Tentara Revolusi Papua Barat (TRPB) Markas Pusat Pertahanan – Komando Revolusi Tertinggi
————————————————————–
Dari Markas Pusat Pertahanan TRPB dengan ini hendak menyampaikan konfirmasi terakhir menyangkut kasus sejumlah pengeboman yang terjadi diTimika belakangan ini bahwa:
Peristiwa ini murni ulah Kaum Papua-Indonesia (Papindo), yang menghendaki Freeport dan NKRI memberikan tambahan sesuap nasi;
Para pelaku sendiri adalah bagian dari politik NKRI dalam mencari posisi/ jabatan di kursi Nomor Satu (eksekutiv dan legislativ) di Kabupaten Mimika;
Pengibaran Sang Bintang Kejora, dan mengeluarkan Perintah Operasi atas nama organisasi Perjuangan Papua Merdeka adalah cara kerja penjahat dan penghianat, yang mengatasnamakan perjuangan dan tanah untuk kepentingan posisi dan perut di dalam NKRI. Cara ini mengacaukan dan mengusik ketentraman hidup masyarakat, yang sudah lama ditinggalkan para gerilayawan Papua Merdeka.
Terkait dengan itu, maka TRPB menghimbau:
Agar para kaum Papindo, yang TRPB telah miliki identitas mereka satu per satu, melakukan aksi-aksinya murni dalam rangka menuntut Freeport dan NKRI memperhatikan posiisi dan sesuap nasi mereka, dengan TIDAK MENGORBANKAN BENDERA dan ORGANISASI PERJUANGAN Papua Merdeka, karena dengan demikian perbuatan ini jelas menunjukkan betapa Anda tertinggal dari kemajuan yang sedang terjadi di kubu pertahanan dan perjuangan bangsa Papua untuk kemerdekaannya;
Agar para kaum Papindo menghentikan cara-cara menghasut masyarakat Papua dengan mendorong isu Papua Merdeka, padahal tujuan akhirnya hanyalah meminta jabatan dan porsi uang;
Agar bangsa Papua sendiri pandai membaca situasi dan bergerak berdasarkan suara hatinurani, agar tidak berulang kali, dari tahun ke tahun, terus-menerus ditipu oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab, alias Preman Politik NKRI.
Perjuangan ini bukan merupakan aksi premanisme dan terorisme, ini sebuah gerakan atas nama sebuah identitas dan entitas suku, bangsa, wilayah, budaya, etnis, politik dan ekonomi dalam hukum universal yang berlaku di muka Bumi. Hukum itu melarang tindakan terorisme yang menyesatkan, meresahkan dan mengorbankan masyarakat adat (masyarakat sipil);
Agar para pejuang jabatan BUpati dan Ketua DPR di Kabupaten Mimika menggunakan cara-cara yang profesional dan bermartabat, tidak menggunakan cara-cara preman dan amatir, yang ujung-ujungnya merusak keamanan dan kedamaian hidup masyarakat.
Demikian untuk diketahui oleh NKRI dan bangsa Papua,
Dikeluarkan di: Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi Papua Barat, Pada Tanggal: 17 September 2008
An. Panglima Komando Revolusi Tertinggi;
ttd.
Leut. Gen. TRPB Amunggut Tabi Sekretaris Jenderal
Catatan:
Untuk Informasi atau pertanyaan, silahkan kontak: trpb@papuapost.com, trpb@westpapua.net
Disampaikan kepada segenap pejuang dan masyarakat bangsa Papua di Tanah Air dan di manapun Anda berada, bahwa terkait dengan sejumlah peledakan yang terjadi di berbagai tempat di Timika sejak beberapa hari lalu hingga belakangan ini maka:
Foto AFP
Markas Pusat Pertahanan TRPB masih melakukan kontak/ komunikasi menyangkut peristiwa dimaksud karena motif dan tujuan peristiwa dimaksud belum jelas: “Apakah peristiwa ini menuntut Freeport ditutup? Ataukah sekedar menarik perhatian Dubes AS yang ada di Timika pada saat ini?” Silahkan Rujuk ke www.kabarpapua.com dan www.cenderawasihpos.com dan www.papuapos.com.
