Tag: dialogue

  • Agustus, MRP Serahkan Teknis Dialog Lokal ke JDP

    JAYAPURA – Ketua MRP Provinsi Papua Timotius Murib mengajak seluruh komponen masyarakat di Papua untuk tidak alergi dengan kata dialog, bahkan MRP mengajak seluruh komponen untuk mendukung Dialog yang sedang digagas oleh seluruh komponen masyarakat, termasuk yang digagas tokoh-tokoh masyarakat Papua dengan para penggagas Dialog Jakarta – Papua yang dimediasi Jaringan Damai Papua ( JDP).

    Dikatakan, dipastikan sebelum Dialog Jakarta – Papua digelar, akan digelar Dialog lokal Papua pada bulan Agustus 2015 mendatang.

    Menurut Ketua MRP, versi Dialog yang disampaikan Presiden dengan rakyat Papua tentu berbeda, namun ada tokoh tokoh masyarakat dan tokoh adat yang selama ini melakukan negosiasi hingga mencapai kesepakatan untuk menyelenggarakan Dialog sebagaimana diinginkan Presiden.

    MRP sendiri menyerahkan sepenuhnya tahapan Dialog ke Jaringan Damai Papua (JDP), untuk mengatur semua hal-hal teknis terkait Dialog yang dimaksud.

    “Justru dengan Dialog kita bisa temukan solusi. Seluruh masyarakat dan para pihak duduk sama-sama di suatu tempat, maka dengan duduk sama-sama, akan ada jawaban, Dialog yang diinginkan bapak Presiden seperti apa, konteks masyarakat seperti apa. Prinsipnya MRP menyerahkan sepenuhnya proses Dialog baik lokal Papua maupun ke tingkat lebih tinggi sepenuhnya ke Jaringan Damai Papua”,

    ujar Timotius Murib baru baru ini di hadapan Wartawan.(Ven/don/l03)

    Source: BinPa, Senin, 01 Jun 2015 09:11

  • Jokowi : Di Papua Sudah Tidak Ada Masalah, Dialog Untuk Apa?

    Jayapura, Jubi – Dialog Jakarta – Papua yang selama ini diupayakan oleh Jaringan Damai Papua, sepertinya akan menemukan jalan buntu. Presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) memiliki pandangan berbeda tentang dialog yang ditunggu oleh rakyat Papua.

    Dalam wawancara dengan Jubi usai memberikan grasi kepada lima tahanan politik Papua di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Abepura, Sabtu (9/5/2015), Presiden Jokowi saat ditanya tentang dialog yang diinginkan rakyat Papua, berpandangan masalah di Papua sudah tidak ada lagi.
    “Di Papua sudah tidak ada masalah. Dialog untuk apa? Saya sudah sering ke sini. Sudah berbicara dengan ketua adat, dengan pimpinan agama, bupati, wali kota, semua sudah berbicara. Itu artinya apa? Dialog kan?” kata Presiden Jokowi.

    Ketika disebutkan bahwa dialog yang diinginkan oleh rakyat Papua melalui dialog Jakarta-Papua adalah dialog yang bersifat politik, Presiden Jokowi mengatakan bahwa politik di Papua adalah politik kesejahteraan.
    “Ya politik kita di Papua, politik pembangunan, politik kesejahteraan,” ujar Presiden Jokowi.

    Lantas bagaimana dengan penyelesaian masalah yang terjadi di masa lalu?

    “Tutup. Kita harus membuka lembaran baru. Kita harus menatap ke depan,” ucap Presiden Jokowi.
    Secara terpisah, Anggota Komisi I DPR Papua bidang Politik, Pemerintahan, Hukum dan HAM, Ruben Magay mengatakan, selama ini yang diinginkan masyarakat Papua adalah terlaksananya dialog damai Jakarta – Papua untuk menyelesaikan semua masalah yang ada di provinsi paling Timur Indonesia itu.

