Jayapura, Jubi – Pertemuan Pejabat Senior (SOM) dan Pertemuan Menteri Luar Negeri (FMM) Melanesian Spearhead Group (MSG) berturut-turut digelar sejak kemarin, Selasa (20/12) dan Rabu (21/12/2016), di Port Vila, Vanuatu untuk mendiskukan hasil rekomendasi komite konstitusional terkait aturan keanggotaan di MSG.
Rakyat Papua rupanya masih harus menunggu. Pertemuan MSG yang hasilnya diharapkan memberi keputusan terkait keanggotaan penuh United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) belum akan terjadi. KTT Pemimpin MSG, yang berhak memutuskan status keanggotaan tersebut, diharapkan baru akan terselenggara awal tahun depan.
“Hanya pertemuan Senior Official dan beberapa menteri. Tidak ada pertemuan pemimpin pemerintahan,” kata Direktur MSG, Amena Yauvoli kepada Jubi melalui surat elektronik, Selasa (20/12/2016) mengenai pertemuan MSG di Port Vila, Vanuatu.
Selain para pejabat senior dan menteri, ia mengakui ada pertemuan Sub Komite Hukum dan Kelembagaan yang sebelumnya ditugaskan oleh para pemimpin MSG di pertemuan tingkat tinggi Juli lalu di Honiara untuk mengklarifikasi pedoman menyangkut status peninjau, anggota associate, dan anggota penuh di MSG. Sub Komite Hukum dan Isu Kelembagaan sebelumnya sudah ditugaskan Pertemuan dua hari tersebut membahas agenda utama terkait temuan penilaian komite konstitusional tentang aturan keanggotaan MSG.
Dengan demikian, bisa dipastikan tidak ada keputusan terkait keanggotaan ULMWP dalam pertemuan MSG di Port Vila ini sebab keputusan tersebut harus diambil oleh para pemimpin pemerintahan.
RNZI, Selasa (20/12), melaporkan bahwa keputusan untuk menerima ULMWP menjadi anggota penuh MSG sangat sensitif, sehingga dipahami pula belum akan ada keputusan terkait keanggotaan ULMWP pada pertemuan minggu ini.
Menteri luar negeri Kepulauan Solomon, Milner Tozaka, mengatakan rekomendasi Sub Komite hukum sudah diajukan menjadi agenda FMM.
“Mereka sudah membuat rekomendasi untuk sebagai bahan bagi para menteri untuk bekerja membuat rekomendasi berikuatnya kepada Pertemuan Para Pemimpin untuk ditetapkan,” ujar Tozaka.
Perdana Menteri Vanuatu. Charlot Salwai sekali lagi menegaskan dukungannya kepada ULMWP untuk mendapatkan keanggotaan penuh, sekaligus mendukung West Papua merdeka.
Salwai mengatakan kebijakan luar negeri negaranya tetap teguh yaitu Vanuatu tidak akan benar-benar merdeka dari ikatakan kolonial sampai seluruh rakyat Melanesia bebas.
Isu politik penentuan nasib sendiri dan pelanggaran HAM di West Papua adalah dua persoalan besar yang membuat lima anggota MSG tidak satu suara. PNG dan Fiji berkali-kali terbukti menghindar dan menolak penentuan nasib sendiri West Papua, sementara tiga anggota lainnya mendukung penentuan nasib sendiri West Papua sebagai agenda prinsip pendirian MSG.
Seperti diketahui, lima anggota penuh MSG: Papua Nugini, Fiji, Kepulauan Solomon, Vanuatu dan FLNKS New Kaledonia, terpeceah suaranya terkait posisi keanggotaan penuh ULMWP. Fiji dan PNG diketahui cukup dekat dengan kebijakan Indonesia.
Hadir dalam pertemuan dua hari tersebut para pemimpin Dewan Komite ULMWP Octo Mote, Benny Wenda, Rex Rumakiek dan Jacob Rumbiak di Port Vila. Hadir pula wakil pemerintah Indonesia di dalam pertemuan itu.(*)
Wamena, Jubi – Ribuan rakyat Papua hadir dalam acara pengucapan syukur atas hasil yang dicapai rakyat Papua dalam upaya pembebasan bangsa Papua secara damai.
Pengucapan syukur ini dilakukan di Kantor Dewan Adat Lapago, Wamena, Kamis (6/10/2016).
“Ribuan orang yang hadir. Lebih banyak dari mereka yang datang saat pembukaan kantor ULMWP dan kantor DAP Lapago,” kata Dominikus Surabut, panitia pengucapan syukur ini.
Menurutnya, ibadah pengucapan syukur ini selain dihadiri oleh rakyat Papua, dihadiri juga oleh komponen pendiri United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) yaitu Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB), Parlemen Nasional West Papua dan West (PNWP) Papua National Coalition for Liberation (WPNCL).
