Tag: gelagat Papua “M”

  • Pencerahan Andy Ayamiseba, terkait Kekacauan dalam Management ULMWP

    PENCERAHAN:

    Selamat Bertemu Kembali Papua, saya diminta oleh beberapa individu lewat Medsos untuk memberikan suatu pencerahan atas keadaan yg meresahkan hati masyarakat sehubungan dengan krisis yg sedang berlangsung dalam tubuh ULMWP.

    Keadaan ini adalah sesuatu hal yg natural dalam setiap organisasi, sama seperti dalam rumah tangga ada “ups and downs” atau ALAM juga ada “air pasang dan surut”.

    Yg terpenting disini adalah “JIWA NASIONALSME” kita selaku Pemimpin Perjuangan sekaligus Pemimpin Bangsa Papua wajib berkomitmen penuh untuk menciptakan sesuatu keadaan yg harmonies atau sehat dalam MANAGEMENT wadah perjuangan tersbt, demi tercapainya tujuan akhir, yaitu MERDEKA DAN BERDAULAT PENUH DAMAI DAN SEJAHTERA BEBAS DARI SEGALA BENTUK PENINDASAN BANGSA ASING. Dan jiwa ini telah dimiliki oleh setiap anggota Executive ULMWP, mulai dari EXECUTIVE COUNCIL atau Dewan Komite, EXECUTIVE COMMITTEE maupun TEAM KERJA EXECUTIVE. Masalahnya disini adalah kadang2 kita selaku manusia “LUPA DIRI” bahwa Kia ini Pemimpin jadi harus mengatur langkah kedepan dengan segala perhitungan yg bertanggung jawab penuh tanpa egoismo pribadi. Kita perlu mengoreksi diri kita sendiri karena harapan bangsa berada dipundak kita, dan saya yakin bahwa kita juga yakin sepenuhnya bahwa Hal ini yg diharapkan oleh MUSUH agar mereka bisa menggunakan kesempatan ini.

    Kepada bangsaku, saya secara pribadi menjamin bahwa ULMWP akan lulus keluar dari KRISIS ini dan akan menciptakan suatu suasana baru yg lebih STABIL dan TIDAK TERGOYANG sampai TITIK AKHIR TERCAPAI. Bekerjalah dengan Berdoa,

    Salam Kasih Papua,
    ANDY AYAMISEBA
    Anggota DEWAN KOMITE ULMWP

  • Amunggut Tabi: Kunjungan Jokowi Sekedar Menutup Malu, Tetapi Terimakasih Bisa Sadar Juga Walaupn Sudah Terlambat

    Ada pepatah mengatakan “It is better late than never”, atau lebih baik lambat daripada tidak. Demikian dikatakan Lt. Gen. TRWP Amunggut Tabi menanggapi sekian kali sudah Presiden kolonial NKRI, Joko Widodo datang ke Tanah Papua, katanya, sebagai bukti keseriusannya membangun Tanah Papua.

    Menanggapi itu, Amunggut Tabi dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua (MPP TRWP) menyampaikan beberapa catatan. Pertama, “terimakasih karena bisa sadar juga saat ini, walaupun itu sudah terlambat”. Menurut Tabi, persoalan hubungan West Papua dengan NKRI sudah lama mengalami kehancuran, dan hubungan itu secara psikologis-nurani, orang Papua sudah tidak menerima NKRI dan orang Indonesia ada di tanah leluhur bangsa Papua, ras Melanesia.

    Sudah berulang-ulang orang Papua, mulai dari orang-orang seperti Freddy Number, yang beberapa kali menjadi menteri dalam negara kolonial NKRI, Lukas Enembe, yang menjadi Gubernur Provinsi Papua saat ini, Abraham Atururi yang menjadi Gubernur NKRI Papua Barat hari ini, dan banyak pejabat kolonial asal Papua lain. Mereka dengan jelas dan degas mengatakan bahwa NKRI gagal meng-Indonesia-kan Papua.

    Artinya orang Papua sampai hari ini, biar diberi jabatan menteri sampai tiga, seratus kali-pun, orang Papua akan tetap merasa non-Indonesia, dan tanah Papua masih akan dianggap sebagai tanah jajahan NKRI.

    Hal kedua, menurut Tabi, apa yang dilakukan Joko Widodo bagus juga, karena NKRI memang harus membayar hutang nyawa orang Papua yang dia bunuh, hutang harga kekayaan yang dia sudah bawa keluar. Memang sangat sedikit yang dia bayar, tetapi paling tidak ada rasa bersalah di pihak Presiden NKRI sehingga berulang-ulang datang ke Tanah Papua untuk menutup rasa malu. Ini tanda-tanda manusia punya hatinurani. Tabi berharap Jokowi tidak kemudian menaruh harapan apa-apa kepada hati orang Papua supaya berbalik mendukung NKRI. Kata Tabi:

    Saya harap Jokowi tetap sadar, jauh di lubuk hati terdalamnya, bahwa bangsa Papua, diberi apapun, diberi berapapun, dikunjungi tiap hari-pun, dibangun istana Presiden-pun, sampai kiamat, tetap akan minta merdeka. Akan hidup bertetangga dengan baik, sama dengan Timor Leste, kalau West Papua merdeka dan berdaulat di luar NKRI. Jokowi tahu, bahwa apa yang telah dilakukan NKRI selama ini salah besar. Oleh karena itu apa yang dia lakukan hanya untuk menutup malu, bukan untuk membuat orang Papua berubah pikiran untuk mendukung NKRI atau membatalkan perjuangan Papua Merdeka.

    Ditanyakan tentang sisi lain dari pandangannya, bahwa justru semakin banyak jalan dibangun, maka semakin banyak proses militerisasi, dan semakin lama kekuatan perjuangan Papua Merdeka akan pudar, Tabi kembali menyatakan:

    Itu cerita dari mana sebuah perjuangan untuk menentukan nasib sendiri pernah dihentikan karena kunjungan presiden kolonial, sejarah dari mana pembangunan dilakukan oleh sang penjajah akhirnya elit dan rakyat yang terjajah pernah membatalkan perjuangan kemerdekaan mereka? Jangan tularkan mimpi lewat mulut orang Papua.

     

  • Ini Hal PERTAMA yang NKRI Mau Orang Papua Pikirkan dan Siarkan

    Ada tiga hal yang NKRI berdoa, berharap, upayakan dan bersyukur agar dipikirkan dan  disiarkan, dibesar-besarkan oleh orang Papua dalam rangka memperkuat posisi pendudukan dan penguasaannya atas tanah dan bangsa Papua. PMNews berdoa, dengan memahami hal-hal ini, orang Papua bisa mengatur strategi pemberitaan dan penulisan artikel secara bijaksana sehingga apa yang kita lakukan tidak memberi makan kepada doa dan harapan NKRI dan Malayo-Endos.