    “Ketika Natalan di Papua pada Desember 2014 lalu, Jokowi berjanji akan melakukan dialog. Itu yang kini ditunggu masyarakat Papua, kapan pelaksanaannya,” tanya Magay. (Victor Mambor)

    Source: Jokowi : Di Papua Sudah Tidak Ada Masalah, Dialog Untuk Apa?, Diposkan oleh : Victor Mambor on May 12, 2015 at 01:13:06 WP [Editor : -]

  • Soal Papua, Perlu Dialog Nasional Dalam Kerangka NKRI

    Jayapura – Untuk mengatasi berbagai persoalan Papua yang hingga kini masih belum terurai dengan baik, yang berbuntut belum maksimalnya proses pembangunan yang menyentuh masyarakat secara langsung, dialog nasional dalam kerangka NKRI dianggap menjadi solusi yang paling tepat. Karena, dengan dialog nasional, aspirasi atau keinginan rakyat Papua akan diketahui secara pasti oleh pemerintah. Hal itu terungkap dalam dialog publik anggota DPD RI Pdt Charles Simare-mare dengan masyarakat Papua di Hotel Talent Jayapura, Sabtu 9 Mei.

    ‘’Rakyat Papua menginginkan dialog dengan pemerintah pusat, tentu dalam bingkai NKRI, ini agar aspirasi, kemauan orang Papua yang selama ini menjadi beban pergumulan mereka, betul-betul bisa didengar langsung, dan bukan lagi meraba-raba, menduga-duga atau katanya-katanya, tapi berdasarkan kenyataan riil rakyat Papua akar rumput,’’ujar Simare-mare.

    Dengan dialog, lanjutnya, akan terbangun komunikasi antara masyarakat Papua dengan pemerintah, sehingga pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan akan benar-benar tepat sasaran sesuai keinginan dan harapan masyarakat. ‘’Dialog akan membuka suara rakyat Papua yang selama ini tersumbat, ini sangat penting, agar nantinya pemerintah dalam mengambil kebijakan, bisa menjawab secara langsung persoalan Papua,’’tukas Simare-mare.

    Sambung Simare-mare, atas aspirasi dan keinginan kuat masyarakat Papua untuk dialog nasional, dirinya sebagai perwakilan DPD RI dari Papua, akan menyampaikannya kepada pemerintah pusat. ‘’Sebagai wakil Papua di DPD RI, apa yang menjadi keinginan masyarakat Papua selama itu masih dalam bingkai NKRI, akan kami perjuangkan ke pemerintah pusat, agar segala persoalan Papua bisa benar-benar terurai,’’imbuhnya.

    Pengamat politik Papua yang juga akademisi Universitas Cenderawasih Marinus Yaung mengatakan, selama ini suara rakyat Papua tersumbat, sehingga tidak pernah didengar pemerintah pusat. ‘’Jadi dialog nasional dalam kerangka NKRI menjadi solusi yang tepat, sehingga nantinya kebijakan pemerintah betul-betul menyentuh rakyat, dan menjawab persoalan yang ada,’’ujar Marinus yang juga menjadi pembicara dalam dialog publik dengan DPD RI itu.

    Dengan adanya komunikasi yang terbangun melalui dialog, akanmenolong pemerintah pusat dalam menjawab persoalan Papua, sebab, tidak akan ada lagi kebuntuan akibat tiadanya penyerapan aspirasi secara langsung. ‘’Selama ini kan aspirasi selalu datang dari birokrasi, sehingga haislnya tidak pernah maksimal, karena rakyat bilang A, birokrasi sampaikan B lalu pemerintah jawab C, sehingga kebijakan yang dikeluarkan selalu resistensi, lalu buntutnya ya demo dan demo lagi,’’paparnya.

    Ia juga mengapresiasi langkah Anggota DPD RI Pendeta Charles Simare-mare yang langsung melakukan dialog publik dengan rakyat Papua guna menyerap aspirasi. Sebab, hal inilah yang diinginkan rakyat. ‘’Komunikasi adalah solusi yang paling baik dalam menjawab berbagai persoalan, langkah DPD RI perwakilan Papua membangun komunikasi sangat di apresiasi rakyat Papua, karena tidak lagi melalui birokasi yang panjang,’’pungkasnya.

