Tag: features

  • Pemanggilan Socrates Dinilai Prematur

    JAYAPURA-Upaya pemanggilan yang dilakukan Polda Papua terhadap Ketua Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua Socrates Sofyan Yoman untuk klarifikasi terkait pernyataannya yang dianggap mencemarkan nama baik Polri maupun TNI, ditanggapi oleh praktisi hukum asal Papua Gustaf Kawer,SH.

    Ia menilai, upaya pemanggilan terhadap Socrates itu prematur.

    "Saya bingung dengan tindakan Polda Papua, sebab jika Socrates diundang untuk melakukan klarifikasi, dan akhirnya Socrates tidak datang, lalu Polda melakukan pemanggilan bahkan mengarah ke pamanggilan paksa, maka hal tersebut sangat prematur, sebab di dalam KUHP tidak ada yang mengatur soal undangan klarifikasi,” katanya.

    Ia mempertanyakan, sebenarnya pemanggilan Socrates itu dari konteks apa? “Jika dipanggil sebagai saksi, maka sebagai tersangkanya siapa? dan jika dipanggil sebagai tersangka maka Polda Papua harus memiliki saksi-saksi yang lebih dari satu dan harus didukung oleh bukti-bukti yang akurat, tidak bisa asal menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” ujarnya.

    Menurutnya, sejak awal sebenarnya Polda tidak perlu tersinggung dengan apa yang diungkap oleh Socrates, sebab jika itu menyinggung Polda Papua dan diekspos di Media masa, maka Polda Papua atau Kodam XVII/Cenderawasih bisa melakukan hak jawab melalui media massa yang sama. “Saya pikir baik Polda maupun Kodam juga sudah menyampaikan hak jawabnya di media yang sama itu. Jadi kalau mau menjerat dengan pasal-pasal KUHP seperti pasal 310, 311, tentang penghinaan, agaknya sangat prematur,” tandasnya.

    Ia menyarankan, dalam kasus ini, Polda Papua seharusnya menggunakan pendekatan Community Policing, artinya pendekatan kepada masyarakat, sehingga dapat mencegah terjadinya gesekan di bawah, antara masyarakat dan aparat keamanan. “Tujuannya hanya demi keamanan. Di satu sisi aparat bisa melaksanakan tugasnya dengan baik, di sisi lain rakyat bisa merasa terlindung dengan kehadiran aparat keamanan dan rakyat tidak merasa ditekan,” pungkasnya.

    Sementara itu, Polda Papua nampaknya akan tetap berupaya memproses hukum Socrates, meskipun undangan untuk klarifikasi maupun panggilan yang sudah dilayangkan Polda Papua itu belum dipenuhi oleh Socrates.

    ”Ini adalah bentuk komitmen Polda Papua dalam rangka penegakan hukum, dengan demikian proses hukum terhadap Socrates terus berjalan meskipun yang bersangkutan tidak memenuhi undangan dan panggilan kami,” tegas Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Papua, Komisaris Besar Polisi, Wachyono kepada Cenderawasih Pos melalui telepon selulernya, Selasa (24/8) kemarin.

    Dikatakan, penanganan kasus ini sudah dilakukan oleh penyidik dari Direktorat Reserse dan Kriminal (Ditreskim) dan sampai saat ini masih dalam proses. Artinya saat ini penyidik sedang mengumpulkan keterangan-keterangan dari berbagai sumber di antaranya saksi ahli bahasa dari Universitas Cenderawasih Jayapura ditambah dari beberapa anggota di Kabupaten Puncak Jaya. ”Proses hukumnya tetap dilaksanakan sesuai dengan undang-undang yang berlaku bahkan sesuai dengan pasal yang memberatkan Socrates,” tukasnya.

    ”Kita tetap mengumpulkan barang bukti dan pemeriksaan saksi-saksi tetap dilakukan termasuk saksi ahli bahkan barang bukti seperti Koran Harian Cenderawasih Pos dan Koran Harian Bintang Papua adalah bukti untuk menguatkan di muka persidangan nanti,” ujarnya.

    Menyoal adanya anggapan bahwa proses hukum Socrates prematur, Kabid Humas membantahnya. ”Itu tidak benar dan nanti akan dibuktikan di muka persidangan, sehingga jangan banyak komentar soal kasus Socrates ini. Kasus Socrates tidak prematur dan proses hukumnya tetap berjalan,” tegasnya.