    Yang pertama, dan terutama, Melayo-Endos lewat perangkat NKRI memasang jaring dan jerat di sana-sini, lewat lembaga-lembaga seperti DPRP, DPR RI, Pemerintah Provinsi, Komnas HAM, DPD, Partai Politik, dan LSM dan menanamkan bibit “harapan” bahwa ada sesuatu yang baik, yang benar, yang membantu orang Papua, yang menyelamatkan orang Papua datang dari Jakarta.

    Banyak orang Papua, yang tadinya menamakan diri “pejuang Papua Merdeka”, pemuda Papua merdeka, tokoh Papua Merdeka, saat ini sudah tidak bicara Papua Merdeka lagi. Mereka menjabat di dalam struktur pemerintah NKRI. Mereka katakan kepada PMNews dan tokoh Papua Merdeka, “Kami masuk ke dalam sistem dulu, dari dalam baru kita goyang”. Kalimat ini sama persis dengan mengatakan, “Saya tidak sanggup melawan, jadi saya menyerah saja”.

    Baca berita-berita Gubernur di Tanah Papua, baca berita-berita Ketua dan anggota DPR yang ada di Tanah Papua, baca para pejuang apa yang dikatakan LSM dan pejuang HAM di Tanah Papua, baca berita atau tuntutan dari bangsa Papua terhadap NKRI, yang disiarkan berbagai berita. Perhatikanlah, dan akuulah, sampai hari ini, masih kuat di dalam benak dan hati orang Papua, mengharapkan ada “kebaikan datang dari Jakarta”.

    Itulah sebabnya orang Papua selalu menuntut NKRI untuk menyelesaikan kasus-kasus HAM, itu juga sebabnya para pejabat kolonial NKRI di Tanah Papua selalu meminta pemerintah pusat memperhatikan proyek-proyek, memberikan dana Otsus secara penuh, menyetujui berbagai Perdasus/ Perdasi akan operasional di Tanah Papua, dan sebagainya. Intinya, masih saja ada orang Papua “ditanamkan harapan” di dalam benak dan hati mereka, sehingga mereka “masih memiliki harapan” dan “masih berharap” bahwa NKRI akan mengambil langkah-langkah untuk “membantu” atau “berbuat baik” terhadap bangsa Papua dan Tanah Papua.

    Gen. TRWP Mathias Wenda dalam suatu upacara bendera pada tahun 2006 mengatakan,

    Orang Papua seharusnya bertanya dan menjawab, “Apakah patut orang Papua menaruh harapan kepada NKRI dan Malayo-Endos untuk berbuat baik?” Untuk menjawab pertanyaan itu, orang Papua harus pertama-tama menjawab pertanyaan, “Apa tujuan kedatangan dan keberadaan NKRI di Tanah Papua: membawa bantuan kemanusiaan, ataukah datang sebagai perampok dan pencuri yang menjajah?”

    Selanjutnya kita perlu mencatat bahwa salah satu bukti kuat bangsa yang memenuhi syarat untuk dijajah dan diperbudak tau bangsa yang tidak memenuhi syarat untuk merdeka ialah bangsa menggantungkan harapan dan nasib baik kepada bangsa lain, dan mengharapkan bangsa lian memperbaiki nasibnya.

    • Banyak bukti, bukan?
    • Kalau ada pelanggaran HAM, orang Papua minta Komnas HAM dan Dewan HAM PBB, Presiden NKRI yang turun tangan, bukan?
    • Kalau PEPERA 1969 salah, orang Papua menuntut NKRI dan PBB yang selesaikan kesalahan Pepera, bukan?
    • Kalau orang Papua mau ada pembangunan gedung sekolah atau jalan raya di Tanah Papua, selalu mengeluh kepada Presiden NKRI untuk membangunnya, bukan?
    • Kalau orang Papua mau menjadi kaya, selalu mengharapkan NKRI untuk memberikan modal dan membantu orang Papua menjadi kaya, bukan?
    • Kalau ada orang Papua yang terkena bencana dan musibah kelabaran misalnya, orang Papua berteriak kepada Jakarta untuk mengatasi dan membantu, bukan?

    Singkatnya, semua bangsa di dunia sudah tahu sekarang, bahwa bangsa Papua itu bangsa yang cengeng, bangsa yang selalu berharap nasibnya diperbaiki oleh orang lain, bangsa yang menggantungkan harapan hidupnya kepada bangsa lain, bangsa yang tidak pernah mengakui kesalahannya sendiri di masa lalu, tetapi selalu menunjuk jari kepada pihak lain sebagai yang bersalah, dan selalu menunjukkan diri sebagai bangsa korban, bangsa lemah.

    Bangsa Papua ialah bangsa pengemis. Orang Papua sering memarahi orang Jawa yang mengemis di jalan-jalan. Padahal dia lupa, bahwa secara kolektif, bangsa Papua jelas-jelas adalah “bangsa pengemis”.

  • OPM NKRI dan OPM yang sudah Menjadi ULMWP

    Ada begitu banyak bukti tentang OPM buatan dan piaraan NKRI dibandingkan dengan OPM yang asli, tetapi PMNews hendak menyebutkan tiga dari antara mereka, dalam rangka memperjelas pemahaman kita terhadap berita-berita buatan NKRI lewat Pasukan Cyber Army NKRI dan berita berdasarkan kebenaran mutlak.

    Pertama, OPM selalu disebutkan sebagai Organisasi Bersenjata, bukan organisasi politik. Namanya saja “organisasi”, “Papua”, “merdeka”, tetapi sebuah organiasi selalu saja dianggap dan disebut sebagai sebuah organisasi bersenjata yang bergerilya di hutan-hutan di New Guinea.

    Aneh tapi nyata. Hal-hal aneh tapi nyata menjadi hal yang biasa di Indonesia. Mobil Presiden dibawa lari sama mantan Presiden kan hal biasa. Ketua DPR RI menyebut nama Presiden dalam percakapan dengan perusahaan asing juga sudah dianggap wajar. Bantuan tanpa uang makan dan uang rokok di seluruh Indonesia dianggap “berdosa”. Itukah fakta kehidupan NKRI? Aneh tapi nyata.