“Sebagai umat Tuhan, bangsa dan rakyat Papua harus mensyukuri apa yang digumuli selama bertahun-tahun ini. Tanggal 22-26 September lalu, suara bangsa dan rakyat Papua bisa didengar kembali oleh 173 negara anggota PBB. Ini hasil yang harus disyukuri,” kata Dominikus Surabut.
Markus Haluk, tim kerja ULMWP kepada Jubi mengatakan dalam pengucapan syukur ini, Sekjen ULMWP, Octovianus Mote menyampaikan pidatonya secara langsung melalui sambungan telepon.
“Sekjen ULMWP sampaikan ucapan terima kasih kepada rakyat yang sudah lakukan doa syukur. ULMWP, kata Sekjen terus akan berjuang hingga hak penentuan nasib sendiri terjadi bagi bangsa dan rakyat Papua,” kata Markus Haluk.
Pada sidang Majelis Umum PBB yang diselenggarakan di New York, Amerika Serikat, dari 13 hingga 26 September, 7 pimpinan negara-negara Pasifik mendesak Indonesia agar melakukan dialog konstruktif, serta PBB agar ikut turun tangan terkait pelanggaran HAM di Papua dan Papua Barat.
Ketujuh negara yang angkat bicara tersebut adalah Republik Kepulauan Marshall, Kepulauan Solomon, Tuvalu, Republik Vanuatu, Republik Nauru, Tonga, dan Palau, pada 23 September.
Kepulauan Solomon yang merupakan ketua Melanesia Spearhead Groups (MSG) dan Pacific Islands Development Forum (PIDF) dalam sidang tersebut mengatakan masalah Hak Asasi Manusia dan penentuan nasib sendiri ibarat dua sisi koin, tak bisa dipisahkan dan sudah seharusnya berlaku juga untuk bangsa dan rakyat Papua. (*)
Aksi solidaritas Papua di Honiara pada Mei 2016. Foto: Istimewa/ULMWP
Saat kekuatan ekonomi dan kemanusiaan menjadi pertaruhan di antara pemimpin negara-negara Melanesian Spearhead Group.
Bulan September 2016, status keanggotaan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) akan kembali ditentukan dalam sidang organisasi negara-negara Melanesia, Melanesian Spearhead Group (MSG). Keputusan ada di antara para pemimpin negara-negara MSG. Inilah saatnya melihat keberpihakan organisasi MSG terhadap Papua Barat kembali diuji. Dua hal yang menjadi pertarungan, antara kekuatan ekonomi dan kemanusiaan. Manakah yang lebih kuat suaranya di antara pemimpin negara-negara MSG itu?
Pertarungan West Papua atau Papua Barat – merujuk dua provinsi Papua dan Papua Barat di dalam negara-negara Melanesia sudah berlangsung beberapa tahun belakangan ini. Pada tahun ini, West Papua menjadi isu krusial di antara agenda sidang MSG. Sidang terakhir pada 14-15 Juli 2016 di Honiara, Salomon Island, yang belum juga memutuskan kelanjutan status ULMWP, organisasi yang merepresentasikan perjuangan rakyat Papua.
September 2016 ini, status ULMWP di MSG akan kembali menjadi agenda penting dalam pertemuan negara-negara MSG, yang sedianya dilaksanakan di Port Vila, Vanuatu. Perjuangan ULMWP, yang dimotori oleh kelompok perjuangan generasi muda Papua ini telah menempuh jalur diplomasi politik di kawasan Pasifik.
Jalan Perjuangan
Perlu dipahami perjuangan para pemimpin Papua di MSG dilatarbelakangi oleh situasi ‘penjajahan’ yang masih ada di Papua. Sejumlah indikasi yang menempatkan bangsa Papua masih di bawah penjajahan antara lain eksploitasi kekayaan alam, tindakan sewenang-wenang aparat negara, penyiksaan dan pembunuhan, serta pelanggaran hak asasi manusia yang berlangsung beberapa dekade.
Praktik ‘penjajahan’ yang berlangsung hingga saat ini tak terlepas dari perjalanan perjuangan bangsa Papua sejak 1960an. Perjuangan Papua menentang negara telah dilakukan Awom bersaudara di Manokwari dan menjalar hingga Jayapura dan sejumlah wilayah di papua pada 1960an. Peristiwa perlawanan demi perlawanan itu kemudian dihadapi dengan operasi perang oleh tentara Indonesia, salah satunya bernama Operasi Koteka, dengan target menumpas perlawanan di Pegunungan Papua pada 1977-1978. Operasi ini melahirkan gelombag besar pengungsian, sekitar 10 ribu orang Papaua mengungsi ke Papua New Guinea (PNG).
Sejarah perlawanan dan gerakan perjuangan kemerdekaan Papua dan gerakan bersenjata militer Indonesia ini, bagi bangsa Papua menjadi catatan sejarah yang sulit terhapuskan. Cerita pembunuhan, tempat penyiksaaan, dan segala penderitaan menjadi saksi sejarah dan cerita yang hidup sepanjang masa.
