Tag: dukungan Vanuatu

  • ULMWP Menerima Keputusan MSG

    Penulis: Eben E. Siadari 20:59 WIB | Senin, 18 Juli 2016

    HONIARA, SATUHARAPAN.COM – Kelompok yang menamakan diri sebagai Gerakan Persatuan Pembebasan Papua Barat atau United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) mengatakan pihaknya menerima keputusan organisasi sub-regional, Melanesian Spearhead Group (MSG), yang menunda pemberian status anggota penuh kepada mereka.

    Juru Bicara ULMWP, Benny Wenda, mengatakan, kendati ada pihak yang menganggap ini merupakan taktik mengulur-ulur waktu, pihaknya mengakui para pemimpin dan pejabat MSG lebih menyoroti isu-isu teknis.

    Pada KTT MSG Kamis lalu para pemimpin MSG telah sepakat untuk menunda menyetujui aplikasi ULMWP untuk mendapatkan keanggotaan penuh, sampai kriteria dan pedoman keanggotaan MSG dikembangkan lebih lanjut.

    “Kami ingin berterima kasih kepada para pemimpin Melanesia dan kepada ketua serta Perdana Menteri Kepulauan Solomon yang telah membahas dan memfasilitasi aplikasi bagi keanggotaan penuh. Walaupun kecewa, kami tetap optimistis aplikasi kami akan dibahas lagi pada bulan September di Port Vila, Vanuatu,” kata dia, sebagaimana diberitakan oleh solomonstarsnews.com.

    Ia mengatakan masalah yang disorot oleh para pemimpin MSG bersifat teknis, dan ULMWP berharap aplikasi itu dibahas pada bulan September.

    “Kami menyerukan kepada rakyat kami di Papua, keluarga Melanesia dan Pasifik kami, dan pendukung global untuk melihat keputusan ini bukan kekalahan tetapi sebagai kemajuan untuk peningkatan proses di dalam MSG,”

    kata dia.

    Wenda mengucapkan terima kasih kepada rakyat Papua dan Pasifik atas dukungan yang besar, dan menekankan perlunya dukungan lainnya menuju KTT khusus pemimpin MSG September mendatang.

    “Kami, ULMWP, tidak akan melangkah sampai sejauh ini jika bukan untuk rakyat akar rumput dan dukungan pemimpin Pasifik dan kami menyerukan dukungan lebih karena kami bekerja menuju pembentukan suara politik bagi rakyat kami dari Papua,”

    kata dia.

    Sementara itu Ketua MSG, Manasseh Sogavare, mengatakan proses untuk pemberian status anggota penuh kepada ULMWP belum usai.

    Menurut dia, tertundanya pemberian status keanggotaan itu terkait dengan isu legal.

    Oleh karena itu, Sub Komite Hukum dan Institusi MSG bekerja keras untuk meninjau dan mengubah persyaratan keanggotaan MSG.

    Menurut dia, KTT khusus MSG di Vanuatu pada bulan Desember akan kembali membahas permohonan ULMWP.

    “Ini belum selesai,” kata dia, sebagaimana disiarkan oleh Solomon Islands Broadcastiong Corporation.

    Ia berharap Sub Komite MSG sudah menyelesaikan kriteria itu pada bulan September mendatang.

    Beberapa hal yang akan ditinjau dan dirumuskan lagi oleh Sub Komite itu adalah mengenai prinsip-prinsip dasar, aspirasi politik dan prinsip-prinsip hukum internasional.

    Namun, Indonesia yang selama ini menolak keberadaan ULMWP sebagai perwakilan rakyat Papua, dengan tegas mengatakan tidak ada tempat bagi ULMWP di MSG.

    “Tidak ada tempat bagi ULMWP di masa mendatang di MSG,” kata ketua delegasi RI ke KTT Honiara, Desra Percaya.

    Namun dia mengakui bahwa KTT bersepakat untuk membahas lebih lanjut pedoman keanggotaan yang akan diselesaikan pada September 2016 di Port Vila, Vanuatu.

    “Tentunya hal tersebut dilakukan dengan menghormati prinsip-prinsip hukum internasional yang mengatur hubungan antar negara, utamanya penghormatan terhadap kedaulatan, non-intervensi terhadap urusan dalam negeri negara lain sebagaimana tertuang dalam Persetujuan Pembentukan MSG,”

    kata Desra Percaya.

    Editor : Eben E. Siadari

  • Isu Papua “Panas” Di Sidang HAM PBB

    Jayapura, Jubi – Sesi 32 Sidang Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Genewa, Swiss yang berlangsung sejak 13 Juni hingga 1 Juli 2016 menggulirkan kembali persoalan HAM di Tanah Papua. Pernyataan Kepulauan Solomon dan Vanuatu dibantah oleh Indonesia yang menyebutkan dua negara ini tidak paham apa yang terjadi di Papua.

