Tag: features

  • Aparat- Massa Sempat Tegang – Peringatan 1 Desember di Makam Theys

    SENTANI-Selain diwarnai aksi pengibaran bintang kejora di empat titik, peringatan 1 Desember yang disebut-sebut HUT Kemerdekaan Papua Barat di lapangan Taman peringatan kemerdekaan dan pelanggaran hak asazi manusia (memori park Papua freedom and human rights abuses), sempat diwarnai ketegangan antara pihak

    berwajib yang dipimpin langsung Kapolres Jayapura AKBP Drs Didi S Yasmin dengan kelompok massa.
    Ketegangan itu berawal dari massa yang saat usai ibadah melakukan lambaian bintang kejora ukuran kecil yang sengaja disebarkan kepada masa yang hadir saat itu, oleh beberapa orang. Kibaran bendera-bendera ukuran kecil di tangan ratusan warga membuat aparat Polres Jayapura langsung memasuki lapangan tersebut dan menyita bendera-bendera kecil itu.

    Tidak terima dengan sikap petugas yang melakukan penyitaan itu, membuat massa sempat melakukan aksi protes dengan menyerukan agar petugas meninggalkan bekas lapangan sepak bola itu. Namun personel Polres Jayapura yang dipimpin langsung Kapolres Jayapura bersama Wakapolres Kompol Drs Mikael Suradal MM, serta para Kabag dan Kasat di lingkungan Polres Jayapura itu tetap melakukan pengawasan di dalam lapangan hingga massa membubarkan diri secara perlahan-lahan.

    Jalannya prosesi ibadah syukuran, terbilang cukup aman dan tertib. Massa yang sudah berkumpul sejak pukul 07.00 itu begitu antusias mengikuti jalannya ibadah yang dilanjutkan pembacaan Deklarasi Bangsa Papua Barat oleh Sekjen Presidium Dewan Papua (PDP) Thaha Mohammad Alhamid, dan selanjutnya pidato politik oleh Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Forkorus Yaboisembut, Sekjen Presidium Dewan Papua (PDP) Thaha Mohammad Alhamid, dan diakhir oleh laporan ketua panitia oleh Markus Haluk.

    Dari pantauan Cenderawasih Pos sejumlah pertokoan, dan tempat-tempat penjualan serta beberapa kantor yang berada di sekitar lokasi perayaan terpaksa tidak malakukan aktivitasnya. Sementara aktivitas hanya terlihat di lembaga pendidikan SMP N 1 Sentani. Aktivitas Jalan raya yang berada di depan lokasi perayaan ibadah tersebut juga terpaksa dialihkan melewati jalan alternatif lainnya.
    Untuk masuk ke lokasi ibadah terbilang cukup steril, pasalnya baik masyarakat Papua maupun non Papua yang hendak masuk ke lokasi mendapat pemeriksaan ekstra ketat dari beberapa orang yang memang sudah dipersiapkan saat itu. Sejumlah wartawan baik cetak maupun elektronik yang hendak melakukan peliputanpun dilarang untuk memasuki lokasi tersebut, bahkan dihimbau pula oleh beberapa petugas peryaan ibadah 1 Desember agar tidak mengambil gambar saat melakukan ibadah itu.

    Wartawan baru diijinkan masuk setelah menjelang akhir ibadah tersebut, namun saat akan mendekati panggung sempat diusir oleh massa, walaupun akhirnya diijinkan melakukan peliputan. Usai melakukan ibadah secara Nasarani yang dipimpin oleh Pdt Markus Iyai, selanjutnya dilakukan pembacaan Deklarasi Bangsa Papua Barat oleh Sekjen PDP.

    Dimana isi Deklarasi tersebut terdapat 6 point penting yang intinya menyatakan keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta meminta ditutupnya PT Freeport Indonesia. Isi Deklarasi tersebut ditandatangani salah satu tokoh Pemimpin Besar Rakyat Papua, Tom Beanal dan Ketua Dewan Adat Papua Forkorus Yaboisembut, S.pd.

    Usai pembacaan deklarasi dilanjutkan dengan pidato politik. Kesempatan pertama yang diberikan kepada Ketua DAP Forkorus Yaboisembut pada pidato politiknya mengatakan agar hak-hak sejarah bangsa Papua harus dihargai karena bangsa Papua bukanlah hewan yang harus melupakan sejarahnya, apalagi sampai ada paksaan dari oknum-oknum tertentu. Karena sejarah merupakan harga diri yang harus benar-benar diharagai.

    Karena harga diri itu akan membuat rakyat Papua tahu siapa dia, kemana dia, dan untuk apa dia mulai dari dirinya sendiri. Forkorus yakin jika suatu saat nanti semua pihak akan duduk berbicara secara bersama-sama untuk saling mengakui kesalahan dan saling memperbaiki, dan membangun kerjasama. Namun jika kesatuan sudah tidak bisa dipertahankan maka kerjasama harus dilakukan, karena jika orang Papua terus disakiti, maka kemungkianan hubungan Papua dan Indonesia dimasa mendatang untuk bekerja sama sulit terwujud.

    “Jika memang saat ini kita sudah tidak bisa bersatu, marilah kita tingkatkan kerja sama agar dimasa mendatang kita bisa melakukan kerjasama yang baik, dan jangan sakiti orang Papua agar pada masa mendatang kerjasama yang diharapkan bisa terwujud,” ujar Forkorus.

    Forkorus menjelaskan kaitannya dengan sejarah bangsa Papua secara politik sebenarnya deklarasi yang telah dibacakan hanya pengulangan apa yang sudah perna terjadi pada masa lampau yang perna dilakukan oleh Bangsa Belanda 1 Desember 1961 untuk meminta pengakuan bahwa rakyat Papua adalah rumpun Melanesia Ras Negroid, tanpa merusak hak-hak Bangsa Indonesia.

    Sehingga saat ini semua pihak diminta tidak saling mempersalahkan terkait masa lalu bangsa Papua, tetapi secara bersama-sama Bangsa Indonesia dan Papua serta pihak terkait lainnya duduk secara bersama untuk merefisi kembali sejarah bangsa Papua disaksikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    Sementara Sekjen Presidium Dewan Papua (PDP) Thaha Mohammad Alhamid, dalam pidato politiknya mengatakan bahwa saat ini di muka bumi hanyalah satu bangsa yang dengan setia merayakan HUT Kemerdekaannya walaupun masih ditindas. Bangsa Papua saat ini dalam posisi terancam kehidupannya di muka bumi ini, karena mengalami suatu proses pemusnahan yakni dibunuh, mati karena sakit, mati dijalanan, mati karena penyakit HIV/AIDS dan lainnya.

    Untuk itu saat ini harus ada suatu kesatuan untuk membangun kekuatan ,tanpa membedakan suku berdasarkan letak geografis, sebab jika tidak, maka rakyat Papua dapat musnah dari muka bumi ini. “Saat ini bangsa Papua sedang terancam kehidupannya sehingga sekarang harus ada kerjasama tanpa memilah suku dan agama,” ujarnya.

    Thaha mengatakan pula bahwa otonomi khusus yang sudah berjalan 8 tahun yang diharapkan dapat mengangkat kesejahteraan hidup orang Papua telah gagal dan itu sudah diakui Gubernur Papua. Pemerintahan juga gagal, penegakkan hukum juga gagal, pasalnya aparat hanya akan sibuk jika bendera bintang kejora dibentangkan dan hal itu bisa berdampak hingga ke seluruh tanah air, namun korupsi yang terus merajalela di Papua terus dibiarkan.