Demikian, sejarah lama saat tongkat perjuangan dipimpin oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang memiliki basis hampir di semua wilayah di Tanah Papua dan di Victoria, PNG. Suatu perjuangan yang lebih mengedepankan kontak fisik senjata OPM yang berhadapan dengan militer Indonesia.
Perjuangan bersenjata, yang kemudian memakan banyak korban, memberikan refleksi politik bagi pejuang Papua. Maka, munculah perjuangan angkatan muda – intelektual yang berkoordinasi dengan pejuang OPM (orang-orang tua) mendeklarasikan sebuah wadah politik perjuangan Papua yang disebut Presidium Dewan Papua (PDP). Peristiwa monumental ini sebagai salah satu resolusi Kongres Rakyat Papua II (KRP II) pada 2000 di GOR Cenderawasih, Jayapura.
Sejak organisasi perjuangan sipil PDP dideklarasikan, muncullah organisasi-organisasi perjuangan politik Papua. Pada 2005, sesudah lima tahun PDP terbentuk, sebuah organisasi politik West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL) berdiri. Tiga tahun berikutnya, tahun 2008, lahir Komite Nasional Papua Barat (KNPB). Lalu pada Oktober 2011 Kongres Rakyat Papua III muncullah Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB).
WPNCL didirikan untuk menghimpun kembali para pemimpin organisasi sayap politik pasca KRP II. Sedangkan KNPB dibentuk untuk menjadi media penyalur aspirasi masyarakat Papua di luar negeri. KNPB pun menjadi cikal bakal berdirinya Parlemen Nasional West Papua (PNWP) yang memiliki basis KNPB di seluruh tanah Papua.
Beberapa organisasi politik tersebut di antaranya mendaftarkan West Papua untuk menjadi anggota Melanesian Spearhead Group pada 2013 di Kanaky, New Caledonia. Dalam MSG Leader Summit dua tahunan itu, aplikasi keanggotaan West Papua disarankan agar menjadi satu karena beberapa organ itu membawa nama West Papua.
Kemudian pada 2014 ketiga organ politik NFRPB, PNWP, dan WPNCL menyatukan diri dalam satu pergerakan dan perjuangan di bawah payung besar United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) di Saralana, Port Vila, Vanuatu.
Lalu ULMWP mengajukan aplikasi keanggotaan West Papua pada pertemuan dua tahunan MSG Leader Summit pada Juni 2015 di Honiara, Solomon Islands. Dan aplikasi ULMWP pun diterima sebagai anggota pengamat atau observer member. Para pimpinan MSG menjanjikan ULMWP akan diterima sebagai anggota penuh pada Juli 2016, namun dinamika politik tampaknya mengulur janji itu tergenapi.
MSG, ‘Jalan Keselamatan’?
Melanesia Spearhead Group (MSG), selain asosiasi negara-negara Melanesia, ia juga merepresentasikan organisasi yang diakui PBB untuk kawasan Sub-Regional Melanesia yang terletak di Pasifik Selatan. Wadah yang didirikan para pendiri negara-negara Melanesia ini bertujuan menjaga dan menjalin hubungan sosial, politik, ekonomi, budaya dan aspek lain sesama kawasan, termasuk West Papua.
Keanggotaan penuh MSG saat ini terdiri dari empat negara, Solomon Island, Vanuatu, PNG, Fiji dan satu organisasi politik dari New Caledonia, FLNKS. Persoalan keanggotaan West Papua di dalam wadah MSG menjadi polemik di antara sesama anggota. Faktor pemicuh tentu dari luar anggota MSG dan itu adalah Indonesia.
Melihat dinamika yang terjadi, tampaknya (Pemerintah) Indonesia memainkan percaturan politiknya di kawasan Melanesia dengan sangat indah, berhasil memecah belah keharmonisan sesama negara Melanesia. Banyak cara yang dilakukannya, diantaranya bantuan sosial kemanusiaan dalam bencana alam di Vanuatu dan Fiji.
Berkali-kali pemerintah Indonesia mengunjungi negara-negara anggota MSG, mulai dari Presiden Indonesia Jokowi, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dan Menkopolhukam Luhut Panjaitan mengirimkan perwakilan negara anggota MSG (tidak semua) ke Jakarta lalu ke Papua untuk menunjukkan pembangunan fisik serta pendekatan lainnya dengan Perdana Menteri PNG dan Fiji.
PNG dan Fiji adalah dua negara yang menjadi sahabat dekat dan pendukung utama Indonesia di MSG, termasuk mengusulkan Indonesia (Melindo – Melanesia Indonesia) untuk menjadi anggota asosiasi di MSG.
Kekuatan diplomasi ekonomi sejauh ini mampu meredam langkah para pemimpin MSG dalam menentukan status keanggotaan penuh ULMWP. Karena itu, para pemimpin MSG patut didukung agar tetap konsisten dalam mendukung perjuangan bangsa Melanesia di Papua.