    Wachyono yang juga mantan Kapolres Fak-Fak ini mengungkapkan, pihaknya mempersilahkan saja masyarakat menilai apa soal kasus Socrates, namun yang jelas prosesnya tetap berjalan dan Polda Papua tidak terpengaruh dengan berbagai komentar orang, sebab Polda berjalan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku yaitu KUHP dan KUHAP. ”Sebaliknya kalau sampai persoalan ini tidak diproses sebagaimana ketentuan undang-undang maka masyarakat bisa menilai Polda Papua tidak serius,” tandasnya. (cak/nal/fud) (scorpions) 

  • Berita Duka: Telah Meninggal Dunia Pejuang Pemuda Papua, Oten/Sony Uaga 14 Agustus 2010

    15-17-Oct-2008001001200 Tentang Almarhum Oten Uaga alias Sonny

    Setelah Almarhum menamatkan Pendidikan STM Ninabuwa Obambo Wamena pada tahun 2007, lalu melanjutkan studinya di jenjang Universitas di pulau jawa. Sejak tahun 2007 mulai mendaftarkan diri pada salah satu universitas yaitu Universitas Saryana Wiyata Taman Siswa (UST). Mulai tahun 2007 Almarhum ikut aktif dalam Gerakan Mahasiswa Papua (Aliansi Mahasiswa West Papua).

    Pada tahun 2008 AMWP melakukan agenda gerakan kembali ke Tanah air, di luar pulau Papua dikoordinir oleh Komite Aksi Nasional Rakyat Papua Barat (KANRPB), sedangkan di Papua dikoordinir oleh Komite Nasional Papua Barat (KNPB), pada intinya mendorong kemandekan Gerakan Demokratisasi di tanah Papua (Lebih pada mendorong aksi-aksi di kota).

    Inti agenda gerakan kembali ke tanah air adalah Boikot Pemilu tahap pertama, dalam agenda ini Almarhum diberi kepercayaan untuk memimpin salah satu gelombang/tahap/team dalam perjalanan ke Papua, gerakan kembali ke tanah air melakukan konsolidasi menyeluruh di pulau Jawa dan Bali kemudian tahap keberangkatanpun dijadwalkan. Dari tahap pertama hingga tahap ketiga, Almarhum memimpin kawan-kawannya pada tahap ke tiga. Setelah sampai di tanah air West Papua mereka melakukan kerja-kerja agenda politik sesuai dengan arahan, pada proses perjalanannya terjadi perbedaan pandangan para pimpinan gerakan di lapangan sehingga menimbulkan aksi kontak fisik dengan aparat keamanan di West Papua.

    Setelah kejadian tersebut membuat kawan-kawan yang lain mengambil sikap untuk berjuang dengan cara-cara kekerasan, sehingga kawan-kawan semuanya melakukan pengungsian bergeser ke Abe Gunung untuk mempertegas sikap politiknya. Sedangkan Almarhum dengan beberapa kawan-kawan yang lainnya bergabung dengan utusan khusus pemantauan Pemilu dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua. Selama mereka berada di pinggiran kota Port Numbay kurang lebih selama lima (5) bulan mereka terus melakukan aksi-aksi gerlya kota terbatas hingga beberapa TPS di Abe Pantai dan sekitarnya tak luput dari aksi mereka.

    Selama berada di pegunungan Abe Pantai kesehatan mereka kian hari kian memburuk, hal itu disebabkan kurangnya istrahat, kurang makanan, kurang minuman, tidak ada pengobatan dan lainnya sehingga mereka mengalami gangguan kesehatan yang cukup serius. Dampak dari kondisi kesehatan tersebut dua orang dari mereka yang telah wafat yaitu; PEKIUS WALELA dan OTEN/SONY UAGA. Pekius Walela telah dipanggil oleh Tuhan sejak empat  (4) bulan yang lalu sedangkan Sony Uaga baru meninggal sejak tanggal 14 Agustus 2010.

    Faktor utama kedua Almarhun meninggal adalah kurang seriusnya pelayanan dan mahalnya kesehatan sehingga kedua Almarhum tersebut dengan keadaan 100_5921 terpaksa berobat secara alami, hal lain orang tuanya terhimpit karena ekonomi sehingga tak mampu untuk menanggung biaya kesehatan yang serba mahal.

    Almarhum sakit kurang lebih satu tahun dua bulan, upaya-upaya perawatan telah dilakukan oleh orang tuanya dengan cara berobat secara alami (berobat di rumah), namun upaya tersebut tidak memberikan dampak perubahan terhadap Almarhum. Sehingga Almarhum menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 14 Agustus 2010, lalu almarhum disemayamkan pada tanggal 16 Agustus 2010 di Desa Bugi Kecamatan Wodlo Kabupaten Wamena Jayawijaya.  
    Demikianlah lika-liku keterlibatan Almarhum selama hidupnya dalam perjuang West Papua Merdeka.

