Menteri Luar Negeri Vanuatu, Sato Kilman. Foto: UN.org
Jakarta, Jubi – Pemerintah Vanuatu mengatakan bantuan pemerintah Indonesia untuk korban topan tropis Pam di Vanuatu, tidak akan mengubah sikap pemerintah Vanuatu terkait tawaran Papua Barat untuk menjadi anggota Melanesian Spearhead Group (MSG).
Radio New Zealand, Kamis, 09 April 2015 melaporkan, Menteri Luar Negeri Vanuatu, Sato Kilman mengatakan, dirinya secara pribadi telah menerima sumbangan bantuan dari delegasi Indonesia pada Selasa, 7 April lalu. Namun, bantuan tersebut ada hubungannya dengan masalah Papua Barat.
“Dalam pandangan saya, itu tidak ada hubungannya dengan masalah Papua Barat, Vanuatu memiliki hubungan diplomatik dengan Jakarta dan ini adalah masalah kemanusiaan dan siapa pun yang memiliki hati untuk bisa memberi dan menyumbangkan ke Vanuatu untuk membantu rekonstruksi ini. Ini adalah hal yang menyambut untuk Vanuatu,”
kata Sato Kilman seperti dikutip Radio New Zealand, Kamis.
Kendati demikian, Menteri Luar Negeri mengatakan pada tahap ini, Vanuatu akan menyambut bantuan dari negara manapun.
Sato Kilman adalah Perdana Menteri Vanuatu pada tahun 2012 ketika pemerintah kontroversial ditempa membuat perjanjian kerjasama dengan Jakarta, meskipun konfigurasi selanjutnya pemerintah telah mundur dari hubungan kerjasama yang lebih erat tersebut.
Gerakan Persatuan Pembebasan untuk Papua Barat (United Liberation Movement for West Papua) yang menawarkan untuk menjadi keanggotaan akan dipertimbangkan di MSG oleh pemimpin tertinggi di Kepulauan Solomon akhir tahun ini.
Sementara itu, pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi melalui keterangan persnya pada Minggu (5/4/2015), mengirim bantuan berupa kebutuhan pokok terhadap korban Topan Pam di Vanuatu.
“Bantuan kemanusiaan yang dikirim berupa bahan makanan, paket untuk ibu dan anak, obat-obatan, tenda posko dan keluarga, selimut, genset listrik, tempat tidur lipat, serta perangkat kebersihan pribadi dan kesehatan lingkungan (sekitar 40 ton),”
kata Menlu RI, Retno Marsudi melalaui keterangan persnya, Minggu (5/4/2015).
Pemerintah Indoensia mengirim bantuan senilai USD$2 juta atau setara Rp25 miliar. Ia diserahkan secara simbolis oleh Duta Besar RI untuk Australia yang merangkap Vanuatu, Nadjib Riphat Kesoema, pada Selasa kemarin kepada Menteri Perubahan Iklim, James Bule. (Yuliana Lantipo)
Dari Markas Pusat Pertahanan (MPP) Tentara Revolusi Wset Papua (TRWP) lewat Kantor Secretariat-General dengan ini mengucapkan:
SELAMAT DAN SUKSES
atas terpilihkan
Sdr. Oktovianus Mote selaku Sekretaris-Jenderal dan
Sdr. Benny Wenda selaku Jurubicara
dari United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) yang telah disahkan pada awal Desember 2014.
Atas nama Panglima Tertinggi Komando Revolusi, Gen. TRWP Mathias Wenda, dengan ini Tentara Revolusi West Papua menyambut dengan gembira perkembangan yang telah terjadi dengan catatan sebagai berikut:
Pertama, bahwa wadah ini ialah lembaga yang memayungi perjuangan bangsa Papua menuju identifikasi diri sebagai bangsa Papua, ras Melanesia, tidak sebatas melepaskan diri dari NKRI;
Kedua, bahwa kepengurusan dengan bentuk Sekretaris-Jenderal dan Jurubicara ialah bentuk organisasi yang sesuai dengan realitas sosial-budaya dan sosial-politik bangsa Papua. Oleh karena itu patut didukung oleh semua pihak, semua bangs Papua baik yang ada di luar negeri maupun yang ada di Tanah Papua;
Ketiga, mengajak semua orang Papua, baik pendukung Merah-Putih, pendukung Bintang Satu, Pendukung Bintang Daud, Pendukung Bintang Empatbelas, baik anggota perlemen NKRI, baik anggota MRP, baik pejabat pemerintah NKRI, semuanya bersatu di bawah organisasi payung yang telah kita bentuk ini dalam rangka “identifikasi jatidiri kita” sebagai orang Melanesia, ras Melanesia, bangsa Papua dengan cara mendaftarkan diri sebagai anggota Keluarga Besar Melanesia bernama MSG dalam waktu dekat.
