi atau pesta rakyat terbesar yang dilakukan lima tahun sekali di Indonesia ini.  (Jubi/Arnold Belau)

      on March 21, 2014 at 21:33:13 WP,TJ

  • Benny Wenda Serukan Boikot Pemilu Di Papua

    Benny Wenda

    London, KNPBnews – Seruan berikut dikeluarkan oleh pemimpin Papua Merdeka, Benny Wenda di London  agar rakyat West Papua memboikot pemilu kolonial Indonesia di Papua. Sumber resmi situs www.freewestpapua.org.

    KAMI TIDAK AKAN MEMILIH !

    Pada tahun 2014 Republik Indonesia akan mencoba untuk mengadakan pemilihan di Papua Barat. Kami masyarakat Papua menolak untuk memilih di pemilu ini. Mengapa ?

    Hari ini secara ilegal Papua Barat diduduki oleh Indonesia. Kami memiliki hak untuk kemerdekaan. Kami akan memberikan suara dalam referendum yang benar pada penentuan nasib sendiri. Tapi kami tidak akan memilih dalam pemilu disaat pendudukan brutal di Indonesia diatas tanah kami terus berlangsung.

    Pada tahun 1963 Indonesia menginvasi negara kita dan rakyat kita diteror. Selama lebih dari 50 tahun Indonesia telah menyiksa dan membunuh kami. Militer Indonesia telah menewaskan lebih dari 500.000 Papua pria, wanita dan anak-anak. Selama lebih dari 50 tahun Kami telah mati untuk kebebas kita.

    Pada tahun 1969, Indonesia mengancam 1024 dari tetua suku kami dengan penyiksaan dan kematian jika mereka tidak mengatakan mereka ingin Papua Barat menjadi bagian dari Indonesia. Kekuasaan Indonesia atas Papua Barat semata-mata didasarkan pada iven ini – persetujuan takut kurang dari 1% dari populasi orang dewasa. Indonesia tidak memiliki hak untuk berada di Papua Barat. Indonesia tidak memiliki hak untuk mengadakan pemilihan apapun di tanah kami.

    Saya menyeruhkan untuk masyarakat saya di seluruh pelosok, dari pantai ke gunung, dari pulau ke pulau. Mari kita tetap kuat dan bersatu. Jangan memilih!

    Saya meminta semua Organisasi politik Papua untuk berbicara dengan orang-orang kami dan memberitahu mereka kebenaran. Jangan biarkan mereka ditipu Indonesia.

    Saudari terkasih dan saudara-saudara, orang tua saya tercinta,  dunia sedang berdiri untuk air mata dan penderitaan kita. Anggota-anggota Parlemen di seluruh dunia sedang melobi Pemerintah mereka untuk menghormati hak kami untuk menentukan nasib sendiri.

    Saya dan orang-orang Papua Barat terus menyeruhkan bagi masyarakat internasional untuk kebebasan dan keadilan. Kami adalah orang-orang yang damai. Kami memiliki martabat dan hak untuk hidup. Berapa banyak dari kita harus dibunuh sebelum anda akan bertindak?

    Silahkan mendengar seruan kami :

    i) Papua Barat secara ilegal diduduki oleh Indonesia: Indonesia Segera kami meminta untuk meninggalkan tanah kami;

    ii) Kami meminta PBB untuk mengirim pasukan penjaga perdamaian untuk menggantikan militer Indonesia di Papua Barat;

    iii) Kami meminta masyarakat internasional, dan terutama Amerika Serikat dan Belanda yang keduanya memainkan bagian penting dalam Membiarkan pendudukan Indonesia, bertindak untuk mengembalikan kebebasan kami dan menghormati hak-hak kami sebagai manusia, termasuk hak-hak kami untuk sumber daya alam. Kami adalah orang-orang yang harus anda berurusan dengan kami, bukan pemerintah dan militer Indonesia.

    iv ) Kami meminta PBB untuk mengadakan referendum sejati antara masyarakat Papua dan biarkan kami memutuskan untuk sekali dan selamanya apakah kami menginginkan kebebasan atau pemerintahan Indonesia.