     

    Yogyakarta 17 Agustus 2010
    Hormat Kami

     

    TTD

    Apbugi Uaga
    Keluarga Almarhum

  • Polda Diminta Stop Panggil Sokrates

    Gereja di Tanah Papua Serukan Dialog Nasional

    Benny GiayJAYAPURA—Pemanggilan Pdt Duma Sokrates Sofyan Yoman Oleh Polda Papua, terkait pernyataan tentang berlarut-larutnya penyelesaian konflik di Puncak Jaya yang dinilai memojokkan TNI/Polri, menyulut keprihatinan Gereja. Sebagai bentuk keprihatinan itu, gereja akhirnya menyerukan dialog nasional menjadi pilihan satu-satunya penyelesaian konflik berkepanjangan tersebut.

    Pernyataan gereja ini menyusul keresahan serta keprihatian gereja-ger eja di Tanah Papua terhadap kondisi umat dan masyarakat di Kabupaten Puncak Jaya serta Tanah Papua secara keseluruhan.

    Rapat yang dihadiri peting­gi Gereja di Tanah Papua yakni Ketua Sinode GKI di Tanah Papua Pdt Jemima J Mirino-Krey Sth, Ketua Sinode Gereja Injili di Indonesia Pdt Lipius Biniluk STh, Ketua Sinode Kingmi di Tanah Papua Pdt DR Benny Giay, Persekutuan Gereja-Gejera Baptis di Tanah Papua Pdt Andreas Kogoya SMth, dan Keuskupan Jayapura Leo Laba Lajar OFM, di Kantor Sinode GKI di Tanah Papua di Jayapura, Kamis (12/8) kemarin.

    Berhasil merumuskan pernyataan-pernyataan moral serta keprihatinan gereja-gereja di Tanah Papua terha­dap kasus-kasus di Tanah Papua serta Kabupaten Puncak Jaya secara khusus. Petinggi gereja di Tanah Papua menyerukan untuk segera dilakukan dialog nasional dalam rangka mencari solusi penyelesaian masalah-masalah di Tanah Papua secara adil, bermartabat dan manusiawi yang dimediasi pihak ketiga yang lebih netral. Gereja-gereja di Tanah Papua akan tetap konsisten dan teguh dalam memperjuangkan hak-hak umat Tuhan sesuai injil Yesus Kristus.

    Gereja juga menyerukan kepada Gubernur Provinsi Papua, para pemimpin gereja dan agama di seluruh Tanah Papua, Dewan Adat Papua, Majelis Rakyat Papua (MRP), DPR Papua, Pangdam XVII Cenderawasih, Kapolda Papua untuk berdialog dan dialog ini difasilitasi oleh pihak gereja.
    Tanpa melupakan pemanggilan Polda Papua terhadap salah satu pemimpin gereja, maka gereja pun meminta kepada Kapolda Papua untuk segera menghentikan pemanggilan terhadap Ketua Umum Badan Pelayanan Pusat Gereja-Gereja Baptis Papua atas nama Pendeta Duma Sokratez Sofyan Yoman.

    Khusus untuk masyarakat di Kabupaten Puncak Jaya dan Tanah Papua secara umum, gereja memohon agar tetap tenang dalam menghadapi tragedi menyedihkan yang masih terus berlangsung di Tanah Papua hingga saat ini.

    DPRP dan MRP juga diminta untuk membuka mata dan telinga terkait rentetan persitiwa penembakan di Kabupaten Puncak Jaya dengan segera memanggil Gubernur Provinsi Papua selaku penguasa sipil di Papua, Kapolda Papua dan Pangdam XVII Cenderawasih pejabat negata yang bertanggungjawab akan keamanan wilayah di Tanah Papua untuk memberikan kejelasan terkait sejumlah kasus kekerasan yang terjadi di Kabupaten Puncak Jaya selama ini.

    Lebih khusus kepada Kapolda Papua, Gereja mengharapkan, pengungkapan terhadap para pelaku teror penembakan di wilayah tersebut segera diungkapkan kepada publik.

    Dan kepada Komisi Hak Asasi Nasional (KOMNAS HAM) dan KOMNAS HAM Perwakilan Papua untuk segera membentuk Tim Independent dalam rangka mencari pelaku dibalik seluruh kekerasan yang terjadi di Puncak Jaya untuk memperoleh data dan fakta yang akurat demi penegakan hkum, keadilan dan kebenaran.

    Dalam berbagai persoalan dan realita kekerasan terhadap masyarakat asli Papua di seluruh Tanah Papua, gereja-gereja di Tanah Papua terus mendoakan Pemerintah, TNI da POLRI agar dikuatkan dan diberi hikmat oleh Tuhan Allah untuk menghadirkan keamanan yang sepenuhnya bagi masyarakat di Papua dalam takut akan Tuhan dan mengasihi sesama manusia. (hen)
    ———–

  • Sokrates Tidak Gentar !

    Duma Sokrates Sofyan YomanJAYAPURA—Meski ada ancaman penjemputan paksa oleh polisi, namun Ketua Umum Badan Pelayanan Pusat Persekutuan Gereja-Gejereja Baptis di Papua, Duma Sokrates Sofyan Yoman, tidak gentar.