Dari pihak Polri dengan jelas dan pasti mengatakan ini bukan perbuatan TRPB dan atas perintah OPM. Tetapi ada pihak yang mengkleim sebagai perbuatan TNP/OPM, alias Tentara Nasional Papua Barat. Perlu diketahui bahwa Organisasi Papua Merdeka tidak memiliki sayap militer bernama Tentara Nasional Papua Barat (TNPB), karena Tentara Nasional akan terbentuk sendirinya setelah pemerintahan nasional terbentuk bersamaan dengan kepolisian dan berbagai aparatur pemerintahan nasional lainnya;
Ada sejumlah kesalahan secara administrasi dan organisasi dalam Surat Selebaran yang dikeluarkan, mengatasnamakan Gen. TRPB Kelly Kwalik dimaksud, yang kesalahannya tidak dapat kami tunjukkan dalam pemberitahuan ini, tetapi cukup menunjukkan bukti ada pihak ketiga terlibat aktiv dalam peristiwa-peristiwa ini;
Untuk sementara, dari Mabes Pertahanan Tentara Revolusi Papua Barat, atas nama Panglima Komando Revolusi Tertinggi Papua Barat, kami menghimbau agar masyarakat Papua tinggal tenang dan tidak terpancing oleh isu-isu yang menyesatkan;
Perjuangan Papua Merdeka kini telah memasuki babak dengan strategi yang tidak sama dengan yang sudah terjadi, sehingga biarkanlah NKRI dan musuh bangsa Papua bersandiwara untuk sesuap nasi di Bumi Cenderawasih. Untuk bangsa Papua hendaknya giat dalam membangun dan mempersiapkan diri dengan tenang dan tenteram.
Tindakan sporadis seperti ini telah banyak menyudutkan posisi Tentara Revolusi Papua Barat dan mengorbankan Masyarakat Adat Papua yang tak berdosa. Kami telah banyak belajar dari pengalaman sendiri.
Demikian untuk diketahui,
Dikeluarkan di: Markas Pusat Pertahanan Tanggal: 14 September 2008 ————————————
JAYAPURA-Mungkin selama ini, orang mengenal isu Papua lebih dominan ke masalah politik ketimbang masalah perempuan. Buktinya, sampai saat ini, isu perempuan Papua di tingkat nasional masih sepi padahal kondisi ini menjadi perhatian semua pihak.
Seperti yang diungkapkan Ketua Komnas HAM Perempuan Silvana ketika bertemu DPRP yang dipimpin Wakil Ketua I Komaruddin Watubun, SH dan Wakil Ketua II Paskalis Kossy, S.Pd, Senin (8/9). “Selama ini, tidak pernah ada yang bicara tentang isu perempuan Papua di tingkat nasional,” katanya. Tak heran jika akhirnya ada kondisi kekosongan tentang isu perempuan Papua di tingkat nasional. Padahal selama ini sudah bukan rahasia lagi perempuan Papua sebagian besar masih jauh tertinggal dibandingkan dengan perempuan – perempuan di daerah lain di tanah air.
Bahkan di sejumlah daerah di Papua menurut Ketua Komisi F yang juga membidangi perempuan Ir Weynand Watory bahwa perempuan Papua umumnya masih hidup dalam kemiskinan, ketertinggalan di berbagai aspek kehidupan hingga ketertindasan. “Mereka sering mengalami korban tindakan kekerasan, karena itu perempuan Papua memang harus ditolong,” katanya. Hanya saja umumnya pengambil kebijakan di Papua banyak yang belum mengerti gender.
Karena kondisi itu pula yang mendorong Komnas Perempuan datang ke Papua dan bertemu dengan sejumlah pengambil keputusan di Papua. “Kami ingin membangun visi bersama untuk membangun perempuan Papua dengan harapan isu perempuan Papua bisa menjadi salah satu katalis untuk elit politik serta hal – hal lainnya” kata Silvana lagi.
Silvana yang didampingi beberapa stafnya ini juga mengungkapkan keheranannya karena meski tiga lembaga utama di Papua yakni eksekutif, MRP dan DPRP sudah memiliki posisi yang fokus terhadap perempuan, namun masalah yang dihadapi perempuan Papua belum juga terselesaikan. “Dengan tiga elemen ini, harusnya momennya sudah cukup bagi Papua, bahkan bisa bisa diteladani oleh daerah lain,,” ujarnya.(ta) [Source: CEPOS]
Dengan ini diumumkan oleh The Diary of OPM (Online Papua Mouthpiece) lewat SPMNews bahwa telah berjalan kembali Pusat Dokumentasi dan Informasi Perjuangan Papua Merdeka di www.westpapua.net dalam empat bahasa (Lani Papua, Inggris, Melayu-Indonesia dan Bislama). Versi Lani-Papua dan Bislama masih dalam persiapa mengingat perlu penutur aslinya untuk meng-update isi situs dimaksud.