    Kami, orang-orang Papua, memiliki hak untuk kebebasan. Kami adalah koloni Belanda. Kami memiliki hak untuk merdeka dari Belanda. Tapi itu tidak terjadi. Satu juta masyarakat adat di Netherland New Guinea apakah ditukar seperti manik-manik oleh Amerika Serikat sebagai imbalan atas dukungan dan akses ke kekayaan besar kami tentang sumber daya alam Indonesia. PBB memberi Indonesia dan mengkhianati kami dan Tanggung Jawab atas kemerdekaan kami. Kami masih menunggu untuk menggunakan hak kami untuk menentukan nasib sendiri.

    Jika Anda ingin orang-orang Papua untuk memilih – berikan kami referendum pada kebebasan kami.

    Kemudian kita akan memilih !

    Benny Wenda

    Pemimpin Kemerdekaan Papua Barat Kemerdekaan dari pengasingan Inggris

     



  • AMP “Indonesia, Amerika Serikat dan PBB ” Mengakui Kedaulatan Papua Barat

    Yogyakarta — Puluhan Mahasiswa Papua yang bergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Jogyakart, telah gelar demo damai  dengan menuntut kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Amerika Serikat (AS)dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) segera memberikan Hak Penetuan Nasib Sendiri Solusi Demokratis Bagi Rakyat Papua Barat.Kamis/13/03/2014. Pagi.

    Massa aksi kemudian melakukan longmarch dari Bundaran UGM Jam 09.00 WIB menuju titik nol kilometer di perempatan kantor Pos Besar Yogyakarta.
     
    Kordinator umum aksi Aby Douw,
    “mengatakan kepada www.suarakolaitaga.blogspot.com, bahwa , Negara Indonesia, Amerika Serikat dan PBB untuk mengakui kedaulatan Papua Barat yang di deklarasikan pada 1 Desember 1961 sebagai suatu Negara”.
    Kordinator aksi Paskalena Daby,
    ”Berikan kebebasan untuk menentukan nasif kami. Segerah ! Tarik Militer (TNI-Polri) Organik dan Non-Organik dari seluruh Tanah Papua, hentikan eksploitasi dan tutup seluruh perusahaan milik kaum imperialis, seperti Freeport, BP, LNG Tangguh, Corindo, Medco. Dinilai, perusahaan-perusahaan itu membawa malapetaka bagi Bangsa Papua Barat”.
    Menurut Roy Karoba salah satu anggota AMP mengatakan,
    “ada pun berbagai operasi militer telah dilancarkan oleh pemerintah kolonial Indonesia untuk membungkam perlawanan Rakyat Papua yang menolak kehadiran Indonesia. Militer menjadi satu-satunya tameng untuk berhadapan dengan Rakyat Papua. Dari masa kepemimpinan Soekarno hingga SBY-Boediono, militer tetap menjadi alat yang paling reaksioner dalam menghadapi gejolak perlawanan Rakyat Papua. Ratusan ribu nyawa Rakyat Papua telah hilang oleh kebiadaban Militer Indonesia”.
    Papua sudah merdeka. Tetapi kemerdekaan orang Papua itu telah direbut dan diperkosa oleh Indonesia,PBB, Amerika dan Belanda pada tanggal 19 desember 1961 disebut TRIKORA, ketika papua merdeka selama 18 hari, ujar Roy.
    Dalam orasi salah satu anggota AMP Boy mengatakan,
    “Kami menilai ketrlibatan PBB dalam status politik rakyat papua barat tidak manusiai dan demkratis, sebab perjanjian New York (New York Agreement) 15 agustus 1962 tidak melibatkan satupun orang papua, selain itu juga aneksasi West Papua kedalam Indonesia 1 mei 1963 adalah awal operasi Militer Indonesia diatas tanah west papua hingga saat ini atau awal penderitaan rakyat papua, dan PEPERA 1969 cacat Hukum dan moral. “
    Lanjut Boy.
     
    Sebelum adalanya pelaksanaan PEPERA 1969 Pemerintan Indonesia telah kontraka karyah perusahan Kapitalisme/Imperialisme Amerika Serikat pada tanggal 7 Apri 1967, sedangkan pelaksanaan PEPERA pada tanggal 14 juli-2 agistus 1969. Ujar, Boy.
    AMP menuntut
    “Indonesia, Amerika Serikat dan PBB Berikan Kebebasan dan Han Menetukan Nasib Sendiri Bagi Rakyat Papua Sebagai Solusi demokratis sesuai hukum yang berlaku”.
    tegas Daby. (K)Wenas Kobogau
    Kamis, 13 Maret 2014|12:33,kbgnews
  • Tapol Papua : Terima Kasih Moana

    FILEP KARMA (JUBI/APRILA)

    Jayapura, 8/3 (Jubi) – Salah satu tahanan politik (tapol) Papua, Filep Karma dan mantan tapol Papua, Yusak Pakage, mengucapkan terima kasih kepada Perdana Menteri (PM) Vanuatu, Moana Carcasse Kalosil atas pidatonya yang luar biasa tentang situasi HAM di Papua dalam Sidang HAM PBB yang baru saja berlangsung, 5 Maret 2014 lalu.