    Tokoh vocal ini, justru menilai Polda Papua tidak adil dalam menjalankan dan menerapkan hukum di Tanah Papua, pasalnya berbicara soal kasus Puncak Jaya, tidak sedikit pihak yang sering menu­ding keterlibatan aparat TNI/Polri, namun ironisnya yang dipanggil hanya dirinya. “Sangat prihatin atas sikap dan perilaku penegak hukum yang tidak adil dan tidak profesional,” terang Duma Sokrates Sofyan Yoman melalui pesan singkatnya yang diterima media, Rabu (11/8) malam kemarin.

    Yoman menyebutkan ketidakadilan ini terbukti karena pihak lain juga ba­nyak mengkritisi masalah keamanan di Kabupaten Puncak Jaya, namun mere­ka sampai hari ini tidak pernah mendapatkan pemanggilan dari Polisi.

    “saya menduga aparat penegak hukum melayani pesan sponsor untuk menekan saya sebagai pimpinan gereja,” dugaan pendeta muda yang selalu kritis dengan pemerintah.

    Oleh karena itu, Sokrates yang sudah terbilang siap menghadapi segala kemungkinan yang bakal terjadi pada dirinya, mengungkapkan bahwa, dirinya tidak akan pernah lari dan siap bila polisi akan lakukan upaya paksa pada dirinya.“Kalau mau datang tangkap paksa, saya tetap tunggu di kantor atau di rumah. Saya tidak pergi kemana-mana, karena disinilan tanah leluhur kami,” tantang Yoman yang terlihat tidak ragu lagi dengan sikap kritisnya.

    Sekedar diketahui, Yoman juga pernah menolak eksekusi Mahkamah Agung pada bulan April lalu yang melarang keras peredaran buku hasil karyanya ke pasaran, bahkan Yoman juga secara terang-terang pada program Kick Andi yang ditayangkan Metro TV, Yoman secara terang-terangan menolak larangan MA tersebut.

    Gereja Baptis, sambung Yoman menilai aparat keamanan sedang membelenggu dan memenjarakan nilai keadilan dan demokrasi yang sedang bertumbuh sekarang ini.
    Gereja Baptis Papua, tegas Yoman, mendesak pihak DPR Papua memanggil Pangdam XVII Cenderawasih dan Kapolda Papua untuk menjelaskan penanganan serta strategi dalam penanganan persoalan puncak yang sudah menjelang enam tahun.

    “DPRP harus memanggil Pangdam dan Kapolda untuk jelaskan mengapa kasus Puncak Jaya dari tahun 2004 sampai 2010 tidak pernah berakhir, siapakah aktornya dan siapa yang diuntungkan yang menyebabkan korban pada rakyat kecil,” desak Yoman. (hen)

  • Apa yang Seharusnya Dilakukan Bilamana Rev. S.S. Yoman Ditangkap?

    Ancaman terhadap hidup Rev. S.S. Yoman, Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua bukan cerita baru. Sudah berkali-kali belau dijadikan target operasi, maksudnya operasi intelijen. Paling tidak dua kali telah diserahkan senjata Pistol kepada agen Merah-Putih asal Wamena sendiri untuk melenyapkan nyawa Rev. Yoman, tetapi berkat kesiagapan beliau dan para pembantu sekelilingnya, serta berkat perlindungan Allah Pencipta dan Pelindung Bumi Cenderawasih, maka niat jahat itu tidak terjadi.

    Itu baru ancaman fisik secara langsung, untuk langsung melakukan penembakan. Di samping itu ancaman-ancaman lewat telepon gelap dan SMS kaleng bukan hal baru dan tidak dapat dihitung. Berbagai pesan itu berisi ancaman dan teror supaya beliau jangan terlalu banyak bicara dan supaya beliau urus jemaat untuk masuk surga saja, tidak mengurus manusia di dunia ini.

    Ancaman-ancaman itu datang bukan tanpa alasan. Rev. Yoman sudah berkali-kali berteriak kepada dunia dan umat manusia, atas nama Injil yang dipegangnya, sebagai pempimpin geraja dan sebagai Gembala Gereja di Tanah Papua agar umat Tuhan di Tanah Papua tidak ditindas dan dimusnahkan dari tanah leluhurnya.

    Teladan yang sama telah ditunjukkan Yesus Kristus, yang menjadi panutan semua orang Kristen di muka bumi. Yesus telah mengorbankan segala-galanya, dari pengorbanan harga diri dan kedudukannya sampai kepada pengorbanan nyawanya sendiri.