    Diplomat Vanuatu, Setareki Waoanitoga dalam sesi ini mengatakan selama beberapa bulan belakangan, ribuan Orang Asli Papua telah ditangkap oleh polisi karena melakukan aksi demonstrasi damai di beberapa kota di Tanah Papua.

    “Ini bertentangan dengan hak kebebasan berpendapat dan berkumpul yang dijamin sebagai Hak Asasi Manusia, bahkan jika yang disampaikan itu bertentangan dengan pemerintah,” kata Setareki kepada Sidang Dewan HAM PBB, Rabu (23/6/2016)

    Setareki mengutip laporan Maina Kiai, pelapor khusus PBB untuk hak kebebasan berkumpul secara damai dan berserikat yang mengatakan apa yang terjadi di Papua saat ini adalah satu fenomean yang terkait dengan fundmentalisme budaya dan nasionalisme. Ini menunjukkan adanya dominasi dari budaya tertentu, bahasa tertentu, bahkan tradisi tertentu yang merasa yakin lebih unggul daripada yang lain.

    “Laporan saya mendokumentasikan fenomena ini di Cina yang membatasi hak berkumpul dan berserikat orang-orang Tibet dan Uighur; di Indonesia terhadap etnis Papua Barat; dan di tempat-tempat seperti India dan Mauritania terhadap individu yang dianggap kasta yang lebih rendah,” kata Kiai dalam laporannya di hadapan sidang Dewan HAM PBB pada tanggal 17 Juni.

    Vanuatu, lanjut Setareki, mendesak PBB agar bekerjasama dengan pemerintah Indonesia untuk mengijinkan pelapor khusus PBB untuk hak kebebasan berkumpul secara damai dan berserikat berkunjung ke Papua untuk mendapatkan pandangan yang obyektif dan independen tentang Papua.

    “Rakyat Papua juga menginginkan pemerintah Indonesia membebaskan jurnalis asing untuk masuk ke Papua. Demikian juga lembaga-lembaga internasional untuk masuk dan bekerja di Tanah Papua,” kata Setareki kepada sidang Dewan HAM PBB.

    Tak jauh berbeda, Diplomat Kepulauan Solomon, Barrett Salato juga menyampaikan bahwa perhatian Presiden Indonesia, Joko Widodo memang meningkat atas Papua, namun pelanggaran hak asasi orang Papua tetap terjadi dan tidak terselesaikan.

    Salato mengatakan kepada sidang, pemerintah Kepulauan Solomon menerima laporan berkala dari Papua tentang penangkapan sewenang-wenang, eksekusi, penyiksaan, pembatasan kebebasan berekspresi, berkumpul dan berserikat, yang dilakukan terutama oleh polisi Indonesia.

    “Apa yang kami sampaikan akan memberikan kesadaran pada komunitas internasional tentang apa yang sedang terjadi di Papua,” katanya kepada Jubi usai sidang melalui sambungan telepon.

    Disampaikannya, tidak banyak informasi tentang Papua yang bisa sampai kepada komunitas internasional, sehingga harus dibawa ke sidang PBB.

    “Ini untuk menyampaikan suara sesama manusia yang tidak memiliki suara di dewan hak asasi manusia,” kata Salato.

    Respon Indonesia
    Pernyataan Vanuatu dan Kepulauan Solomon serta beberapa LSM Internasional tentang situasi di Papua ini dibantah oleh Indonesia. Pimpinan delegasi Indonesia saat menyampaikan jawaban atas pernyataan dua negara Melanesia ini mengatakan Vanuatu dan Kepulauan Solomon tidak paham apa yang terjadi di Papua. Dubes Indonesia untuk PBB Triyono Wibowo bahkan menuduh dua negara ini memberikan dukungan pada kelompok separatis di Papua.

    “Dukungan tersebut jelas melanggar maksud dan tujuan Piagam PBB dan prinsip-prinsip hukum internasional tentang hubungan persahabatan antara negara-negara dan kedaulatan dan integritas teritorial negara,” kata Triyono.

    Triyono menambahkan, Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan instansi pemerintah terkait untuk mengambil langkah-langkah penyelesaian masalah HAM, termasuk yang terkait dengan Papua, dan juga mengambil langkah-langkah untuk pencegahan agar tidak terjadi lagi pada masa yang akan datang.

    “Pemerintah Indonesia sedang menangani sejumlah kasus dugaan pelanggaran HAM di Papua. Untuk mempercepat proses menangani kasus tersebut, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan telah membentuk tim terpadu yang mencakup Komisi Nasional Hak Asasi Manusia,” kata Triyono.

    Dia menambahkan, Provinsi Papua dan Papua Barat saat ini menikmati otonomi luas, dan demokrasi, yang dijamin oleh hukum nasional. Selain itu, perlu dicatat bahwa anggaran per kapita di Papua dan Papua Barat termasuk yang tertinggi di Indonesia.