Kami juga mengundang siapa saja, Anak, Tokoh, Intekeltual, Aktivis dan Pejuang bangsa Papua untuk mengorbankan keahlian, keterampilan, waktu, tenaga dan dana untuk pengembangan situs ini.
Kami mohn barangsiapa yang dapat mengelola bilik tersendiri dalam situs ini dalam bahasa daerah Papua yang lain: misalnya Muyu, Mee, Biak, Sentani, Ayamaru, Tok Pisin, dan sebagainya untuk menyurat ke: koteka@westpapua.net agari diberikan petunjuk untuk mengupdate, mengingat sebuah blong WordPress dengan multi-bahasa membutuhkan konfigurasi khusus.
WAMENA, SENIN – Pangdam Panglima Kodam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI Azmyn Yusri Nasution setelah dilantik KSAD Jenderal TNI Agustadi SP pada Selasa (19/8) melakukan kunjungan kerja perdana ke Wamena, ibukota Kabupaten Jayawijaya, Papua.
Dari Wamena, Senin (25/8), Antara melaporkan, Pangdam Cenderawasih, Mayjen TNI Nasution setibanya di Wamena dari Jayapura dengan menumpang pesawat komersial Trigana Air langsung dijemput para petinggi TNI dan Polri serta unsur pimpinan daerah di wilayah itu.
Setelah beritirahat sejenak, Pangdam Nasution langsung mengunjungi prajurit TNI yang bertugas di Kodim Wamena, Markas Yonif 756/WMS, Pos rahwan Napua 756 dan Pos Rahwan Walesi 756.
Setiap bertemu dan bertatap muka dengan prajurit TNI yang bertugas di wilayah ini, Pangdam Mayjen TNI Azmyn Yusri Nasution mengajak para prajurit agar membangun iklim persaudaraan dengan masyarakat di wilayah Pegunungan Tengah Papua.
“Saya baru saja dilantik KSAD pada 19 Agustus lalu dan Wamena merupakan kota pertama saya melakukan kunjungan kerja. Itu berarti, Wamena menjadi pusat perhatian kami lantaran wilayah ini sebagai salah satu pusat kebudayaan asli Papua,” katanya.
Dia mengakui kalau banyak orang sering mengatakan bahwa Wamena merupakan jantungnya tanah Papua dan apabila datang ke Papua namun belum menginjakkan kaki di Wamena maka itu berarti belum datang ke tanah Papua.
“Setiap prajurit wajib membangun jalinan persaudaraan dengan masyarakat asli Papua dan menghargai budaya asli Papua sebagai bagian integral dari kebudayaan Nasional Indonesia. Setiap prajurit wajib menjadikan masyarakat Papua sebagai orangtua mereka sendiri di medan tugas,” kata Pangdam Nasution.
Setiap komandan satuan TNI di tanah Papua hendaknya tidak hanya pintar berbicara tetapi juga pintar membangun relasi persahabatan dan persaudaraan dengan masyarakat asli Papua.
Komandan satuan harus dapat menjadi teladan bagi anak buahnya dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menjalin kerja sama konstruktif dengan semua lapisan masyarakat di wilayah ini.
“Hargailah tradisi dan budaya masyarakat asli Papua. Bangunlah kerja sama dengan semua komponen masyarakat tanpa membeda-bedakan suku,agama, ras dan golongan. Kita semua bersaudara sebagai anak-anak sebangsa dan setanah air Indonesia,” katanya.
ISTIMEWA/POLRES BIAK Barang bukti yang diserahkan dua Tentara Papua Merdeka yang menyerahkan diri hari Selasa (26/8) ini. Selasa, 26 Agustus 2008 | 12:23 WIB
Laporan wartawan Kompas Ichwan Susanto
MANOKWARI, SELASA– Dua anggota Tentara Papua Merdeka dari Organisasi Papua Merdeka (TPM-OPM) Biak, Selasa (26/8) pukul 10.00 WIT, menyerahkan diri ke Kepolisian Resor Biak Numfor. Mereka juga menyerahkan dua kartu tanda anggota, dua pucuk pistol rakitan, dan 10 butir peluru.