    “Puji Tuhan untuk apa yang sudah dilakukan Moana bagi rakyat Papua,”

    kata Filep saat ditemui tabloidjubi.com di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Klas IIA Abepura, Kota Jayapura, Papua, Jumat (7/3) siang.

    Menurut Filep, bagaimanapun usaha dilakukan menutupi kebenaran, tetap saja kebenaran tak dapat dikalahkan.

    “Sudah saatnya dunia tahu tentang penderitaan bangsa dan rakyat Papua. Saya berharap  negara-negara demokratis di dunia harus segera merespons apa yang disampaikan PM Vanuatu itu,”

    katanya.

    Masih terkait Sidang HAM PBB, Yusak Pakage, salah satu mantan tapol Papua yang mana namanya disebut bersama-sama dengan Filep Karma dalam pidato HAM tersebut mengatakan, dirinya sangat berterima kasih pada apa yang telah dilakukan Moana.

    “Terima kasih yang sangat dalam untuk Moana, atas nama seluruh orang Papua yang menjadi korban dan telah menderita di atas tanah Papua. Mereka yang menderita di dalam penjara, di tengah rimba, di tempat pengungsian ataupun tempat pelarian. Tuhan telah membuka mata hatinya atas penderitaan rakyat Papua,”

    jelas Yusak kepada tabloidjubi.com di Padangbulan, Kota Jayapura, Sabtu (8/3) sore.

    Menurut Yusak, PM Vanuatu adalah malaikat Tuhan yang memperhatikan dan mendengar jeritan hati nurani orang Papua selama ini.

    “Sudah cukup banyak orang Papua yang dibunuh, disiksa , dipenjara, dikejar-kejar, diteror. Selama itu pula, negara-negara maju bersikap seolah-olah tak tahu pada apa yang dialami bangsa Papua. Padahal, Papua adalah dapur negara-negara maju ini, terutama Amerika dengan Freeport-nya dan Inggris dengan British Protelium-nya. Mereka seolah-olah tidak melihat penderitaan rakyat Papua karena mereka memang hanya ingin menguras kekayaan alam Papua,”

    Yusak menegaskan. (Jubi/Aprila)

      on March 8, 2014 at 20:30:29 WP,TJ

  • Apa yang Seharusnya Dilakukan Bilamana Rev. S.S. Yoman Ditangkap?

    Ancaman terhadap hidup Rev. S.S. Yoman, Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua bukan cerita baru. Sudah berkali-kali belau dijadikan target operasi, maksudnya operasi intelijen. Paling tidak dua kali telah diserahkan senjata Pistol kepada agen Merah-Putih asal Wamena sendiri untuk melenyapkan nyawa Rev. Yoman, tetapi berkat kesiagapan beliau dan para pembantu sekelilingnya, serta berkat perlindungan Allah Pencipta dan Pelindung Bumi Cenderawasih, maka niat jahat itu tidak terjadi.

    Itu baru ancaman fisik secara langsung, untuk langsung melakukan penembakan. Di samping itu ancaman-ancaman lewat telepon gelap dan SMS kaleng bukan hal baru dan tidak dapat dihitung. Berbagai pesan itu berisi ancaman dan teror supaya beliau jangan terlalu banyak bicara dan supaya beliau urus jemaat untuk masuk surga saja, tidak mengurus manusia di dunia ini.

    Ancaman-ancaman itu datang bukan tanpa alasan. Rev. Yoman sudah berkali-kali berteriak kepada dunia dan umat manusia, atas nama Injil yang dipegangnya, sebagai pempimpin geraja dan sebagai Gembala Gereja di Tanah Papua agar umat Tuhan di Tanah Papua tidak ditindas dan dimusnahkan dari tanah leluhurnya.