Jika MSG merupakan ‘jalan keselamatan’ bagi bangsa Papua, godaan kepentingan ekonomi tak akan menutupi keberpihakannya pada saudara-saudara Melanesia di Papua. Status anggota penuh bagi ULMWP merupakan bagian dari upaya MSG untuk menyelamatkan bangsa Papua di masa depan.
Jakarta, Tabloid-Wani — Pemerintah Indonesia disarankan membentuk organisasi Melanesia tandingan, untuk melawan organisasi Melanesia di Pasifik Selatan. Menurut Pakar Hubungan Internasional Teuku Rezasyah, dukungan anggota Melanesia kepada Gerakan Pembebasan Papuan Barat (ULMWP) mengganggu kedaulatan Indonesia. Pemerintah, kata dia harus berani mengambil tindakan tegas terkait hal tersebut. Salah satunya, dengan membuka dialog dengan kepala negara Pasifik Selatan soal status ULMWP. “Kita harus berani ngadu. Mereka bikin Melanesia Brotherhood, kita bikin Melanesia Society. Kita gabungkan yang di Papua, Maluku, Halmahera, stoknya Melanesia, dan lebih banyak dibandingkan Pasifik Selatan. Perang organisasi harus dilawan dengan perang organisasi oleh Indonesia,” kata Rezasyah kepada KBR, Kamis (14/7/2016).
Reza menilai status ULMWP sebagai Observer di MSG memalukan Indonesia. Hal itu merusak kedaulatan. “Yang dikuatirkan sekarang, apa Indonesia sadar, ini kan langkah mendiskreditkan Indonesia. Jadi nanti bukan hanya observer tapi jangan-jangan bisa memberikan input,” tutur Reza. Reza juga mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati jika kasus ini dibawa menjadi isu internasional. “Jangan sampai ini jadi isu internasional, karena mempermalukan Indonesia. Sebelum jadi api, kita cegah baranya dulu,” ujarnya.
Dengan kleim NKRI di MSG bahwa NKRI mewakili lebih dari 11 juta penduduk Melanesia di Indonesia dan dengan demikian menyelenggarakan festival Melanesia di NTT baru-baru ini mendapatkan tanggapan tajam dari Vanuatu dan Masyarakat Kanak. Alasan mereka jelas dan tegas, “jangan campur-adukkan entitas identitas Melanesia dengan entitas identitas Polynesia”. Kata mereka, Timor Leste sampai kepulauan Maluku hingga ke Saparua dan Sanger Talaud ialah masyarakat Polynesia, bukan di wilayah Melanesia.
Mereka bersikukuh bahwa Melanesia dimulai dari Sorong sampai Fiji. Bahkan ada yang berpendapat, Raja Ampat, Waigeo dan Missol bisa masuk ke dalam kategori masyarakat Micronesia atau Polynesia daripada Melanesia.
Kasus kleim Indonesia atas kepemilikan Melanesia terbantahkan setelah Vanuatu menggugat Indonesia dengan mengatakan bahwa Festival Budaya Melanesia yang diadakan di Nusa Tenggara Timur dengan kleim sekalian pulau-pulau di luar New Guinea sebagai kawasan Melanesia menjadi mentah kembali. NKRI harus diam-diam gulung tikar dengan konsepsi berpikir yang keliru tentang tanah dan bangsa yang dijajahnya.
Dalam sebuah artikel berjudul: “Good Bye Indonesia”, Andre Barahamin menyatakan
Most damningly, Indonesia failed to address the cultural differences between Melanesians and Polynesians. For instance, in October of last year, it organized a Melanesian Cultural Festival aiming to promote cultural pluralism and demonstrate how integral Melanesians are to the country. But the event was held in Kupang, East Nusa Tenggara, a Polynesian — not Melanesian — region.
Artikel ini berlanjut lagi, menunjukkan betapa NKRI tidak mengenal siapa penjajah, dan siapa yang dijajahnya karena telah mengundang perwakilan dari Timor Leste dengan kleim bahwa masyarakat Timor Leste juga orang Melanesia:
The confusion didn’t stop there. Indonesia invited East Timor — a Polynesian country — to participate in the cultural festival.
Karena gagal memainkan kartu ini, maka pelan-pelan, walaupun dengan penuh malu dan geram, Presiden Joko Widodo segera menggantikan Menteri yang mengkoordinir urusan Hukum, Politik dan Keamanan, yang kesehariannya justru menjalankan fungsi dan tugas Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Binsar Luhut Panjaitan.
Dalam KTT MSG baru-baru ini, isu budaya seolah-olah sudah ompong, Indonesia terpaksa unjuk gigi dengan paket-paket ekonomi. Indonesia dalam hal ini muncul seolah-olah dia lebih maju dan lebih berduit daripada negara-negara Melanesia.
Sejak NKRI menginjakkan kaki dan menduduki Tanah Papua, manusia Papua selalu dianggap kuno, masih ketinggalan zaman, miskin, bahkan diteriaki “monyet”.