    Sehingga harus ada jalan lain yang ditempuh oleh rakyat Papua. Untuk itu seluruh rakyat Papua diminta untuk terus memperkuat kesatuan karena kedepan akan ada perkembangan politik yang menggembirakan.

    Acara ibadah tersebut akhirnya ditutup dengan doa yang sampaikan oleh Pdt Herman Awom. Dan selanjutnya satu persatu masyarakat membubarkan diri dari lapangan tersebut, sementara sekitar puluhan orang lainnya memilih menetap di beberapa tenda yang didirikan di lokasi tersebut. Yang terus mendapat pengawasan ketat dari aparat keamanan. (jim).

  • Berkibar di 4 Titik Dua Warga Ditangkap

    JAYAPURA-Meski aparat keamanan telah mewarning akan menindak tegas bagi siapa saja yang mengibarkan bendera bintang kejora pada 1 Desember 2008 yang disebut-sebut sebagai hari kemerdekaan Bangsa Papua Barat, namun rupanya warning tersebut masih saja diabaikan pihak-pihak tertentu. Buktinya dalam perayaan 1 Desember kemarin, dilaporkan Bendera Bintang Kejora itu tetap berkibat di 4 titik. Dari pengibarabn itu, 2 warga ditangkap.

    Berkibarnya Bintang Kejora di 4 Titik ini, tentu sangat disayangkan. Sebab, sebelumnya Dewaan Adat Papua (DAP) melalui ketuanya, Forkorus Yoboisembut menyatakan tidak akan ada pengibaran bendera bintang kejora dalam peringatan 1 Desember.

    Kapolda Papua Irjen Pol Drs FX Bagus Ekodanto membenarkan adanya pengibaran bendera bintang kejora tersebut. “Keempat titik tempat pengibaran bendera bintang kejora tersebut, antara lain, di Manokwari, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika dan Kabupaten Nabire. Dua warga kami tangkap terkait kasus pengibaran bendera bintang kejora tersebut,” ungkap Kapolda saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos semalam Kapolda mengatakan pengibaran bendera bintang kejora pertama dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab di Manokwari, Senin (1/12) sekitar pukul 03.40 wit bertempat di dekat rumah Tokoh TPN/OPM, Jhon Warijo.

    “Polisi setempat berhasil menangkap seorang warga terkait pengibaran bendera bintang kejora tersebut,” ujar Kapolda Bagus Ekodanto.

    Sementara itu, pengibaran kedua terjadi di Timika, Kabupaten Mimika yang diketahui oleh salah seorang pilot Helycopter sekitar pukul 05.30 wit. Hanya saja, pada saat anggota Polres Mimika berangkat ke tempat kejadian perkara (TKP) sekitar pukul 07.00 Wit, bendera yang dikibarkan tersebut sudah tidak ada.

    Namun, Kapolda mengatakan bahwa orang-orang yang diduga pelakunya sudah diketahui, bahkan 1 orang warga telah ditangkap terkait dengan pengibaran bendera bintang kejora itu.

    Pengibaran bendera bintang kejora yang ketiga berada di sebuah kampung di Distrik Wanggar, Kabupaten Nabire, sekitar pukul 06.00 wit yang ditemukan kali pertama oleh anggota Brimob setempat, kemudian langsung diamankan.

    Sedangkan pengibaran di Paniai, jelas Kapolda Bagus Ekodanto, dilakukan di Markas TPN/OPM, Tadius Yogi yang berada di atas gunung yang sulit dijangkau, sekitar pukul 11.30 wit.

    “Mereka mengadakan upacara mulai pukul 11.30 wit hingga pukul 13.00 Wit. Kapolres Paniai sudah menghimbau kepada mereka untuk diturunkan, lalu mereka menurunkan bendera tersebut sekitar pukul 13.30 wit,” ungkap Bagus Ekodanto.

    Meski ada pengibaran bendera bintang kejora tersebut, Kapolda Bagus Ekodanto mengakui bahwa secara keseluruhan kondisi dan situasi kamtibmas di wilayah hukum Polda Papua yang meliputi 2 wilayah administratif yakni Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dalam keadaan aman. Namun, pihaknya tetap mewaspadai terhadap hal-hal yang tidak diinginkan.

    Sebelumnya ada isu-isu akan adanya penyerangan di pos-pos TNI dan Polri menjelang peringatan 1 Desember tersebut, diakui Kapolda Bagus Ekodanto, sejauh ini tidak ada.

    Kapolda Bagus Ekodanto mengatakan bahwa masyarakat tampaknya sadar dan mengetahui bahwa dengan adanya kelompok tertentu yang menyatakan Papua merdeka dengan bendera bintang kejora sebetulnya, tidak membuat masyarakat terpancing.

    Apalagi, saat ini situasi di Provinsi Papua dan Papua Barat dalam keadaan yang kondusif seperti sekarang ini. “Bendera dipasang secara sembunyi-sembunyi dan masyarakat sendiri yang justru melaporkan kepada aparat kepolisian,” katanya. Soal situasi di Sentani, Kabupaten Jayapura, tepatnya di pendopo rumah Alm. They Eluay yang dijadikan sebagai pusat kegiatan ibadah dalam peringatan 1 Desember tersebut, menurut Kapolda juga berlangsung dengan aman.

    Sementara itu, Kapolres Manokwari AKBP Pit Wahyu yang dikonfirmasi koran ini, Senin (1/12) di ruang kerjanya membenarkan adanya bendera bintang kejora yang diikat di tiang bambu dan dipasang di Honai. Sayangnya, orang nomor 1 dijajaran Polres Manokwari ini tidak mengijinkan wartawan untuk memotret barang bukti tersebut. “Ia bendera bintang kejora ada dipasang di honai dengan menggunakan bambu, tapi pelakunya kita tidak tahu. Barang bukti sudah kita amankan,”tuturnya.

    Diakui, saat itu sekitar pukul 03.00 WIT dini hari ia bersama anggotanya sedang melakukan patroli keliling kota Manokwari. Tidak lama kemudian kembali ke Mapolres, saat itu juga ia melihat ke arah laut dan melihat ada 2 buah perahu yang mencurigakan. Sehingga pihaknya langsung memerintahkan anggotanya untuk mengecek tempat sandar perahu tersebut untuk dilakukan pemeriksaan.

    Anggota yang diperintahkan mengecek perahu tersebut langsung menuju ke arah Kwawi karena perahu tersebut menuju Kwawi. Kapolres mengaku tidak bisa melihat perahu tersebut secara jelas karena gelap disertai dengan hujan. Tetapi yang jelas perahu tersebut datang dari arah sekitar Sanggeng. Sinar lampu dari perahu yang hanya menyala sesekali membuat pihaknya semakin curiga.

    Setelah anggota Patroli tiba di jembatan tersebut tidak lagi melihat perahu yang sedang sandar. Tetapi polisi langsung menyaksikan sebuah bendera bintang kejora berkibar. Bendera tersebut diikat di bambu bulat kecil dan dipasang di Honai yang ada disekitar jembatan tersebut. Kemungkinan kata Kapolres para pelaku usai memasang langsung pergi. Sehingga tidak kedapatan oleh anggota yang melakukan patroli. “Mereka kelihatannya cepat sekali, apalagi saat itu kita masih siap-siap mereka sudah hampir sandar,”tuturnya lagi.

