Tag: dukungan internasional

  • Hasil IPWP London Diumumkan – Sikap Represive Aparat Disesalkan

    JAYAPURA – Gagal melakukan demo guna menyampaikan dukungan peluncuran Kaukus International Perlemen for West Papua (IPWP) 15-18 Oktober lalu di London, Inggris tidak menyurutkan IPWP Papua untuk tetap menyuarakan asprasi tersebut.

    Dalam press confrence di Sekertariat Dewan Adat Papua (DAP), Selasa (21/10), Ketua IPWP Papua Buchtar Tabuni didampingi Sekertaris IPWP Viktor F Yeimo, Koordinator umum Peluncuran IPWP Sebi Sambom, Koordinator Lapangan Elly Sirwa dan Ketua Tim Legislasi AMPTP Albert Wanimbo didampingi puluhan massa pendukungnya akhirnya mengumumkan hasil IPWP di London, Inggris yang sudah ada di tangan mereka.

    4 lebar hasil IPWP dalam Bahasa Inggris itu diterjemahkan oleh Viktor F Yeimo. Isi dari hasil IPWP di London memuat beberapa poin yaitu pertama, mendesak setiap negara di Eropa untuk tidak melakukan hubungan dengan Indonesia sampai Indonesia memberikan ruang kebebasan yang damai bagi masyarakat Papua. Kedua, meminta agar ada peninjau dari pihak International menyangkut masalah di Papua. Ke-tiga, mendesak PBB untuk mendengarkan salah satu penasehat dari pengadilan Internasional dibawah hukum Internasional.

    Ke-empat, seluruh kekayayaan alam di Papua digunakan sepenuhnya untuk masyarakat Papua. Ke-lima, desak Sekjend PBB untuk mereview kembali tentang aturan PBB menyangkut proses bebas memilih di Papua (menyangkut Pepera). Ke-enam, mengirim tim peninjau untuk melihat pelanggaran HAM yang terjadi di Papua.

    Ke tujuh, meminta pemerintah Indonesia untuk membebaskan Filep Karma, Yusak Pakage dan semua tahanan politik dengan segera serta membuka akses jurnalis internasional ke Papua. Ke-delapan, mendesak agar dihentikan segala bentuk illegal loging oleh Indonesia di Papua yang dapat mengakibatkan perubahan iklim serta memonitor perjanjian mineral di Papua hingga ICJ memberikan kelayakan.

    Menurut Victor, Peluncuran Kaukus yang dihadiri oleh sejumlah parlemen International di Inggris dan Eropa ini intensif dilakukan mulai pukul 15.00 – 16.30 waktu London yang dihadiri oleh dua anggota Perlemen Inggris Andrew Smith dam Lord Harries. Tidak itu saja, Vintor juga mengklaim bahwa peluncuran tersebut mendapat dukungan dari seluruh parlemen di Inggris, Eropa Amerika, para senator di Australia, New Zealand, Vanuatu, dan Papua New Guinea.

    “Dari pertemuan itu juga dihadiri oleh Benny Wenda -mahasiswa, Mrs Melinda Janki dari International Human Rights Law Expert, Jeremmy Corbyn dan Opik dari Parlemen UK,” papar Victor membacakan hasil tersebut.

    Sementara ketika disinggung kecaman anggota DPR RI, Theo L Sambuaga terkait sponsor yang dilakukan pihak asing dalam parlemen tersebut, Koordinator umum peluncuran IPWP Sebi Sambom mengatakan bahwa Indonesia jangan ikut campur urusan negara lain yang sedang membahas permasalahan di Papua, karena saat ini Indonesia tidak bisa mengintervensi negara maju.” Itu hanya komentar orang politik yang sedang dalam posisi sulit,” lanjut Sebi.

    Ia juga menyayangkan sikap aparat dalam aksi demo damai di Jl Irian Jayapura, Senin (20/10). Menurutnya, dari sikap represive aparat saat mengamankan dan membawa pendemo menggambarkan pada dunia bahwa di Papua memang terjadi penekanan militer terhadap masyarakat Papua Barat. Padahal menurut pria berambut gimbal ini, demokrasi itu memiliki undang-undang dan bagaimana menyampaikan pendapat dimuka umum mereka telah pahami.