    Apa yang menyebabkan Yesus merelakan untuk berkorban? Karena ada masalah! karena ada umat manusia terdindas dan terbelenggu, hidup dalam kegelapan. Nasib yang sama dihadapi oleh semua pejuang KEBENARAN mutlak dan berjuang membela keadilan dan hak-hak asasi manusia di West Papua. Semua pejuang kini berada dalam ancaman dan teror NKRI.

    Kini Rev. Yoman diancam dipanggil paksa secara terbuka lewat media massa, hanya karena megungkap kebenaran. Perihal peristiwa-peristiwa kekerasan sebagai proyek TNI dan Polri itu bukan hal baru. Sudah terjadi berulang-ulang, sistematis dan terstruktur, dan hal itu dipelihara sekian puluh tahun lamanya. Tentu saja sumber informasi berasal dari pihak inteijen Papua Intelligence Service maupun BIN, sehingga tidak akan dijadikan fakta hukum. Akan tetapi tanpa pembuktian secara hukum, atau materi hukum juga semua orang tahu bahwa proyek TNI/Polri itu sudah sangat nyata dan mengorbankan nasib dan hidup orang Papua sendiri.
    ***

    Nah, sekarang salah datu dari pejuang HAM, KEBENARAN dan keadilan di Tanah Papua diancam ditangkap oleh tangan-tangan yang penuh dengan darah rakyat dan pemimpin bangsa Papua. Maka, kita harus mempersiapkan diri, "APA YANG HARUS KITA LAKUKA?"

    Kasus penangkapan semena-mena, penahanan tanpa proses hukum yang adil dan peradilan yang sangat sarat dengan campurtangan politik sudah lama berlalan. Banyak pemimpin Papua seperti Theys Eluay, Thaha Al-Hamid, John Mambor pernah ditanah tahun 2000, pemimpin lainnya Thom Wainggai ditahan dan dipenjarakan tahun 1988. Sekjend Demmak, Benny Wenda, diburu dan ditangkap seberti hewan buruan dan dipenjarakan dengan dasar hukum yang tidak jelas tahun 2001. Sebagian besar dari mereka sudah meninggal dunia.

    Apa yang seharusnya dilakukan orang Papua saat Pemimpin Mereka ditangkap?

    1. Seharusnya semua rakyat Papua membawa diri dan meminta ikut ditahan dan dipenjarakan. Katakan kepada NKRI, "Pempimpin kami hanya menjalankan aspirasi kami, hanya membela Hak Asasi Kami. Oleh karena kamilah beliau berdiri sebagai pemimpin. Karena itu, kalau beliau bersalah, maka justru kami sebagai penyebabkan yang bersalah. Dan kalau beliau ditahan, dipenjarakan, disidang, maka kamilah sebagai penyebabnya yang harus ditahan, dipenjarakan, disidang. Ya, Kami orang Papua semua, semua keluarga, sanak sanak-saudara, suku, marga, bangsa, semuanya.’

    2. Seharusnya kita memiliki Tim Pembela HAM Papua, yang bukan sebagai perpanjangan tangan Jakarta (Indonesia), tetapi murni dari West Papua yang ditahan atau dipenjarakan diikuti oleh segenap orang Papua dan minta supaya semuanya dihukum, ditahan. Tunjukkan kepada Jakarta bahwa para pemimpin Papua berbicara atas KEBENARAN sejarah dan kondisi hidup saat ini yang tidak dapat diganggu-gugat dengan bukti-bukti apapun juga.

    3. Membiarkan para pemimpin Papua sendirian menanggung beban hidup sampai ditangkap dan dipenjarakan sampai dibunuh telah menyebabkan kondisi psikologis di antara para pemimpin seolah-olah orang Papua itu mau dibela tetapi sebenarnya mereka mau hidup di dalam NKRI dalam kondisi buruk dan pahit apapun. Seolah-olah orang Papua menolak dan menyangkal bahwa mereka sedang dijajah. Sikap seperti ini pasti menimbulkan dualisme dalam menggalang dukungan di dunia dan dualisme bagi mereka yang mau mendukung perjuangan ini.

    4. Seharusnya orang Papua hidup damai di era Otonomisasi ini, tetapi pada saat identitas mereka diusik, pemimpin mereka diganggu, mereka harus berani bangkit dan menantang. Itu cara orang yang mau merdeka. Kita orang Papua rupanya "MEMENUHI SYARAT" untuk dijajah NKRI, karena mentalitas budak lebih kental dan nyata daripada beberapa tokoh yang sampai sekarang masih berbicara untuk KEBENARAN dan KEADILAN di Bumi Cenderawasih.