Untuk itu, kami dari Sekretariat-General TRWP menyerukan kepada semua pihak untuk melupakan semua merek dan cap baru yang menempel dan sekaligus mengotori identitas kita sebagia orang Melanesia, disebabkan oleh pandangan dan pilihan politik yang telah kita ambil secara pribadi, dan mengambil sikap obyektiv sebagai orang Melaensia untuk bersatu, menyusun satu barisan menuju pendaftaran diri kita sebagai anggota dari keluarga besar Melanesia.
Identitas kita sebagai orang Melanesia tidak akan pernah dihapus oleh Otsus, oleh DOM, oleh penjajahan Belanda, oleh pembunuhan, oleh teror dan intimidasi, oleh pembangunan dan kesejahteraan NKRI. Kita berbicara tentang identitas manusia, bukan aspirasi, bukan pandangan politik, bukan pilihan hidup. Identitas kita sebagai orang Melanesia tidak ialah sebuah “kodrat ilahi” yang tidak dapat diganggu-gugat oleh karena sikap, pandangan, pilihan atau status kita secara sosial, budaya, politik dan hukum buatan manusia, karena kodrat ialah hukum alam, hukum Tuhan, yang melampaui dan mengatasi semua hukum buatan manusia.
Dikeluarkan di: Markas Pusat Pertahanan Pada Tanggal: 10 Desember 2014
Secretary-General,
Amunggut Tabi, Lt. Gen. TRWP ——————————— BRN: A.DF 018676
Menanggapi perkembangan terakhir yang terjadi di Port Vila, Vanuatu, Tentara Revolusi West Papua (TRWP) lewat Jurubicaranya, Gen. Amunggut Tabi dari Markas Pusat Pertahanan TRWP Menyatakan
“Worskhop ini lebih bertujuan untuk menyatukan program kerja dan langkah-langkah menuju kemerdekaan.”
Ketika ditanyakan pembentukan lembaga baru, Gen. Tabi menyatakan,
“Itu bukan organisasi, tetapi sebuah wadah koordinasi kerja, yang mengkoordinir semua elemen dan organisasi perjuangan yang ada di dalam negeri dan di luar negeri.”
Berikut petikan wawancara per telepon.
PMNews: Selamat pagi.
TRWP: Selamat pagi, selamat memasuki Hari Natal 2015, Selamat merayakan HUT Hari Kebangkitan Nasional I, Bangsa Papua.
PMNews: Selamat pagi. Terimakasih. Kami punya satu pertanyaan mengenai perkembangan yang terjadi di Vanuatu saat ini. Apa pendapat dari TRWP?
TRWP: Perkembangan yang terjadi saat ini sangat kami banggakan. Waktu-waktu penderitaan kami di rimba raya New Guinea akan diperpendek. Waktu itu semakin dekat. Kami hanya bersyukur kepada Tuhan, Pencipta dan Pelindung Tanah dan Manusia Papua.
PMNews: Kami maksud terkait penyatuan yang terjadi di Vanuatu. Semua organ perjuangan akan disatukan ke OPM atau WPNCL atau NFRPB, atau apa?
TRWP: Jangan salah baca. Worskhop ini lebih bertujuan untuk menyatukan program kerja dan langkah-langkah menuju kemerdekaan, bukan untuk menyatukan organisasi. Kita harus lihat Papua dan organisasi perjuangan dalam konteks “Papua” bukan dalam konteks dunia barat dan dunia modern. Kami di Papua ini terdiri dari 245 suku lebih, dengan segala sistem suku, adat dan organisasi sosial yang sekian jumlahnya juga. Jadi menyatukan kami semua ke dalam satu struktur akan makan waktu lebih lama daripada waktu yang kita butuhkan untuk mewujudkan Papua Merdeka.
Kita jangan lawan realitas suku-bangsa kita. Kita harus jalan atas koridor fakta adat-istiadat, dan berjalan di atas jembatan itu. Jangan keluar jalur.