    Triyono juga mengatakan Kepulauan Solomon dan Vanuatu masih jauh dari sempurna dalam pelaksanaan dan perlindungan HAM di negara mereka.

    “Mereka masih menghadapi masalah HAM yang serius. Korupsi merajalela di semua segmen di masyarakat dan pemerintah. Perdagangan orang terus berlangsung. Anak-anak terus menghadapi kekerasan seperti halnya perempuan,” ujar Triyono.

    Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Victor Yeimo yang hadir dalam sidang HAM ini mengatakan sungguh ironis jika Indonesia masih berkutat pada cara lama menyembunyikan fakta di hadapan peserta sidang.

    “Di zaman “klik” saat ini, saat yang bersamaan semua potret pelanggaram HAM West Papua dapat langsung diakses di internet,” kata Yeimo.

    Apa yang disampaikan oleh Vanuatu dan Kepulauan Solomon serta 21 LSM Internasional ini menurut Yeimo telah “menampar” kembali wajah Indonesia.

    “Dubes RI untuk PBB, Triyono Wibowo membantah sambil “menyerang” semua laporan dan desakan Solomon Islands, Vanuatu dan 21 NGO yang tersaji di sidang HAM PBB, kemarin, (22/06/2016),” ujar Yeimo.

    Tim Terpadu Menko Polhukam Melawan Hukum

    Namun tak seperti yang disampaikan oleh Triyono, Tim Terpadu yang dibentuk oleh Menko Polhukam untuk menangani masalah HAM di Papua terus menerus mendapatkan penolakan oleh masayarakat Papua. Tin terpadu ini dianggap tidak independen dan tidak representatif untuk menyelesaikan masalah HAM Papua.

    “Tim Menkopolhukam dengan melibatkan beberapa pemerhati HAM Papua, tidak akan menyelesaikan masalah HAM di Papua. Sebab, Menko Polhukam bukan lembaga independen,” kata Yunus Wonda, Ketua DPR Papua.

    Tim terpadu ini bahkan dianggap melakukan tindakan melawan hukum karena tidak punya dasar hukum yang jelas untuk menyelesaikan masalah Hak Asasi Manusia di Papua.

    “Yang punya kewenangan sesuai Undang-Undang No 39 tahun 1999 tentang HAM dan UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM adalah Komnas HAM. Yang menentukan satu kasus adalah pelanggaran HAM atau bukan adalah Komnas HAM. Kalau tim ini sudah membuat kategori mana yang pelanggaran HAM atau bukan, itu adalah perbuatan melawan hukum,” kata pengacara HAM Papua, Yan Warinusy. (*)

  • PM Papua Nugini dan PM Solomon Bertemu Bahas Isu Papua

    Penulis: Eben E. Siadari 17:28 WIB | Senin, 29 Februari 2016

    Perdana Menteri Papua Nugini, Peter O Neill (Foto: RNZI / Koro Vaka'uta)
    Perdana Menteri Papua Nugini, Peter O Neill (Foto: RNZI / Koro Vaka’uta)

    PORT MORESBY, SATUHARAPAN.COM -Surat kabar Papua Nugin (PNG)i, National, melaporkan bahwa PM negara itu, Peter O Neill, mengatakan akan terus memelihara dialog dengan Indonesia dengan cara yang terhormat berkaitan dengan isu keselamatan dan keamanan atas rakyat Papua, yang ia istilahkan sebagai “saudara Melanesia kami.”

    Menurut laporan Radio New Zealand Inetrnasional (RNZI), O Neill bertemu dengan PM Solomon, Manasseh Sogavare, yang juga ketua Melanesian Spearhed Group (MSG) di Port Moresby, hari ini (29/2).

    Sogavare mengunjungi Port Moresby, ibukota PNG, dalam rangka tur ke negara-negara anggota MSG mendiskusikan isu-isu yang berkembang di MSG, seperti kondisi hak asasi manusia di wilayah Papua. MSG adalah perhimpunan negara-negara di Pasifik Selatan, yang beranggotakan empat negara Melanesia, Fiji, PNG, Solomon Islands dan Vanuatu. Selain itu turut pula bergabung dengan MSG yaitu Kanak and Socialist National Liberation Front of New Caledonia.

    Pada bulan Jun 2015, Indonesia disahkan sebagai associate member, sedangkan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) berstatus sebagai observer.

    O’Neill mengatakan bahwa ia akan mempertahankan dialog dengan Jakarta dalam cara yang “terhormat … dengan fokus untuk membangun saling pengertian dalam kaitannya dengan keselamatan dan keamanan jutaan saudara-saudara Melanesia kami di sepanjang perbatasan.”