    Melihat bendera tersebut, anggota polisi langsung mengamankan BB bendera bintang kejora ke Mapolres. Mengenai adanya indikasi dari oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan 1 Desember untuk mengibarkan bendera bintang kejora, Kapolres mengatakan tidak bisa dipastikan, karena tidak ada saksi yang melihat pelaku yang memasang bendera tersebut. Sehingga penyelidikannya tidak bisa dilanjutkan. Kapolres juga yakin tidak akan ada kejadian yang sama dihari-hari yang akan datang, kecuali momen tahun depan.(bat/sr)

  • Politik Papua Merdeka dan Dukungan Internasional

    Catatan untuk Perkembangan Diplomasi di Inggris Raya

    Dalam memainkan politik dan diplomasi antarbangsa, kita patut berpatokan kepada peri kehidupan manusia dalam ruang-lingkung terkecil, yakni antara Anda, anggota keluarga, tetangga, kerabat-keluarga dekat,. semarga dan sesuku. Hal itu sangat mendasar karena pada dasarnya urusan politik dan diplomasi yang terjadi kehidupan manusia tetap sama, dengan prinsip dan nuansa yang sama, dengan tujuan dan kepentingan yang sama. Yang berbeda hanyalah ruang-lingkup, strategi dan manusia yang bermain di dalamnya.

    Hukum Alam
    Kita umpamakan dari contoh kasus kecil untuk melihat kasus perjuangan Papua Merdeka. Bilamana seseorang atau Anda sendiri tertimpa masalah, dan Anda membutuhkan bantuan dari pihak lain, maka tentu saja secara otomatis siapapun dia, tanpa pandang asal-usul, suku, agama, wilayah geografis tempat tinggal kita, semua makhluk, manusia maupun hewan serta makhluk lain, tentu akan mengharapkan pertolongan pertama dan terakhir dari anggota kelurganya sendiri. Kebutuhan dan pemenuhan atas kebutuhan itu terjadi secara alamiah, tidak dapat digantikan oleh apapun dan siapapun juga.

    Kita lihat contoh hukum alam ini dalam kehidupan makhluk selain manusia. Seekor ayam yang diserang akan dibela mati-matian oleh induknya di saat awal sampai akhirnya . Seekor anjing yang diserang akan dibela mati-matian oleh teman-teman dan induknya.

    Setelah pertolongan pertama itu, akan datang pertolongan dari tetangga dan kerabat. Pertolongan dari tetangga dan kerabat itupun akan datang dengan syarat misalnya bilamana serangan dari pihak lain itu menyebar ke ruang lingkup geografis yang lebih luas sampai ke tempat ayam/anjing lain atau bila persoalan itu berlangsung agak lama sehingga diketahui oleh tetangga dan kerabat yang bersangkutan. Kalau tidak maka tidak akan diketahui atau kalaupun diketahui dan pertolongan-pun tidak akan ada karena persoalan itu berakhir cepat atau juga karena terkurung dalam ruang-lingkup sendiri. Makanya kita kenal polisi dan tentara Indonesia selalu melokalisir dan mengurung masalah agar tidak meluas dan tidak menyebar serta tidak berkepanjangan..

    Dari contoh kecil ini, bangsa Papua sudah tahu siapakah induk dari ayam itu, dan siapa kerabat dan tetangga itu.

    Pada saat ayam itu diserang dan ketika induknya berteriak dan melawan, ayam-ayam lain-pun akan berteriak pertanda ada bahaya. Akan tetapi, ayam-ayam lain itu tidak akan langsung datang dan memberikan bantuan. Mereka hanya sebatas berteriak sebagai pertanda ada bahaya. Sampai-sampai segenap kampungpun bisa kedengaran teriakan ayam pertanya bahaya. Demikian pula anjing yang diserang tadi, segenap kampung dan bahkan kampung tetanggapun akan menggonggong. Tempat-tempat orang banyak memelihara anjing seperti Hong Kong dan sejumlah negara bagian di Barat akan kedengaran gonggongan anjing seantero negara gara-gara hanya satu anjing tertimpa masalah dan menggonggong.
    ***

    Pertandingan Indonesia vs. Papua Barat
    Bila kita kaitkan perjuangan ini dengan sebuah pertandingan sepak bola, maka dalam permainan sepak bola ada dua kesebelasan yang bertanding, dan masing-masing kesebelasan dengan pelatih, menejer dan segala perlengkapan tim sepakbola . Satu tim minimal memiliki 11 pemain, tetapi kebanyakan membawa pemain pengganti sejumlah sama dengan pemain inti, ada juga setengah dari pemain inti.

    Kalau ada sebuah pertandingan, maka tentu ada dua kesebelasan, ada wasit, ada hakim garis, ada lapangan sepak bola, ada petugas keamanan, ada inspektur pertandingan, dan segala perlengkapan lainnya. Perlu dicatat di sini, ada kelompok yang berada di luar darikedua kesebelasan tadi, tetapi yang biasanya sangat menentukan hasil sebuah pertandingan ialah ‘para penonton’ –kesebelasan si anu-mania.

    Bagaimanapun juga, dalam pengalaman pertandingan sejauh ini, terutama di Indonesia dan di Papua Barat, faktor penonton sangat menentukan kemenangan sebuah kesebelasan. Lihat saja berapa kali Persipura dan Persiwa pernah kalah saat bermain di Lapangan Sepakbola Mandala Jayapura dan Lapangan Sepakbola Pendidikan Wamena. Hampir keseluruhan pertandingan dimenangkan, mereka memetik angka penuh. Padahal pemain, pelatih, official, menejer dan semua kelengkapan yang sama pula yang ke luar dari Wamena/Jayapura, selalu saja ada kemungkinan limapuluh persen kalah, seri atau menang. Tidak seratus 60% menang, jangankan 90%. Ada apa di balik penonton? Jelas sekali, faktor penonton sangatlah krusial dan menentukan hasil akhir tim yang masuk ke lapangan dan bertanding.

    Kalau dicocokkan antara pertandingan ini dengan perjuangan Papua Merdeka sebagai pertandingan antara NKRI vs. Papua Barat, maka kita dapat menilai apakah sudah ada kelengkapan organisasi dan personel dalam kedua kesebelasan yang sedang bertanding, siapa-siapa yang dapat disebut sebagai pelatih, menejer, official, pemain inti, pemain cadangan, striker, pemain belakang, penjaga gawang, sampai kepada di mana lapangannya, siapa wasit dan hakim garisnya, dan akhirnya siapa penontonnya.

    Setelah itu, kita dapat menggariskan peta politik perjuangan Papua Merdeka lewat kemajuan dan kemunduran yang sudah sedang dialami bangsa Papua sejak perjuangan ini dimulai dan mulai menempatkan masing-masing pihak sebagai apa saja: pelatih, pemain, penonton, dll. Jadi kita perlu tempatkan negara-negara yang ada di dunia ini, dalam kasus ini Parlemen dan negara Inggris dengan pertanyaan, “Apakah mereka kita tempatkan atau potensial untuk ditempatkan sebagai pemain, penonton, hakim garis, wasit, pelatih, official, pemain, atau apa?”
    ***

    Pelajaran: Hukum Alam, Hukum Sejati, Hukum KEBENARAN
    Kita lanjutkan dengan menggabungkan dua ilustrasi tadi. Ada aspek penyebaran masalah secara geografis penting untuk seekor ayam, dan aspek berteriak agar diketahui oleh anjing dan ayam lain merupakan tindakan yang penting dan menentukan sosialisasi sebuah masalah. Dengan kata lain, penonton begitu penting karena mereka dapat meneriakkan yel-yel yang dapat membangkitkan semangat dan menambah kekuatan para pemain untuk bermain secara gemilang. Akan tetapi sebelum itu kita perlu ingat dengan baik, siapa yang dapat memberikan pertolongan pertama? dan siapa yang memimpin atau mengerahkan para penonton untuk memeriakkan yel-yel dan dukungan kepada para pemain. Karena tanpa itu para penonton akan diam saja dan kalau pun berteriak tidak akan seirama, dan dengan demikian berpengaruh terhadap irama permainan di lapangan hijau.