“Satu anggota berinisial MAP dan satu lagi tidak saya sebutkan demi keselamatan mereka,” ujar Ajun Komisaris Besar Kif Aminanto, Kepala Polres Biak Numfor, ketika menghubungi Kompas, Selasa siang. Pada foto kartu anggota tertulis MAP berasal dari Korps Mariners dan bergambar lambang burung mambruk dengan pita bertuliskan One People One Soul.MAP selama ini bersembunyi di Kampung Vanusi wilayah Biak Barat.
Penyerahan diri kedua orang ini, kata Aminanto, disebabkan perjuangan mendapatkan Papua Merdeka tidak kunjung menunjukkan hasil.
Sesuatu yang mengejutkan dan ditolak mentah-mentah oleh NKRI, terhadap permintaan “TANPA SYARAT” dan “SEKERA” (immediate and unconditional) untuk pembebasan Yusak Pakage dan Phillip Karma dari LP Abepura, sebagai TAPOL/NAPOL yang ditahan hanya karena mengibarkan Bintang Kejora.
Yang perlu dicatat adalah “Mengapa sebuah Kongres dari Negara lain bisa menulis surat kepada wakil rakyat dari Negara lain masalah Papua Barat?” Apa artinya? Apa maknanya bagi perjuangan Papua Merdeka?
Memang, ada debat bahwa “Surat Perintah” memang demikian isinya, bukan surat permohonan, memerintahkan pembebasan kedua NAPOL segera dan tanpa syarat ini dikeluarkan sebatas menyangkut HAM, karena alasan penahanan mereka hanyalah mengibarkan Bendera Bintang Kejora, yang menurut UU Otsus No. 21/2001 adalah sebuah Bendera yang diakui NKRI sebagai lambang daerah dan ras/bangsa Papua. Sama saja dengan nama West Papua (Papua Barat) dulunya disebut Irian Barat, lalu diganti Irian Jaya, kemudian Papua dan Irian Jaya Barat, walaupun kalangan nasionalis Papua memandangnya sebagai sebuah politik tambal-sulam yang cukup menguras tenaga, pikiran, waktu dan dana orang Indonesia, semua perubahan ini terjadi karena ada ‘pengakuan’ dari NKRI dengan nama-nama itu. Sama halnya pula, NKRI juga mengakui bahwa Bintang Kejora adalah lambang daerah, lambang kultural bangsa Papua. Sama saja dengan dari dulu dan hingga sekarang Pulau New Guiena bagian Barat ini selalu disebut West Papua (Papua Barat), tetapi NKRI menyebutnya Irian Barat, Irian Jaya dan kini Papua dan Irian Jaya Barat. Bagaimanapun pandangan dan sebutan orang Papua, NKRI tetap pada pendirian dan keputusannya.
Nah, kalau begitu, mengapa NKRI tidak dapat bertahan pada pendiriannya bahwa Bintang Kejora adalah Lambang Kultural bangsa Papua?
Itulah alasan mengapa Kongres Amerika Serikat mengajukan Surat Perintah dimaksud.
Memang ada tuduhan dari pihak NKRI bahwa AS memainkan peran double-standards, tetapi bukan begitu. Yang terjadi adalah bahwa keberhasilan lobi politik dan diplomasi para pejuang Papua Merdeka dan pejuang mereka membawa isu HAM manusia Papua sudah mengglobal dan tidak dapat ditutup begitu saja. Begitu peristiwa terjadi, sudah ada tanggapan dan sorotan dari dunia internasional, pada detik dan menit yang sama pula. Belum sampai media di Indonesia menyiarkan/ mempublikasikannya, sumber berita Papua Merdeka seperti PapuaPost.com dan Infopapua.org serta berbagai situs lainnya sudah menyiarkan berita-berita langsung, lengkap dengan gambar/ foto-foto.
Itu sebuah keberhasilan dan kemajuan perjuangan Papua Merdeka yang patut disyukuri bangsa Papua.
Mengapa sebuah parlemen negara lain berani memerintahkan presiden negara lain yang dihukum menurut hukum negara lain itu sendiri?