    ” Jangan memberikan teror mental yang akhirnya menimbulkan ketakutan pada masyarakat. Kami melihat tentara dan polisi yang membangun konflik dari ketakutan tersebut,” jelas Sebi.
    Sementara itu, Ketua IPWP Papua Buchtar Tabuni juga menyayangkan sikap anggota DPRP yang dianggap tidak berpihak pada rakyat. Alasannya, saat mereka akan menyampaikan aspirasi, ternyata tidak satupun wakil rakyat berada di tempat. ” Kami sudah memberitahukan sebelumnya bahwa kami akan datang tanggal sekian untuk menyampaikan pendapat, tetapi ternyata tidak ada siapa-siapa,” sesal Buchtar.

    Sikap semacam ini yang dianggap tidak memihak rakyat sehingga kedepannya Buchtar Cs sepakat untuk memboikot Pemilu.” Kami juga akan menyurati semua mahasiswa Papua yang kuliah di Jawa, Bali, Sumatrea, Sulawesi untuk kembali menyusun kekuatan serta boikot Pemilu.

    Buchtar menyampaikan bahwa dengan sikap tegas yang akan mereka ambil l itu sama artinya tidak ada legitimasi terhadap pemerintah Indonesia yang membenarkan bahwa rakyat Papua adalah bagian dari Indonesia.”Papua bisa dikatakan bagian dari NKRI jika rakyat ikut memilih. Jika tidak, yah sama saja ada penolakan terhadap legalitas daerah itu,” tegas Buchtar.

    Pria dengan gaya khas kacamata hitam dan pakaian loreng model Army ini juga mengomentari soal penanganan para pendemo kemarin.

    Dengan gagalnya penyampaian aspirasi langsung ke DPRP nampaknya membuat IPWP Papua merancang strategi lain. Buchtar Tabuni dan Victor menegaskan bahwa yang difokuskan saat ini bukan lagi menghadap DPRP, melainkan melakukan sosialisasi untuk seluruh masyarakat Papua Barat melalui parlemen yang telah dibentuknya.

    ” Jika Papua ( DPRP, red) tidak mau menerima ini, kami akan sampaikan di parlemen kami sendiri. Soal hasil ini akan kemana nantinya urusan parlemen,” tandas keduanya seraya mengatakan bahwa mereka akan kembali mengambil sikap menyurat ke Jakarta dan PBB, tanpa menjelaskan lebihjauh meteri surat yang akan dikirim tersebut.(ade)

  • Tidak Ada Negara Dukung Separatis Papua

    Ditulis Oleh: Ant/Papos Rabu, 22 Oktober 2008

    MASSA : Pendukung International Parlment for West Papua saat berkumpul mendengarkan orasi di depan Expo Waena(16/10) sebelum bergerak menuju DPRP, namun massa ini dihadang aparat keamanan, mereka gagal membawa aspirasi ke DPRP.
    JAKARTA (PAPOS) -Jurubicara Kepresidenan Dino Patti Djalal, menegaskan bahwa tidak ada satu negara pun yang mendukung isu separatis di Papua.

    “Tidak ada satu pun negara anggota PBB yang mendukung isu separatisme di Papua sehingga posisi Indonesia sangat solid,” kata Dino di kantor Kepresidenan.

    Dino mengemukakan hal itu saat menanggapi aksi peluncuran “International Parliamentarians for West Papua” di Inggris. Walaupun begitu, Dino mengakui bahwa memang ada segelintir anggota parlemen dan LSM yang mendukung aksi itu.

    “Inisiatif International Parliamentarians itu kandas dan posisi pemerintah Inggris pun tetap mendukung integritas Indonesia,” katanya di Jakarta Selasa (21/10) seperti dikutip Koran ini dari Antara News, tadi malam.
    Parlemen Inggris, lanjut dia, juga menghargai serta menghormati wilayah teritorial Indonesia. “Situasi di lapangan juga baik,” katanya.

    Sebelumnya pemerintah Indonesia melalui Jurubicara Departemen Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan, aksi tersebut tidak signifikan. Ia menjelaskan peluncuran International Parliamentarians for West Papua di Inggris pada 15 Oktober 2008 itu hanya dihadiri oleh dua orang anggota parlemen Inggris.

    Sementara parlemen Inggris terdiri atas House of Lords sejumlah 746 orang dan House of Common sejumlah 646 orang– dan sekitar 30 peserta yang umumnya LSM yang selama ini memang pro kemerdekaan Papua.