    Dia mengatakan Papua Nugini tetap menjadi pendukung kuat MSG yang berkantor pusat di Vanuatu. Ia menegaskan bahwa pekerjaan-pekerjaan yang dilaksanakan oleh kelompok sub regional itu tetap relevan bagi rakyat Melanesia.

    Editor : Eben E. Siadari

  • Sogavare Dan Salwai Bertemu Bahas Beberapa Isu MSG, Termasuk ULMWP

    Jayapura, Jubi – Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Manasye Sogavare dan rekannya Perdana Menteri Vanuatu Charlot Salwai melangsungkan pertemuan untuk membahas beberapa isu paska ditundanya pertemuan para pemimpin Melanesia Spearhead Group yang sedianya dilakukan di Port Vila, Vanuatu. Pertemuan ini dilakukan di Port Vila, Vanuatu, Kamis (12/5/2016).

    Dalam pertemuan ini keduanya juga membahas sikap Vanuatu yang kuat mendorong United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) menjadi anggota penuh MSG.

    “Keputusan anda untuk mendukung gerakan ULMWP menyentuh hati saya dan saya mendukung sepenuhnya. Saya berharap bahwa rekan-rekan lainnya akan memberikan dukungan mereka pada agenda penting ini, ” kata Sogavare, dikutip dari rilis pers Kantor Perdana Menteri Kepulauan Solomon yang diterima Jubi, Jumat (13/5/2016).

    Sebaliknya, Perdana Menteri Salwai juga mengakui posisi pemerintah Kepulauan Solomon pada masalah Papua Barat dan jaminan dukungan dari Perdana Menteri Sogavare untuk peningkatan keanggotaan ULMWP di MSG.

    Salwai mengatakan dia akan bertemu dengan juru bicara Front Pembebasan Kanak (FLNKS), Victor Tutugoro saat ia melakukan perjalanan ke Noumea minggu depan dalam upaya mengamankan dukungannya terhadap ULMWP.

    Terhadap masalah penunjukan Amena Yauvoli dari Fiji sebagai Direktur Jenderal Sekretariat MSG, baik Sogavare maupun Salwai sepakat bahwa itu adalah masalah kecil dan tidak seharusnya dibesar-besarkan oleh pihak lain untuk melemahkan solidaritas MSG.

    “Pemerintah saya menghormati keputusan yang telah diambil dalam kapasitas Sogavare sebagai ketua MSG untuk menunjuk Duta Besar Yauvoli sebagai Direktur Jenderal Sekretariat MSG.
    Itu hanya maslaah proses pengangkatannya kami persoalkan setelah menjadi sorotan oposisi Vanuatu,” kata Perdana Menteri Salwai.

    Salwai menambahkan Vanuatu akan terus mempertahankan nilai-nilai Melanesia dan kepentingan MSG dalam pengambilan setiap keputusan MSG.
    “MSG adalah bayi kami dan kami akan terus mempertahankannya. Kami memiliki banyak kesamaan untuk diperjuangkan bersama sebagai saudara Melanesia,” kata Salwai.

    Pertemuan para pemimpin MSG yang rencananya dilangsungkan pada awal bulan Mei ini telah dipindahkan pada akhir Mei atau awal Juni 2016. Meskipun tanggal pastinya belum tetap, pertemuan ini akan dilangsungkan di Port Moresby, Papua Nugini. (*)

  • Gerakan kemerdekaan Papua Barat galang dukungan

    BBC Indonesia – Pimpinan gerakan Papua Barat, Benny Wenda, menyampaikan kembali tuntutan untuk pemungutan suara bagi masa depan politik Papua.

    Kali ini dia menyampaikannya lewat konferensi pers di sebuah hotel berbintang empat di pusat kota London, menjelang pertemuan dengan beberapa anggota parlemen Inggris, Selasa (03/05).

    Lewat pernyataan persnya, Wenda mengatakan selain penegakan hak asasi manusia di Papua Barat, Gerakan Bersatu Pembebasan Papua Barat (ULMWP) juga menuntut penentuan nasib sendiri untuk masa depan politik.

    “Gerakan kami yakin satu-satunya cara untuk mencapainya dengan damai adalah melalui proses penentuan nasib sendiri yang melibatkan pemungutan suara yang diawasi secara internasional.”

    “Hal itu harus dilakukan sesuai resolusi Majelis Keamanan PBB 1514 dan 1541, yaitu dalam kasus Timor Timur, yang sekarang harus menjadi kasus di Papua Barat,” tambahnya.

    Walau upaya untuk memisahkan diri dari Republik Indonesia sebenarnya sudah berulang kali diungkapkan, agaknya kali ini mereka ‘mengemasnya’ dengan dukungan internasional, paling tidak dari Melanesian Spearhead Group (MSG), yang terdiri dari Fiji, Papua Nugini, Kepulauan Solomon dan Vanuatu.