Dan harga manusia Papua sudah lama digadaikan dengan kepentingan ekonomi. Orang Papua dibunuh kapan saja sudah menjadi kewajiban NKRI dalam rangka mengamankan kepentingan ekonomi barat.
Kini NKRI dengan patokan pemikiran yang sama, yaitu Melanesia sama-sama kolot, sama-sama miskin, dan sama-sama “monyet”, bergerilya meyakinkan pemimpin Fiji dan PNG untuk merubah syarat-syarat menjadi anggota MSG. Apa yang sudah lama menjadi kebiasaan orang Melanesia dianggapnya bisa “dibeil” dengan iming-iming bantuan NKRI. Budaya consensus orang Melanesia dianggapnya murahan. Pantas saja, NKRI memandang Melanesia sebagai “monyet” yang bisa dirayu dengan “buah-buah” politik. Katanya, saat saya lempar “buah ini”, pasti emas yang di tangannya dilupakan terjatuh dan malahan kulit pusang yang kulempar yang nanti direbutnya.
NKRI lupa, bahwa di pulau di mana ada Presiden NKRI sendiri, Jawa, dan di mana ada Raja Jawa sendiri, dihuni oleh banyak sekali, jumlahnya lebih banyak dari pada total orang Polynesia, Micronesia dan Melanesia secara keseluruhan di dunia, mereka hidup sebagai pengemis, perampok, pemulung, pelacur dan memperdagangkan tenaga dengan sangat murahnya, sebagai tukang sapu-sapu lantai dan cuci pakaian di negeri tetangga, sebagai pembantu Rumah Tangga belaka di banyak Negara di dunia.
NKRI hadir dengan paradigma berpikir yang salah, karena menganggap Melanesia dan “monyet” sama saja, dan menganggap Tanah Papua terletak di Indonesia sehingga kalau manusia Papua mau merdeka harus mengungsi ke “Melanesia sana” untuk mendirikan Negara West Papua. Sudah salah konsep berpikir, sidah tidak tahu mana Melanesia dan mana Polynesia, salah lagi dalam peta geografisnya, tidak tahu kalau wilayah West Papua itu bukan wilayah Indonesia, tetapi milik bangsa Papua ras Melanesia,.
Semakin hari justru semakin nampak betapa bobroknya moralitas manusia Indonesia dan betapa kacaunya konsepsi berpikir yang menjadi pijakan kebijakan negara Indonesia. Membedakan Polynesia dan Melanesia sudah tidak bisa, membedakan manusia dan monyet juga tidak sanggup. Apakah dengan demikian kita bisa yakin manusia Indonesia mengenal dirinya sendiri? Apakah orang Indonesia tahu apa artinya “Indonesia”?
Indonesian province of West Papua is hopeful to see their full membership plea in the Melanesian Spearhead Group (MSG), advance during this 4th Pacific Islands Development Forum (PIDF) summit hosted in Honiara, Solomon Islands.
Speaking to the media yesterday spokesperson for the United Liberation Movement for West Paupua (ULMWP) Benny Wenda said they are optimistic to see the struggle of their people advance to the next level, within the MSG.
He said their ongoing campaign and struggle for support from the Melanesian countries and the pacific will help them advance their membership status in the MSG, which is fundamental to their wish to become an independent state.
ULMWP acquired their observer status in MSG last year during the MSG meeting held in Honiara, thus they are hopeful to see their status in this sub-regional organisation advanced to full membership.
Wenda stressed their struggle is not for them but for the future generation of West Papua, who will be free from brutality and bloodshed continued to be suffered on the hands of the Indonesian military.
Delegasi ULMWP menuju kota Honiara dari Honiara International Airport, Selasa (12/7/2016) – Jubi/Victor Mambor
Honiara, Jubi – Keanggotaan Melanesia Spearhead Group (MSG) akan dibahas secara khusus dalam pertemuan para pemimpin MSG di Honiara, 14-16 Juni 2016.
“Ide tentang keanggotaan MSG yang lebih terbuka akan menjadi pembahasan khusus dalam pertemuan para pemimpin nanti. Ini berarti, kelompok internasional atau regional maupun negara yang tidak berada dalam blok Melanesia bisa menjadi anggota penuh ataupun anggota asosiasi,” jelas Ketua MSG, Manaseh Sogavare kepada wartawan usai bertemu dengan Pimpinan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Octovianus Mote dan Benny Wenda di Mendana Hotel, Honiara, Rabu (13/7/2016).
Ia mengaku sudah memberikan instruksi kepada Sekretariat MSG untuk membuat persyaratan dan panduan baru keanggotaan MSG. Menurutnya, panduan dan persyaratan ini nantinya harus dipahami oleh para pihak yang ingin menjadi anggota MSG.
“Para pemimpin akan diberikan kesempatan bertemu dengan ULMWP,” lanjut Sogavare.
Ia menambahkan, dukungan Fiji terhadap perjuangan bangsa Papua berpemerintahan sendiri juga telah dibicarakan.