Ini pertanyaan yang harus dijawab oleh orang Papua semua. Pertanyaan lanjutannya adalah: “Apa yang bakalan terjadi kalau…..????”
Yang jelas selama ini bangsa-bangsa dan negara-negara di dunia merasa heran dan bingung dan bertanya, “APAKAH ORANG PAPUA BENAR-BENAR MAU MERDEKA, mendirikan negara di luar NKRI?” Dan para lobbyist dan diplomat Papua Merdeka selalu menjawab, “Ya, sebagian besar orang Papua mau Merdeka!” Tanggapan positiv dan dukunganpun berdatangan. Tetatapi tanggapan (umpan) balik dari bangsa Papua di Tanah Papua sendiri menjadi tidak begitu jelas: APAKAH ORANG PAPUA MAU MERDEKA??
Pertanyaan berlanjut: 1. Apakah orang Papua hanya sanggup menaikkan bendera dan ditangkap, dan membekam di penjara saja? 2. Sampai di situ sajakah kesanggupan orang Papua untuk menunjukkan mereka mau merdeka? 3. Apakah menaikkan bendera secara tiba-tiba, lalu menghilang seolah-olah tidak tahu apa-apa itu merupakan cara tepat untuk menunjukkan, “Ya bangsa Papua Mau Merdeka?” 4. Apa yang bakalan terjadi kalau terjadi kerisuhan atau keributan atau boikot Pemilu 2009 atau mogok masal atau perang melawan NKRI dalam waktu seminggu saja? Apakah dunia akan diam?
JAYAPURA- Ratusan massa kemarin mendatangi UNDP (United Nasional Development ) sebagai salah satu bagian dari lembaga PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) dan DPR Papua. Mereka meminta agar pemeriksaan yang dilakukan terhadap sejumlah pentolan Dewan Adat Papua (DAP) terkait peristiwa peringatan hari pribumi di Wamena beberapa waktu lalu dihentikan.
Massa yang menamakan diri Koalisi Mahasiswa dan Masarakat Peduli Tanah Papua (KMMPTP) itu, tiba di gedung DPR Papua sekitar pukul 14.45 WIT. Mereka datang hanya membawa spanduk yang bertuliskan dua yang urgent “1, UNDP Harus segera mendesak Kapolda Papua untuk menghentikan pemeriksaan terhadap DAP dan panitia perayaan hari Pribumi internasional sebelum ada pelapor khusus dari PBB bagi masyarakat pribumi karena penyelesaian persoalan ini harus melalui hukum internasional bukan hokum RI. 2, Meminta Polisi segera mengungkap pelaku penembakan Opinus Tabuni.
Di halaman Gedung DPRP itu, massa yang dipimpin Buktar Tabuni itu berorasi yang intinya mendesak DPR Papua agar lembaga wakil rakyat itu segera bersurt ke Polda Papua untuk menghentikan pemeriksan terhadap pentolan DAP. “Kami minta DPRP harus segera secepatnya menyurai Kapolda Papua untuk hentikan pemeriksaan terhadap DAP,” teriak Buktar.
Ia juga mengatakan bahwa peristiwa yang terjadi di Wamena itu merupakan bentuk pelanggaran HAM yang harus diusut tuntas oleh pengadilan internasional.
Selain itu, mereka juga menilai pemerintah Republik Indonesia telah menodai dan melanggar deklarasi PBB 13 Septemer 2007 tentang perlindungan bangsa pribumi internasional. “Karena itu, kami minta kasus ini diusut tuntas, karena militer RI sudah mencoreng hari pribumi untuk itu prosesnya harus internasional,” teriaknya lantang.
Dalam pernyataan sikapnya antara lain disebutkan bahwa Deklarasi PBB yang terbaru adalah hak asazi masyarakat adat pribumi (United Nations Declaration on the rights of Indigenous Peoples) yang disahkan dalam sidang PBB tanggal 13 September 2007 di New York. Deklarasi yang terdiri dari 46 pasal itu salah satu pasalnya yakni pasal 3 menyatakan masyarakat adat berhak menentukan nasib sendiri. Atas itu, mereka juga berhak menetukan status politik mereka dan secara bebas memacu pengembangan ekonomi social budaya.