    Hal senada juga ditandaskan Professor Tobing yang juga akademisi Universitas Cenderawasih, bahwa membangun komunikasi melalui dialog, menjadi kunci utama dalam menyelesaikan berbagai persoalan di Papua. “Dialog membuka mata hati rakyat Papua dan pemerintah, sehingga akan terbangun sinergitas, Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang tepat sasaran, rakyat Papua merasakannya secara nyata,’’singkatnya.

    Presiden Beri Grasi Napol Papua, DPD RI Apresiasi
    Presiden RI Joko Widodo memberikan grasi/pengampunan kepada 5 Narapidan Politi Papua, Sabtu 9 Mei di Lembaga Pemasarakatan Abepura. Anggota DPD RI Perwakilan Papua Pendeta Charles Simare-mare mengapresiasi dan menyambut baik kebijakan Presiden tersebut.

    ‘’Langkah Presiden kita sangat positif dan perlu disambut baik, karena kebijakan pemberian grasi itu adalah salah satu langkah untuk menyelesaikan berbagai persoalan di Papua, dan ini juga potret nyata dari Presiden ingin membangun Papua dengan tulus, serta menunjukan iklim demokrasi yang baik, ’’ujar Simare-mare Minggu 10 Mei.

    Lanjut Simare-mare, Kebijakan Presiden memberikan grasi juga menunjukan, bahwa Presiden bukan hanya semata-mata berkunjung ke Papua, tapi juga mengambil langkah nyata dan riil yang benar-benar dirasakan rakyat Papua. “Bukan soal frekuensi yang tinggi berkunjung ke Papua, tapi bagaimana memecahkan kasus atau kesulitan yang dirasakan rakyat Papua, dan Presiden telah menujukan komitmen yang tinggi membangun Papua dengan paradigma pendekatan yang baru,”paparnya.

    Persoalan HAM, sambung Simare-mare, menjadi salah satu masalah yang harus dituntaskan pemerintah di Papua. Karena inilah belenggu yang selama ini menciptakan sulitnya membangun saling percaya antara pemerintah dan rakyat Papua. “Mereka para Napol yang ditahan karena kasus makar/politik, sebenarnya adalah kesalahan-kesalahan pemerintahan masa lalu, yang tidak melihat persoalan dengan pendekatan persuasif dan kemanusiaan, sehingga melahirkan rasa tidak saling percaya, namun Presiden Jokowi telah mengubahnya dan membuktikan ingin membangun Papua dengan pendekatan kemanusiaan dan kesejahteraan,’’paparnya.

    Sebenarnya, tambah dia, persoalan Papua bukan semata politik tapi adanya kesenjangan kesejahateraan. “Ibarat anak yang sedang marah, kalau bapaknya tidak membelikan sepatu bagus maka akan keluar dari rumah, nah sebagai orang tua masa kita langsung marah, mengikat, penjarakan mereka, tapi kan kita harus panggil dekati,’’jelasnya.

    DPD RI juga berharap, langkah Presiden juga jangan hanya memberikan grasi kepada 5 Napol itu saja, tapi juga dengan Tapo/Napol lain yang hingga kini masih di penjara serta mereka yang masih bergerilya di hutan. ‘’Kami berharap ini baru hanya langkah awal dari Presiden, kedepan yang lain bahkan yang juuga masih berjuang bisa dirangkul dan diberi pengampunan, agar mereka kembali ke tengah-tengah masyarakat untuk bersama-sama membangun Papua ke arah yang lebih sejahtera, demia kejayaaan Indonesia,’’harapnya. (jir/don/l03)

    Source: Senin, 11 Mei 2015 08:17, Soal Papua, Perlu Dialog Nasional Dalam Kerangka NKRI

  • Dialog Versi Presiden Bukan Tujuan Referendum

    JAYAPURA – Akademisi Universitas Cenderawasih, Panus Jingga menyatakan, seluruh rakyat di Papua mau dialog, namun dialog versi rakyat ini kadang diartikan sebagai buntut dari segala sesuatu yang tidak tercapai, sehingga kesan yang dimunculkan disebagian orang adalah dialog sama dengan referendum atau dialog merupakan satu kata kunci menuju referendum.

