Tag: DPR RI

  • Hello world! Hello West Papua

    Hello world! Hello West Papua

    Setelah beberapa tahu mengalami gangguan teknis karena tidak ada orang Papua yang bersedia mengelola Papua Merdeka News @papuapost.com, maka saat ini pendiri The Diary of Online Papua Mouthpiece (DoOPM) of the Collective Editorial Board berjumpa dengan sidang pembaca untuk melanjutkan kiprah perjuangan melalu media internet lewat website papuapost.com, yang telah didirikan pada tanggal 1 Desember 1999 di Herfordshire, Inggris Utara.

    Di Tahun 1999 waktu itu tidaka da satupun orang Papua megnetahui apa itu Internet, jangankan menggunakannya.

    Sampai-sampai di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia menjadikan topik kehadiran papuapost.com sebagai materi sidang dan membahas sedalam-dalamnya dan menghadirkan anggota DPR RI Papua Bapak Alex Hesegem.

    Berita PAPUApost.com dicetak dari halaman depan sampai halaman lainnya dan disebarkan kepada seluruh anggota Komisis yang membidangi politik dan informasi, dan secara khusus 

    Hasil cetakan itupun disampaikan kepada Koordinator Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Internasional di Jakarta, Mr. Budi Kogoya, JR, dan hasilnya dilaporkan kepada pengelola SPMNews. 

    Bapak Alex Hesegem pun memanggil pengurus Aliansi Mahasiswa Papua mulai dari Ketua AMP-I, Demianus Tari Wanimbo, Koordinator AMP-I Jakarta, Budi Kogoya dan Jurubicara Internasional AMP-I, Sem Karoba dan dilakukan pertemuan selama 2 hari khusus, lengkap dengan acara bakar-batu. Dalam acara itu Bapak Alex Hesegem menyampaikan terimakasih karena anak-anak Koteka terutama dan anak Papua pada umumnya telah menggemparkan NKRI, secara resmi di geung DPR RI.

    Perlu dicatat bahwa pada tahun 1999 tidak begitu banyak manusia di dunia yang mengenal Internet, dan apalagi tidak ada banyak orang memilik website.

    PAPUApost.com dan WESTPAPUA.net adalah dua situs, yang pertama dalam versi Melayu, yang kedua dalam versi Inggris.

    Pada saat iin, PAPUApost.com masih tetap bertahan, sedangkan westpapua.net telah digantikan oleh wantoknews.com

     

  • Kalau Orang Asli Papua Ikut Pemilu NKRI, Kalian Penghianat Bangsa Papua

    Dengan alasan mau pilih gubernur, bupati, apalagi Presiden, anggota DPRD, DPRP/DPRPB, apalagi anggota DPR RI, kalau ada Orang Asli Papua (OAP) yang ikut Pemilu maupun Pemilukada, itu sebenarnya memberitahukan secara terbuka kepada dunia, kepada alam semesta dan kepada Tuhan, bahwa sebenarnya OAP mau NKRI tetap menduduki tanah Papua dan menjajah bangsa Papua.

    Demikian disampaikan oleh Gen. TRWP Amunggut Tabi dalam sambutan kepada pasukan Markas Pusat Pertahanan (MPP) Tentara Revolusi West Papua (TRWP).

    Gen. Tabi melanjutkan bahwa manusia di seluruh dunia sebenarnya sedang bindung dan terus-menerus bertanya kepada kita OAP sendiri, mulai dari rakyat di kampung-kampung sampai Gubernur Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat,

    • Kalian OAP benar-benar mau merdeka dan berdaulat di luar NKRI, atau hanya tipu-tipu minta porsi jatah makanan lebih besar dari NKRI?
    • Kalau benar-benar mau keluar dari NKRI, mengapa masih ikut memberikan suara dalam pemilihan-pemilihan umum NKRI?

    Apakah kalian tidak tahu bahwa suara kalian sesuai dengan Hak Asasi Manusia (HAM) sudah diserahkan kepada NKRI, dan oleh karena itu, kalian OAP menjadi tidak punya hak untuk minta yang lain di luar itu? Dan kalian minta merdeka tetapi masih ikut Pemilu NKRI membuatr orang di dunia menjadi bingun? Apakah kalian tahu ini?

    Dalam demokrasi dikenal “Suara Rakyat – Suara Tuhan”, dan sekarang rakyat West Papua memberikan suara kepada Joko Widodo untuk menjadi Presiden Republik Indonesia, Lukas Enembe untuk menjadi Gubernur Provinsi Papua dan Mandatjan untuk menjad Gubernur Papua Barat, lalu “Suara Rakyat – Suara Tuhan” yang sama lagi minta Papua Merdeka, maka kita secara jelas-jelas menciptakan persoalan bagi kita sendiri.