    Hadir dalam konferensi pers di London, antara lain Perdana Menteri Tonga, Akilisi Pohiva, Menteri Luar Negeri Vanuatu, Bruno Leingkone, Utusan Khusus Kepulauan Solomon untuk Papua Barat, Rex Horoi, serta Gubernur Distrik Oro di Papua Nugini, Gary Juffa.

    Dalam kesempatan itu, PM Pohiva mengaku tidak tahu persis rincian situasi di Papua namun terjadi pelanggaran hak asasi dan menegaskan dukungan atas setiap perjuangan penentuan nasib sendiri.

    Sementara Menteri Luar Negeri Vanuatu, Bruno Leingkone, menegaskan rasa persatuan dengan Papua Barat.

    “Vanuatu sudah membuat jelas posisinya mendukung rakyat Papua Barat. Kami semua adalah satu. Kami mengecam semua pelanggaran hak asasi dan menyatakan tidak ada kekerasan kepada saudara-saudara kami di Papua Barat.”

    Sedangkan Kepulauan Solomon sudah menyetujui anggaran untuk utusan khusus yang akan dibantu oleh seorang penasehat strategis.

    “Jadi keduanya akan membentuk tim untuk membangun koalisi di Pasifik dan di dunia untuk mengambil tindakan karena perjuangan Papua Barat sudah terlalu lama,” jelas Rex Horoi.

    Usai menyampaikan tuntutan dengan dukungan dari MSG, Benny Wenda -yang dulu pernah ditangkap di Indonesia dan kini tinggal di Oxford Inggris- bertemu dengan beberapa anggota parlemen Inggris untuk meminta dukungan.
    Masalah Papua ‘sudah final’

    Pemerintah Indonesia sendiri menegaskan tidak menerima gagasan penentuan nasib sendiri di Papua.

    Hari Senin (02/05), lebih dari 1.000 orang di Papua ditangkap ketika menggelar aksi dukungan atas gerakan kemerdekaan Papua, yang menurut polisi bertentangan dengan kedaulatan negara. Mereka kini sudah dibebaskan.

    Di London, Koordinator Fungsi Penerangan KBRI, Dino R Kusnadi, menegaskan kembali posisi pemerintah Indonesia.

    “Sudah jelas sikap dan posisi Indonesia bahwa masalah Paua sudah final. Papua sebagai kesatuan NKRI (Negara Kesaturan Republik Indonesia) kembali ke pangkuan Indonesia melalui act of free choice. Ini juga sudah disahkan oleh PBB, sehingga bagi kami sudah final.”

    Dino juga mempertanyakan kedatangan para pejabat pemerintah beberapa negara MSG dalam pertemuan dan konferensi pers di London karena belum tentu mewakili MSG tapi sebagai individu.

    “Kedua mereka ingin membesarkan suport kepada mereka (lebih) dari kenyataannya. Itu adalah bagian supaya mereka nendapat kredibilitas tapi selama ini bisa kita katakan seluruh dunia sudah mengakui Papua sebagai bagian dari NKRI,” tegasnya.
    ‘Menurunnya’ proporsi warga Papua

    Sekjen ULMWP, Octovianus Mote, mengatakan bahwa dukungan dari negara-negara MSG amat berperan dalam pergerakan Papua Barat.

    “Anda bisa melihat sekarang ini, bukan hanya saya dan Benny (Wenda), tapi juga para pemimpin negara-negara Melanesia menyatakan dukungannya sebagai kekuatan kami,” jelasnya.

    Pelapor khusus PBB untuk Penyiksaan pada tahun 2010, sudah menempatkan Papua Barat dalam 10 bangsa di dunia yang akan punah jika tidak ada campur tangan internasional.”
    Octovianus Mote

    Dia juga mengungkapkan sebuah perkiraan bahwa pada tahun 2020 nanti maka proporsi warga asli Papua di wilayah itu hanya sekitar 25% dari total penduduk.

    “Pelapor khusus PBB untuk Penyiksaan pada tahun 2010, sudah menempatkan Papua Barat dalam 10 bangsa di dunia yang akan punah jika tidak ada campur tangan internasional,” tambahnya.

    Berdasarkan data sekitar tiga tahun lalu, menurut Mote, terdapat warga asli Papua sekitar 48% sedangkan pendatang mencapai 52% dari total penduduk di Papua.

    Mote -yang pernah menjadi wartawan Kompas sebelum mengungsi ke Amerika Serikat- meminta perlu diakhirinya hal yang disebutnya sebagai ‘genosida yang bergerak pelan’ yang dilakukan Indonesia di Papua.