  • Socrates Terancam Dijemput Paksa

    JAYAPURA [PAPOS] – Akibat pernyataan Duma Socrates Nyoman yang tudingan bahwa kejadian di Puncak Jaya selama ini merupakan proyek TNI-Polri, membuat kedua institusi meminta pertangungjawaban. Untuk itu Polda Papua mengambil tindakan dengan memanggil yang bersangkutan terkait pernyataannya terssebut. Hanya saja dari surat undangan pemanggilan pertama yang dilayangkan Direktorat Polda Papua kepada Socrates Nyoman, pihaknya tidak mau memenuhi panggilan tersebut.

    Namun Polda Papua tidak berhenti sampai disitu, tetapi akan melayangkan surat pemanggilan berikutnya sampai tiga kali, maka Polda Papua akan melakukan jemput paksa.

    Kabid Humas Polda Papua, Komisaris Besar Polisi, Wachyono kepada wartawan di ruang kerjanya menegaskan pihaknya akan menindak tegas yang bersangkutan dengan menjemput paksa apabila tidak memenuhi panggilan Polda sebanyak 3 kali. “Kita sudah panggil Socrates terkait pernyataannya dan apabila sampai ketiga kalinya tidak dipenuhi, maka kita akan jemput paksa,” tegasnya, Selasa (10/8) kemarin.

    Kabid Humas menyampaikan bahwa pemanggilan tersebut dilakukan sebagai upaya keseriusan Polda Papua dalam mengungkap kebenaran tudingan terhadap kedua institusi itu.

    “Kita akan menseriusi, artinya bila pernyataan Socrates benar dengan lampiran bukti-bukti, maka kita akan berterimakasih dan akan ditindaklanjuti ke proses hukum, siapa pun yang terlibat,” tegasnya

    Kabid Humas juga menandaskan, terkait penembakan di Puncak Jaya, Polri sudah mengantongi bukti- bukti bahwa kelompok Goliat Tabuni adalah pelaku penyerangan terhadap karyawan PT Modern maupun penyerangan terhadap anggota TNI/Polri serta masyarakat sipil lainnya.

    “Semestinya dalam menganalisa suatu masalah harus berdasarkan fakta-fakta dilapangan yang berhubungan antara satu dan yang lain, karena kalau itu cuma opini, analisa itu tidak akurat,” tuturnya.

    Menyangkut pernyataan ini, lanjutnya, Polda Papua juga akan menempuh langkah hukum, bila pernyataan Socrates tidak benar dan cuma fitnah. “Kita Cuma mau minta diklarifikasi atau dikonfirmasi, apabila tidak mau datang berarti Socrates sudah memberikan pernyataan fitnah,” tandasnya. [loy]

    Ditulis oleh loy/Papos
    Rabu, 11 Agustus 2010 00:00

  • Kemerdekaan Papua Barat gagal tanpa dukungan regional

    Diperbaharui August 9, 2010 10:37:13

    Perdana Menteri Vanuatu, Edward Natapei, mengatakan pemerintahnya akan gagal jika memaksakan kemerdekaan Papua Barat dari Indonesia TANPA dukungan regional.

    Organisasi Papua Merdeka, O-P-M, mempunyai kantor perwakilan di Vanuatu dan mengatakan kecewa bahwa Perdana Menteri Natapei tidak mengangkat isu tersebut dalam pertemuan antar Forum Kepulauan Pasifik di Port Vila minggu lalu.

    Wartawan Radio Australia melaporkan bahwa dalam komunike Forum Pasifik tidak disebut-sebut soal Papua Barat walaupun parlemen Vanuatu baru-baru ini dengan suara bulat mengesahkan resolusi yang mendukung kemerdekaan Papua Barat.

    Ketika ditanya mengapa ia tidak mengangkat isu tersebut dalam pembicaraan dengan para pemimpin Forum Pasifik lainnya, Perdana Menteri Natapei mengatakan bahwa ia terlebih dahulu ingin mendapat dukungan dari Kelompok Ujung Tombak Melanesia.

    Bulan lalu ia menangguhkan pertemuan tahunan kelompok itu akibat masalah lain yakni tidak ingin mengikut-sertakan Komodor Frank Bainimarama, Perdana Menteri Fiji yang tidak dipilih rakyat, yang akan menggantikannya sebagai ketua kelompok.

    Sekjen Koalisi Nasional Bagi Kemerdekaan Papua Barat mengatakan pihaknya merasa ditelantarkan.

    Perdana Menteri Natapei mengakui, memang ada isu HAM bagi warga Melanesia di Papua Barat, namun ia tidak ingin melihat Vanuatu maju sendirian memperjuangkan masalah tersebut dan gagal total.

  • Sokrates Tolak Panggilan Polda

    Duma Sokrates Sofyan Yoman

    JAYAPURA—Panggilan Polda Papua bernomor B/792/VIII/2010 tertanggal 7 Agustus terhadap Duma Sokrates Sofyan Yoman, terkait pernyataannya yang dinilai memojokkan TNI/Polri soal kasus Puncak Jaya, tidak dipenuhi atau ditolak yang bersangkutan.