    OPM tidak mungkin punya senjata, jangankan bergerilya di hutan. OPM sudah ada di Jayapura kota, sudah ada di Port Moresby kota, ada di Port Vila Kota, ada di London, ada di New York, ada di Honiara, ada di Jakarta. OPM ada duduk di atas kursi, di hadapan meja, bukan memangkul senjata, bukan di hutan dan di kampung-kampung. OPM bukan organisasi saja, tetapi telah menjelma menjadi “nafas” dan “jiwa” dari perjuangan Papua Merdeka.

    Walaupun begitu, apa yang dilakukan NKRI? Masih menyiarkan berita-berita seperti ini:

    1. 154 OPM menyerah….
    2. OPM serahkan senjata
    3. OPM menyatakan perang melawan NKRI
    4. OPM ini dan OPM itu….

    Jadi, kalau ada OPM yang memangkul senjata, maka itu OPM buatan NKRI. Itu rumus baku, itu rumus pasti. Mari kita camkan dan yakini.

    Kedua, Siaran Pers OPM yang menyatakan perang, menyerah dan meminta dialogue pertama-tama disiarkan oleh berita-berita NKRI seperti Kompas, Suara Pembaruan, BeritaSatu, TVOne, MetroTv, Tempo dan Detik.com

    Bagaimana mungkin OPM yang sudah punya media Online jauh sebelum NKRI Cyber Army seperti www.papuapost.com, www.infopapua.org, www.freewestpapua.org, www.ulmwp.org, www.ipwp.org, www.ilwp.org dan sebagainya, dan seterusnya, kok harus menggunakan media NKRI untuk menyatakan perang, untuk menyatakan dukungan kepada ULMWP, untuk menyatakan menyerah kepada NKRI?

    Hanya orang Papua “bermental budak” yang akan menerima pemberitaan seperti ini sebagai kebenaran.

    Ketiga, OPM NKRI akan bebas berkeliaran di kota-kota di seluruh Indonesia, dan melakukan jumpa pers secara bebas di cafe-cafe di mana saja. Mereka akan berbicara keras menentang NKRI, tetapi dengan menggunakan tempat-tempat makan-minum, dan media NKRI. Mereka akan menggugat NKRI, mereka akan menantang NKRI, mereka akan marah kepada NKRI, tetapi lewat media NKRI.

    • Lalu bagaimana dengan OPM yang asli?

    OPM yang asli kini sudah menjadi ULMWP, oleh karena itu, kalau ada OPM masih bergerilya, itu pasti OPM NKRI. ULMWP sebagai inkarnasi dari OPM saat ini menjadi anggota MSG dan meminta NKRI untuk berdialogue secara demokratis dan bermartabat lewat mediasi MSG, tetapi kalau masih ada OPM yang menyatakan perang, masih ada OPM yang menyerah, maka itu OPM-OPM buatan NKRI, yang tabiatnya mengikuti tabiat NKRI yang penuh dengan kekerasan dan teror di semua tingkatan dan lapisan, seperti setiap hari disiarkan dalam televisi-televisi kolonial Malayo-Endos sendiri.

    Pertanyaan sekarang,

    • apakah OPM NKRI dan OPM West Papua sama?
    • Apakah OPM NKRI sebagian adalah OPM asli?
    • Siapa OPM NKRI dan siapa OPM Asli?
  • Pejuang Papua Merdeka yang Tinggal di Inggris dan Amerika Serikat Tidak Belajar dari BREXIT dan CALEXIT

    Ada tiga peristiwa yang terjadi di Inggris dan Amerika Serikat, di mata-kepala sendiri, di dalam rumah, di mana dua tokoh Papua Merdeka, pimpinan ULMWP tinggal: yaitu BREXIT dan CALEXIT (California Exit),  ditambah dengan tuntutan referendum di Skotlandia. Secara khusus hari ini, 14 Maret 20017, terjadi sebuah peristiwa yang perlu kita catat, “Parlemen Inggris mengiyakan proses BREXIT secara hukum“. (Silahkan baca artikel: “Brexit bill: Parliament clears way for talks with EU“)

    Dalam artikel ini tertulis topik utama sbb.:

    Parliament has passed the Brexit bill, paving the way for the government to trigger Article 50 so the UK can leave the European Union.

    The bill is expected to receive Royal Assent and become law on Tuesday.

    Inggris sebagai negara satu-satunya di seluruh dunia, yang pertama-tama mengajarkan bangsa-bangsa jajahannya untuk melepaskan dirinya, merdeka dan berdiri sendiri, dan sebagai negara tua dalam sejarah manusia telah memberikan pelajaran yang sudah jelas, yaitu bahwa sebuah proses kemerdekaan atau keluar dari kesatuhan politik dan hukum yang sudah ada di dalam negara-bangsa, maka harus ditandai dengan tiga tanda penting

    1. Pertama, adalah ada keinginan dari rakyat itu sendiri, dan dalam hal ini keingingan rakyat di Tanah Papua dan di  Melanesia sudah jelas. ULMWP hadir dalam hali ini sebagai pembawa aspirasi bangsa Papua secara politik.
    2. Kedua, adalah keinginan itu harus-lah dirumuskan dan disahkan di dalam sebuah Perundang-Undangan, yang disahkan oleh parlemen yang resmi. Dalam hal ini West Papua sudah punya PNWP (Parlemen Nasional West Papua).Bangsa Papua harus punya Undang-Undang yang jelas, yang menjadi pedoman West Papua keluar dari NKRI, dan menjadi gambaran kepada dunia, dan terutama kepada pendukung Papua Merdeka dan penentang serta yang belum punya posisi untuk memberikan gambaran dan tawaran kepada mereka tentang “Apa arti Republik West Papua bagi Indonesia, Melanesia, Oceania, Pasifik Selatan dan bagi dunia semesta“. Undang-Undang Harus menjadi nakoda yang menyetir dan menggiring perjuangan Papua Merdeka, bukan kemauan pribadi, bukan mengeluhkan pelanggaran HAM, bukan kepentingan kelompok dan siapa mendapatkan jabatan apa.

      Dalam artikel PMNews tentang CALEXIT tertulis:
      “Kelompok pendukung kemerdekaan California menyerukan amandemen konstitusi. Usulan mereka yang bertajuk ” California Nationhood”, juga akan meminta pemilih untuk mencabut klausul yang menjelaskan Konstitusi AS sebagai “hukum tertinggi negeri”.”

      Di sini terlihat jelas, kemerdekaan California dari AS didahului dengna keinginan politik, lalu secara langsung mereka bicara tentang Udang-Undang Negara AS, dan peraturan yang bisa memberikan jalan kepada California untuk melepaskan diri dari AS.

      Dalam hasus Skotlandia, Undang-Undang Inggris memberikan kesempatan kepada wilayah jajahannya untuk melepaskan diri, tetapi harus melewati proses referendum, sama seperti Inggris sendiri menyelenggarakan referendum untuk keluar dari Uni Eropa.