    Kita juga perlu usahakan agar para penonton hadir di lapangan pertandingan yang benar, jangan sampai pertandingannya di tempat lain, orang pergi nonton di lapangan lain. Apalagi kalau pertandingan itu tidak punya lapangan? Apalagi kalau tidak punya wasit dan hakim garis? Lebih parah lagi kalau pertandingan itu hanyalah sebuah nama, tidak ada pemain yang bertanding di lapangan hijau. Barangkali itu sebuah pertandingan di alam “mimpi.”

    Inggris Raya sebagai sebuah negara barat yang tahu serta berpengalaman luas dan lama dalam menjajah dan memerdekaan wilayah dan bangsa jajahannya, negara yang memiliki wilayah persemakmuran terbesar di dunia, dan negara yang memiliki demokrasi paling tua serta menunjung tinggi nilai-nilai HAM sedunia memang memiliki peran penting dalam pertandingan ini. Akan tetapi, “Apakah ia kita tempatkan sebagi pemain, penonton, hakim garis, wasit atau penonton dalam layar TV di rumah?”

    Posisi mereka ditentukan oleh, “Di mana pertandingan itu berlangsung? Atau “Lapangan pertandingan.” Kalau pertandingan Persipura vs. Persib Bandung berlangsung di Bandung, maka yang akan datang sebagai supporter Persipura paling-paling para mahasiswa Papua yang ada di Pulau Jawa dan lebih khusus yang berkuliah di Bandung dan sekitarnya. Demikian pula kalau pertandingan itu terjadi di Jawa Timur, maka orang Papua terdekatlah yang akan datang.

    Maka kita perlu tanyakan, “Pertandingan NKRI – Papua Barat berlangsung di lapangan mana?” Pemain dan kesebelasan sudah jelas, tetapi lapangan pertandingan perlu kita tentukan. Setelah itu kita perlu ketahui siapa wasit dan siapa hakim garis sehingga pada saat terjadi pelanggaran, kita dapat mengeluhkan pelanggaran itu kepada mereka untuk memberikan ganjaran kepada para pelanggar aturan main dimaksud. Tanpa itu maka pertandingan akan berlangsung dengan hukum rimba, yang artinya bukanlah sebuah pertandingan, tetapi adalah sebuah perlawanan antara dua bangsa.

    Penutup
    Barangkali bangsa Papua perlu belajar dari seekor ayam dan anjing, agar supaya jangan sampai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologinya tidak membutakan dia sehingga lupa akan hukum alam yang sejati dan hakiki. Dari dasar hukum alam itulah, maka bangsa Papua memantapkan dirinya selama pertandingan ini berlangsung.

    Perjuangan Papua Merdeka bukanlah sebuah perang antara manusia Indonesia dan manusia Papua, tetapi sebuah pertandingan yang bergengsi dan bermartabat, sebuah lomba antara TIPU MUSLIHAT vs. KEBENARAN.

    Memang KEBENARAN tidak membutuhkan bantuan siapapun, karena ia selalu dan pasti menang, kapanpun, di manapun, dan bagaimanapun juga. Yang patut kita lakukan barangkali adalah meneriakkan perjuangan itu agar dikenal oleh sanak-saudara dan kerabat serta tetangga, agar perjuangan itu janganlah sampai begitu singkat dan bara api itu janganlah sampai dipadamkan, agar biarlah ia tetap membara, ia tetap berteriak dan menggonggong, agar ia dikenal sekalian umat manusia, bahwa di sini, di Papua Barat dan Indonesia, di Pasifik Selatan dan di Asia Tenggara ini, berlangsung sebuah pertandingan antara TIPU MUSLIHAT vs. KEBENARAN, yang patut disaksikan dan diberi sokongan. Kita perlu memberitahu lapangan pertandingan. Kita perlu mengenal siapa wasit dan hakim garisnya, agar kita jangan salah alamat dalam mengeluhkan pelanggaran yang terjadi dalam pertandingan ini. Kita juga perlu memilih para penonton Papua-Mania yang bersemangat dengan irama yel-yel yang sama dan seirama, yang akan mendorong para pemain memainkan bolanya dengan semangat tanpa henti dan memetik kemenangan.

    Walaupun kemenangan itu bukanlah sebuah hasil dari perjuangan kita, karena itu mutlak kemenangan dari KEBENARAN , barangkali tidak salah kalau kita tempatkan diri sebagai salah satu dari para official dan menejemen pengelola kesebelasan besar ini, karena kita tahu bahwa kemenangan memang sudah ada di pihak kita. Akan tetapi agar pertandingan itu disaksikan oleh penonton yang membangkitkan semangat juang, maka barangkali perlu mencari dan bila perlu membayar biaya transportasi dan minuman buat para penonton agar mereka bertahan dan terus meneriakkan yel-yel kesebelasan Papua Merdeka.

    Ya, pertandingan itu sudah berlangsung sejak setengah abad lalu, dan kini sedang berlangsung. Sayangnya belum begitu banyak yang menyaksikan dan meneriakkan yel-yel. Wasitnya juga tidak ada, hakim garis tidak ada juga. Para pemain juga selalu gonta-ganti semau sendiri, karena memang dasar tidak ada pelatih, official dan menejer kesebelasan ini. Lebih parah lagi, pertandingan itu sendiri sering pindah lapangan, 1 menit di satu lapangan, 2 menit di lapangan lain, 4 menit di lapangan yang lain lagi, 5 menit di lapangan lain lagi, dan begitu seterusnya sampai hari ini. Pemainnya banyak gonta-ganti, tempat juga selalu berpindah. Ditambah lagi banyak persoalan teknis lainnya melilit dan melemahkan semangat juga ini.

    KALAU SAJA, kita tempatkan Inggris sebagai Anjing Besar di Kampung Demokrasi dan HAM yang akan turun tangan kalau anjing-anjing kecil di kampung ini diserang; BILAMANA kita anggap Inggris sebagai pemimpin lagu-lagu kemenangan kesebelasan PAPUA MERDEKA yang berteriak di pinggir lapangan untuk kemenangan kesebelasan Papua Barat, maka dapat kita bayangkan apa yang dapat disumbangkan oleh negara penjajah sekaligus penolong kaum jajahan itu.

    TETAPI KALAU kita tempatkan Inggris sebagai yang lain, maka sama juga, kita perlu tempatkan peran dan fungsinya secara proporsional dan rasional. Dalam memposisikan Inggris itu, kita juga patut bertanya kepada ayam-ayam dan anjing-anjing lain yang adalah kerabat dan keluarga di tempat satu ayam yang sedang diserang: Papua Barat, yakni kaum, bangsa dan negara sesama Melanesia yang sudah merdeka secara politik saat ini: PNG, Solomon Islands, Vanuatu, Fiji, ditambah Nauru. Penempatan mereka juga ditentukan oleh lapangan pertandingan. Dan lapangan pertandingan ditentukan oleh siapa yang bertanding dan kapan. Itu hukum alam, hukum yang sudah ada sebelum manusia ada, apalagi sebelum manusia pernah punya hukum manapun dan apapun juga, hukum ini sudah ada, sedang ada dan akan ada selamanya.
    Kalau seekor ayam dan anjing saja, secara naluriah atau alamiah tahu persis siapa gerangan orang yang akan membantu dan memintakan bantuan itu, maka apalagi manusia dan manusia Papua. [ed].