    Dengan adanya peristiwa itu, lanjutnya, maka dapat dilihat bahwa masalah kemerdekaan Papua justru bukanlah suatu hal yang menjadi isu. Menurut Faiza, aksi tersebut hanya didukung oleh orang-orang yang sama yang selalu menggunakan referensi Indonesia di masa 90-an untuk memandang kasus Papua, padahal saat ini telah diberlakukan otonomi khusus di Papua sehingga isu-isu pro-kemerdekaan ini tidak relevan.

    Menurut laporan dari KBRI London, kegiatan di dalam gedung parlemen tersebut tidak mendapat perhatian dari para anggota parlemen yang lain, kalangan media dan publik dan tidak secara resmi masuk dalam agenda kegiatan House of Common serta tidak tercatat dalam pengumuman di lobbi gedung Parlemen.

    Selain itu kegiatan demonstrasi dengan menyanyi dan menari yang dilakukan sebelum dan setelah acara kegiatan tersebut di luar gedung Parlemen Inggris juga kurang mendapat perhatian dari publik.(nas)

  • Pemerintah Indonesia Yakin Kaukus Papua Barat Tak Dapat Dukungan Internasional

    TEMPO Interaktif, Jakarta: Pemerintah RI yakin pembentukan kaukus parlemen Internasional untuk Papua Barat tidak mendapat dukungan. Sebab, Pemerintah Inggris tetap mendukung kesatuan Indonesia.

    “Inisiatif itu kandas, tidak mendapat dukungan yang berarti dari kalangan parlemen internasional,” kata Juru Bicara Presiden, Dino Patti Djalal, di kantor Presiden, Selasa (21/10).

    Pembentukan kaukus parlemen internasional untuk Papua Barat merupakan ide dua anggota parlemen Inggris. Namun, berdasarkan informasi dari Duta Besar Indonesia di Inggris, suara soal kaukus papua dalam House of Common Inggris sangat kecil dan minoritas.

    “Mayoritas parlemen Inggris memahami hubungan baik dengan Indonesia sangat penting,” kata Dino.

    Menurut Dino, dukungan terhadap separatisme Papua kemungkinan berasal dari satu atau dua Lembaga Swadaya Masyarakat, anggota parlemen, atau aktivis politik. Namun, tidak ada satupun negara di Persatuan Bangsa-Bangsa yang mendukung separatisme di Papua.

    “Pemerintah tidak perlu kebakaran jenggot dan salah membaca posisi,” kata Dino.

    Ninin Damayanti

  • Satu Anggota Tetap DK PBB Dukung Referendum Papua

    TEMPO Interaktif, Jakarta Menteri Luar Negeri Otoritas Nasional Papua Barat Jacob Rumbiak mengatakan sudah ada enam negara besar, termasuk satu anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mendukung referendum di Papua.

    Hanya saja, ia belum bisa menyebutkan keenam negara sponsor itu. “Yang pasti mereka mendukung rencana referendum itu,” kata Rumbiak kepada Tempo melalui telepon selulernya hari ini. Ia menambahkan, masalah Papua akan menjadi agenda Dewan Keamanan jika pemerintah Indonesia menolak membahas persoalan itu dengan para petinggi Organisasi Papua Merdeka.

    Rimboak mengatakan sejatinya sudah ada kesepakatan para petinggi OPM bulan ini bakal bertemu Presiden Susilo Bambang Yufhoyono, Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan Komisi Pertahanan dan Luar Negeri DPR. Namun agenda itu dibatalkan setelah pembatalan serupa pada Juli.

    “Kami memberi waktu pada Jakarta sampai akhir Oktober,” ujar Rumbiak. Jika batas itu habis, Papua akan masuk afenda dekolonisasi di PBB.

    Faisal Assegaf

  • Komisi I Kecam Asing yang Sponsori Papua Barat

    Salvanus Magnus Satripatriawan

    JAKARTA, SENIN- Terkait pembentukan Kaukus Parlemen Internasional yang mendukung upaya kemerdekaan dan pemisahan diri Papua Barat dari NKRI, Ketua Komisi I DPR RI Theo L Sambuaga mengecam upaya asing untuk mensponsori kampanye tersebut.

    “Upaya pihak asing yang mensponsori kampanye itu dilakukan anggota parlemen Inggris Andrew Smith dan Lord Harries yang membentuk International Parlementarians for West Papua,” kata Theo dalam konferensi pers di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (20/10) sore.