    Teladan yang sama telah ditunjukkan Yesus Kristus, yang menjadi panutan semua orang Kristen di muka bumi. Yesus telah mengorbankan segala-galanya, dari pengorbanan harga diri dan kedudukannya sampai kepada pengorbanan nyawanya sendiri.

    Apa yang menyebabkan Yesus merelakan untuk berkorban? Karena ada masalah! karena ada umat manusia terdindas dan terbelenggu, hidup dalam kegelapan. Nasib yang sama dihadapi oleh semua pejuang KEBENARAN mutlak dan berjuang membela keadilan dan hak-hak asasi manusia di West Papua. Semua pejuang kini berada dalam ancaman dan teror NKRI.

    Kini Rev. Yoman diancam dipanggil paksa secara terbuka lewat media massa, hanya karena megungkap kebenaran. Perihal peristiwa-peristiwa kekerasan sebagai proyek TNI dan Polri itu bukan hal baru. Sudah terjadi berulang-ulang, sistematis dan terstruktur, dan hal itu dipelihara sekian puluh tahun lamanya. Tentu saja sumber informasi berasal dari pihak inteijen Papua Intelligence Service maupun BIN, sehingga tidak akan dijadikan fakta hukum. Akan tetapi tanpa pembuktian secara hukum, atau materi hukum juga semua orang tahu bahwa proyek TNI/Polri itu sudah sangat nyata dan mengorbankan nasib dan hidup orang Papua sendiri.
    ***

    Nah, sekarang salah datu dari pejuang HAM, KEBENARAN dan keadilan di Tanah Papua diancam ditangkap oleh tangan-tangan yang penuh dengan darah rakyat dan pemimpin bangsa Papua. Maka, kita harus mempersiapkan diri, "APA YANG HARUS KITA LAKUKA?"

    Kasus penangkapan semena-mena, penahanan tanpa proses hukum yang adil dan peradilan yang sangat sarat dengan campurtangan politik sudah lama berlalan. Banyak pemimpin Papua seperti Theys Eluay, Thaha Al-Hamid, John Mambor pernah ditanah tahun 2000, pemimpin lainnya Thom Wainggai ditahan dan dipenjarakan tahun 1988. Sekjend Demmak, Benny Wenda, diburu dan ditangkap seberti hewan buruan dan dipenjarakan dengan dasar hukum yang tidak jelas tahun 2001. Sebagian besar dari mereka sudah meninggal dunia.

    Apa yang seharusnya dilakukan orang Papua saat Pemimpin Mereka ditangkap?

    1. Seharusnya semua rakyat Papua membawa diri dan meminta ikut ditahan dan dipenjarakan. Katakan kepada NKRI, "Pempimpin kami hanya menjalankan aspirasi kami, hanya membela Hak Asasi Kami. Oleh karena kamilah beliau berdiri sebagai pemimpin. Karena itu, kalau beliau bersalah, maka justru kami sebagai penyebabkan yang bersalah. Dan kalau beliau ditahan, dipenjarakan, disidang, maka kamilah sebagai penyebabnya yang harus ditahan, dipenjarakan, disidang. Ya, Kami orang Papua semua, semua keluarga, sanak sanak-saudara, suku, marga, bangsa, semuanya.’

    2. Seharusnya kita memiliki Tim Pembela HAM Papua, yang bukan sebagai perpanjangan tangan Jakarta (Indonesia), tetapi murni dari West Papua yang ditahan atau dipenjarakan diikuti oleh segenap orang Papua dan minta supaya semuanya dihukum, ditahan. Tunjukkan kepada Jakarta bahwa para pemimpin Papua berbicara atas KEBENARAN sejarah dan kondisi hidup saat ini yang tidak dapat diganggu-gugat dengan bukti-bukti apapun juga.

    3. Membiarkan para pemimpin Papua sendirian menanggung beban hidup sampai ditangkap dan dipenjarakan sampai dibunuh telah menyebabkan kondisi psikologis di antara para pemimpin seolah-olah orang Papua itu mau dibela tetapi sebenarnya mereka mau hidup di dalam NKRI dalam kondisi buruk dan pahit apapun. Seolah-olah orang Papua menolak dan menyangkal bahwa mereka sedang dijajah. Sikap seperti ini pasti menimbulkan dualisme dalam menggalang dukungan di dunia dan dualisme bagi mereka yang mau mendukung perjuangan ini.