  • Jaket Bergambar Bintang Kejora Ditemukan di LP Abe

    JAYAPURA-Menjelang 1 Desember, aparat kepolisian Polresta Jayapura tampaknya tidak ingin kecolongan dengan pengibaran bendera bintang kejora seperti yang dilakukan Filep Karma di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Abepura pada tahun 2006 lalu.

    Untuk itu, malam menjelang 1 Desember 2008, Minggu (30/11) malam sekitar pukul 21.00 wit, Polresta Jayapura melakukan razia di LP Abepura tersebut, yang dipimpin Wakapolsekta Abepura, Iptu Peterson Kalahatu dan Kaur Bin Ops Satuan Reskrim Polresta Jayapura, Iptu Yudha Pranata.

    Hanya saja, saat petugas masuk ke dalam LP Abepura, Kalapas Abepura, Antonius M Ayorbaba SH, MSi tidak mengijinkan wartawan masuk meliput langsung kegiatan razia tersebut.
    “Mohon maaf, kami tidak ijinkan rekan wartawan masuk ke dalam. Nanti saja setelah selesai razia,” kata Kalapas Ayorbaba kepada wartawan.

    Kalapas menjelaskan bahwa saat ini, penghuni LP Abepura yang memiliki kapasitas 230 orang ini, terisi narapidana sebanyak 128 orang dan tahanan sebanyak 89 orang. “Total ada 217 orang penghuni LP,” ujarnya.

    Para penghuni LP ini, khusus narapidana politik antara lain, Filep Karma dan Yusak Pakage. Sedangkan, narapidana yang terkait kasus 16 Maret di Uncen Abepura yang menewaskan 4 anggota Brimob dan 1 anggota TNI AU ini, antara lain, Selvius Bobby, Kosmos Yual, Elias Tamaka, Pieter Buiney, Patrick Aronggear, Mathias Dimara, Nelson Rumbiak, Feri Pakage, Mon Jefri Pawika dan Ricky Jitmau masih ada di dalam.

    “Mereka masih ada di dalam,” ujar Kalapas Ayorbaba.

    Sekitar pukul 23.00 wit, petugas Polresta Jayapura yang melakukan razia sudah selesai dan keluar dari ruangan tahanan LP Abepura. Petugas tampak membawa barang bukti berupa 2 palu, 1 skop, 1 sendok garpu, gergaji dan pisau serta potongan kayu.

    Petugas tampak melihat isi keresek plastik warna putih hasil razia tersebut beberapa barang bukti yang dibawa petugas, termasuk jaket warna putih bergambar bendera bintang kejora.
    “Tidak ada ditemukan yang lain, hanya jaket bergambar bendera bintang kejora saja dan alat tukang,” ujar sebuah sumber usai pemeriksaan di ruang tahanan.

    Sementara itu, Kalapas Abepura, Antonius Ayorbaba saat dihubungi Cenderawasih Pos semalam mengakui adanya penemuan berbagai peralatan tukang yang ada di dalam LP Abepura dalam razia tersebut.

    “Kami akan cek dari blok mana saja peralatan tukang itu,” ujar Kalapas.

    Kalapas juga membenarkan adanya temuan jaket warna putih yang ditemukan adanya gambar bendera bintang kejora tersebut, hanya saja siapa pemiliknya, Kalapas mengakui belum mengetahui secara pasti. “Saat ditemukan, tidak ada yang mengaku siapa pemiliknya, sehingga kami akan cek,” imbuh Kalapas Ayorbaba. (bat)

  • DAP Tak Sebar Undangan – Tapi Klaim Akan Dihadiri 1000-an Orang

    SEMENTARA ITU, Ketua Panitia Kegiatan 1 Desember yang disebut-sebut sebagai HUT Kemerdekaan Papua Barat ke- 47, Markus Haluk mengakui bahwa memang agenda 1 Desember besok (hari ini red) hanya akan dilakukan ibadah dan beberapa pesan-pesan moral. Namun untuk teknis pelaksanaan ibadah itu sudah ditugaskan kepada masing-masing seksi untuk mengatur, dan sampai saat ini dirinya juga belum mengetahui pendeta siapa yang bakal melayani.

    “Untuk masing-masing tugas kami sudah serahkan kepada masing-masing seksi termasuk pelayan besok, dan sampai saat ini saya juga belum mengetahui siapa yang akan melayani nanti,” ujar Markus ketika dihubungi semalam.

    Kegiatan tersebut akan dipusatkan di lapangan Taman peringatan kemerdekaan dan pelanggaran hak asazi manusia (memori park Papua freedom and human rights abuses) seluruh masyarakat Papua akan melakukan ibadah bersama untuk mengenang sejarah perjalanan Bangsa Papua.

    Walaupun perayaan tersebut dianggap pemerintah aksi berbau makar karena mengancam kedaulatan NKRI, namun tidak menyurutkan niat rakyat Papua yang dikoordinir Dewan Adat Papua (DAP) pimpinan Forkorus Yaboisembut ini untuk tetap melakukan peryaan 1 Desember ini.

    Sebaliknya DAP menganggap bahwa pihak-pihak yang berniat menghalangi dan membatasi aksi perayaan 1 Desember lah yang merupakan bentuk pelecehan hak-hak dasar yang perlu mendapat tindakan hukum. Karena itu, ia meminta perayaan 1 Desember hari ini jangan dihalang-halangi.
    Perayaan HUT 1 Dsember saat ini dilakukan secara serentak di seluruh tanah Papua, bahkan juga dilakukan di sejumlah daerah di Indonesia, seperti Bali dan pulau Jawa. Bagi masyarakat yang berada di luar pulau Papua yakni pulau Bali dan Jawa yang didominasi oleh mahasiswa asal Papua akan melakukan orasi politik ke keduataan Amerika Serikat dan Kedutaan Negeri Belanda.

    Bentuk aksi perayaan HUT Kemerdekaan Papua Barat tersebut seperti disampaikan Ketua Dewan Adat Papua Forkorus Yaboisembut, S.Pd ketika dihubungi semalam. “Bagi rakyat Papua yang berada di Papua akan melakukan ibadah syukur, sementara bagi rakyat Papua yang berada di luar Papua akan melakukan orasi politik ke kedutaan AS dan belanda,” ujar pria yang juga berprofesi sebagai pahlawan tanpa tanda jasa ini.

    Forkorus juga mengatakan bahwa usai ibadah nanti akan dilanjutkan dengan penyampaian pesan-pesan moral hak asasi manusia, yang akan disampaikan oleh dirinya sendiri dan juga Presidium Dewan Papua (PDP) serta perwakilan para mahasiswa, hanya saja teknis pelaksaannya akan diatur oleh panitia pelaksana moment 1 Desember yang dikoordinir oleh Markus Haluk.

    Forkorus mengatakan jumlah massa yang akan hadir dalam perayaan hari ini diperkirakan sekitar 1000 orang lebih. Ketika disinggung siapa saja yang telah diundang untuk menghadiri perayaan HUT Kemerdekaan Papua Barat hari ini, Forkorus mengatakan bahwa pada moment 1 Desember tidak ada undangan resmi, namun bagi siapa saja yang merasa sebagai rakyat Papua yang mempunyai hati dan jiwa untuk Tanah Papua pasti akan datang.

    Ia mengatakan, percuma saja buat undangan karena paling tidak ada yang datang karena takut dituding sebagai antek-antek TPN/OPM, terutama pemerintah baik yang putra daerah maupun yang bukan. Namun bagi Forkorus itu bukan menjadi suatu persoalan.
    Karena yang terpenting adalah hikmah dari perayaan HUT Kemerdekaan Papua Barat itu sendiri yang perlu dikenang dengan hati nurani. Untuk teknis perayaan ibdah sampai saat ini Forkorus belum mengetahui siapa yang akan melayani nanti, karena teknisnya akan diatur oleh panitia perayaan HUT Kemerdekaan Papua Barat.