“Dukungan dari lima anggota MSG ini datang dari dalam hati,” tambah Sogavare.
Benny Wenda dan Octovianus Mote, dua pemimpin ULMWP, usai bertemu Sogavare mengatakan ULMWP sebagai perwakilan bangsa Papua sudah siap dengan konsekuensi jika nantinya diterima sebagai anggota penuh.
“Bangsa Papua sejak dulu adalah bagian dari Melanesia. Kami tentu sangat ingin berinteraksi dengan sesama saudara Melanesia kami di Papua New Guinea, Solomon, Vanuatu, Fiji dan Kanaki,” ujar Wenda.
Papua, menurut Wenda ingin mulai melakukan interaksi dengan sesama saudara Melanesianya melalui olahraga, terutama sepakbola. Selain itu, para mahasiswa dan pelajar dari Papua bisa dikirimkan untuk belajar di Perguruan Tinggi di Kepulauan Solomon atau Vanuatu.
“Suatu saat nanti, orang Papua bisa belajar di Papua New Guinea dan juga sebaliknya,” tambah Mote.
Mengenai kewajiban sebagai anggota untuk membayar iuran setiap tahun, Mote mengatakan bangsa Papua sadar bahwa itu adalah konsekuensi sebagai anggota penuh.
“Kami siap melakukan semua kewajiban sebagai anggota. Termasuk jika suatu saat nanti bangsa Papua harus menjadi tuan rumah pertemuan pemimpin MSG, saya yakin bangsa Papua juga siap,” jelas Mote.
Belakangan ini, iuran keanggotaan menjadi isu penting di MSG setelah Front Pembebasan Kanak (FLNKS) tidak bisa memenuhi kewajiban mereka. Direktur Jenderal MSG, Amena Yauvoli, kepada wartawan menjelaskan situasi FLNKS sangat dimengerti oleh anggota MSG lainnya sehingga kontribusi FLNK dikurangi mulai tahun depan.
“MSG akan mengurangi budget operasional sekretariat untuk mengatasi masalah keuangan ini,” kata Yauvoli. (*)
Yogyakarta (KM)—Pemimpin Oposisi Fiji, Ro Teimumu Kepa, mengatakan memberikan dukungan kepada ULMWP pada keanggotaan MSG merupakan sebuah aksi tanggung jawab yang dapat di lakukan oleh setiap Pemimpin Melanesia.
Kepa mengatakan, Indonesia berusaha menjadi keanggotaan blok regional hanya untuk melindungi kepentingan sendiri dan telah menunjukkan rasa tidak hormat kepada keprihatinan Melanesia terhadap Papua, bahwa genosida sedang berlangsung di Papua Barat.
“Ro Teimumu telah menyatakan mendukung penuh untuk ULMWP sebagai keanggotaan penuh pada pertemuan MSG di Honiara”.
Lanjut Dia, mengatakan Indonesia tidak punya keinginan untuk terlibat dalam dialog tentang isu-isu hak asasi manusia dan mereka telah menunjukkan hal ini berkali-kali dalam setiap serangan pandangannya terhadap ‘pejuang kemerdekaan Papua’ dan penindasan kegiatan penentuan nasib mereka.
Ia bergabung dalam ribuan orang Fiji yang merasa kuat tentang perubahan pada posisi negara dan menyuarakan kebebasan dan kemerdekaan Papua Barat, Bebernya lagi.
Dengan memberikan keanggotaan penuh, para pemimpin Melanesia akan langsung menanggapi terhadap keinginan untuk mengakhiri kekerasan waja anggota ULMWP,ungkapnya.
Kepemimpinan KTT MSG adakan pertemuan minggu ini di Honiara, Salomon Island.
The four Melanesian prime ministers of Papua New Guinea, Solomon Islands, Vanuatu, and Fiji will come together in Honiara, Solomon Islands today as chairman Manasseh Sogavare hosts the 23rd Melanesian Spearhead Group Special Leader’s Summit.
Empat Perdana Menteri, masing-masing dari Papua New Guinea, Kepulauan Solaiman, Vanuatu dan Fiji akan berkumpul bersama di Honiara, Kepulauan Solaiman hari ini saat ketua MSG Sogavare memimpin KTT MSG yang ke 23.
Dekolonisasi dan kemerdekaan negara-ngara Melanesia adalah proses pembebasan yang dekat di hati saya. The Noumea Accord, misalnya, menjadi simbol dalam mengejar kemandirian dan otonomi yang sinonim dengan hak dan kebebasan yang tersedia bagi semua umat manusia dari negara ini.
Dalam prakteknya accord ini menyediakan bantuan teknis, program pelatihan untuk masyarakat Kanak yang masih ada dalam kedaulatan Perancis saat ini.
Pengaturan seperti ini telah menyadiakan sebuah kerangka hukum dan praktis untuk penduduk pribumi Kaledonia Baru untuk sepenuhnya menentukan nasib mereka sendiri, bahkan sampai memperoleh keperdekaan yang mereka dambakan.