    4. Seharusnya orang Papua hidup damai di era Otonomisasi ini, tetapi pada saat identitas mereka diusik, pemimpin mereka diganggu, mereka harus berani bangkit dan menantang. Itu cara orang yang mau merdeka. Kita orang Papua rupanya "MEMENUHI SYARAT" untuk dijajah NKRI, karena mentalitas budak lebih kental dan nyata daripada beberapa tokoh yang sampai sekarang masih berbicara untuk KEBENARAN dan KEADILAN di Bumi Cenderawasih.

  • Pepera Dikembalikan Lewat Dunia Maya

    SENTANI—Meski sudah dinyatakan final, namun keberadaan (Pepera) Penentuan Pendapat Rakyat, masih saja terus ‘digugat’.

    Hasil Pepera pada 2-14 Agustus 1969 itu dianggap telah final setelah bangsa Papua dibuat mengambang melalui Negara West Papua yang dibentuk Belanda pada 1 Mey 1969.

    Sayangnya Keputusan yang telah dianggap final itu bagi sebagian tokoh politis Papua dianggap kontraversial, karena sarat intervensi dan intimidasi Indonesia dan Amerika. Desakan-desakan politis terkait cacat hukum tersebut terus berkumandang hingga pada Senin (2/8) kemarin secara terang-terangan beberapa komponen politik Papua, yakni Dewan Adat Papua (DAP), KNPB, ICLWP, West Papua National Autority (WPNA), Tapol Napol, dan beberapa warga Papua yang berada di Sentani melakukan seremonial pengembalian Pepera dan Keputusan New York Agrimen kepada PBB yang ditandai pembakaran sebuah peti mati yang menyimbolkan Pepera dan New York Agrimen di lapangan makam Theys H Eluay.

    Kegiatan tersebut dihadiri beberapa pentolan politis Papua yakni Ketua DAP, Forkorus Yaboisembut, Ketua WPNA Terianus Yaku, Tapol Napol Saul Bomay, serta beberapa pentolan KNPB dan ICLWP. Dari Pantauan Bintang Papua di lapangan tersebut terlihat pengawalan pasukan Penjaga Tanah Papua (Petapa) cukup ketat, bahkan beberapa media masa yang mencoba memasuki areal tersebut difiltrasi oleh Petapa.
    Buntutnya hanya beberapa media saja yang diijinkan masuk, sementara lainnya terpaksa berada di luar lapangan tersebut. Ketua Dewan Adat Papua Forkorus Yaboisembut S.Pd kepada Bintang Papua kemarin mengatakan, kegiatan tersebut dilakukan sebagai bentuk simbolis pengembalian Pepera yang dinilai cacat hukum.

    Menurut Forkorus kegiatan tersebut bukan hanya dilakukan di Papua saja, tetapi serentak, termasuk di luar Indonesia yakni di Vanuatu, Inggris, dan Australia kemarin. Forkorus melanjutkan bahwa peringatan pengembalian Pepera ini sebenarnya hendak diantar langsung ke Keduatan Besar AS untuk Indonesia, namun karena Kantor Kedubes AS tersebut berada di Jakarta sehingga pihaknya hanya mengirimkan symbol pengembalian tersebut melalui DUNIA MAYA, dalam hal ini media massa, dan situs-situs webside yang dipergunakan rakyat Papua menyalurkan perkembangan politik di tanah Papua ke dunia Internasional.

    “Sebenanrnya kita mau kembalikan Pepera ini memalui Kedubes AS tapi berhubung kantornya di Jakarta ya kita kirim lewat dunia maya,” ujarnya. Forkorus juga mengakui bahwa kegiatan tersebut telah sampai ke Vanuatu, Inggris dan Amerika, setelah dirinya melakukan crosscheck ke sana.

    Sementara tindak lanjut dari pengembalian Pepera dan New York Agrimen kepada PBB itu menurut Forkorus pihaknya akan meminta referendum ataupun Kedaulatan mutlak yang dianeksasi pada 1 Mey 1963 melalui sidang umum PBBB yang akan berlangsung pada 3-6 September 2010 mendatang.

    Menyoal tentang makna pembakaran peti mati tersebut, Forkorus mengatakan bahwa hal itu merupakan wujud bahwa Pepepra sudah mati, karena pepera merupakan bagian Otsus Jilid I dari program aneksasi begitu juga dengan Otsus jilid II pada 2001 lalu. “masalah politis Papua akan dihembuskan pada Sidang Umum PBB dalam materi gugatan di Mahkama International ataukah diberikan kedaulatan, secara penuh,” ujar Forkorus lagi.