  • Dukung ULMWP Anggota Penuh,Vanuatu Minta RI Didepak dari MSG

    Penulis: Eben E. Siadari 00:34 WIB | Rabu, 20 April 2016

    PORT VILA, SATUHARAPAN.COM – Sebuah pukulan baru menerpa upaya diplomasi Indonesia di forum negara-negara Pasifik Selatan (Melanesian Spearhead Group atau MSG). Pukulan itu datang dari salah satu anggota MSG, yaitu Vanuatu, yang mengumumkan dukungannya terhadap United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) untuk menjadi anggota penuh MSG. Padahal, Indonesia selama ini tidak mengakui keberadaan ULMWP sebagai perwakilan rakyat Papua.

    Pada saat yang sama, Vanuatu juga mengumumkan sikapnya untuk meminta MSG menanggalkan status Indonesia sebagai associate member. Padahal, Indonesia kini tengah melobi negara-negara anggota MSG untuk memperoleh keanggotaan penuh.

    Sikap Vanuatu ini muncul pada hari Selasa (19/4) ketika Dewan Menteri negara itu menginstruksikan pemerintahnya untuk membawa usulan agar ULMWP ditetapkan menjadi anggota tetap MSG pada KTT mendatang di ibu kota Vanuatu, Port Vila, 6 Mei 2016.

    Menurut radionz.co.nz, media yang intens memberitakan pandangan negara-negara Pasifik Selatan terhadap isu-isu regional, pada Selasa (119/4) Dewan Menteri Vanuatu menginstruksikan pemerintahnya untuk mengusulkan agar Indonesia tak lagi menjadi associate member MSG. Itu berarti, Menkopolhulam, Luhut Binsar Pandjaitan, masih harus berupaya lebih keras melobi negara-negara Melanesia lainnya agar dapat meloloskan upaya diplomasi mengegolkan Indonesia sebagai anggota penuh MSG. Kerja keras itu harus dilakukan setelah turnya baru-baru ini ke beberapa negara di kawasan itu, diklaim telah memenangkan dukungan dari Papua Nugini dan Fiji.

    Pemerintah Vanuatu selama ini dikenal sebagai pendukung paling setia bagi penentuan nasib sendiri rakyat Papua.

    Konflik di Dalam MSG

    Pada saat yang sama, Dewan Menteri Vanuatu juga mengumumkan sikap yang bagi sementara kalangan dilihat sebagai merebaknya konflik di antara sesama anggota MSG.

    Dewan Menteri Vanuatu menegaskan tidak akan menerima penunjukan Amena Yauvoli dari Fiji sebagai Direktur Jenderal MSG yang baru, yang telah diumumkan oleh Ketua MSG, Manasye Sogavare, yang juga Perdana Menteri Solomon, belum lama ini.

    Perdana Menteri Vanuatu, Charlot Salwai, menyatakan keberatan atas keputusan Sogavare dan ia mengatakan masalah penunjukan itu akan diselesaikan pada pertemuan para pemimpin MSG bulan depan di Port Vila.

    Sogavare membantah klaim Vanuatu yang mengatakan penunjukan Dirjen MSG dibuat di luar aturan MSG. Menurut dia, menyusul pengunduran diri Peter Forau yang tiba-tiba sebagai Dirjen MSG tahun lalu, adalah hal yang mendesak menunjuk seseorang untuk yang posisi penting tersebut.

    Sementara itu, pemerintah Vanuatu sendiri telah merencanakan untuk mencalonkan duta besar negara itu untuk Uni Eropa, Roy Mickey-Joy, untuk posisi Direktur Jenderal MSG.

    Saat ini, menurut radionz.co.nz, Mickey-Joy dan para pemohon lain dapat mencari upaya judicial review terhadap keputusan pengangkatan Dirjen yang telah diumumkan oleh ketua. Apakah upaya ini akan diambil, yang jelas pertentangan antara Vanuatu dan PM Solomon mengenai hal ini, menambah dimensi baru bagi perdebatan di MSG.

    Editor : Eben E. Siadari

  • Masyarakat Vanuatu Dukung Papua Merdeka, Ini Strateginya

    Jum’at, 08 April 2016 | 10:09 WIB

    TEMPO.CO, Port Vila – Asosiasi Vanuatu untuk Papua Barat Merdeka mendorong peningkatan status keanggotaan Papua Barat menjadi anggota penuh di kelompok negara-negara Melanesia di Pasifik selatan (Melanesian Spearhead Group/MSG).

    Pastor Allan Navuki sebagai Ketua Asosiasi Vanuatu untuk Papua Barat Merdeka mengatakan upaya mendorong Papua Barat untuk mendapat status keanggotaan penuh di MSG sebagai respons atas pernyataan Menteri Koordinator Politik, hukum, dan Keamanan Indonesia Luhut Pandjaitan saat berkunjung ke Fiji dan Papua Nugini pekan lalu.

    Seperti dikutip dari PNG Today, 7 April 2016, Luhut mengatakan Fiji dan Papua Nugini telah setuju mendukung Indonesia mendapat status anggota permanen di MSG. “Menjadi anggota penuh akan memperkuat posisi Indonesia di MSG,” kata Luhut.