      NKRI sudah punya Undang-Undang yang sudah memberikan lampu hijau kepada perjuangan kemerdekaan di dalam negara-bangsa Indonesia. Yang tidak jelas ialah West Papua sendiri tidak punya Undang-Undang.

    3. Ketiga, haruslah ada organisasi, kepemimpinan dan menejemen kenegaraan yang didasarkan atas Undang-Undang, tunduk kepada Undang-Undang, mengerti Undang-Undang dan siap menjalankan Undang-Undang. West Papua harus menunjukkan kepada dunia, bahwa West Papua sudah punya pemimpin negara yang mengerti dinamika politik dan politik-ekonomi Pasifik Selatan, ASEAN, ASIA dan OCEANIA. Pemimpin ULMWP harus hadir sebagai “selebritas politik” yang memberikan gambaran yang jelas dan yang mengundang dukungan masyarakat internasional. Pemimpipn ULMWP harus berhenti dari budaya “mengeluh” kepada Belanda, PBB dan Amerika Serikat atas peristiwa pelaksanaan Pepera 1969.ULMWP harus berhenti berbicara tentang kesalahan-kesalahan NKRI. ULMWP harus berbicara tentang “What is West Papua”. Jualan Papua Merdeka harus dikemas secara menarik dan mengundang para pembeli.

    Yang terjadi dalam perjuangan Papua Merdeka JAUH berbeda, malahan bertentangan dengan budaya perjuangan kemerdekaan di era pascamodern. Kita masih bermain seolah-olah perjuangan kita ada di sera dekolonisasi. Padahal tahun 2000 ke depan ialah era pascamodern, era setelah modernisasi, yang harus dikelola secara berbeda.

    Perbedaan utama dan pertama, ialah bahwa semua perjuangan kemerdekaan dari negara-bangsa yang sudah harus WAJIB pamempresentasikan Undang-Undang Negara yang jelas, yang daripadanya semua pihak, pendukung dan penentang akan bertemu, dan berpikir untuk memetik keuntungan masing-masing.

    Pada saat Undang-Undang Revolusi West Papua (UURWP) menjadi patokan perjuangan Papua Merdka, maka dunia internasional tidak akan bertanya lagi,

    “Apakah West Papua sebenarnya mau merdeka atau hanya memprotes dna mengeluh karena pelanggaran HAM yang terjadi, kecemburuan sosial, masalah pribadi karena tidak diberikan jabatan di dalam NKRI?”

    Kesan kecemburuan sosial dan orang West Papua berontak karena menuntut porsi lebih besar daripada sepelumnya sudah menjadi argumen NKRI dan elit politik Papindo sejak tahu 2000. Oleh karena itu, orang West Papua yang benar-benar berjuang untuk West Papua keluar dari NKRI (WPExit) haruslah menunjukkan kepada dunia dengan jelas, “Apa arti, dan mana wajah West Papua sebagai sebuah negara?”

    Banyak negara pasti pesimis, West Papua akan menjadi negara bermanfaat bagi mereka setelah merdeka. Mereka memilih West Papua lebih baik di dalam NKRI. Alasan utamanya apa? Karena mereka mebandingkan dengan orang Melanesia lainnya di Papua New Guinea, Solomon Islands, dan seterusnya, dan mengatakan, kalau West Papua merdeka, paling-paling nanti sama saja dengan mereka, jadi sebaiknya tidak usah saja.

    Pertimbangan pelanggaran HAM, pertimbangan Pepera 1969 yang penuh cacat hukum, cacat moral dan cacat prinsip demokrasi BUKANLAH hal-hal memakukan bagi PBB, NKRI, AS dan Belanda, karena mereka tahu, bahwa apa yang telah terjadi adalah yang terbaik untuk menghindari pengaruh Komunisme menyebar ke Pasifik Selatan, mereka tahu bahwa memberikan West Papua kepada NKRI ialah jalan terbaik waktu itu. Mereka tahu bahwa kalau West Papua mau merdeka hari ini, maka West Papua harus menyatakan sikap dan menunjukkan profile-nya yang jelas dan meyakinkan kepada dunia.

    Tetapi apa yang telah dilakukan ULMWP selama ini?

    ULMWP lakukan pertemuan-pertemuan tertutup. Mereka mengangkan Duta Besar di sana sini. ULWMP hanya memperjuangkan organisasi mana menjadi ketua, mana yang menjadi Sekretaris-Jenderal dan sebagainya, tanpa memikirkan

    “Bagaimana caranya mempresentasikan perjuangan Papua Merdeka kepada dunia internasional, yang mendukung dan yang menentang, dan yang belm punya sikap terhadap perjuangan West Papua untuk melepaskan diri dari NKRI.”

    Para pemimpin ULMWP harus berhenti dari pekerjaan, jabatan dan kegiatan-kegiatan sebagai Aktivis Papua Merdeka, dan menjadi Pemimpin Negara West Papua. Perjuangan Papua Merdeka harus dihentikan dari kegiatan-kegiatan aktivisme menjadi kegiatan-kegiatan kenegaraan, kegiatan-kegiatan formal konstitusional, kegiatan-kegiatan yang bisa dipahami dan mudah diterima oleh negara-negara bangsa lain di dunia.

    Semoga saja! Tugas PMNews ialah memberitakan pencerakan, berbicara karena dan untuk KEBENARAN!

  • Sudah Waktunya Papua Merdeka Dikelola secara Profesional, Budaya Aktivisme Papua Merdeka Harus Ditinggalkan

    Dari wawancara sebelumnya menyangkut kiblat MSG-New York dan HAM-Geneva disebutkan oleh TRWP sbb:

    Cuman sekarang kan orang Papua masih bertepuk dada dan bicara semangat, sementara permainan bangsa Papua untuk melepaskan diri dari NKRI tidak dijalankan secara profesional, bukan?

    Pernyataan “tidak dijalankan secara profesional” meng undang Papua Merdeka News (PMNews) menyempatkan diri bertanya ulang lagi lewat percakapan singkat kepada Sekretaris-Jenderal TRWP, Lt. Gen. TRWP Amunggut Tabi. Berikut petikan percakapan dimaksud.

    PMNews: Ada tambahan kata tidak profesional lagi, dalam percakapan sebelumnya. Ini sedikit mengganggu pemikiran PMNews. Apa maksudnya?

    TRWP: Tidak profesional maksudnya sudah banyak kali kami sampaikan, diterbitkan di PMNews juga kan?

    Coba baca tulisan dulu-dulu.