PMNews: Maksudnya TRWP memandang banyak faksi dan organisasi perjuangan Papua Merdeka tidak menjadi masalah?
TRWP: Tepat! Kami para pejuang tidak pernah melihat fakta yang ada sebagai masalah, atau penghambat. Lihat saja kami punya banyak Panglima, banyak organisasi, tetapi kami tidak baku tembak di antara kami sendiri. Jadi, jangan berpandangan yang keliru. Jangan jadikan barang yang bukan masalah menjadi masalah.
PMNews: Kalau begitu, sebenarnya kenapa harus ada pertemuan ini? Kami dengar ada pembentukan wadah baru.
TRWP: Itu bukan organisasi, tetapi sebuah wadah koordinasi kerja, yang mengkoordinir semua elemen dan organisasi perjuangan yang ada di dalam negeri dan di luar negeri.
Yang kita pejuang Papua Merdeka perlu saat ini ialah “koordinasi kerja” dan “penyatuan program kerja dan langkah-langkah kerja” menuju Papua Merdeka.
PMNews: Apakah itu artinya semua organisasi lain dihapus?
TRWP: Sudah jelas tadi saya katakan. Semua organisasi yang ada tidak akan pernah dihapus. Tidak boleh kita membiasakan diri mendirikan organisasi lalu bunuh orgasasi kami sendiri. Itu kebiasaan tidak produktif. Kita harus menjaga dan mendayagunakan semua organisasi perjuangan yang ada.
PMNews: Bagaimana dengan negara yang sudah didekalarasikan di Padang Bulan, dalam kongres yang mereka sebut KRP III?
TRWP: Negara bukan baru didirikan, negara sudah ada sejak 1 Desember 1961, dan dikukuhkan 1 Juli 2971, cuman belum ada pengakuan dari negara lain. Yang kekurangan selama ini ialah Pemerintah Revolusi dan Dewan Perwakilan. Jadi kami sudah punya Parlemen Nasional West Papua, kami tinggal tunggu membentuk pemerintahan, bekerjasama dengan pemberintah bentukan KRP III itu, dan semua pihak.
Kita harus membangun sejarah perjuangan yang logis dan jelas secara logika hukum. Jangan bikin negara di atas negara, sama seperti yang dibuat NKRI. Jangan anggap proklamasi tidak pernah ada dan membuat proklamasi baru. Itu cara-cara yang justru membuat masyarakat internasional akan menilai kita tidak tahu bernegara.
Jadi, semua terlibat, semua bersama, semua bersatu. Kami punya semboyan kan, “One People – One Soul”.
Semua, artinya semua orang Melanesia, dari dalam negeri, dari luar negeri, yang pro Papua Merdeka yang anti Papua Merdeka, semua perlu bersatu dalam satu barisan, yaitu Barisan Orang West Papua sebagai manusia Ras Melanesia, tanpa membeda-bedakan, tanpa harus menuduh dan saling menolak.
PMNews: Maksudnya semua pendukung Merah-Putih termasuk?
TRWP: Pendukung Merah-Putih itu orang mana? Mereka orang Melanesia toh? Jadi, sekarang ini kita orang Melanesia yang satukan agenda dan program kerja. Agenda pertama ialah mendaftarkan diri ke MSG, jadi itu yang kita kemukakan. Itu membangun kebersamaan kita. Kita harus mendaftarkan diri sebagai orang Melanesia, bukan sebagai orang Merah-Putih atau orang Papua Merdeka.
PMNews: Apakah orang Merah-Putih menentang Bintang Kejora?
TRWP: Siapa bilang mereka menentang Bintang Kejora? Yang mereka tentang ialah cara perjuangan, pendekatan perjuangan, strategi perjuangan. Tadi saya sudah bilang, orang Papua ini bermacam-macam suku, dengan budaya dan tradisi yang berbeda. Ada yang senang perang, ada yang tidak memilik budaya perang. Jadi, kalau Papua Merdeka ialah pereang, maka itu membuat suku-suku lain menjadi tidak sejalan. Jadi, yang menimbulkan perbedaan ialah fakta latar-belakang kita.
Karena itu pertemuan ini membantu kita berkoordinasi dan menyatukan program dan langkah-langkah. Program pertama ialah mendaftarkan diri ke MSG. Itu sesuai dengan pesan Komunike MSG tahun 2013 dan tahun 2014.