Disebutkan juga bahwa masyarakat adat dalam melaksanakan hak menentukan nasib sendiri dan berhak untuk otonomi atau berpemerintahan sendiri dalam hal – hal local. Salah satunya DAP secara resmi terdaftar sebagai anggota bangsa pribumi internasional se-dunia maka mensyukuri ini DAP melaksanakan Hari perayaan Pribumi tanggal 9 Agustus lalu tetapi perayaan tersebut dinodai dengan insiden penembakan Opinus Tabuni.
Bergantian mereka berorasi antara lain Usama Waka, Rony Murib dan Seby Sambom, namun isi orasinya semuanya hampir sama, mereka meminta dewan untuk menyurati Kapolda. “Untuk itu, kami ingin bertemu dengan semua pimpinan dewan sekarang juga,” kata Usama. Hanya saja, kemarin itu pimpinan DPRP tidak ada, bahkan sebagian besar anggotanya juga tidak hadir sehingga mereka hanya bertemu dengan beberapa anggota diantaranya Ketua Komisi F Ir Weynand Watori, Ketua Komisi E Zakarias Yoppo dan Henny Arobaya dari Komisi A. Mereka diterima di halaman parkir gedung wakil rakyat itu. Weynand Watori mengatakan bahwa pihaknya juga sedang menseriusi kasus tersebut karena ia juga menilai kalau kasus itu mengarah pada pelanggaran HAM. Ia bahkan telah menyampaikan kasus tersebut kepada Ketua Komnas HAM beberapa waktu lalu ketika dating ke Jayapura dan rencananya Komnas juga akan melakukan penyeldikan terhadap kasus tersebut. Kata Weynand, orang Papua tidak ingin terus menjadi korban dan tidak ingin menjadi eksperimen, karena pihaknya meminta Komnas HAM untuk turun ke Wamena. “Kami sudah sampaikan kasus ini kepada Komnas HAM Pusat dan sudha tanyakan peristiwa tersebut tetapi sampai sekarang memang belum ada penjelasan resmi,” katanya. Selain itu, ia juga meminta semua pihak untuk mengungkap kasus in dengan jelas, bagaimana sebenarnya yang terjadi sehingga rakyat merasakan keadilan. Ia berjanji akan menyampaikan aspirasi itu kepada pimpinan dewan dan mengatakan pada Hari Senin nanti dipastikan surat permintaan penghentian pemeriksaan terhadap pentolan DAP sudah sampai di Polda Papua. “Kami usahakan suratnya pada hari Senin nanti suratnya sudah sampai di Polda Papua,” katanya.
Markus Haluk yang juga ikut dalam aksi tersebut mengatakan, pihaknya berharap agar dewan serius menindaklanjuti aspirasi itu dengan harapan Polda Papua dapat menghentikan pemeriksaan terhadap DAP. “Harapan kami begitu, dewan menanggapi ini serius dan segera menyurati Polda,” tandasnya. Sementara itu, demo yang dilakukan oleh KMMPTP ini, dipantau langsung oleh Kapolresta Jayapura, AKBP Roberth Djoenso SH. Menurut Kapolresta, dalam pengamanan demo ini, pihaknya mengerahkan 1 SSK Brimob dan 1 SSK Dalmas Polresta Jayapura.
“Dalam demo ini, kami mengerahkan 2 SSK pasukan untuk mengamankan,” kata Kapolresta. Kapolresta menjelaskan UNDP ini bukan menangani masalah politik dan HAM,namun mereka bekerjasama dengan Bappeda dalam pembangunan terutama untuk mempercepat program pembangunan yang dilaksanakan pemerintah daerah, termasuk bekerjasama dengan BPMD Provinsi Papua dalam bidang ekonomi dan sejumlah LSM yang bergerak di bidang kemasyarakatan.
Seperti diketahui sebelum mendatangi UNDP, KMMPTP lebih dahulu mengelar aksi long marc ( berjalan kaki) dari depan Ekspo Waena ke pertokoan depan Kantor Kanwil Pos Wilayah XI Maluku- Papua. Tak pelak, aksinya itu sempat membuat arus lalu lintas Abepura- Waena macet.
Sebelum massa menuju ke kantor UNDP, sempat terjadi ketegangan antara massa dengan pihak aparat keamanan. Saat itu, massa memaksakan diri untuk berjalan long march, namun dicegah Kapolsekta Abepura AKP D Rumaropen. Alasannya, aksinya itu bisa menganggu ketertiban masyarakat, karena akan membuat arus lalu lintas terganggu.