    Duma Sokrates mengatakan, jangan pernah berpikir bahwa aparat keamanan yaitu TNI/Polri adalah pemilik kebenaran atau segala-galanya. Ini paradigma lama yang tidak relevan lagi dengan era saat ini. “Saya tidak akan pernah hadir untuk memenuhi undangan klarifikasi dari pihak Polda Papua bernomor B/792/VIII/2010 Dit Reskrim Polda Papua tertanggal 7 Agustus 2010,” tegas Ketua Badan Pelayanan Pusat Persekutuan Gereja-Gereha Baptis Papua itu kepada Bintang Papua, kemarin .

    Duma Sokrates mengatakan bahwa pernyataan yang disampaikan lewat media Jumat pekan lalu adalah benar, disertai dengan data-data yang akurat tentang keterlibatan aparat keamanan dalam kasus berkepanjagan yang terjadi di Kabupaten Puncak Jaya.

    “Pernyataan yang disampaikan oleh saya bukan asal omong, kami mempunyai alasan, data dan pengalaman. Pemerintah dan aparat keamanan salah menilai dan salah mengerti terhadap kami, kami bukan bangsa bodoh, tuli, bisu dan buta,” ingat Yoman.

    Gereja, kata Yoman, bukan sub ordinat (bawahan) pemerintah dan aparat keamanan. Gereja baptis Independen, otonom dan mandiri. Dalam prinsip dan roh ini, Gereja Baptis selalu menyuarakan suara kenabian bagi umat tak bersuara dan tertindas. “Kami heran, persitiwa kekerasan yang terjadi sejak tahun 2004 di kabupaten Puncak Jaya tidak pernah berakhir sampai tahun 2010, mengapa aparat keamanan yang mempunyai intelijen tidak berfungsi untuk mendeteksi kelompok-kelompok yang dianggap OPM yang membuat kacau,” tanya duma Yoman.

    “Harapan kami, aparat keamanan harus berhenti bersandiwara di Tanah Papua ini, terutama pihak kepolisian tidak pantas memanggil saya, karena saya adalah tuan dan pemilik negeri serta ahli waris tanah ini,” ungkapnya.

    Harus berhenti panggil-panggil Orang asli Papua, sarannya, tetapi mari kita hidup bersama secara bermartabat setara dan terhormat. “Jangan terus jadikan umat Tuhan seperti hewan buruan dengan stigma-stigma yang merendahkan martabat umat Tuhan,” tambahnya.

    Dikatakan, “Sudah saatnya semua kekerasan dan sandiwara dihentikan, demi keadilan, perdamaian dan HAM,” tandasnya. (hen)

    Minggu, 08 Agustus 2010 21:17

  • TNI/Polri Diminta Bisa Menjamin Keamanan Warga Sipil di Puncak Jaya

    JAYAPURA—Kapolda Papua Irjen Pol Drs Bekto Suprapto MSI dan Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen Hotma Marbun didesak untuk segera mengungkap pelaku penembakan yang menewaskan mantan sopir Kepala Distrik Mulia, Afril Wahid (25) saat berada di kios miliknya di Kampung Wuyuneri, Distrik Mulia, Kabupaten Puncak Jaya, Rabu (4/8) sekitar pukul 18.30 WIT.

    Mereka juga didesak untuk memberikan jaminan keamanan terhadap warga sipil di daerah yang disebut sebut Daerah Operasi Militer (DOM) ini.

    Kapolda mesti dengan tegas dan berani mengungkap bahwa daerah Puncak Jaya aman dan dengan tegas pula dia harus jujur mengungkap kasus ini siapa pelaku dan dengan tegas serta harus diproses hukum,” ucap Anggota DPRP sekaligus Ketua Kaukus Perlemen Pegunungan Tengah Papua, Kenius Kogoya SIP saat dikonfirmasi Bintang Papua di ruang kerjanya, Jumat (6/8) terkait tewasnya warga sipil di Puncak Jaya.

    Dikatakan, institusi TNI/Polri juga diminta memberikan klarifikasi terkait tuduhan yang mengatakan bahwa aksi aksi penembakan terhadap warga sipil selama ini di Puncak Jaya dilakukan Orang Tak Dikenal (OTK), kelompok kriminal bersenjata serta Organisasi Papua Merdeka (OPM).

    Karena itu, lanjutnya, pihak mendesak Kapolda dan Pangdam dengan tegas dan harus berani mengungkap kasus penembakan ini serta tak boleh sembunyi sembunyi atau mendiamkannya. Percuma konsentrasi aparat keamanan di wilayah Puncak Jaya, tapi tak berani untuk memberikan suatu kenyamanan bagi masyarakat yang hingga kini masih terus mengalami trauma.