    Dikatakan, Presiden ke-7 RI Joko Widodo dalam kesempatan perayaan Natal di Papua sempat mengungkapkan, akan membuka ruang Dialog antara Pemerintah dengan rakyat di Papua, namun ungkapan Dialog yang sempat terlontar dari mulut Presiden bukan Dialog Jakarta – Papua seperti yang ada dalam pikiran semua orang di Papua. Hal ini mengingat Dialog Jakarta – Papua merupakan konsep Dialog yang telah digagas sebelumnya oleh Pastor Neles Tebay melalui jaringan Damai Papua.

    Menurut Panus Jingga, kita jangan salah persepsi tentang konsep Dialog yang diungkapkan Presiden Desember 2014 lalu, kalau ditelisik lebih seksama, makna Dialog yang dimaksudkan Presiden Jokowi adalah bagaimana membuka ruang komunikasi yang intens antara Pemerintah dengan rakyat di Papua dalam soal-soal pembangunan dan kemajuan di Papua, bukan Dialog untuk referendum.

    Panus mengingatkan, upaya-upaya untuk Dialog diresponi semua pihak, namun sekali lagi Dialog dibutuhkan dan harus berada dalam konsep yang jelas dan tidak keluar dari NKRI. Kelompok Jaringan Damai Papua perlu menelisik apa konsep Dialog yang diinginkan Pemerintah seperti diungkapkan Presiden, mengingat Presiden tidak pernah mengungkapkan Dialog Jakarta- Papua, Presiden hanya mengungkapkan membuka ruang Dialog.

    Jaringan Damai Papua perlu mengirim konsep ke Presiden atau ke Jakarta, Papua sebenarnya mau apa, itu dikirim ke Presiden. “ Kalau Presiden katakan itu ada unsur memisahkan diri dari NKRI, maka BIN sebagai Badan Intelijen Negara akan menghentikan proses Dialog itu,” ujar Panus Kemarin.

    Konsep Dialog akan diuji oleh BIN. Lembaga Intelijen Negera ini akan menterjemahkan konsep Dialog yang diungkapkan Presiden dengan konsep Dialog yang diinginkan rakyat Papua sebagaimana digagas oleh jaringan Damai Papua melalui koordinatornya Pastor Neles Tebay, ujar Panus.

    Diakui, memang hanya Dialoglah yang akan membuka ruang untuk menyelesaikan semua masalah di Papua, semua sektor, kalau Jaringan Damai Papua telah dibentuk sebagai sebuah Tim yang mulai membangun Dialog, maka sebaiknya Tim yang sama juga terbentuk dari Pemerintah, Pemerintah juga harus punya Tim yang mempunyai konsep Dialog, hingga kedua konsep Dialog itu disamakan, disatukan. Diingatkan juga peran BIN yang tak akan diam saja, BIN akan selalu mengikuti perkembangan dari permintaan Dialog rakyat Papua, bahkan BIN akan menilai kalau Dialog itu menganggu kestabilan Negara, BIN akan hentikan, BIN akan lihat kalau berbau referendum, otomatis tidak akan jadi.

    Lebih dari itu konsepnya akan beda saat mantan Presiden Habibie mengundang 100 Orang Papua yang disebut Tim 100 menghadap Presiden, konsep seperti itu mungkin bisa. Jaringan Damai Papua diminta untuk mulai membangun komunikasi dengan Presiden dan menyodorkan konsep Dialog mulai sekarang mengingat proses Dialog itu panjang dan sudah harus dimulai dari sekarang.