    Luhut juga menegaskan bahwa Provinsi Papua tidak terpisahkan dari Indonesia. Dengan demikian, tak satu pun negara boleh mengganggu kedaulatan Indonesia.

    Namun, menurut Navuki, sikap Fiji dan Papua Nugini tidak akan menghalangi posisi kuat Vanuatu untuk berjuang agar Papua Barat mendapat status keanggotaan penuh di MSG. Selain Vanuatu, menurut Navuki, Kepulauan Solomon dan FLNK atau Kaledonia Baru mendukung Papua Barat mendapat status keanggotaan penuh di MSG.

    Asosiasi Vanuatu untuk Papua Barat Merdeka merupakan lembaga swadaya masyarakat yang mewakili sejumlah kelompok masyarakat sipil. Asosiasi ini telah mempersiapkan kegiatan aksi berjalan kaki menelusuri Kota Port Vila guna mendukung perjuangan Papua Barat untuk merdeka.

    Papua Barat, yang diwakili ULMWP (The United Liberalization Movement for West Papua), saat ini berstatus observer member di MSG. Adapun Indonesia berstatus associated member.

    MSG beranggotakan negara-negara di kawasan Pasifik selatan, meliputi Papua Nugini, Fiji, Vanuatu, Kepulauan Solomon, dan FLNK atau Kaledonia Baru.

    PAPUA NUGINI TODAY | MARIA RITA

  • Menlu Vanuatu : Atasi Masalah HAM, Lalu Pertimbangkan Kemerdekaan Politik

    Aksi dukungan rakyat Vanuatu untuk Rakyat Papua Barat, Desember 2014
    Aksi dukungan rakyat Vanuatu untuk Rakyat Papua Barat, Desember 2014 – Suplied [TabloidJubi.com]
    Jayapura, Jubi – Menteri luar negeri Vanuatu yang baru, Kalfau Moli mengatakan pemerintah Vanuatu akan terus memperjuangkan hak-hak rakyat Papua Barat di forum internasional.

    Kalfau Moli diangkat pekan lalu setelah Perdana Menteri (PM) Joe Natuman memecat Sato Kilman dari posisi menteri luar negeri.

    Kilman telah dituduh keliru menafsirkan dukungan Vanuatu untuk hak bangsa Papua Barat yang telah lama berjalan dalam urusannya dengan Indonesia.

    Kiery Manasseh, juru bicara PM Natuman membenarkan tuduhan terhadap Sato Kilman itu.

    “Kilman dipecat karena tuduhan menyalahgunakan posisinya sebagai Menteri Luar Negeri. Dengan posisinya itu ia menggunakan isu Papua Barat untuk kepentingan kampanye pribadinya. Beberapa anggota parlemen bahkan menduga Indonesia memberikan dukungan finansial pada Kilman untuk menjatuhkan Natuman,”

    ujar Manasseh kepada Jubi melalui sambungan telepon, Selasa (9/6/2015) pagi.

    Saat ini desakkan untuk peduli pada aplikasi United Liberation Movement of West Papua (ULMWP) menjadi anggota Melanesia Spearhead Group (MSG) di negara-negara anggota MSG semakin kuat.

    Menteri Luar negeri Moli mengatakan dukungan Vanuatu tetap kuat.

    “Posisi Vanuatu sebagai negara berdaulat adalah kita ingin mengatasi masalah hak asasi manusia dan lalu pertimbangkan kemerdekaan politik. Namun yang sangat penting adalah forum yang jelas diletakkan pada tempatnya sebelum kita melihat masalah. Tetapi kami akan mendorong isu hak asasi manusia dalam forum nanti,” ungkap Moli.

    Moli menegaskan hubungan Vanuatu yang baik dengan Indonesia dapat berperan dalam meningkatkan perubahan positif di Papua. (Victor Mambor)

    Source: Jubi, Diposkan oleh : Victor Mambor on June 9, 2015 at 10:04:36 WP

  • Jika Ingin Jadi Anggota MSG, Indonesia Harus Ikuti Proses

    Bendera Negara-Negara MSG [TabloidJubi.com]
    Bendera Negara-Negara MSG [TabloidJubi.com]
    Jayapura, Jubi – Menjelang pertemuan puncak Melanesia Spearhead Group (MSG) yang akan dilakukan 18-24 Juni nanti, para pemimpin negara-negara anggota MSG mulai mengisyaratkan posisi mereka terhadap aplikasi rakyat Papua Barat yang diwakili United Liberation Movement of West Papua (ULMWP).

    Vanuatu dan Front Pembebasan Kanak (FLNKS) mendukung aplikasi Papua Barat. Sedangkan Papua Nugini (PNG) dan Fiji tampaknya semakin jelas berseberangan dengan Vanuatu dan FLNKS. Kepulauan Solomon, menjadi satu-satunya negara anggota MSG yang belum mengisyaratkan posisi mereka.