PMNews: Terimakasih, kami sudah dapat penjelasan. Kami akan hubungi kalau ada perlu penjelasan. Terimakasih dan cukup sekian, kami mohon permisi.
TRWP: Selamat pagi. terimakasih. Kami selalu terbuka. Terimakasih.
United Liberation Movement for West Papua adalah organisasi yang telah disepakati tadi malam, 03 Desember 2014 setelah pertengkaran alot bahkan sampai nyaris perkelahian terjadi di dalam persidangan yang diselenggarakan oleh Gereja di Vanuatu, dilindungi dan di-backup oleh Tentara Repbulik Vanuatu. Dalam kondisi siap-siaga di Port Vila, pertemuan dilakukan dari pagi pukul 09:00 waktu setempat sampai selesai pukul 01:00 pagi haru berikutnya, yaitu tanggal 04 Desember 2014.
Dalam wawancara dengan PMNews dikatakan oleh salah satu peserta di Workshop ini bahwa pertemuan ini akhirnya telah menyekatati nama payung yang menyatukan perjuangan bangsa Papua, terutama untuk mendaftarkan diri ke MSG (Melanesia Spearhead Group).
Dijelaskan pula bahwa pertengkaran berlangsung berlarut karena masing-masing organisasi perjuangan Papua Merdeka mempertahankan posisi mereka, mengkleim diri sebagia perwakilan menyeluruh, organisasi terlama, perjuangan nyata atau negara resmi yang didirikan bangsa Papua. Setelah hampir terjadi pertengkaran fisik, maka muncul para penengah untuk menenangkan situasi dan akhirnya disepakati nama “United Liberation Movement for West Papua”.
Jayapura, Jubi – Delegasi berbagai organisasi diharapkan bersatu dengan segera membuat badan kordinasi kerja untuk menjawab aplikasi Melanesian Spearhead Group (MSG) usai menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Penyatuan Papua Barat yang tengah berlangsung di Port Vila, Vanuatu.
Elias Ramosta Petege, aktivis HAM Papua di Jogjakarta mengatakan, persatuan semua organisasi di Papua Barat untuk perjuangan pembebasan Bangsa Papua harus segera ditindaklanjuti. Menurutnya, penyatuan itu bisa diawali dengan melakukan rekonsiliasi, dimana para pemimpin organisasi harus mau membuat badan kordinasi kerja terkait aplikasi Melanesian Spearhead Group.
“Para pemimpin Papua harus segera membuat rekonsiliasi dan persatuan menyeluruh dalam sebuah badan kordinasi bersama. Setelah mereka pulang dari Vanuatu, entah hasilnya baik atau jelek, kita di Papua harus ada semangat baru, hidup baru yang dapat menghimpun semua kekuatan rakyat sipil dan organ-organ pergerakan yang ada di Papua untuk melawan penindasan dan ketidakadilan di Papua,”
kata Petege kepada Jubi, Rabu (3/12).
Menurut Petege, masyarakat Papua sedang berada dalam sistem penindasan pemerintah Indonesia. Sistem penindasan itu digambarkannya melalui berbagai kebijakan pemerintah pusat bagi masyarakat di Bumi Cenderawasih. Diantaranya, melakukan pemekaran wilayah-wilayah padahal belum memenuhi syarat dilakukannya suatu pemekaran, seperti jumlah penduduk. Untuk itu, Petege dari Nasional Papua Solidaritas (NAPAS) yang berbasis di Jakarta itu mengimbau agar hal-hal yang menimbulkan perpecahan antar masyarakat Papua dapat dihindari.
“Karena kita sudah akan melawan sistem penindasan pemerintah. Dan itu harus juga dinyatakan dengan membentuk sebuah wadah kordinasi bersama. Di wada inilah, setiap pemimpin Papua harus bersatu tanpa curiga, ego dan tanpa ragu demi Papua,”
harapnya.
Petege mengatakan, ada empat syarat utama untuk penyatuan. “Pertama, para pemimpin Papua harus saling mengakui apa adanya. Kedua, para pemimpin Papua harus meninggalkan sikap ambisi, egois dan tidak boleh praktekkan politik primodialisme.”
Lanjut Petege, syarat ketiga, para pemimpin harus punya kekhasan berdemokrasi.
“Itu artinya, para pemimpin Papua harus mengarahkan arah perjuangan Papua pada penegakkan prinsip-prinsip demokrasi. Contohnya, jika kemerdekaan politik adalah agenda utama, maka setiap pemimpin harus setia melaksanakan agenda tersebut sampai sukses,”
ujarnya.