    Ia menandaskan pembentukan kaukus tersebut bekerja sama dengan tokoh OPM (Beny Wenda) yang saat ini masih berstatus buron karena terlibat berbagai aksi anarkis dan kriminal di Papua.

    “Hal itu jelas-jelas bertentangan dengan semangat kerja sama internasional antara anggota parlemen yang dilandasi prinsip tak mencampuri urusan dalam negeri masing-masing negara dan melanggar prinsip IPU (Inter-Parliamentary Union),” jelasnya.

    Theo mengatakan, Komisi I mengharapkan kewaspadaan dan kegiatan proaktif seluruh perangkat KBRI di luar negeri, khususnya Eropa, untuk mengikuti perkembangan pembangunan di Propinsi Papua.

    MYS

  • Catatan Markas Pusat TRPB tentang Pernyataan NKRI: IPGWP di London

    TRPB mengetahui benar peristiwa bagaimana Benny Wenda dikeluarkan dari LP Abepura, yaitu orang Indonesia (non-Papua) sendiri yang mempersilahkannya keluar, karena ia merasa berdosa atas perbuatan NKRI di Tanah Papua yang melampaui moral kemanusiaan.

    Ia berpesan agar memperjuangkan Papua Merdeka di Dunia Barat. Maka Benny Wenda mengikut sarannya, dan ternyata berhasil. Isu melarikan diri adalah buatan NKRI, dan isu lari dengan cara membuat lubang di atap WC LP Abepura adalah dusta murni. Waktu itu pelubangan dilakukan setelah Benny Wenda ketahuan oleh aparat keamanan agar masalahnya tidak melebar dan memanaskan siatusi.

    Sedangkan tentang posisi IPGWP tidak tercatat dan tidak dikenal, ya benar memang secara resmi kenegaraan tidak tercatat. Alasannya karena perjuangan ini dijalankan oleh sebuah Organisasi Rakyat, dan bukan Negara. Maka orang Papua tahu apa yang harus dibuat, bukan?

    Oleh karena itu, kami pejuang Papua Merdeka tidak sekerdil dalam pengetahuan strategi dan lobi politik dan diplomasi Papua Merdeka. Sudah ada upaya untuk merubah status IPGWP sehingga lama-kelamaan menjadi sebuah Tim Lobby Resmi di Parlemen.

    Politik terletak seberat-beratnya kepada kepentingan. Kepentingan Inggris di Pulau New Guinea ada dan sangat besar, karena ia terkait dengan dirinya sendiri (Australia/Selandia Baru), tinggal kita memetakan dan melakukan lobi secara efektiv. Karena lobi seperti ini belum pernah ada sebelumnya, selama hampir 40 tahun lalu tidak ada sama sekali. Jangan lihat jumlahnya, tetapi lihatlah bahwa sudah ada ORANG ASING terutama POLITISI ASING sudah menjadikan gerakan Papua Merdeka sebagai isu politik mereka. Maka, kita patut hargai dan hormati kemajuan ini.

    Politik dapat dimainkan dengan kartu pertama apa saja, artinya dapat dimulai dengan kartu mana saja. Semua orang tahu praktek itu. Walaupun bisa dianggap remeh, setidaknya permainan itu telah bergulir, kartu pertama sudah dibanting di atas meja politisi Inggris, bukan meja politisi NKRI, tetapi meja orang dan politisi Inggris.

    Kemudian, kita semua tahu tidak ada tangga 10 kalau tidak ada tangga 01. Oleh karena itu, biarlah NKRI menyatakan tidak tercatat ataupun tidak dikenal, tidak penting, tidak berbobot, atau apa saja. Yang penting politisi Inggris mengenalnya. Biarpun ratusan anggota parlemen tidak mengenalnya, yang penting di tanggal 01 ini bukan 01 lagi tetapi 02 politisi sudah mengenal KEBENARAN itu dan sudah mendukung aspirasi bangsa Papua.