Selama menggelar orasi di Abepura, massa mendapat pengawalan dari pihak keamanan, dari Brimob, Dalmas Polresta dan Polsekta Abepura. (tia/api/bat/mud)
Memang betul, dalam buku PAPUA MENGGUGAT: Politik Otonomisasi NKRI di Papua Barat, karya Sem Karoba, dkk. secara terus-terang dan berulang-kali disebutkan bahwa “Otonomi” yang “Khusus” artinya “militerisasi” dalam berbagai bentuk: (1) penambahan pasukan, (2) disebabkan oleh penambahan provinsi, kabupaten, distrik, desa, (3) yang menjadi alasan untuk penambahan pasukan; yang artinya (4) peningkatan nyawa melayang di pihak bangsa Papua.
Angkatan perang bertugas untuk membunuh, bukan untuk melindungi. Ia berada di medan perang untuk membunuh, bukan di tempat aman untuk mengamankan ketertiban dan ketenteraman. Maka itu, pembentukan batallyon di Wamena dan di berbagai tempat lain, dilanjutkan dengan penambahan kabupaten baru, dan seterusnya akan terus berakibat kematian orang Papua. Itu rumus baku, tidak bisa kita utak-atik atau menghaluskannya. Pasukan tempur ada, maka ia bertempur, ia bertempur, maka memang ada pihak yang harus mati.
Untuk itu, yang patut bertanggungjawab adalah pihak Papindo yang selama ini mengatakan, “Otonomi Khusus adalah solusi final!” Solusi apa yang final? Solusi untuk membantai dan menghabisi orang Papua sampai titik nol?
Bangsa Papua haruslah berbenah diri, memang sebuah perjuangan tidak akan masuk dari jendela, atau dari langit biru sana, seperti ajaran sejumlah politisi yang menamakan dirinya berjuang untuk Papua Merdeka. Ia juga tidak akan datang dari barat atau timur, utara atau selatan, blok kiri ataupun kanan. Ia akan datang dari telapak tangan orang Papua sendiri, dengan harga “darah dan nyawa” seperti yang dipersembahkan Otinus Tabuni, menyusul berbagai pahlawan revolusi Papua Merdka lainnya.
Pernyataan bersama Amnesty International, East Timor and Indonesia Action (ETAN), dan Team Advokasi Papua Barat sehubungan dengan Surat Kongres kepada Presiden SB Yudoyono.
Pada tanggal 29 July 2009, empat puluh anggota Perwakilan Rakyat Amerika mengirimkan sebuah surat kepada Presiden Republik Indonesia, Bapa Susilo Bambang Yudhoyono memohon agar beliau membebaskan dua tahanan politik yakni Filep Karma dan Yusak Pakage. Karma dan Pakage kini sedang menjalani 10 dan 15 tahun masa tahanan karena mengibarkan bendera Bintang Kejora, dalam sebuah demonstrasi damai di Abepura, Papua, Indonesia. Amnesty International menjadikan mereka sebagai tawanan hatinurani “prisoner of conscience” dan menggalang dukungan International untuk pembebasan mereka.
Presiden Republik Indonesia, Bapak Yudhoyono tidak memberikan reaksi atas surat ini, namun pejabat pemerintah lainnya telah memberikan berbagai komentar melalui media massa nasional dan internasional. Dengan penuh hormat harus meluruskan kita harus meluruskan tiga pernyataan mereka mengenai surat ini.Perlu ditegaskan bahwa bahwa pernyataan ini kami buat bukan mewakili anggota Kongres Amerika yang mengirim surat kepada Presiden Republik Indonesia tersebut.
Pertama, surat itu adalah mengenai hak asasi manusia yang dikenal secara umum dan karena itu sewajarnya bahkan disyaratkan agar hak-hak itu disuarakan oleh anggota komunitas dunia. Seperti halnya Kongres Amerika Serikat, tanpa menghilangkan kepedulian yang penting ini sebagai kepentingan politik belaka.