    Pasalnya, menurutnya, Kapolda Papua harus berani mengungkap kasus penembakan ini karena terjadi di didalam kota Mulia, ibukota Kabupaten Puncak Jaya. “Saya mau tanya penembakan ini terjadi malam hari sekitar pukul 19.00-20.00 WIT apakah tak ada aparat keamanan yang melakukan patroli di daerah tersebut. Pasukan yang banyak yang dikirim ke Puncak Jaya untuk apa,” tanyanya berang.

    Dia mengatakan, kalau Kapolda tak berani untuk memberikan suatu keamanan bagi warga. Bagaimana mungkin teroris yang melakukan aksi di wilayah yang luas mampu diungkap, tapi peristiwa penembakan yang terjadi di sebuah distrik kecil justu pelakunya tak pernah terungkap. “Ini kan lucu dan patut dipertanyakan kinerja Polri/TNI,” tandasnya.

    “Kita ragu konsentrasi pasukan dari seluruh angkatan di daerah Puncak Jaya makin meningkatkan kost anggaran yang diduga dapat dijadilan lahan bisnis TNI/Polri. Tak boleh menjadikan suatu daerah sebagai lahan bisnis.”

    Menurut dia, pihaknya juga ingin tanyakan kepada institusi TNI/Polri yang selalu menggunakan istilah OTK juga terlalu dini untuk selalu menuduh pelaku penembakan adalah OPM. “Kapolda harus mengungkap kasus ini dengan sejujur-jujurnya semua peristiwa yang terjadi penembakan itu tak pernah terungkap, tapi justru yang disalahkan adalah OPM. Apa betul pelaku penembakan adalah OPM, padahal peristiwa penembakan tersebut terjadi di wikayah perkotaan.

    Karena itu, tambahnya, pihaknya mendesak Kapolda mengklarifikasi terkait dengan bahasa- bahasa yang selalu dilontarkan lewat media massa, serta pihak- pihak yang berkompeten. Pasalnya, peristiwa penembakan yang selalu terjadi di daerah Puncak Jaya itu, bukan kali pertama terjadi, tapi telah terjadi berulangkali, tapi Kapolda tak mampu untuk memberikan suatu jaminan keamanan bagi warga di daerah Puncak Jaya. “Sekalipun itu yang mati tertembak senjata cuma 1 atau 2 orang tapi itu nyawa manusia,” ungkapnya. (mdc)

  • Tolak Otsus, Gugat Pepera, Minta Referendum

    BIAK – Kalau di Sentani, tepatnya di lapangan tempat Theys H Eluay (Alm) dimakamkan KNPB Menggelar memimbar bebas, di Biak puluhan masyarakat dalam berbagai komponen adat Biak, yang tergabung dalam KNPB wilayah Biak mendatangi kantor DPRD Biak dengan menyampaikan aspirasi yang isinya menggugatan hasil Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 yang telah disahkan Mahkamah Internasional, karena dianggap cacat hukum. Selain itu masa KNPB itu juga mendesak untuk segera dilakukan Referendum dan menolak Otsus. Sehingga sebagai tuntutannya, segera dewan didaerah itu, memfasilitasi dan menindaklanjuti aspirasi tersebut ke Pemerintah Pusat.

    Ketua KNPB Wilayah Biak, Apolos Sroyer mengatakan dari penyampaian aspirasi ke dewan merupakan tindaklanjut hasil musyawarah di MRP yaitu telah disepakati untuk menolak Otsus, menggugat Pepera serta meminta Referendum adalah solusi terbaik. “ Rakyat Papua Barat yang menuntut Referendum merupakan solusi terbaik dalam penyelesaian status sosial dan politik bangsa Papua Barat, yang telah melalui prinsip-prinsip dan ketentuan, standar hukum dan HAM internasional dan kini sedang ditanggapi serius oleh masyarakat Internasional ,” ungkapnya kepada Bintang Papua, Senin (2/8). Ia juga menghimbau kepada seluruh komponen rakyat Papua untuk segera merapatkan barisan dan memupuk persatuan semesta rakyat Papua untuk menggugat proses rekayasa Pepera 1969 di Mahkamah Internasional.

    Ketua DPRD setempat Nehemia Wospakrik, saat menerima aspirasi masa KNPB itu, mengatakan sebagai wakil rakyat pihaknya akan melanjutkan sesuai permintaan masa tersebut. “ Kami cuma bisa melanjutkan, tapi untuk putuskan bukan wewenang kami didaerah “, kata Nehemia Wospakrik.

    Kedatangan masa KNPB itu berlangsung tertib dan aman. Sebelumnya masa melakukana orasi politik di depan kantor DPRD setempat, yang dilanjutkan dengan penyampaian aspirasi di ruang sidang dewan. (cr-6)

    Ditulis oleh redaksi binpa
    Senin, 02 Agustus 2010 22:46

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?