    Selain itu, jangan kita lupa bahwa masyarakat Inggris pada umumnya mendukung Papua Merdeka. Nah, pencatatan ke dalam itu dilakukan oleh manusia. Kalau ada politisi sudah mengenal, kalau rakyat sudah mengenalnya, maka tinggal tunggu tanggal ditulis ke dalam daftar oleh Negara. Negara bukan seorang manusia, ia alat yang digunakan rakyat untuk membela kepentingannya, memajukan kepentingan, martabat dan melindungi diri, dan si pemain alat itu sudah tahu. Jadi, negara tidak mengenal maka akan dikenal karena orang yang memiliki negara itu sudah mengenalnya.

    Kalau kita tahu siklus kehidupan seorang politisi dan demokrasi, maka kita tahu semuanya yang ada di dalam negara modern berpulang kepada rakyat. Nah, kalau rakyat mendukung, maka lama-kelamaan apa yang terjadi? Selain mereka akan mencatatnya ke dalam Negara, mereka juga akan melakukan sesuatu.

    Satu titik penting dalam sejarah Papua Merdeka adalah bahwa, Negara-Negara sudah BERBICARA tentang perjuangan dan lobi ini, dan sudah ada POLITISI ASING berbicara secara formal dalam kapasitas sebagai politisi partai politik, bukan sebagai pribadi, dan mendedikasikan dirinya untuk Papua Merdeka. Bukankah itu sebuah kemajuan pesat?

    Terpenting di atas semuanya adalah bahwa: KITA BERADA DI PIHAK KEBENARAN!!! Dan KEBENARAN ITU TAK PERNAH TERKALAHKAN, kapanpun, di manapun, oleh siapapun, dan BAGAIMANAPUN JUGA!

    Mari kita satukan barisan dan terus maju.

    Salam juang buat pejuang Papua Merdeka, Benny Wenda, Richard Samuelson dan kedua Anggota Parlemen pendukung Papua Merdeka di negeri Inggris Raya.

    Markas Pusat Pertahanan TRPB

    Secretary-General

    Leut Gen. A. Tabi

  • Dalang Papua Merdeka Buronan

    Catatan SPMNews:

    Lihat Catatan Markas Pusat Pertahanan TRPB yang disampaikan sebagai artikel terpisah atau klik Tag atua Kategori: Pesan Khusus

    =========

    Ditulis Oleh: Ant/Papos
    Sabtu, 18 Oktober 2008
    JAKARTA (PAPOS) -Gerakan pro-kemerdekaan Papua di Inggris yang menamakan dirinya International Parliamentarians for West Papua (IPWP) atau Parlemen Internasional Papua Barat didalangi oleh seorang warga Papua yang kini menjadi buronan Polri karena kasus kriminal. “Pelopor IPWP adalah warga Papua bernama Benny yang kabur dari penjara tahun 2000 karena terlibat kasus penyerangan Polsek Abepura. Ia kabur ke Inggris,” kata Wakil Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Pol Sulistyo Ishak di Jakarta, Jumat (17/10) kemarin.

    Ia mengatakan sejak kabur tahun 2000, Polri telah meminta bantuan Interpol untuk menangkapnya.”Polri terus berupaya menangkap Benny baik lewat Interpol dan jalur lainnya,” katanya seperti dikutip Koran ini dari Antara tadi malam.

    Sebelumnya, pada 15 Oktober 2008, kelompok pro-kemerdekaan Papua, FWPC (Free West Papua Campaign), di depan gedung parlemen Inggris meluncurkan International Parliamentarians for West Papua (IPWP).

    Dalam peluncuran itu, ada dua orang anggota parlemen dari luar Inggris yang hadir yakni dari Papua New Guinea dan Vanuatu, sedangkan anggota parlemen Inggris yang hadir adalah tiga anggota yang selama ini dikenal pendukung pro kemerdekaan Papua.

    Kegiatan di dalam gedung parlemen tidak mendapat perhatian dari anggota parlemen yang lain, kalangan media dan publik dan tidak masuk dalam agenda kegiatan House of Common dan tidak tercatat dalam pengumuman di lobi gedung parlemen.

    Mereka menggelar demonstrasi dengan menyanyi dan menari di luar gedung parlemen Inggris dengan tujuan untuk mendapat dukungan dalam gerakan Papua merdeka.

    Sulistyo Ishak mengatakan, IPWP adalah kelompok ilegal di Inggris karena tidak terdaftar di instansi yang berwenang.”Polri telah melakukan cek dengan instansi yang berwenang di Inggris yang menyatakan gerakan itu tidak dikenal,” katanya.