    PNG dan Fiji mendukung keinginan Indonesia untuk menjadi assosiate member di MSG. Selain itu, Indonesia juga mengajukan lima provinsinya yakni Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Maluku, Papua dan Papua Barat sebagai anggota di MSG.

    Keinginan Indonesia ini ditentang oleh Vanuatu. Perdana Menteri (PM) Vanuatu, Joe Natuman, melalui juru bicaranya, Kiery Manassah kepada Jubi, Selasa (9/6/2015) mengungkapkan Indonesia benar-benar berusaha keras melobi PNG dan Fiji.

    “Baru-baru ini ketika kami pergi ke Jepang untuk pertemuan PALM, PM O’Neill mengatakan kepada PM Natuman bahwa mereka berpikir untuk mendukung Indonesia menjadi assosiate member di MSG,” kata Manassah.

    Vanuatu, lanjut Manassah, melihat telah terjadi pergeseran isu tentang Papua Barat ini.

    “Sebab kesepakatan dari Noumea dan Papua New Guinea, MSG harus membahas aplikasi Papua Barat. Bukan membahas keinginan Indonesia menjadi assosiate member di MSG,” ujar Manassah.

    Lagipula, MSG adalah sebuah organisasi regional yang memiliki aturan untuk keanggotaan.

    “Jika Indonesia ingin menjadi anggota MSG, mereka harus mengikuti proses yang sama, sesuai aturan yang ditetapkan oleh MSG,” Manassah menegaskan.

    Derrick Manuari, anggota Parlemen Kepulauan Solomon meminta negaranya mendudukan masalah Papua Barat sesuai mandat MSG. Manuari mengatakan isu Papua Barat bukan isu kedaulatan, tapi isu solidaritas sesama bangsa Melanesia. Ia mencontohkan FLNKS yang keanggotaannya dalam MSG tidak melibatkan Perancis yang masih menguasai bangsa Kanak di Kaledonia Baru.

    “Para pemimpin MSG harus melihat kembali mengapa MSG didirikan. MSG didirikan untuk membebaskan bangsa Melanesia dari penjajahan,” ujar Manuari. (Victor Mambor)

    Source: TabloidJubi.com, Diposkan oleh : Victor Mambor on June 9, 2015 at 11:13:03 WP []

  • Mosi Tidak Percaya Terhadap PM Joe Natuman Mulai Diperdebatkan Dalam Sidang Parlemen Vanuatu

    Jayapura, Jubi – Sidang anggota Parlemen Vanuatu untuk sesi pertama di tahun ini telah dimulai di ruang sidang Parlemen Vanuatu yang bertempat di ibukota Port Vila, Vanuatu, Senin (8/6/2015). Pada sesi ini, anggota parlemen akan memperdebatkan gerakan mosi tidak percaya terhadap Perdana Menteri Joe Natuman.

    Sesi ini sempat tertunda dari jadwal semula pada Maret 2015, yang disebabkan hancurnya negara pulau itu oleh badai tropis Topan Pam.

    Wartawan Radio New Zealand, Johnny Blades, melaporkan bahwa pihak oposisi telah mengajukan mosi tidak percaya terhadap perdana menteri Joe Natuman.

    Blades mengatakan, sebuah gerakan tentang mosi tidak percaya itu telah ditandatangani oleh 21 anggota parlemen dan telah diajukan kepada pembicara pada pekan lalu. Mosi tidak percaya yang sudah ditandatangani itu akan diperdebatkan dalam sidang perlemen oleh 52 kursi, pada Kamis (11/6/2015).

    Puluhan tanda tangan itu termasuk dua orang anggota parlemen yang telah ditunjuk menjadi menteri oleh PM Joe Natuman, pekan lalu. Salah satunya adalah MP dari Luganville, Kalfau Moli. Ia telah ditunjuk menjadi menteri luar negeri baru, menggantikan Sato Kilman yang dipecat oleh Perdana Menteri setelah ia menunjukkan dukungannya bagi gerakan membangun mosi tidak percaya itu.

    Blades mengatakan, pemecatan itu dipahami bahwa Sato Kilman adalah kandidat oposisi alternatif perdana menteri.

    “Ini masih harus dilihat bagaimana tiga anggota parlemen pemerintah lainnya terkait dengan gerakan mosi tidak percaya akan memilihnya. Tapi, setelah ditopang sejumlah orang seperti Kalfau Moli dan menteri kehakiman baru Osea Nevu, pemerintah Natuman yang sedang memimpin yakin bahwa ia memiliki dukungan mayoritas,”

    kata Blades. (Yuliana Lantipo)

    Source: TabloidJubic.com, Diposkan oleh : Yuliana Lantipo on June 8, 2015 at 11:36:54 WP [Editor : ]

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?