    Forkorus juga mengatakan bahwa masalah politis Papua terkait cacatnya Pepera telah mendapat dukungan penuh dari Perdana menteri (Unted Kingdom) Inggris yang baru yakni David Kamerun yang harus diperjuangkan ke Sidang Umum MPR. Oleh sebab itu Forkorus menghimbau kepada Pemerintah Indonesia agar tidak membohongi masyarakat, karena masalah Papua sudah merupakan masalah Internasional.
    Dan perjuangan Papua merupakan perjuangan penuh damai, yang harus dituntaskan dengan cara-cara yang aman dan damai, tidak layaknya seperti di Timor Laste. Dalam kesempatan tersebut Forkorus juga diberi mandat secara lisan oleh sejumlah komponen politis Papua itu untuk segera melakukan Kongres Papua III.

    Sementaraq itu pengamanan yang dilakukan oleh Jajaran Kepolisian juga terbilang cukup ketat dengan melibatkan BKO 1 pleton Bromobda Papua, 2 pleton Dirmapta Polda Papua, dan beberapa personil Polres Jayapura. Kapolres Jayapura AKBP Mathius Fakhiri SIK kepada wartawan kemarin mengatakan bahwa kegiatan tersebut telah mendapatkan ijin dari Polda Papua sehingga pihaknya hanya melakukan pengamanan kelancaran lalulintas dan memantau aktivitas tersebut agar tidak dinodai dengan aksi-aksi yang berkaitan dengan praktek pidana.

    Wartawan Asing
    Sementara itu akhir dari pada kegiatan mimbar bebas tersebut, sedikit ternoda dengan aksi saling kejar-kejaran antara petugas dan beberapa anggota KNPB. Aksi saling kejar-kejaran tersebut berbuntut dari petugas yang mencoba mengamankan salah satu warga asing terlihat akan mengabadikan kegiatan tersebut. Saat akan diamankan sekelompok pemuda berseragam loreng Army yang berjumlah 5 orang langsung mengejar aparat, agar tidak mengamankan pria asing tersebut, bahkan kejar-kejaran tersebut hingga ke Hotel manunggal yang diduga merupakan penginapan warga asing tersebut. Di hotel manunggalpun warga asing tersebut dilindungi masa, sehingga petugas masih belum bisa mengantongi identitasnya secara detail.

    Salah seorang anggota Satreskrim Polres Jayapura Briptu Aris mengalami luka gores di bagian lengan kanan. Sementara petugas juga langsung mengamankan salah seorang pemuda berinisial ES. Pria yang mengaku baru saja menamatkan studinya di jenjang SMA pada Juni kemarin itu langsung digiring ke Mako Polsek Jayapura untuk mempertanggung jawabkan perbutannya itu.

    Kapolres Jayapura AKBP Mathius Fakhiri SIK mengatakan bahwa sebenarnya pihaknya menunggu para pentolan KNPB untuk pertanggung jawabkan salah seorang rekannya itu sayangnya semuanya tiba-tiba menghilang, tanpa mempediulikannya. Nemun menurut Kapolres karena yang bersangkutan masih berusia pelajar maka untuk tindak lanjut prosesnya juga akan dipertimbangkan.

    Sementara warga asing yang mengabadikan moment tersebut menurut Kapolres sedang diselidiki oleh petugas yang diduga sementara menginap di hotel Manunggal Sentani, terkait tujuan kedatangannya ke Indonesia termasuk Papua. “Kita masih selidiki, identitas, dan tujuan kedatangannya,” jelas Kapolres.

    Lagi-lagi pernyataan kontra justru datangnya dari Ketua DAP Forkorus Yaboisembut yang menegaskan bahwa sebenarnya masalah politis Papua bukan rahasia lagi dan ini sudah ada di situs-situs resmi ternama di dunia, sehingga siapa saja dia yang berniat mengabadikan moment tersebut baik warga Indonesia ataupun bukan tidak perlu di persoalkan lagi. Khusus untuk salah satu anggota KNPB yang ditahan Forkorus berharap agar Polisi bisa membebaskannya, karena tidak ada unsure-unsur pidana apapun yang bisa menjerat dia. (jim)

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?