Ramses Wally, wakil ketua Komisi A DPRP mengatakan: “saya pikir permintaan anggota Kongres Amerika ini bersifat politik bukan sebuah tindakan hukum. Mereka mengklaim bahwa tindakan mereka adalah atas dasar pandangan hak asasi manusia. Pertanyaannya adalah hak asasi manusia apa yang Indonesia langgar dalam menjatuhkan hukuman bagi Filep Karma dan Yusak Pakage?” Penahanan dan pemenjaraan Karma dan Pakage karena menaikkan bendera bintang fajar dalam sebuah demonstrasi damai merupakan pelanggaran akan hak kebebasan berpendapat sebagaimana tertulis dalam pasak 19 dan 20 ayat 1 Pernyataan Umum akan Hak-Hak Asasi Manusia:
Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas (wilayah),” dan “Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat secara damai.
Menurut sumber terpercaya dilaporkan bahwa Karma dan lain-lainnya dianiaya aparat dalam demonstrasi damai, yang secara jelas-jelas melanggar pasal 5, “Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, memperoleh perlakuan atau dihukum secara tidak manusiawi atau direndahkan martabatnya. Dan sudah barangtentu, secara khususnya pelanggaran hak asasi manusia yang paling ekstrim adalah membunuh dalam sebuah demosntrasi damai sebagaimana terjadi di Wamena, 9 Agustus 2008 saat rakyat papua merayakan hari pribumi sedunia.
Kedua, anggota kongres amerika yang menandatangani surat kepada Presiden Republik Indonesia tidak untuk memperjuangkan kemerdekaan Papua dari Indonesia, ataupun NGO yang dimaksud oleh Ramses Wally. Ramses mengatakan bahwa surat itu bagian dari permainan politik yang dimobilisasi oleh sejumlah Internasional NGO yang mencoba menginternasionalisasi masalah Papua sebagai upaya memisahkan Papua Barat dari Indonesia. Tentu saja menyesatkan bila ada yang mengatakan bahwa bahwa surat itu diprakarsai oleh Gerakan Papua Merdeka. Karena baik Amnesty International, maupun East Timor and Indonesia Action Network serta West Papua Advocacy Team tidak bersikap dalam kemerdekaan Papua Barat.
Kami dan anggota Kongres Amerika memahami bahwa Karma dan Pakage harus memiliki hak-hak paling dasar terlepas daripada pandangan politiknya. Mereka tidak dituduh terlibat dalam kekerasaan namun dipenjarakan semata-mata karena menyatakan pendapatnya mengenai hak menentukkan nasib sendiri bagi bangsanya. Seperti para aktivis politik di seluruh dunia, mereka mempergunakan sejumlah simbol sebagai alat peraga dalam mempertegas pandangannya.
Kami didorong oleh pernyataan dari Menteri Pertahanan, Prof Dr Juwono Sudarsono, dalam wawancaranya dengan Reuters. “Saya berusaha meyakinkan kolega saya di pemerintah … bahwa aksi-aksi/ledakan pengibaran benndera atau kebanggaan budaya seharusnya ditolerir pada tingkat tertentu.”
Ketiga dan akhirnya, kita sangat menyadari akan kelemahan Pemerintah Amerika Serikat dalam penegakkan Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu kami secara aktif bekerja untuk memastikan agar pemerintah kami menghormati hak asasi manusia, sebagaimana dilakukan pula oleh sejumlah anggota Kongres Amerika. Amnesty International Amerika Serikat, misalnya dengan penuh semangat menentang berbagai pelanggaran Hak Asasi Manusia oleh sejumlah Pejabat Pemerintah Amerika Serikat.
Karena itu dengan segala hormat kami tidak sependapat dengan Abdillah Toha, Ketua DPR RI, Lembaga Kerjasama Interparlemen, yang menyatakan secara tegas bahwa pelanggaran Hak oleh Pemerintahan Bush dapat dijadikan alasan yang kuat bagi Presiden Yudhoyono untuk tidak mengabaikan permintaan anggota Kongres agar menghargai hak asasi Karma dan Pakage.
Hormat Kami,
Amnesty International
East Timor and Indonesia Action Network
West Papua Advocacy Team
—
diedarkan oleh: *********************************************************************** Watch Indonesia! e.V. Arbeitsgruppe für Demokratie, Menschenrechte und Umweltschutz in Indonesien und Osttimor Planufer 92 d Tel./Fax +49-30-698 179 38 10967 Berlin e-mail: watchindonesia@snafu.de www.watchindonesia.org
Bitte unterstützen Sie unsere Arbeit durch eine Spende. Watch Indonesia! e.V. ist als gemeinnützig und besonders förderungswürdig anerkannt. ***********************************************************************