Keputusan-keputusan yang kamibuat pada KTT MSG dalam dua hari ke depan ini mengandung nilai-nilai untuk generasi mednatang dari masyarakat Melanesia yang akan memandang solidaritas kami dengan kekaguman bilamana kita membuat keputusan yang benar menyangkut dekolonisasi dan penentuan nasib sendiri.
Mulai hari ini kami akan mulai menceritakan cerita kami sendiri, cerita tentang hak konstitusional dan universal kami untuk memperoleh kemerdekaan yang diberikan kepada kami dalam kemerdekaan negara-negara kami masing-masing.
Hari ini kami mampu, dengan jalan aklamasi, memicu proses untuk penentuan nasib sendiri yang lebih luas yang akan dinikmati oleh orang Papua di Tanah Papua.
‘Founding Father’ Sebagai seorang Pendiri” saya terdorong oleh kemajuan yang telah dibuat dalam isu kunci dari West Papua untuk menjadi anggata penuh dari Melanesian Spearhead Group.
Saya terinspirasi bahwa pejabat senior MSG, para menteri dan pemimpin tetap mengedepankan aklamasi walaupun menghadapi isu-isu diplomatik, ekonomi, sosial dan politik yang rumit dan sensitif.
Konsultasi yang sungguh-sungguh dan melibatkan semua pihak di antara para negara-negara anggota MSG dan satu wilayah dalam mempertimbangkan jejak masa depan dekolonisasi dan penentuan nasib sendiri untuk West Papua begitu penting sekarang lebih-lebih demikian daripada yang pernah ada sebelumnya.
Kita dapat memperkuat Melanesian Spearhead Group dan kawasan kami, yaitu termasuk West Papua, dengan menjamin bahwa para pemimpin Melanesia di Honiara mengesahkan lamaran United Liberation Movement for West Papua untuk keanggotaan penuh dari Melanesian Spearhead Group
Kami satu kaum terbentang di antara banyak pulau dan lautan, dipisahkan oleh lautan dan gunung-gunung dalam keragaman jurisdiksi kedaulatan pula.
Leluhur kami bergerak dengan bebas dalam tanah kami dan laut kami selama berabad-abad lamanya sebelum kaum kolonial dan umat Kristen melakukan intervensi ke dalam kehidupan kami.
Kami harus memegang roh masyarakat yagn luas dalam usaha-usaha modern kami dalam diplomasi dan kerjasama internasional dan dialog. We must hold onto that spirit of a vast community that underpins our modern efforts within diplomacy and international cooperation and dialogue.
Political upheaval Semua negara-negara anggota MSG dan satu wulayah telah mengalami beberapa tingkat gangguan politik dan konflik sipil yang membutuhkan reformasi politik dan ekonomi yang tegas dan deklarasi agar terjadi transisi secara damai.
Expor kekayaan mineral dan komoditas pertanian menjadi sumber utama pendapatan dari semua negara dan satu wilayah dalam kawasan MSG.
Karena itu sangatlah penting untuk berupaya mempertahankan stabilitas politik agar mendorong keberlanjutan ekonomi dan lingkungan demi masa depan semua orang Melanesia yang lebih baik.
Akan tetapi sub-region kami hanya dapat menjadi makmur ketika semua isu politik, ekonomi, sosio-budaya dan lingkugnan hidup dipertimbangkan dengan bobot yang sama dikaitkan dengan kebutuhan dari semua kaum kami.
Potensi pertumbuhan kami bergantung kepada hubungan-hubungan diplomatik dan dinas kami, hubungan kami dan jaringan kami dengan dunia ini. Akan tetapi sebagai sebuah kelompok yang terkait secara etnis kami selama ini selalu bergantung kepada berbicara, bertukaran dan berpartisipasi secara budaya.
Sesungguhnya kami semua orang Melanesia. Itulah yang membuat kami berbeda.
Kami membawa fitur beberbeda-bda dimaksud ke forum tetapi minggu ini di KTT Pemimpin Khusus Melanesian Spearhead Group kami punya peluang yang unik sekali lagi untuk mengambil keputusan menyangkut masa depan kita dengan integritas sebagai negara-negara yang memerintah sendiri dan negara-negara merdeka sebagai blok sub-regional yang sangat kuat.
Lebih daripada sebelumnya, sub-region perlu memasukkan West Papua sebagai bagian yang tak terpisahkan daripadanya dan, sebagai anggota yang mengambil bagian secara setara.
Rt Hon Grand Chief Sir Michael T Somare Port Moresby
KBR, Jakarta- Sejumlah kelompok di Papua Rabu ini akan menggelar aksi besar-besaran di sejumlah kota di Papua. Aksi ini mendukung Gerakan Pembebasan Papua Barat ULMWP diterima jadi anggota Melanesian Spearhead Group (MSG).