    Orang bikin Yayasan di Kampung saja perlu pakai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD – ART). Orang Wamena dirikan Koperasi Unit Desa pasti akan susun AD – ART. Itu pasti, karena memang wajib. Tetapi kita menjadi heran, kok perjuangan Papua Merdeka tidak punya aturan main.Kalaupun ada, kita sebagai media perjuangan Papua Merdeka juta tidak tahu. Di media-media lain seperti milik ULMWP,  PNWP, KNPB, NRFPB tidak disiarkan sama sekali.

    Dulu geenerasi pendahulu selama beberapa waktu pernah menggunakan semacam AD OPM, tetapi itu bukan aturan main yang lengkap untuk perjuangan kemerdekaan sebuah bangsa untuk mendirikan Negara-Bangsa. Itu mencantumkan garis-besar arah perjuangan. Dalam kenyataannya Papua Merdeka dijalankan TANPA aturan. Faktanya kita berjuang hanya bermodalkan kehendak kolektiv, keingingan bersama, walaupun bergerak masing-maing, dengan gaya dan program-nya masing-masing, asal nanti ketemu di titik tertentu.

    PMNews: Apakah ini terkait dengan pengesahan Undang-Undang Revolusi West Papua?

    TRWP: Itu salah satunya, bukan satu-satunya.

    PMNews: Salah duanya?

    TRWP: Salah duanya, kalau saja ada aturan main yang sudah ditentukan oleh ULMWP, maka mana itu aturannya? Tidak ada orang yang tahu, bukan?

    Tiba-tiba satu orang Papua menjadi Dubes ULMWP untuk Solomon Islands, tiba-tiba ada Jubir ULMWP untuk Australia, tiba-tiba, dan tiba-tiba. Semua jadi perjuangan yang sulit ditebak dan sulit diukur maju sampai ke mana. Orang Jawa akan bilang kita,

    “Ngawur, kalau tidak tahu berjuang untuk merdeka, jangan coba-coba!”

    PMNews: Salah tiganya?

    TRWP: Salah tiganya jawab sendiri. Kami sudah banyak diwawancarai oleh PMNews, dan sudah banyak menjawab banyak hal.

    PMNews: Walaupun banyak sudah dikatakan, kok tidak pernah ada perubahan?

    TRWP: Sekali lagi, kami tidak punya wewenang untuk mencampuri urusan politik. Itu alasan pertama. Yang kedua, itu tidak berarti kami mebiarkan perjuangan ini menjadi liar dan tidak terkendali, karena Komando Perjuangan Papua Merdeka tetap ada di tangan para Panglima Gerilyawan Papua Merdeka, baik atas nama TRWP ataupun nama-nama kelompok gerilyawan lain.

    PMNews: Kelihatannya TRWP membiarkan kesalahan terjadi, lalu mau ambil alih perjuangan ini?

    TRWP: Oh, itu tidak mungkin. Hanya orang gila bisa berpikiran begitu. Itu cara berpikir orang Melayo-Indos, jangan kita ter-kondisi-kan berpikir seperti mereka. Mari kita berpikir dan berbicara sebagai orang Melanesia. Jangan artinya apa yang tidak dinyatakan sebagai arti implisit dan dimasukkan ke dalam pemahanan sendiri yang justru merugikan perjuangan kita seperti itu.

    Maksud TRWP tidak ada terselubung. Semuanya disampaikan seperti itu, berarti maksudnya juga seperti itu, jangan diartikan lagi. Kalau Melayo-Indos yang mengatakan maka kita masih harus mengartikannya.

    PMNews: Minta maaf, kami tarik kembali pengartian tadi.

    TRWP: Ya, kami berharap dan berdoa, semoga semua orang Papua di dalam ULMWP tidak diracuni oleh pemikiran-pemikiran seperti orang Malayo-Indos. Kami berharap para pimpinan politik Papua Merdeka memahami maksud kami, jeli membaca situasi, dan banyak berdoa dan berpuasa, karena hanya dengan begitu kita akan punya hikmat dan bijaksana, mengetahui apa kehendak Tuhan dan apa permainan dari Iblis lewat NKRI.

    PMNews: Terimakasih banyak. Sekali lagi minta maaf atas salah-salah kata kami. Terimakasih.

    TRWP: Sangat biasa, harus begitu. Terus berkarya, sampai Papua Merdeka, karena Papua Merdeka ialah Harga Hidup Bangsa Papua, bukan harga mati.

  • TRWP TETAP pada Posisi Kiblat MSG – New York bukan HAM – Geneva

    Banyak aktivis Papua Merdeka, banyak tokoh dan elit West Papua, baik di dalam OPM, maupun di dalam ULMWP, di luar negeri dan di dalam negeri, ramai-ramai mengkampanyekan Pelanggaran HAM di Tanah Papua sebagai “nilai jual” untuk menggalang dukungan Masyarakat Internasional, akan tetapi Tentara Revolusi West Papua (TRWP), lewat Sekretaris-Jenderal Lt. Gen. TRWP Amunggut Tabi mengakan,

    TRWP TETAP pada Posisi Kiblat MSG – New York bukan HAM – Geneva

    Pernyataan singkat ini disampaikan lewat pesan singkat yang dikirimkan kepada Papua Merdeka News (PMNews). Kemudian, PMNews menelepon dan berikut hasil percakapan singkat.

    PMNews: Selamat sore.

    TRWP: Selamat Sore. Terkait ditengan SMS tadi pagi?

    PMNews: Ya, betul kami minta penjelasan lanjut. Kalau boleh!

    TRWP: Ya, maksud kami kan sudah jelas, TRWP tetap berpandangan bahwa mengeluhkan tentang pelanggaran HAM di West Papua selama pendudukan NKRI menunjukkan kita ini bangsa tukang mengeluh, dan bangsa budak. Makanya TRWP mau mendidik bangsa Papua, tidak bermental budak. Kita harus merdeka dalam cara kita berpikir, memandang masa depan kita tidak dengan melihat masalah yang ditimbulkan NKRI, tetapi dengan melihat hal-hal yang lebih luas daripada itu.

    PMNews: Apa maksudnya “hal-hal yang lebih luas daripada itu?”

    TRWP: Kami tidak boleh bicara di sini. Ini bersifat strategis, jadi tidak harus ditanyakan seperti itu. Tetapi salah satu hal yang lebih luas adalah pemahaman kita tentang sistem kerja dan organisasi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa itu sendiri. Kita harus tahu dan paham, belajar sistem kerja PBB, dan harus bertanya kepada diri sendiri,

    “Kalau saya mau melepaskan diri dari NKRI, berarti saya berjuang menentang salah satu negara-bangsa anggota PBB. Oleh karena itu, apa taktik yang harus saya gunakan? Siapa yang harus berbicara tentang ngapa? Kalau saya berbicara tentang isu A, atau B, atau C, apa dampaknya? Kalau saya bicara isu A, atau B, atau C di tempat 1, atau 2, atau 3, maka dampaknya apa?”