Kemudian, syarat keempat, para pemimpin Papua harus melaksanakan segala sesuatu berdasarkan kebenaran. “Karena kebenaran akan membenarkan kita dan mengalahkan pemerintah, yang menindas dan membunuh rakyat Papua selama ini,” lagi kata Petege.
Dalam kesempatan berbeda, Yusak Reba, dosen Fakultas Hukum di Universitas Cenderawasih (Uncen) mengatakan, rakyat di Tanah Papua telah lama merindukan hubungan dan penyatuan antar setiap pemimpin. Ia mengaharapkan, sekembalinya para delegasi Papua Barat dari Vanuatu nanti, semua harapan rakyat Papua untuk persatuan itu benar-benar terwujud. (Ernest Pugiye).
Penulis : Ernest Pugiye on December 5, 2014 at 13:37:00 WP, Jubi
JAYAPURA – Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang setiap tahunnya dilaksanakan setiap 1 Desember, secara umum berjalan aman dan lancar di seluruh Wilayah Papua dan Papua Barat.
Dimana sebelumnya peringatan HUT OPM 1 Desember ini, diwarnai pengibaran Bintang Kejora atau aksi penembakan. Namun kali ini, relativ aman, meski beberapa daerah di Kota Jayapura dan Yahukimo menggelar ibadah bersama untuk memperingati 1 Desember tersebut.
Wakil Kepala Kepolisian Daerah Papua, Brigadir Jenderal Polisi Paulus Waterpauw saat ditemui wartawan, mengungkapkan, informasi yang diterima dari malam hingga menyambut 1 Desember situasi daerah Papua dan Papua Barat aman dan terkendali tanpa adanya gangguan keamanan.
“Memang 1 Desember ada daerah-daerah melakukan ibadah syukur 1 Desember, namun semuanya aman tanpa ada gangguan kamtibmas. Kami berikan kesempatan bagi mereka asalkan tidak diluar yang tidak kita inginkan,”
kata Waterpauw, usai memimpin acara syukuran HUT Polairud ke-64 di Rasta Samara Polda Papua, Senin (1/12).
Hanya saja, kata dia, dari hasil monitor anggota dilapangan, daerah Merauke sempat terjadi upaya penaikan bendera namun berhasil digagalkan petugas dilapangan. Namun situasi daerah tersebut aman dan tak terjadi apa-apa. ”Pengibaran ini sudah kita amankan, tidak terjadi apa-apa di sana. Kami bersinergitas tokoh-tokoh yang ada. Buktinya, secara umum aman,” akunya.
Lanjut Waterpauw yang akan dipromosikan untuk menjadi Kapolda Papua Barat itu, menandaskan, bahwa pihaknya telah melakukan upaya cipta kondisi seperti razia, operasi, sweaping skala besar sebelum menyambut 1 Desember yang diklaim merupakan HUT OPM.
“Tadi malam sekitar pukul 12.00 wit, saya ke Keerom karena mendapat informasi ada masyarakat asing di daerah Skamto dengan wajah-wajah baru, tapi setelah dicek ternyata mereka merupakan pekerja daerah itu,”
Kata Watepauw.
Hal Sama diutarakan, Kapendam XVII/Cenderawasih, Kolonel (Inf) Rikas Hidayatullah menyatakan bahwa sejauh ini wilayah Papua relatif aman, meskipun ada di daerah Merauke sempat bendera dikibarkan namun dengan cepat diturunkan anggota lapangan disana.
“1 Desember, semua kegiatan berjalan sesuai dengan masing-masing tak ada yang signifikan. Dan ini membuktikan masyarakat Papua sudah sangat cerdas hingga saat ini akan semakin maju kedepan. Sekarang ini yang perlu membangun Papua demi generasi Papua selanjutnya,”
tandasnya.
Kapendam menjelaskan sekitar 2/3 kekuatan diplotingkan bagi anggota Polri dilapangan yang akan disiagakan hingga besok, selasa red (2/12). Dimana, dalam hal ini Polri yang diutamakan dan TNI sifatnya memback up,”
Perdana Menteri Vanuatu, Joe Natuman saat berbicara di sidang HAM PBB (Foto: Ist).