    Sementara Kapolres Jayapura AKBP Drs Didi S Yasmin kepada Cenderawasih Pos menghimbau agar masyarakat tetap melakukan aktivitas seperti biasanya dan juga masyarakat jangan termakan isu-isu menyesatkan terkait agenda 1 Desember yang dikenal dengan perayaan HUT Kemerdekaan Papua Barat.(jim)

  • Demo, Tuntut Dialog Pangdam dan Kapolda – (Massa Berdoa di Makam Theys)

    JAYAPURA- Puluhan massa kemarin kembali mendatangi gedung DPR Papua di Jayapura. Para pendemo ini menuntut janji DPR Papua pada aksi mereka tanggal 3 November lalu yang akan menfasilitasi mereka untuk bertemu Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjend TNI AY Nasution dan Kapolda Papua Irjend Pol FX Bagus Ekodanto, terkait pengungkapan penembakan Opinus Tabuni 9 Agustus lalu di Wamena.

    Massa yang menamakan diri Koalisi Peduli HAM Papua dan dipimpin Bukctar Tabuni itu, tiba di Gedung DPR Papua sekitar pukul 13.00 WIT setelah melakukan longmarch dari Expo Waena ke Abepura lalu dengan kendaraan truk menuju tempat penculikan Theys Hio Eluai di Skyland untuk melakukan penghormatan dan berdoa di sana.

    Setelah itu massa kembali longmarch menuju Jayapura dengan melewati Polda Papua dan ke Halaman DPR Papua.

    Setibanya, di DPRP, mereka berjajar dan Bucktar Tabuni mulai berorasi setelah lebih dulu berdoa. Antara lain ia mengatakan bahwa kedatangan mereka ke gedung itu antara lain adalah untuk menagih janji Ketua DPR Papua John Ibo untuk berdialog dengan Pangdam XVII/Cenderawsih dan Kapolda Papua. “Kami datang ke sini untuk menagih janji, karena sampai sekarang ini dialog yang kami minta belum juga dilaksanakan,” katanya lantang.

    Ia lalu mengatakan bahwa kedatangan mereka juga ingin menanyakan kepada Kapolda dan Pangdam siapa penembak Opinus Tabuni dan kenapa ia harus ditembak. Bukctar ingin agar kedua petinggi TNI dan Polisi itu dihadirkan untuk dialog dengan mereka saat itu juga, karena John Ibo sudah menjanjikan kepada mereka untuk membuka dialog.

    Bergantian, mereka berorasi dan terus mengkritisi dewan maupun TNI / Polri baik khususnya yang terkait dengan kematian Opinus Tabuni pada peringatan Hari Pribumi Internasional di wamena beberapa waktu lalu.

    Begitu juga dengan Markus Haluk yang juga ikut berorasi, ia mendesak Kapolda untuk segera mengungkap siapa pembunuh Opinus Tabuni. “Sudah tiga bulan tiga hari Opinus dibunuh tetapi kenapa sampai sekarang belum juga diungkap,” teriaknya lantang. Karena itu, pihaknya mendesak Polda maupun Pangdam untuk mengungkap kasus tersebut.

    Untuk itu, Markus Haluk memberikan deadline waktu sampai tanggal 1 Desember dan kalau sampai tanggal 1 Desember nanti belum ada titik terang atau kasus itu belum juga terungkap maka pihaknya akan melakukan sesuatu. “Saya tidak mau katakan apa, tetapi kami minta 1 Desember kasus itu sudah harus terungkap, kami deadline waktu disitu apapun ceritanya, kalau tidak ada tanda – tanda, maka….,” katanya.

    Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak main-main dengan tuntutannya itu, karena itu, pihaknya akan terus menunggu DPRP, Pangdam dan Kapolda untuk berdialog mengungkap kasus ini. “Saya heran kenapa DPRP, Pangdam, Kapolda saling lempar saya lihat jadinya seperti bola pimpong, karena itu kami tuntut itu dan sejauh mana Polda mendalami kasus kematian Opinus tabuni,” koarnya lagi.

    Selain itu, Markus juga mengatakan bahwa aksi mereka kemarin sekaligus untuk mencanangkan tanggal 10 November hari dimana tokoh sentral Papua Theys Hio Eluai di bunuh sebagai Hari Kematian HAM di Papua. “Jadi tanggal 10 November hari kematian Theys kami canangkan sebagai kematian HAM di Papua,” jelasnya.

    Sampai pukul 15.00 WIT mereka berorasi, tidak seorangpun anggota DPRP menemui mereka. Sehingga saat itu pimpinan massa sempat bersitegang dengan aparat Polisi, tetapi untungnya tidak berlanjut. Tak lama kemudian, Weynand Watori, Banyamin Patondok, Zakarias Yoppo dan beberapa anggota DPRP lainnya menemui massa. Bersamaan dengan itu, massa membuka dompet amal di tengah – tengah kerumunan massa. Al hasil beramai – ramai ke enam anggota DPRP itu ikut memberikan sumbangan uang yang dismpan di wadah kardus. Ada juga beberapa sumbangan dari massa itu sendiri. Tidak ada penjelasan rinci tentang tujuan dibukanya dompet amal itu.

    Selanjutnya, meskipun enam orang anggota DPRP telah menemui massa, tetapi mereka juga tidak bisa memberikan jaminan untuk menghadirkan petinggi TNI dan Polisi itu. Ia hanya mengatakan bahwa salah seorang wakil Ketua akan menemui mereka tetapi saat itu sedang berada di Sentani karena sedang mengikuti acara.

    Tetapi, sampai pukul 17.00 WIT di tunggu, wakil ketua itu tidak juga datang hingga akhirnya massa bubar sendiri. Weynand Watrori hanya mengatakan bahwa pihaknya bisa berjanji tetapi aspirasi yang disampaikan oleh massa akan disampaikan pada pimpinan dewan sehingga janji dewan kepada mereka untuk berdialog dengan Pangdam dan Kapolda bisa segera direalisir dalam waktu dekat ini.
    Sebelumnya massa pendemo ini dengan yang menggunakan 3 truk mampir di lokasi penculikan Alm Theys Hiyo Eluay dan sopirnya, Aristoteles Masoka di sekitar Perumahan Pemda Entrop Entrop pada 10 November 2001 silam.

    “Agenda kami yaitu mendatangi lokasi penculikan lalu berdoa dan memberikan penghormatan,” singkat Buchtar Tabuni saat dihubungi Cenderawasih Pos lewat hand phone selulernya.
    Setibanya massa dilokasi berukuran kecil dekat dengan jurang itu, terlihat pula Ketua Dewan Adat Papua, Forkorus Yaboi Sembut dan tokoh DAP lainnya. Acarapun dilanjutkan dengan penyampaian sepatah kata oleh Forkorus Yaboi Sembut.”Kita berkumpul disini untuk mengenang kembali waktu penculikan tokoh Papua Theys Eluay yang merupakan satu bukti terjadinya pelanggaran HAM,” tutur Forkorus yang saat itu datang dengan topi kebesarannya dan dilanjutkan dengan mengheningkan cipta sekitar 10 detik.