    Itu hal pertama, kemudian hal kedua, program kerja. Semua harus dirumuskan, semua harus dipetakan, semua harus dirancang. Berdasarkan rancangan itu, kita bergerak, dan kita harus menempatkan semua pemain dalam perjuangan Papua Merdeka, sama dengan cara main Persipura.

    Jadi ada pemain belakang, ada pemain tengah, ada penjaga gawang dan ada penyerang.

    Dan yang terpenting dari itu, yang ketiga, ialah kita harus tahu: Gawangnya ada di mana? Jangan sampai kita tendang ke gawang sendiri. Itu bukan pemain lagi, tetapi orang gila.

    PMNews: Bukankah negara-negara MSG yang mengangkat isu HAM di Geneva baru-baru ini?

    TRWP: Itu yang sudah disebutkan tadi. Pemainnya harus diatur, dan harus diketahui di mana letak gawangnya. Yang ketahuan sekarang kan semua jadi penjaga gawang, semua jadi pemain tengah, semua jadi striker. Persipura yang lahir dari belakang, Papua Merdeka yang lahir sejak setengah abad lalu belum juga belajar cara bermain.

    Ah, lebih parah, parah sekali lagi ini. Catat baik: Semua jadi menejer dan pemain sekaligus. Jadi orang yang masuk main mereka juga menejernya, dan mereka juga pelatihnya.

    Bayangkan Persipura kalau tampil seperti itu.

    Di tanah Papua sendiri tentu saja banyak orang akan meneetawakan Persipura.

    Ingat kita bermain di pentas politik global, di tengah bangsa-bangsa lain di muka Bumi. Cuman sekarang kan orang Papua masih bertepuk dada dan bicara semangat, sementara permainan bangsa Papua untuk melepaskan diri dari NKRI tidak dijalankan secara profesional, bukan?

    PMNews: Maksud TRWP ialah bahwa semua pejuang Papua Merdeka seharusnya datang ke New York, bukan ke Geneva, begitu?

    TRWP: Sekarang kami mau tanya: Orang Papua maunya apa: mau selesaikan kasus-kasus HAM, lalu ikut jalur Jaringan Damai Papua (JDP) di bawah komando BIN-LIPI-Neles Tebay dan berdamai dengan NKRI, ataukah ikut cara kerja Timor Leste, tidak bicara soal HAM, tidak tunduk kepada program penyelesaian HAM, tetapi jalur yang tegas dan konsisten, di luar jalur HAM, tetap kepada tuntutan kemerdekaan?

    Apa maksudnya orang pejuang Papua Merdeka lantas tiba-tiba digiring ke Geneva untuk bicara HAM? Kalau mau bicara HAM, ya bicara HAM saja, dan katakan kepada bangsa Papua, bahwa ULMWP adalah organisasi perjuangan HAM, jangan bawa-bawa isu Papua Merdeka ke dalamnya, sehingga orang West Papua dibakar semangatnya. Jangan menipu lagi dengan isu “West Papua sudah masuk ke meja PBB,” padahal kita ada di Geneva, bukan di New York.

    Ini pembodohan politik. Ini cara kerja generasi Papua Merdeka lalu, era Jouwe, Messet, Kaisiepo dan Fransalbert Joku. Era sekarang jangan sama, sekali lagi, jangan putar lagu lama, jangan makan nasib basi.

    PMNews: Apakah TRWP punya jaringan ke ULMWP dan organ pendukungnya untuk menyampaikan usulan ini?

    TRWP: TRWP tidak boleh mencampuri urusan diplomasi dan politik. TRWP cukup bicara di media seperti PMNews dan lainnya. Kita tidak boleh terbiasa militer mencampuri urusan politik, sama seperti budaya negara-bangsa Indonesia. Kita harus mulai dengan memisahkan urusan militer dari urusan politik. Kalau-pun kami punya hubungan langsung kepada orang-orang ULMWP, kami tidak punya budaya “mengusulkan / menyarankan”. Budaya kami adalah “memerintahkan/ komando”, jadi dunianya sudah berbeda.

    PMNews: Kalau begitu, kami berdoa, kiranya orang-orang ULMWP akan membaca hasil wawancara ini, dan akan memikirkan untuk strategi ke depan.

    TRWP: Ya, kami hanya berharap dan berdoa. Tuhan bersama kita!

    PMNews: Ya, Tuhan memberkati kita. Selamat sore.

    TRWP: Selamat sore! Selamat berjuang! Papua Merdeka Harga Hidup Bangsa Papua!

  • Orang Papua Cepat Menjadi Profesional Pemain Sepak Bola, Tapi Politik Masih Belum Bisa Juga

    Dapat dikatakan sebagai kekecewaan, tetapi juga sekaligus sebagai sebuah pernyataan berdasarkan penilaian, disampaikan oleh Lt. Gen. TRWP Amunggut Tabi dari Markas Pusat Pertahanan bahwa orang Papua sudah berhasil bermain sepak bola secara profesional dalam waktu yang relatif singkat, tetapi untuk bermain politik secara profesional sudah memakan waktu setengah abad lebih tetapi masih belum juga belajar apa-apa.

    Hal itu dikatakan Gen. Tabi dengan menunjukkan beberapa pernyataan berikut.

    Pertama, Boas Solossa dan teman-temannya, didahului oleh Eduuard Ivakdalam dkk telah belajar banyak bagaimana bermain sepak bola secara profesional. Satu contoh, pemain sepak bola harus tunduk kepada wasit, kepada aturan yang ada, kepada kode etik. Bagaimanapun juga, Persipura menganggap tidak bersalah, tetapi kalau wasit menyalahkan, atau wasit tidak membela, maka pemain Persipura telah belajar untuk menerima apapun keputusan wasit.

    Dalam politik Papua Merdeka, ada aturan yang telah diatur, ada Undang-Undang Revolusi West Papua, ada aturan-aturan umum revolusi, ada kode etik, yang kebanyakan tidak diperhatikan oleh aktifis, pejuang dan organ perjuangan Papua Merdeka.

    Kita lhat masing-masing organ keluar dengan proyek masing-masing, Sangat lucu. Kalau ada keputusan dari para tua-tua dalam perjuangan, selalu dibantah, selalu diprotes, selalu membawa ego masing-masing dan memaksakan itu sebagai sesuatu yang benar, dan yang dilakukan orang lain sebagai pendukung NKRI dan dilakukan karena disuruh oleh Indonesia.