JAYAPURA — Badan Pengurus Pusat Komite Nasional Papua Barat (BP-KNPB) meminta dukungan doa rakyat Papua Barat terkait agenda pertemuan pemimpin-pemimpin pejuang West Papua yang akan berlangsung di Vanuatu, 1 Desember 2014 mendatang.
Juru Bicara KNPB, Bazoka Logo, saat jumpa pers, Kamis (27/11/2014) siang, mengatakan, Perdana Menteri Vanuatu Joe Natuman telah mengumumkan 1 Desember sebagai hari libur nasional Vanuatu dalam memberikan dukungan kepada rakyat Papua.
“Selain merayakan momen 1 Desember, simposium juga akan digelar untuk menyatukan ide dan persepsi pemimpin politik rakyat Papua Barat, kami juga senang karena Vanuatu menetapkan 1 Desember sebagai hari libur nasional,”
kata Bazoka.
Menurut Bazoka, simposium secara resmi akan dibuka pada 1 Desember 2014, dan penutupan akan dilaksanakan pada tanggal 4 Desember 2014. (Baca: 1 Desember Harus Jadi Momen Melawan Lupa Pelanggaran HAM di Papua).
Aktivis kemerdekaan Papua Barat di beberapa negara, seperti Belanda, PNG, Australia, Inggris, New Zeland, dan Timor Leste, dikabarkan juga akan merayakan hari kemerdekaan bangsa Papua Barat.
“Status Papua Barat secara eksplisit sudah disampaikan oleh Muhammad Hatta, ketua delegasi Indonesia, bahwa masalah Irian Barat tidak perlu dipersoalkan karena bangsa Papua berhak menjadi Bangsa yang merdeka,”
ujarnya.
Kata Bazoka, hal tersebut terbukti dengan rakyat Papua Barat tidak mengambil bagian dalam Sumpah Pemuda Indonesia tanggal 28 Oktober 1928. (Baca: Jubir KNPB: Rakyat Papua Wajib Peringati 1 Desember!).
“Dalam sumpah pemuda tidak pernah ada wakil Papua yang hadir, karena itu kami tidak pernah mengakui satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah air yang namanya Indonesia itu,”
tegasnya.
KNPB juga menghimbau kepada perwakilan pemimpin-pemimpin perjuangan Papua Barat untuk tidak mementingkan diri sendiri dan mempertahankan prinsipnya masing-masing, tetapi mencari jalan terbaik bagi kemerdekaan rakyat Papua.
“Kami di tanah air akan menggelar doa untuk pertemuan nanti, persatuan dan kesatuaan menuju pembebasan nasional bangsa Papua Barat sangat kami butuhkan,”
tegas Bazoka.
Sebelumnya, seperti ditulis media ini, Pasto Allan Nafuki, Ketua panitia pelaksana simposium mengatakan, sekitar 200 perwakilan Papua Barat akan hadir dalam pertemuan tersebut. (Baca: Simposium Rakyat Papua Barat Digelar 1 Desember 2014).
AGUS PABIKA, Kamis, 27 November 2014 – 21.43 WIB, SP
Abepura, Jubi – Parlemen Nasional West Papua (PNWP) menyerukan kepada seluruh rakyat Papua Barat mendukung pertemuan rekonsiliasi sejumlah faksi politik Papua Merdeka yang akan berlangsung di Vanuatu pada 30-4 Desember nanti.
“Pertemuan ini sangat penting untuk masa depan gerakan perjuangan West Papua,” kata ketua PNWP Papua, Buchtar Tabuni kepada Jubi melalui releseasenya dari Port Moresby, ibu Kota PNG sebelum terbang ke Vanuatu menghadiri pertemuan.
Menurut Tabuni, pertemuan ini penting karena akan menyatukan semua faksi politik membentuk satu payung perjuangan. Payung perjuangan yang akan mengajukan aplikasi keanggotaan West Papua dalam forum Melanesia Spearhead Group (MSG) pada tahun 2015 nanti.
“Pertemuan West Papua di Vanuatu berhasil membentuk payung organisasi maka Vanuatu bersama West Papua akan mengajukan kembali aplikasi West Papua ke MSG tahun depan untuk dibahas oleh pimpinan Negara MSG,” kata Tabuni.
Karena itu, Tabuni menghimbau kepada rakyat Papua Barat untuk memberikan dukungan moral kepada pemerintah Vanuatu dan delegasi Papua Barat yang membahas agenda perjuangan. “Bangkit nyatakan dukungan anda guna menyukseskan pertemuan West Papua ini,” katanya.