    Sebelum acara singkat ini diakhiri, massa kembali menundukkan kepala dalam doa yang dibacakan oleh seorang wanita menggunakan bahasa daerah.Terlihat beberapa pemuda dan pemudi yang menitikkan air mata mengenang kematian Alm Theys.”Ini ketidakwajaran yang dilakukan dalam peradaban bangsa Papua,” celetuk seorang pemuda sebelum membubarkan diri.Diakhir acara, Buchtarpun ambil bagian dengan menyampaikan pendapatnya.Dikatakan bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai tokohnya dan saat ini kita sedang melakukannya sebagai tanda perjuangan itu masih ada,” koarnya.
    Lanjut Bucthar dengan lokasi yang hanya beberapa meter dari tempat penampungan sampah ini menandakan pelecehan terhadap tokoh pejuang dengan tidak memberikan rasa hormat karenanya secara spontan Buchtarpun memerintahkan untuk mengangkat 1 bak sampah yang saat itu nongkrong dekat dengan lokasi.”Angkat! dan singkirkan,” ujarnya lantang.Satu komando ini, massapun mendekati bak sampah yang dimaksud dan beramai-ramai menggulingkan ke dalam jurang dan tidak telihat lagi oleh mata.Meski saat itu masih mendapatkan pengawalan dari aparat Dalmas Polresta, namun dalam aksi ini sama sekali tidak nampak bentuk pencegahan oleh aparat dan rombongan akhirnya kembali melanjutkan perjalanan ke DPR Papua.(ta/ade)

  • Haul Kematian Theys, Ricuh

    Liputan6.com, Jayapura: Haul memperingati tujuh tahun kematian Theys Hiyo Eluai di Gedung DPRD Papua, Rabu (12/11), berlangsung ricuh. Massa pendukung Theys nyaris bentrok dengan polisi. Mereka marah begitu mengetahui pimpinan Dewan tidak berada di tempat.

    Adu mulut antara polisi dengan demonstran terjadi saat warga yang akan menyampaikan aspirasi kecewa karena Ketua Dewan Papua tidak hadir. Demonstran berorasi di depan Gedung Dewan meminta agar berbagai pelanggaran hak asasi manusia seperti kasus kematian Theys dan yang terakhir Optimus Tabuni diungkap.

    Salah seorang anggota Dewan, Weynant Watory akhirnya menemui demonstran. Dia berjanji mempertemukan wakil pendemo dengan Ketua Dewan pada Jumat esok. Massa juga mendesak dipertemukan dengan Panglima Kodam XVII Cendrawasih dan Kepala Kepolisian Daerah Papua.(TOZ/Tim Liputan 6 SCTV)

  • Bank Indonesia Tidak Selamatkan Indover

    Jakarta (ANTARA News) – Bank Indonesia akhirnya memutuskan tidak menyuntikan dana guna menyelamatkan anak usahanya, Bank Indover, dari kebangkrutan setelah dibekukan oleh pengadilan Belanda.

    BI tak dapat memberikan suntikan dana karena tidak mendapat persetujuan resmi dari DPR hingga berakhirnya masa yang diberikan bank sentral Belanda 31 Oktober 2008, ungkap Deputi Gubernur Senior BI Miranda S Goeltom di Jakarta, Jumat.

    Selama ini baru Komisi XI DPR yang memberikan keputusan tidak berkeberatan untuk melakukan aksi penyelamatan, namun tidak ada keputusan di paripurna DPR mengenai penyuntikan dana itu.

    Sementara itu, untuk penyelesaian lebih lanjut, saat ini BI tengah bekerjasama dengan kurator yang telah ditunjuk bank sentral Belanda dalam menyelesaikan masalah ini.

    Miranda menambahkan, pihaknya siap untuk diaudit, baik audit biasa maupun investegasi oleh auditor independen termasuk BPK, disamping menjanjikan untuk menyelesaikan aset perbankan nasional pada Indover yang diperkirakan mencapai jutaan dolar AS.

    Deputi Gubernur BI Mulyaman D Hadad mengatakan BI membuat tim untuk mengkaji dampak kebankrutan Indover baik secara finansial maupun terhadap perbankan.

    Sementara Deputi Gubernur Hartadi A Sarwono berjanji meminimalkan dampak Indover terhadap naiknya risiko Indonesia di dunia Internasional dengan memberikan informasi yang benar.

    “Ini adalah masalah korporasi BI dengan anak usahanya, bukan masalah negara. Ini hanya masalah korporasi biasa,” katanya.

    Bank Indover dibekukan pengadilan Belanda setelah gagal bayar sebesar 92 juta dolar AS. Sebelumnya BI, Pemerintah dan DPR membahas penyelesaian Indover yang salah satunya merancang penyelamatan melalui suntikan dana sebesar 546 juta euro.

    Dalam konferensi pers itu, semua anggota dewan gubernur BI hadir.

  • 34 Parpol di Tolikara Ancam Boikot Pemilu 2009

    WAMENA-Jika di Kabupaten Yahukimo 19 parpol mengancam akan memboikot penyelenggaraan Pemilu (baca Cepos Rabu 29/10), hal yang sama bakal terjadi di Kabupaten Tolikara, dimana 34 parpol yang tergabung dalam Forum Lintas Parpol Kabupaten Tolikara sepakat akan memboikot penyelenggaraan pemilu 2009.

    Selain mengancam memboikot Pemilu, ke 34 pimpinan parpol tersebut juga mendesak Ketua KPU provinsi Papua, Beny Sweny untuk bersikap tegas mengganti Ketua KPU Tolikara yang dinilai tidak transparan dan profesional dalam melaksanakan tugasnya selaku penyelenggara Pilkada.

    Ancama pemboikotan tersebut ditegaskan Ketua Forum Lintas Parpol Amerson Wenda, S. Pd didampingi para pimpinan partai lain dalam press conference dengan wartawan di Wamena Kamis (30/10) siang.
    “Tindakan yang dilakukan oleh Ketua KPUD Tolikara Iswardi CB. Parani, SE selaku penyelenggara pilkada itu sudah menyalahi aturan karena memihak parpol tertentu, selain itu yang bersangkutan masih aktif sebagai PNS. Karena itu kami minta kepada Ketua KPU provinsi segera mengganti Ketua KPU Tolikara sebelum megumumkan daftar calon tetap (DCT) legislatif,” tukas Amerson yang diiyakan pimpinan parpol yang lain.

    Setelah dilakukan PAW bagi ketua KPU nanti, kami mendesak kepada ketua KPU yang baru bersama anggotanya segera membentuk panitia pengawas Pemilu (Panwaslu) yang hingga kini belum terbentuk,” ujarnya.

    Sementara Ketua KPU Tolikara Iswardi CB. Parani yang ditemui koran ini menuturkan, pihaknya membantah keras adanya tudingan yang ditujukan kepada dirinya karena diduga terlibat dalam kegiatan politik salah satu partai. “Saya tidak pernah terlibat dalam kegiatan politik, saya tetap menjalankan tugas sebagaimana biasanya selaku penyelenggara Pilkada yang independent dan bersikap netral,” tegas Iswardi.

    Sekedar diketahui partai yang tergabung dalam forum lintas parpol masing-masing partai hanura, partai peduli rakyat nasional, partai karya perjuangan, PNI-Marhaenisme, partai demokrasi pembaharuan, partai pemuda indonesia, PMB, PKS, PPDI, PDK, PPD, PD, PDS, PBR, PP, PM, PBN, PRN, PK, PKB, PPPI, PSI, PAN, PBB, PKPI, PIS, P.Gerindra, PNBKI, PPIB, PKPB, PB, PKNU dan PNUI. (jk)

  • Benny Wenda, IPWP dan Sikap Pemerintah Inggris

    Benny Wenda dan Richard Samuelson
    Benny Wenda dan Richard Samuelson

    Pada 15 Oktober 2008 diselenggarakan pertemuan sekitar 30 aktivis Papua Merdeka dan beberapa anggota parlemen (2 dari Inggris dan masing-masing 1 dari Vanuatu dan Papua Nugini). Pertemuan ini membentuk forum yang disebut International Parliamentarians for West Papua (IPWP). Nampaknya, para aktivis penyelenggara mencoba mengulang sukses International Parliamentarians for East Timor (IPET) yang katanya sukses mendorong kemerdekaan Timor Leste.