    Yang kedua, Persipura bermain tidak seperti dulu, tidak mengikuti arus dan kecepatan lawan. Kebanyakan dalam permainan persipura, mereka selalu merebut kendali dan mengendalikan permainan. Itu tidak terjadi dalam perjuangan Papua Merdeka, orang-orang yang menamakan diri pejuang, aktivis,tokoh, organisasi Papua Merdeka kebanyakan mengikuti irama NKRI, mengikuti bola yang dilempar oleh NKRI. Kalau mereka disebut TPN/OPM, mereka memanggil diri TPN/OPM, kalau mereka disebut KSB, mereka menyebut diri KSB, kalau mereka disebut NKRI teroris, mereka juga berperilaku teroris., kalau Jokowo datang tiap hari ke Papua, mereka juga ribut membicarakan kedatangan presiden kolonial Joko Widodo ke Tanah Papua.

    Pejuang Papua Merdeka tidak pernah punya bola sendiri, selalu mengikuti bola yang dilempar NKRI. Akhirnya apa? Akhirnya bola NKRI diambil kembali, dikendalikankembali, digolkan sendiri oleh NKRi, karena permainan terjadi dalam skenario mereka.

    Contoh lain, saat Sidang Umum PBB terjadi, banyak orang Papua berangkat ke Geneva, ke New York, atas nama tokoh Papua, atas nama tokoh gereja, atas nama tokoh adat, atas nama pejuang HAM. Banyak pernyataan orang Papua keluarkan menjelang dan selama Sidang Umum PBB setiap tahun.

    Begitu juga menjelang Pilkada dalam pemerintah kolonial NKRI, selalu ada pernyataan-pernyataan dari para pejuang Papua Merdeka. Seolah-olah pekerjaan mereka adalah Satgas Kontrol Pekerjaan NKRI di Tanah Papua.

    Ini namanya menyambung lagu NKRI, memainkan bola NKRI. Ini kesalahan fatal.

    Bola Papua Merdeka harus dilempar oleh orang Papua, dikelola dan digiring oleh orang Papua, dan karena akhirnya kita akan dapat menyelesaikannya. Karena bola kita sendirilah yang akan dapat diselesaikan oleh orang Papua.

    Bola Papua Merdeka sudah bergulir di kawasan Melanesia, lewat PNWP, ULMWP, lewat MSG, lewat Solomon Islands, lewat Vanuatu, lewat PIF, dan lewat PBB. Permainan kita sudah canggih, sudah mendunia. Tetapi masih ada saja orang Papua yang ketinggalan zaman, yang tiba-tiba muncul di New York, tiba-tiba bawa pokok doa ke Obama, tiba-tiba mendaftarkan isu West Papua ke New York, tiba-tiba bisik krii, bisik kanan gosip selalu ada, seolah-olah perjuangan Papua Merdeka itu sebuah cerita mistik, sebuah berita gaib.

    Bukan begitu! Tinggalkan cara itu! Itu cara kampungan! Itu cara orang kalah!

    Kita sudah harus mendukung ULMWP, bukan hanya dengan demo-demo dan ibadah syukuran, tetapi lebih-lebih dengan dana dan dukugna secara politik. Kita harus mulai belajar dan tunduk kepada Undang-Undang Revolusi West Papua, karena UURWP iin telah disahkan oleh Parlemen Nasional West Papua (PNWP) milik bangsa Papua, kita juga harus tunduk kepada UURWP karena inilah Undang-Undang yang akan diikuti oleh ULMWP setelah mereka ratifikasi/ terima dan sahkan.

    UURWP sudah harus diwacanakan, dijelaskan, dipelajari, dan akhirnya dilaksanakan oleh semua orang Papua, oleh semua organ perjuangan Papua Merdeka,. Setelah itu baru kita akan mengajak bangsa lain, perusahana asing, termasuk NKRI untuk tunduk kepada UU yang dimiliki oleh tanah dan bangsa Papua.

    Tanah dan bangsa Papua sudah lama tidak punya Hukum Positif negara-bangsa yang mengatur kita semua. Kita hanya menggunakan hukum adat, hukum organisasi dan kode-etik secara terbatas, di masing-masing kelompok, berdasarkan anutan masing-masing. Kini untuk pertama kali dalam sejarah, kita memiliki sebuah standar hukum positif yang sudah secara legal disahkan oleh lembaga PNWP dan akan disusul oleh ULMWP.

    Sangat rugi dari waktu dan tenaga, secara politik dan hukum kalau kita habskan waktu dan tenaga membahas pelanggaran UU NKRI, baik yang dilanggar oleh orang Indonesia ataupun oleh orang Papua, yaitu UU yang menjajah tanah dan bangsa Papua sementara UU yang diatur oleh orang Papua sendiri, yang sidahkan oleh wadah perjuangan Papua Merdeka sendiri, yang mengatur dan membela eksistensi dan hak-hak Tanah dan bangsa Papua tidak dibahas dan tidak ditaati.

    Bola orang Papua, bola asli bangsa Papua ialah “bola Papua Merdeka!”, bola PNWP, bola ULMWP, bola MSG, bola Komite Dekolonisasi PBB, bola PBB, bola lewat UURWP. Bagi yang memainkan bola NKRi, kita sudah jelas tahu akan kalah. Mari kita berharis di belakang PNWP, ULMWP dan MSG, menuju West Papua yang merdeka dan berdaulat di luar NKRI.

    Bagi yang menentang realitas politik ini, bagi yang menganggap kemajuan ini sebaliknya, mari kita sadar penuh, bahwa itu adalah murni anggapan NKRi, karena jelas NKRI tidak mau ada PNWP, tidak mau ada ULMWP, tidak mau ada MSG, tidak mau West Papua menjadi bagian dari Melanesia.

  • Orang Papua Masih Perang Suku Jadi Merdeka Nanti Perang Suku Terus-Menerus?

    “Oh, salah besar, Mas NKRI, orang Papua setelah merdeka bukan hidup dalam Bingka NKRI yang Bhneka Tunggal Ika, kami tidak punya semboyan berbeda-beda tetapi tetap satu, melainkan kami punya motto, “kami harus berbeda-beda dan tinggal dalam keberagaman warisan nenek-moyang dan ciptaan Tuhan.