    Seperti diketahui pada 16 Oktober 2008 lalu, massa Panitia untuk IPWP berkumpul di jalan depan Ekspo/Museum Waena untuk menyampaikan aspirasinya ke DPRP. Namun ketika massa hendak bergerak ke Kota Jayapura, mereka dihadang aparat gabungan TNI-Polri.

    Karena tak dapat menembus brigade kelompok pendukung IPWP di Jayapura itu hanya berorasi. Dalam orasinya mereka meminta agar Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969 yang menyatukan Papua ke pangkuan ibu pertiwi Indonesia ditinjau kembali. Mereka pun menilai pelaksanaan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua telah gagal.(ant/nas)

  • West Papua – Tragedi Terlupakan di Pasifik – 17th October 2008

    Oleh WPNews
    Sep 30, 2008, 20:02

    Anda diundang untuk sebuah even petang hari in Reading pada Jumat 17th October 2008 untuk merayakan bersama masyarakat Papua BArat, budaya mereka dan pelanggaran serta penindasan yang tak terbayangkan.

    Orang Papua telah menderita selama bertahun-tahun lamamnya karena pelanggaran HAM, diskriminasi dan pelecehan di tangan Indonesia. Even ini merupakan kesempatan untuk mendengarkan langsung cerita mereka dari Caroline Lucas MEP, pemimpin Partai Hiyau dan dari orang Papua sendiri, termasuk Sekjen DeMMAK, ditambah dengan penari dari Papua BArat, teater dan cerita-cerita.

    Yours sincerely,

    Dr. Sean V. O’Leary,

    On behalf of:
    Reading International Solidarity Centre and
    Free West Papua Campaign
    Tel: 01189 874298
    s.v.oleary@reading.ac.uk

  • West Papua

    Oleh WPNews
    Sep 30, 2008, 20:02

    Anda diundang untuk sebuah even petang hari in Reading pada Jumat 17th October 2008 untuk merayakan bersama masyarakat Papua BArat, budaya mereka dan pelanggaran serta penindasan yang tak terbayangkan.

    Orang Papua telah menderita selama bertahun-tahun lamamnya karena pelanggaran HAM, diskriminasi dan pelecehan di tangan Indonesia. Even ini merupakan kesempatan untuk mendengarkan langsung cerita mereka dari Caroline Lucas MEP, pemimpin Partai Hiyau dan dari orang Papua sendiri, termasuk Sekjen DeMMAK, ditambah dengan penari dari Papua BArat, teater dan cerita-cerita.

    Yours sincerely,

    Dr. Sean V. O’Leary,

    On behalf of:
    Reading International Solidarity Centre and
    Free West Papua Campaign
    Tel: 01189 874298
    s.v.oleary@reading.ac.uk

  • Panitia untuk IPWP Gagal Bawa Aspirasi ke DPRP

    Ditulis Oleh: Feri/Ant/Papos
    Jumat, 17 Oktober 2008

    HADANG : Gerakan massa Panitia untuk IPWP yang hendak menuju gedung DPR untuk menyampaikan aspirasi mendukung Kaukus Parlemen Inggris tertahan oleh hadangan aparat keamanan gabungan TNI/Polri di Waena depan Ekspo.

    JAYAPURA (PAPOS) – Kamis (18/10) kemarin, seribuan massa yang tergabung dalam Panitia IPWP (International Parlement For West Papua) yang hedak menyampaikan aspirasi mendukung Caucus Parlemen Inggris ke gedung DPR Papua tertahan di depan Ekspo/Museum, Waena.

    Tertahannya massa disini di diawali arak-arakan massa sekitar seratus orang pada pukul 10.00 WIT dari kawasan Waena dan Abepura yang hendak menuju Jayapura, namun ketika tiba di depan Museum Provinsi Papua mereka dihadang oleh aparat keamanan dari gabungan TNI-Polri.

    Sebelumnya, pagi hari sekitar pukul 07.30 WIT ratusan mahasiswa Uncen dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) lainnya, memblokir jalan masuk menuju Rektorat Uncen yang terletak di Perumnas III Waena.
    Pemblokiran jalan masuk ke gedung Rektoran Uncen itu, membuat mahasiswa yang akan kuliah mengurungkan niat dan memilih pulang, sebab ratusan massa ini melarang siapa saja yang akan naik ke Rektorat.