Rakyat Papua bangkit atau tidak menyatakan dukungan, Tabuni serahkan kepada media rakyat West Papua, Komite Nasional Papua Barat (KNPB). KNPB didiharapkan bisa memfasilitasi rakyat Papua memberikan dukungan. “PNWP memberikan mandat kepada KNPB,” katanya.
Kemudian kepada rakyat, Tabuni menghimbau bergabung bersama KNPB untuk meyukseskan pertemuan West Papua ini. “Jangan ragu-ragu kepada KNPB karena KNPB adalah media perjuangan untuk mediasi rakyat guna memperjuangkan hak penentuan nasib sendiri rakyat West Papua secara adil dan bermartabat,” harapnya.
Juru Bicara KNPB, Bazoka Logo, mengatakan siap melaksanakan mandat Parlemen memfasilitasi Rakyat menyatakan dukungan. “Kami akan memberikan dungan hanya belum memutuskan bentuk dukunganya apa,” kata Logo kepada Jubi. (Mawel Benny)
Penulis : Benny Mawel on November 26, 2014 at 23:13:11 WP, TJ
Marinus YaungJAYAPURA – Negara Vanuatu merupakan salah satu negara yang konsisten dan terang-terangan mendukung kemerdekaan Papua. Vanuatu telah berusaha untuk mendukung masuknya Papua kedalam organisasi MSG sejak Tahun 2013 hingga tahun ini,
Namun dalam MSG Summit di Port Moresby Juni 2014, Proposal Papua ditolak, tetapi di minta untuk mengajukan kembali Proposal permohonan menjadi anggota MSG oleh satu organisasi resmi yang mempresentasikan seluruh elemen perjuangan masyarakat asli Papua Melanesia.
Keputusan MSG ini kemudian ditindaklanjuti oleh Perdana Menteri Vanuatu yang baru, Joe Natuman dengan dua langkah strategis. Pertama, memfasilitasi pertemuan rekonsiliasi seluruh komponen perjuangan Papua Merdeka di Port Villa, Vanuatu untuk membentuk suatu organisasi baru dan merumuskan bersama Proposal baru untuk diajukan lagi ke MSG.
Kedua, PM Vanuatu Joe Natuman akan membentuk tim khusus di bawah pimpinan Menteri Luar Negeri Vanuatu atau Duta Besar Vanuatu untuk PBB untuk melakukan proses hukum tentang masalah PEPERA Tahun 1969 ke Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda. Diplomasi hukum ini dimaksudkan unuk meminta pendapat hukum Mahkamah Internasional tentang keabsahan PEPERA di mata hukum Internasional.
Tindakan kedua inilah yang sangat kontraversi karena secara hukum Internasional Papua telah sah menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sejak 19 November 1969. Tanggal Majelis Umum PBB menetapkan resolusi 1524 PBB tentang hasil PEPERA yang menyatakan Papua sah menjadi bagian NKRI.
“Tetapi kalau Vanuatu memiliki bukti-bukti lain yang kuat untuk meyakinkan Mahkamah Internasional bahwa PEPERA 1969 cacat hukum dalam Perspektif hukum Internasional, maka silahkan saja Vanuatu meminta pendapat hukum Mahkamah Internasional,”
ungkap Marinus Yaung kepada Bintang Papua di Kampus FISIP Uncen Jayapura di Waena, Kamis, (14/8).
Tetapi perlu menjadi catatan penting bagi semua orang Papua bahwa dari pengamatan dirinya selama ini, isu Papua Merdeka di negara Vanuatu telah menjadi komoditi politik para elit politik di Vanuatu untuk memperebutkan kursi kekuasaan perdana menteri.
Isu Papua Merdeka yang disuarakan di Vanuatu, tidak untuk kepentingan orang Papua, tetapi untuk kepentingan politik para elit politik Vanuatu. Hampir sebagian besar Perdana Menteri Vanuatu yang terpilih sejak Tahun 1986 sampai sekarang, selalu menjadikan isu Papua Merdeka sebagai isu kampanye politiknya untuk mendapatkan kepercayaan parlamen dan rakyat Vanuatu. Sehingga dirinya masih pesimis dengan sikap dan tindakan Negara Vanuatu terhadap masalah Papua saat ini.