    NKRI salah besar, kalau berpikri bahwa demokrasi West Papua ialah demokrasi ala NKRI, atau demokrasi Pancasila. Maaf saja, NKRI memang baru belajar berdemokrasi. Kami orang Melanesia, sudah sejak nenek-moyang, mengenal dan mempraktekkan demokrasi yang hakiki, yaitu bukan demokrasi terpimpin, bukan demokrasi pancasila, bukan demokrasi ala Indonesia, tetapi demokrasi asli, demokrasi tulen, yaitu demokrasi yang berarti suara rakyat ialah suara Tuhan.

    Demokrasi West Papua namanya “Demorkasi Kesukuan”, sudah baca atau belum?

    Sudah paham arti “demokrasi kesukuan” apa belum, ayo NKRI, tau ngga?

    Kalau belum tauh, mari ta, ajarin.

    Demokrasi Kesukuan artinya demokrasi di dalam suku-suku, bukan demokrasi dengan penggabungan suku-suku. Kalau demokrasi berjalan di dalam suku-suku, di dalam puak dan marga masing-masing, disertai perlindungan Polisi yang berada pada tingkatan Suku, di mana letak kerawanan prang suku-nya?

    Konflik hanya bisa terjadi saat kita berusaha melakukan proyek rekayasan sosial, dengan menganut ide-ide pluralisme, multi-kulturalisme, dan sejenisnya dan menganggap seolah-olah tidak ada perbedaan, lalu memaksakan semua orang berbangsa satu, berbahasa satu, beridentitas satu atas nama Negara-bangsa. Negara West Papua tidak berideologi seperti itu. Kami akan bangun negara yang pluralis, dan pluralisme itu dipisahkan dengan Undang-Undang Negara sehingga masing-masing keberagaman dibiarkan bertumbuh di dalam koridornya sendiri, sesuai iramanya sendiri, dengan kapasitasnya sendiri.

    Negara West Papua juga akan diselenggarakan dalam Demokrasi Kesukuan yang mengakui membantu masing-masing suku hidup di dalam hukum adat, wilayah ulayat dan masing-masing dengan demikian potensi konflik akan ditekan.

    Kepolisian marga, suku dan Wilayah Adat dalam Negara West Papua juga akan dibangun sedemikian rupa sehingga negara West Papua dalam bidang kepolisian dan keamanan akan diatur sangat berbeda dari kepolisian negara manapun di dunia. Kepolisian Negara ialah bagian dari Pemerintahan Negara (atau Pemerintah Wilayah Adat), yang bertugas bukan untuk menghukum tetapi untuk menjaga perdamaian dan kebersamaan di dalam suku masing-masing).

    Dengan kembalinya masing-masing suku ke wilayah adat, hukum ulayat masing-masing, dengan organisasi sosial yang kembali kepada organisasi awal, ditambah bantuan dari perangkat pemerintahan modern dengan infra-struktur negara, maka jelas kekuatiran perang suku setelah merdeka dapat dibantah dengan mudah.

    Apalagi, orang Papua itu 100% sudah menjadi penganut agama modern. 90% orang Papua beragama Kristen, sehingga ajaran kasih-sayang dan persaudaraan di dalam Kristus akan diutamakan daripada pengutamaan ajaran Islam di Indonesia yang selalu memicu arogansi negara terhadap suku-bangsa yang dianggap mereka “kafir”.

    Semua orang Papua sudah beradab, sudah sebagian besar beragama Kristen. Nah senang perang di Tanah Papua siapa, kalau bukan NKRI? Yang senang orang Papua mati di Tanah leluhurnya sendiri hari ini siapa, kalau bukan NKRI? Kalau senang nonton orang Papua baku hantam siapa, kalau bukan NKRI? Kalau alasan perang suku selalu dia pakai untuk menghentikan perjuangan Papua Merdeka itu siapa kalau bukan NKRI?

    Perang suku di Sentani, di Timika dan di beberapa tempat di Tanah Papua itukan paket dan proyek NKRI, lewat Polri dan TNI, bukan? Siapa yang tidak tahu itu? CIA kan sudah ada di dalam gereja-gereja di Tanah Papua, jadi mereka sebenarnya tahu siapa pemicu dan siapa yang menyuiut perang suku di Tanah Papua hari ini, dan siapa yang senang kalau itu terjadi.

  • Argumen NKRI: Ide Papua Merdeka Sudah Tidak Relevan Lagi

    Kalau sudah tidak relevan lagi, maka apa yang tetap relevan “NKRI Harga Mati?” Sangat tendensius, rasis dan fascis? Mengapa Melayu-Indonesia boleh merdeka tetapi Melanesia-Papua sudah tidak relevan lagi bicara Papua Merdeka?

    Sangat ketinggalan zaman dalam konsep berpikir, karena kemerdekaan ialah hak segala bangsa, seperti ditulis sendiri oleh NKRI di dalam UUD 1945 mereka. Buktinya Inggris saja baru kemarin merdeka dari Uni Eropa. Merdeka bukan barang haram, bukan barang baru! Kalau haram, mengapa Indonesia merdeka dari Belanda? Kalau sudah bukan zamannya, mengapa Inggris sudah merdeka dari Uni Eropa, mengapa Skotlandia bicara referendum? Mengapa Irlandia Utara bicara referendum kemerdekaan? Siapa yang sudah tidak relevan: NKRI dengan segala dalilnya, ataukah ide Papua Merdeka?

    Pada tahun 2000, pernah beredar di kalangan Aliansi Mahasiswa Papua (waktu itu organisasi Pemuda lain tidak ada di Tanah Papua), hanya ada TPN/OPM dan AMP.  Isu yang disebarkan oleh intelijen NKRI itu mengatakan bahwa akhir tahun 2000 ialah batas terakhir PBB berikan izin kepada seluruh bangsa di dunia untuk merdeka dari penjajahan. Kalau lewat dari tahun 2000, maka tidak ada satupun bangsa di dunia ini yang akan didengarkan kalau berbicara kemerdekaan.

    Akibatnya apa?

    Theys Eluay dkk kebakaran jenggot! AMP kelabakan! TPN/OPM turun ke kota Port Numbay per tanggal 1 Desember 2000.

    Ternyata apa? Enembalas tahun kemudian, tahun 2016, Inggris merdeka dari Uni Eropa. Ternyata pada tanggal 21 Mei 2006, Serbia dan Montenegro berpisah, karena Montenegro menyatakan diri merdeka.

    Jadi, “Kapan tidak relevannya?” Siapa bilang “tidak relevan lagi?”

    Bukankah ini sebuah retorika kampungan? Bukankah ini logika kanak-kanak? Apalagi, kalau ada orang Papua percaya degnan logika kanak-kanak dan kampungan ini, maka mereka lebih buruk daripada kampungan dan kanak-kanak.

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?