Sekretaris Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Ones Suhuniap, mengatakan akan tetap beraksi meski menghadapi ancaman pembubaran dari Kepolisian. Kata dia, aksi ini akan digelar di antaranya di Manokwari, Jayapura, Timika, dan Yahukimo.
“Aksinya bermacam-macam. Ada yang berbentuk demo turun ke jalan, ada yang panggung terbuka, ada yang pawai, ada yang berbentuk ibadah atau syukuran,” ungkap Ones kepada KBR, Selasa (12/7/2016) malam.
Ones optimistis ULMWP jadi anggota tetap di MSG. Sebab, mereka telah memenuhi persyaratan, yakni membentuk wadah persatuan seperti ULMWP dan menjadi anggota observer MSG selama setahun terakhir. Selain itu, kata dia, MSG akan berpihak pada Papua karena mereka merupakan saudara satu bangsa Melanesia.
Menanggapi aksi besar-besaran itu Juru Bicara Polda Papua Patrige Renwarin menegaskan pendemo yang mendukung ULMWP, tidak diizinkan untuk melakukan aksinya.
“Mereka tidak diizinkan, mereka tidak diberikan surat tanda terima pemberitahuan. Kita juga menjawab surat mereka dengan surat untuk menjelaskan, yang isinya surat penolakan itu, isinya bahwa harus mereka lengkapi persyaratan-persyaratan yang sudah diamanatkan UU no 9 tahun 98, tentunya kan mereka tidak bisa lengkapi hal itu,” ungkap Patrige kepada KBR (12/7/2016).
Juru Bicara Polda Papua Patrige Renwarin melanjutkan, “pasti mereka akan melakukan kegiatan itu tapi belum tahu kegiatannya seperti apa. Kalau di dalam permohonan pemberitahuannya, mereka akan lakukan demo damai dan ibadah. Sudah disampaikan oleh Kapolres Jayapura Kota bahwa sebisa mungkin tidak laksanakan demo. Kalau toh laksanakan ibadah, tentunya pastinya kita akan amankan dan kita juga tidak akan lakukan tindakan-tindakan polisional.”
Patrige menambahkan, komunikasi telah dilakukan oleh Kapolres Jayapura Kota dengan pendemo. Menurutnya, jika ingin melakukan aksi, mereka perlu memenuhi syarat seperti mendaftarkan organisasinya secara resmi ke Kesbangpol terlebih dulu. Jika demo tetap dilakukan, maka kata Patrige, kepolisian akan melokalisir pergerakan massa seperti yang juga telah dilakukannya selama ini.
“Selama ini kita tidak lakukan penangkapan tapi kita ajak mereka baik-baik. Dan mereka mau, mereka menuruti di bawa ke Polres ataupun tempat-tempat lain yang memang tidak mengganggu aktivitas itu yang istilahnya kita pakai istilah dilokalisir. (tidak ditahan?) Tidak pernah ditahan, kecuali mereka melakukan aksi anarkis merusak mobil angkutan yang lewat, kendaraan orang dibakar atau dilemparin, seperti itukan, pasti pidana,” katanya.
Optimistis
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Panjaitan optimistis ULMWP tidak bakal menjadi anggota penuh dalam KTT Khusus Melanesian Spearhead Group (MSG) yang berlangsung 14-15 Juli di Kepulauan Solomon. Ia beralasan, ULMWP bukan sebuah negara, sehingga memberinya keanggotaan penuh sama dengan melanggar perjanjian pendirian MSG.
Luhut menyatakan, pemerintah melobi anggota MSG untuk menggagalkan upaya ULMWP.
“(Kalau ULMWP diterima?) Ya nggak lah, kan dia bukan negara, kan sudah ada keputusan sebelumnya, yang boleh kan harus negara. (Jadi optimistis?) Ya kita harus hidup optimis. (Pemerintah lakukan lobi?) Semua ada lobi, masak hidup nggak ada lobi, harus ada pendekatan,” kata Luhut di Kemenkopolhukam, Selasa (12/7/2016).
Luhut menambahkan, saat ini perwakilan pemerintah dari Kementerian Luar Negeri dan Kemenkopolhukam telah berada di Kepulauan Solomon untuk mengikuti agenda tersebut. Kata dia, pemerintah mengharapkan bisa diterima menjadi anggota penuh.
“Itu (jadi anggota penuh-red) yang kita harapkan. Tim lagi di sana, kemlu dengan deputi I di sini, ya kita lihat saja,” ujar dia.
Melanesian Spearhead Group (MSG) menggelar KTT Khusus Rabu ini di Solomon Island. Salah satu agendanya adalah penetapan keanggotaan ULMWP. Jika ULMWP jadi anggota tetap MSG, maka lima anggota MSG bisa membahas isu Papua hingga ke Perserikatan Bangsa-Bangsa. MSG beranggotakan negara Melanesia di Pasifik yakni Fiji, Papua Nugini, Kaledonia Baru, Kepulauan Salomon, dan Vanuatu.