    Dengan alasan itulah, Gen. TRWP Tabi menganjurkan kepada pasukan TRWP baik yang ada di MPP maupun di Markas-Markas Pertahanan Daerah untuk tidak terlibat dalam kegiatan-kegiatan pemilihan umum dari pihak penjajah.

    Dikatakan selanjutnya bahwa Gen. TRWP Mathias Wenda akan mengeluarkan Surat Perintah Operasi untuk menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) kolonial NKRI 2019, dan juga akan mengeluarkan Surat Perintah Operasi untuk Pekan Olahraga Nasional (PON) di Tanah Papua.

    Oleh karena itu disampaikan kepada seluruh masyarakat OAP maupun kaum pendatang (Amberi) untuk menghargai pendapat dan hak asasi OAP untuk TIDAK MEMILIH dan memilih menjadi Golput dalam Pemilu 2019.

    Dikatakan Gen. TRWP Tabi bahwa

    Semua OAP yang mengikuti Pemilu setiap ada kegiatan demokrasi di Indonesia seharusnya mengaku terus-terang bahwa mereka itu adalah penghianat bangsa Papua dan penghianat negara West Papua. Hak mereka yang melekat mutlak kepada mereka di-sundal-kan dengan memberikan hak itu kepada pejabat NKRI dengan memilih penjabat NKRI, kemudian mengaku diri sebagai OAP yang cinta tanah air dan negara West Papua adalah sebuah perbuatan tercela dan tidak disukai oleh nenek-moyang dan anak-cucu bangsa Papua

    Disayangkan Gen. Tabi bahwa sampai hari ini OAP sebenarnya tidak tahu berdemokrasi, tidak mengerti apa maksudnya memilih Presiden, memilih anggota DPRD, DPRP/DPRPB dan DPR RI.

    OAP yang memilih mereka, lalu OAP yang mengeluh NKRI salah, NKRI bunuh kami, NKRI keluar dari Tanah Papua. Lalu siapa yang sebenarnya pilih mereka untuk menjajah mereka? OAP sendiri, toh?

     

     

     

  • Ini Hal PERTAMA yang NKRI Mau Orang Papua Pikirkan dan Siarkan

    Ada tiga hal yang NKRI berdoa, berharap, upayakan dan bersyukur agar dipikirkan dan  disiarkan, dibesar-besarkan oleh orang Papua dalam rangka memperkuat posisi pendudukan dan penguasaannya atas tanah dan bangsa Papua. PMNews berdoa, dengan memahami hal-hal ini, orang Papua bisa mengatur strategi pemberitaan dan penulisan artikel secara bijaksana sehingga apa yang kita lakukan tidak memberi makan kepada doa dan harapan NKRI dan Malayo-Endos.

    Yang pertama, dan terutama, Melayo-Endos lewat perangkat NKRI memasang jaring dan jerat di sana-sini, lewat lembaga-lembaga seperti DPRP, DPR RI, Pemerintah Provinsi, Komnas HAM, DPD, Partai Politik, dan LSM dan menanamkan bibit “harapan” bahwa ada sesuatu yang baik, yang benar, yang membantu orang Papua, yang menyelamatkan orang Papua datang dari Jakarta.

    Banyak orang Papua, yang tadinya menamakan diri “pejuang Papua Merdeka”, pemuda Papua merdeka, tokoh Papua Merdeka, saat ini sudah tidak bicara Papua Merdeka lagi. Mereka menjabat di dalam struktur pemerintah NKRI. Mereka katakan kepada PMNews dan tokoh Papua Merdeka, “Kami masuk ke dalam sistem dulu, dari dalam baru kita goyang”. Kalimat ini sama persis dengan mengatakan, “Saya tidak sanggup melawan, jadi saya menyerah saja”.

    Baca berita-berita Gubernur di Tanah Papua, baca berita-berita Ketua dan anggota DPR yang ada di Tanah Papua, baca para pejuang apa yang dikatakan LSM dan pejuang HAM di Tanah Papua, baca berita atau tuntutan dari bangsa Papua terhadap NKRI, yang disiarkan berbagai berita. Perhatikanlah, dan akuulah, sampai hari ini, masih kuat di dalam benak dan hati orang Papua, mengharapkan ada “kebaikan datang dari Jakarta”.

    Itulah sebabnya orang Papua selalu menuntut NKRI untuk menyelesaikan kasus-kasus HAM, itu juga sebabnya para pejabat kolonial NKRI di Tanah Papua selalu meminta pemerintah pusat memperhatikan proyek-proyek, memberikan dana Otsus secara penuh, menyetujui berbagai Perdasus/ Perdasi akan operasional di Tanah Papua, dan sebagainya. Intinya, masih saja ada orang Papua “ditanamkan harapan” di dalam benak dan hati mereka, sehingga mereka “masih memiliki harapan” dan “masih berharap” bahwa NKRI akan mengambil langkah-langkah untuk “membantu” atau “berbuat baik” terhadap bangsa Papua dan Tanah Papua.