    Mengetahui adanya aksi pemblokiran jalan, aparat keamanan gabungan TNI dan Polri dipimpin Kapolsekta Abepura AKP Dominggus Rumaropen S.Sos meluncur menuju ke lokasi dan memblokade massa untuk mengantisipasi hal-hal negatif yang akan timbul.

    Walau demikian, massa dengan membawa sepanduk bergambar lambang PBB, bendera Amerika, bendera Inggris dan bintang Kejora tetap bersikeras akan melakukan long march dari Rektorat Uncen menuju kantor DPRP.

    “Kami akan tetap melakukan long march ke DPRP,” ujar orator Sebby.

    Orator selanjutnya yang juga Koordinator demo Buchtar Tabuni menentang larangan aparat keamanan, menurutnya, melarang orang lain untuk menyampaikan aspirasi merupakan tindakan yang tidak terpuji.

    “ Cara-cara kalian ini yang kami inginkan, dengan larangan ini, maka pihak dunia luar akan tahu,” ujar Tabuni dalam orasinya.

    Lama ke lamaaan situasi di depan pintu naik ke Rektorat Uncen menjadi tegang, sebab aparat gabungan tetap komitmen melarang massa long march ke Jayapura menuju DPRP.

    Saat itu juga Purek III Uncen Drs. Paul Holmers berusaha menenangkan massa.

    Namun upaya tersebut tak berhasil, akhirnya, Kapolsek Abepura AKP Dominggus Rumaropen meminta massa agar bisa memahami dan mengerti akan aturan yang berlaku.

    “ Kami minta, kalian jangan memaksakan kehendak, bila dipaksakan maka akan timbul gesekan,” jelasnya.

    Mendengar penjelasan Kapolsek Abepura ini, masa kemudian membubarkan diri demikian juga dengan aparat gabungan. Namun, kira-kira baru berjarak 700 meter dari pintu gerbang menuju Rektorat Uncen, massa kembali dihadang aparat gabungan. Pasalnya, massa secara perorangan berjalan menuju lokasi lain untuk melanjutkan aksi demo. Karena didesak maka, akhirnya massa membubarkan diri.

    Sementara itu Di wilayah Abepura tepatnya di depan kantor PT. Pos Indonesia empat ratusan sekitar pukul 12.00 WIT tertahan oleh aparat gabungan TNI dan Polri. Awalnya massa ini sifatnya menunggu massa yang datang dari Uncen untuk bergabung dan melanjutkan long march ke DPRP.

    Namun, sekitar pukul 14.30 WIT, massa disitu memaksakan diri menuju ke Ekspo Waena untuk bergabung dengan massa lainnya yang telah lebih dulu berada disana dengan berjalan kaki.

    Demikian pula dengan massa yang membubarkan dari di gerbang Kampur Uncen Perumnas III Waena bergabung dengan massa di Ekspo Waena. Selang beberapa menit kemudian massa bertambah banyak dengan kedatangan 12 taksi dan 4 truck bermuatan massa dari Sentani.

    Padahal diketahui, Polresta Jayapura saat itu tengah melakukan sweeping untuk antisipasi demo, namun entah alasan apa, massa ini diperbolehkan lewat akibatnya kawasan Ekspo Waena tempat berkumpulnya massa dari berbagai titik.

    Karena tertahan di Ekspo Waena, massa memenuhi jalan utama satusatunya yang menghubungkan Kota Jayapura dengan Sentani sembari mendengar orasi dari para tokoh Dewan Adat Papua (DAP) seperti Forkorus Yaboisembut dan Thoha Al- Hamid.

    Sekitar pukul .16.30 WIT, seorang warga tampil membacakan aspirasi antara lain meminta agar Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969 yang menyatukan Papua ke pangkuan ibu pertiwi Indonesia ditinjau kembali. Mereka pun menilai pelaksanaan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Provinsi Papua telah gagal.

    Setelah membacakan aspirasi yang antara lain ditandatangani Ketua Internasional Parlement for West Papua (IPWP) dalam negeri, Buchtar Tabuni, dengan menggunakan pengeras suara

    seorang tampil memimpin doa dan setelah itu massa pun membubarkan diri dengan didahului atraksi menari-nari sambil meneriakkan yel yel yel.

    Tepat Pkl.16.45 WIT, aparat keamanan ditarik kembali ke markas masing-masing dan arus lalulintas disepajang jalur tersebut kembali normal.(feri/ant/nas)

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?