“Siapa sesungguhnya diuntungkan dari perkembangan isu Papua Merdeka di Vanuatu? Para elit politik di Vanuatu? Atau Pemerintah Inggris sebagai pihak yang berdiri di belakang negara Vanuatu yang akan mengambil keuntungan ekonominya di Indonesia? Atau orang Papua yang sedang berjuang untuk kemerdekaan Papua?,”
jelasnya.
Jikalau sampai Oktober 2015 tidak ada lagi 1-2 negara yang ikut bersama Vanuatu mendukung secara terbuka kemerdekaan Papua, Papua tidak masuk menjadi anggota MSG dan masalah Papua akhirnya tidak masuk agenda sidang PBB, maka semua orang Papua harus mengecam negara Vanuatu dan mengutuk bersama-sama para elit politik di Vanuatu yang telah menjadikan isu Papua Merdeka sebagai alat komoditi politik utama mereka dalam memperebutkan kursi Perdana Menteri Vanuatu. Dan orang Papua hanyalah dari strategi eksploitasi politik negara Vanuatu.(Nls/don)
Perdana Menteri Republik Vanuatu Joe Natuman dan Lobbyist Papua Merdeka Andy Ayamiseba
Suva, MAJALAH SELANGKAH — “Kami memiliki posisi ideologis sejarah di Papua Barat. Kami mendukung gerakan kemerdekaan rakyat Papua Barat,kami memiliki kewajiban untuk membela hak-hak saudara-saudari sesama Melanesia,” kata Perdana Menteri Vanuatu, Joe Natuman dalam keterangan yang diterima kontributor majalahselangkah.com, Selasa,(12/08/14) kemarin.
Dalam realesnya menanggapi kunjungan Duta Besar Indonesia, Mr Nadjib Riphat Kesoema yang akan mengunjungi salah satu perusahaan di Vanuatu, ia mengatakan, pada prinsipnya perusahaan di Vanuatu tetap mendukung perjuangan kemerdekaan Papua Barat.
“Kami sangat prihatin dengan tuduhan pelanggaran HAM dan menyambut posisi pemerintah Anda bahwa secara bertahap menarik kehadiran militernya dari Papua Barat,” katanya.
“Secara kewilayahan memiliki perbedaan pendapat antara kedua Negara Indonesaia dan Vanuatu. Tetapi bukan berarti kedua Negara tidak dapat membahas isu-isu sensitif dengan cara damai dan menemukan cara terbaik,”
kata Perdana Menteri Vanuatu.
“Saya berterima kasih atas upaya negara Anda mengijinkan Papua Barat ikut setara dalam Festival Seni Melanesia baru-baru ini di Port Moresby. Kami akan menyambut setiap langkah seperti ini, untuk memungkinkan Papua Barat untuk bebas mengekspresikan diri,”
kata Joe.
Disampaikan juga kepada Pemimpin Indonesia terkait pertemuan kepala dan pimpinan Gereja-gereja se-Vanuatu yang rencananya diselenggarakan 1- 4 Oktober mendatang di Port Vila lama, upaya menjadikan satu payung dalam dalam mendorong bergabungnya Papua Barat ke MSG.
“Terserah mereka untuk memutuskan apa yang mereka inginkan. Kami hanya memberikan mereka ruang di sini, di mana mereka dapat mendiskusikan posisi mereka. Apa hasil sebagai hasil akhir dari pertemuan ini benar-benar keputusan mereka, bukan kami,”
Perdana Menteri menekankan.
Terlepas dari isu Papua Barat, Natuman menyambut baik tawaran Indonesia untuk membantu negara di berbagai bidang termasuk pertanian, pendidikan dan perdagangan.
Dubes Kesoema mengatakan, Indonesia sedang memajukan proses demokratisasi dan bahwa kebutuhan masyarakat adat Papua Barat, serta Melanesia lainnya di provinsi Maluku dan tempat-tempat lain sedang dipertimbangkan.
Duta Besar Kesoema mengatakan ia mewakili generasi baru pemimpin di Indonesia yang berkomitmen untuk memastikan bahwa Indonesia direformasi sepenuhnya dan dipatuhi kewajiban internasionalnya, sejauh hak asasi manusia yang bersangkutan.
Indonesia telah berjanji untuk memberikan hingga 100 traktor untuk membantu petani dalam negeri. Sejauh ini mereka telah mengirimkan 25 ini. (Alfonsa Wayap/MS)