    Gen. TRWP Mathias Wenda dalam suatu upacara bendera pada tahun 2006 mengatakan,

    Orang Papua seharusnya bertanya dan menjawab, “Apakah patut orang Papua menaruh harapan kepada NKRI dan Malayo-Endos untuk berbuat baik?” Untuk menjawab pertanyaan itu, orang Papua harus pertama-tama menjawab pertanyaan, “Apa tujuan kedatangan dan keberadaan NKRI di Tanah Papua: membawa bantuan kemanusiaan, ataukah datang sebagai perampok dan pencuri yang menjajah?”

    Selanjutnya kita perlu mencatat bahwa salah satu bukti kuat bangsa yang memenuhi syarat untuk dijajah dan diperbudak tau bangsa yang tidak memenuhi syarat untuk merdeka ialah bangsa menggantungkan harapan dan nasib baik kepada bangsa lain, dan mengharapkan bangsa lian memperbaiki nasibnya.

    • Banyak bukti, bukan?
    • Kalau ada pelanggaran HAM, orang Papua minta Komnas HAM dan Dewan HAM PBB, Presiden NKRI yang turun tangan, bukan?
    • Kalau PEPERA 1969 salah, orang Papua menuntut NKRI dan PBB yang selesaikan kesalahan Pepera, bukan?
    • Kalau orang Papua mau ada pembangunan gedung sekolah atau jalan raya di Tanah Papua, selalu mengeluh kepada Presiden NKRI untuk membangunnya, bukan?
    • Kalau orang Papua mau menjadi kaya, selalu mengharapkan NKRI untuk memberikan modal dan membantu orang Papua menjadi kaya, bukan?
    • Kalau ada orang Papua yang terkena bencana dan musibah kelabaran misalnya, orang Papua berteriak kepada Jakarta untuk mengatasi dan membantu, bukan?

    Singkatnya, semua bangsa di dunia sudah tahu sekarang, bahwa bangsa Papua itu bangsa yang cengeng, bangsa yang selalu berharap nasibnya diperbaiki oleh orang lain, bangsa yang menggantungkan harapan hidupnya kepada bangsa lain, bangsa yang tidak pernah mengakui kesalahannya sendiri di masa lalu, tetapi selalu menunjuk jari kepada pihak lain sebagai yang bersalah, dan selalu menunjukkan diri sebagai bangsa korban, bangsa lemah.

    Bangsa Papua ialah bangsa pengemis. Orang Papua sering memarahi orang Jawa yang mengemis di jalan-jalan. Padahal dia lupa, bahwa secara kolektif, bangsa Papua jelas-jelas adalah “bangsa pengemis”.

  • DPR: Pelanggaran HAM Pemerintahan Jokowi Capai 700 Orang di Papua

    Penulis: Endang Saputra 13:48 WIB | Rabu, 30 Maret 2016

    JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Republik Indonesia (DPR-RI), Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan keprihatinannya atas pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam satu tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo mencapai 700 orang di Papua.

    “Soal dugaan pelanggaran HAM di Papua memang cukup memprihatinkan. Kami menerima info dari Komnas HAM, dalam satu tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo telah terjadi berbagai peristiwa pelanggaran HAM, penangkapan, penganiayaan, penyiksaan, dan pembunuhan terhadap setidaknya 700 orang Papua,”

    kata Dasco saat dihubungi wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, hari Rabu (30/3).

    Menurut politisi Partai Gerindra itu, data tersebut memang cenderung bombastis. Namun, perlu diingat bahwa Komnas HAM adalah institusi negara. Pemerintah harus memverifikasi dan menindaklanjuti temuan Komnas HAM tersebut.

    “Yang perlu dicatat, kondisi Papua saat ini tidak terlepas dari kesalahan treatment yang sudah terjadi sejak lama. Pendekatan keamanan yang diterapkan  selama ini memang memperbesar risiko terjadinya pelanggaran HAM,” kata dia.

    “Kasus-kasus lama yang tidak tuntas diusut menyisakan kekecewaan dan bahkan dendam bagi masyarakat yang menjadi korban. Dalam kondisi seperti ini situasi papua seperti api dalam sekam, setiap saat bisa muncul dan berkobar,”

    dia menambahkan.

    Sebelumnya, Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan, pemerintah akan segera menuntaskan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di seluruh Indonesia, termasuk Papua.

    “Kami mengapresiasi pernyataan Menkopolhukan yang akan menuntaskan 16 kasus HAM Papua dalam waktu satu tahun, supaya masyarakat tenang memang harus ada tenggat waktu penyelesaian, prinsipnya ada kepastian,”

    kata dia.

    “Yang tak kalah penting, saat ini kami berharap pemerintah mengambil langkah-langkah konkret untuk menciptakan tanah Papua damai dan aman serta melaksanakan pembangunan berbasis HAM,”

    dia menambahkan.

    Editor : Sotyati

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?