    Belum bisa dikatakan bahwa mereka akan mengulang sukses IPET karena ini masih merupakan langkah awal. Kekuatan politiknya bergantung pada apakah dukungan dari anggota parlemen dari berbagai negara akan bertambah. Sejauh ini memang IPWP tidak mencerminkan sikap parlemen Inggris yang terdiri dari 646 anggota House of Commons dan 746 anggota House of Lords. Lebih jauh lagi, IPWP juga tidak bisa dikatakan mencerminkan sikap pemerintah Inggris.

    Fenomena pembentukan IPWP di gedung parlemen Inggris adalah keberhasilan kampanye kelompok Papua Merdeka di Oxford yang terdiri dua pemain inti yakni eksil politik asal Wamena Benny Wenda dan seorang Pendeta Inggris Richard Samuelson. Benny dan Richard berhasil meyakinkan sejumlah aktivis LSM di Inggris dan di Belanda untuk mendukung kampanye mereka. Usaha keras mereka berhasil setidaknya meyakinkan dua anggota parlemen Inggris Lord Harries of Pentregarth MP dan Hon. Andrew Smith MP dan mendatangkan masing-masing seorang anggota parlemen Vanuatu dan Papua Nugini. Seorang bekas anggota IPET juga hadir di situ.

    Dari sisi jaringan gerakan, Benny berhasil membangun pengaruh di kalangan aktivis asal pegunungan di Papua dan di Jawa. Demo pendukung IPWP sebanyak 700-an orang di Jayapura pada 16 Oktober 2008 yang dipimpin Buktar Tabuni, Dominggu Rumaropen dan kawan-kawan menunjukkan bahwa terdapat kaitan erat di antara kelompok Inggris dengan kelompok Jayapura (Papua). Yang menarik, Benny dan jaringannya berhasil membangkitkan harapan tinggi dan eforia massa terhadap kemerdekaan Papua. Banyak anak muda Papua percaya bahwa IPWP hari itu mendeklarasikan kemerdekaan Papua. Oleh karena itu dalam sebuah wawancara Sekjen PDP Thaha Alhamid perlu menglarifikasi bahwa pertemuan tersebut dimaksudkan untuk menggalang dukungan internasional dan bukan hari kemerdekaan Papua. Ada kesan bahwa Benny dan kawan-kawan membesar-besarkan signifikansi politik IPWP.

    Keberhasilan kampanye kelompok Benny tampak pula dari reaksi pemerintah Indonesia. Tidak kurang dari Duta Besar Indonesia untuk Inggris Yuri Thamrin dan sejumlah petinggi Indonesia di Jakarta memberikan pernyataan bahwa IPWP tidak signifikan secara politik karena tidak mencerminkan sikap pemerintah Inggris. Terlebih lagi, petinggi polisi dari Mabes Polri juga menyatakan bahwa Benny Wenda adalah kriminal yang melarikan diri dari penjara. Pernyataan yang dimuat di berbagai media massa itu justru menunjukkan bahwa kampanye IPWP telah berhasil membuat „stabilitas‟ Papua terganggu dan dengan sendirinya pemerintah Indonesia juga merasa terganggu. Terasa sekali bahwa counter pihak pemerintah Indonesia reaktif dan tidak berhasil membangun simpati publik internasional.

    Tidak banyak orang tahu bahwa Benny sangat kecewa dengan pemerintah Inggris. Hal ini terlihat dari suratnya kepada PM Inggris Gordon Brown tertanggal 5 Mei 2008. Dia mengklaim telah berkeliling Inggris dan mendapatkan dukungan rakyat Inggris. Tetapi menurutnya pemerintah Inggris mengabaikan dukungan rakyatnya. Singkatnya, Benny tidak melihat sedikit pun tanda bahwa pemerintah Inggris memberikan dukungan pada gerakan Papua Merdeka. Sangat wajar bahwa Benny Wenda kecewa dengan sikap dan pandangan resmi pemerintah Inggris. Sikap pemerintah Inggris itu jelas terlihat di dalam notulensi percakapan di House of Lords antara Menteri Persemakmuran Malloch-Brown dengan beberapa anggota parlemen mengenai isu Papua pada 13 November 2007. Isu Papua itu sendiri pada saat itu diangkat oleh Lord Harries of Pentregarth yang juga kemudian menjadi anggota IPWP.

    Menteri Malloch-Brown menyatakan bahwa pemerintah Inggris tidak merencanakan untuk mengangkat masalah Papua di forum Dewan Keamanan PBB. Pemerintah Inggris menghormati integritas teritorial Indonesia dan tidak mendukung kemerdekaan Papua. Inggris percaya bahwa pelaksanaan UU Otonomi Khusus secara penuh adalah jalan terbaik untuk penyelesaian masalah perbedaan internal dan stabilitas jangka panjang Papua secara berkelanjutan. Jalan terbaik untuk mengurai isu Papua yang kompleks adalah dengan memromosikan dialog damai antara kelompok-kelompok Papua dengan pemerintah Indonesia.

    Pemerintah Inggris mengakui bahwa terdapat banyak perdebatan tentang apakah pada Pepera 1969 orang Papua membuat keputusan secara obyektif dan secara bebas menurut keinginan mereka. Meskipun demikian, kata Malloc-Brown, hasil Pepera 1969 sudah diterima oleh PBB pada saat itu dan sejak itu tidak ada lagi keraguan internasional bahwa Papua adalah bagian dari Indonesia. Dalam bidang HAM, Inggris sudah mencantumkannya di laporan HAM Kementerian Luar Negeri dan pemerintah mengangkatnya melalui kedutaan Inggris di Jakarta. Meskipun demikian pemerintah Inggris melihat bahwa skala pelanggaran tersebut masih relatif kecil dan tidak bisa menjadi alasan utama (untuk kemerdekaan Papua). Kedua, karena pemerintah Inggris tidak menerima kemerdekaan Papua, maka Inggris tidak menganggapnya pantas untuk mengangkat isu Papua di Dewan Keamanan atau Sidang Umum.

    Kekecewaan pemerintah Inggris (terhadap pemerintah Indonesia) adalah bahwa pelaksanaan UU Otsus tidak mengalami kemajuan akibat pertentangan antara pemerintah dengan kelompok lokal Papua. Meskipun demikian, Inggris percaya bahwa pemerintah Indonesia di bawah Susilo Bambang Yudhoyono lebih menghormati HAM daripada Rezim sebelumnya. Para pejabat di Kedutaan Inggris di Jakarta telah mengunjungi Papua secara berkala dan menemui pejabat lokal, akademisi, wartawan dan LSM, dan hasilnya pemerintah Inggris menyampaikan keprihatinannya kepada pemerintah Indonesia.

    Secara tegas Malloch-Brown mengatakan, “Saya menolak karakterisasi Papua sebagai Dafur kecil (menentang pernyataan Lord Kilclooney). …We insist that it (Papua) should not be bracketed with major abuses such as Darfur, Zimbabwe or Burma.”
    (Foto: Aktivis Papua Merdeka Benny Wenda dan Richard Samuelson, diambil dari )

    Sumber:
    http://muridan-papua.blogspot.com/

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?