    Sementara itu, Yan Christian Warinussy Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari kepada Bintang Papua Kamis (26/3) menuturkan, Pernyataan Presiden Jokowi tersebut tentang dialog ternyata cukup mempengaruhi perubahan total dalam aspek komunikasi politik Jakarta-Papua, dimana kata dialog yang sebelumnya sulit digunakan oleh sebagian besar pejabat negara, di pusat dan daerah, tetapi kini seringkali diucapkan dengan mudah dan tanpa halangan, bahkan diperbincangkan dalam berbagai level.

    Menurut pandangan saya selaku Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (Human Right Defender/HRD) di Tanah Papua bahwa seharusnya sejak itu, (27/12/2014), Pemerintah Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat beserta segenap otoritas keamanan di daerah ini, seperti Polda dan Kodam juga mulai mempersiapkan diri dan mengkaji dialog sebagai alat penyelesaian konflik bersenjata di Tanah Papua.

    Sekiranya Gubernur Papua dan Papua Barat beserta jajaran DPR Papua dan Papua Barat maupun MRP serta MRP PB segera ikut memfasilitasi berbagai langkah hukum dan politik dalam mendorong terjadinya dialog diantara berbagai komponen masyarakat di Tanah Papua sejak sekarang ini.

    Terselenggaranya dialog diantara rakyat di Papua dan Papua Barat atau bisa disebut sebagai Dialog Internal Papua dapat difasilitasi penuh oleh pemerintah daerah di kedua provinsi tertimur di Nusantara tersebut sejak sekarang ini.

    Barangkali akan sangat baik, jika kedua Kepala Daerah Provinsi di Papua dan Papua Barat tersebut dapat meminta nasihat dan saran bahkan asistensi dari Jaringan Damai Papua (JDP) beserta Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai inisiator dan sekaligus fasilitator dialog Papua – Jakarta atau Papua – Indonesia yang masih aktif hingga dewasa ini.

    Dialog seharusnya kini menjadi kata kunci dan dapat didorong untuk dimasukkan dalam perencanaan pembangunan dan pemerintahan dan terutama dalam konsep penyelesaian konflik sosial-politik di Tanah Papua untuk Membangun Perdamaian Bersama.

    Tujuan pencapaian Papua Sebagai Tanah Damai (PTD) seharusnya tidak menjadi slogan kosong, tapi merupakan sebuah tujuan luhur dari semua komponen pemerintah lokal/daerah, insitusi keamanan (TNI/POLRI) maupun masyarakat adat/sipil dan kelompok masyarakat sipil pendukung Papua Merdeka ke depan. (ven/sera/don/l03)

    Source: BinPa, Jum’at, 27 Maret 2015 01:59

  • Lt. Gen. Amunggut Tabi: Nggoliar Tabuni Ketemu Jokowi Artinya Riwayat Perjuangan di Pegunungan Tengah Berakhir

    Dari Markas Pusat Pertahanan (MPP) Tentara Revolusi West Papua (TRWP), terkait dengan Rencana Pertemuan antara Presiden kolonial Joko Widodo dengan salah satu panglima Komando perjuangan Papua Merdeka, Jend. Nggoliar Tabuni dalam waktu dekat sebagaimana disiarkan berbagai media di Tanah Papua, maka dengan ini TRWP menyatakan sikap tegas dan jelas bahwa:

    1. Pertemuan ini pasti akan mengakhiri riwayat perjuangan Papua Merdeka di Pegunungan Tengah Papua yang selama ini menjadi pemberitaan yang menandakan keberlangsungan perjuangan kita sekalian;
    2. Pertemuan ini akan menjad titik balik yang berarti dalam pendekatan dan sikap Jenderal Tabuni dalam menyikapi segala kebijakan kaum penjajah dan penjarah di Tanah Papua;
    3. Pertemuan ini pasti akan berakhir dengan penghilangan nyawa para pemimpin perjuangan Papua Merdeka di Pegunungan Tengah, seperti yang sudah dialami oleh BrigJend TPN/OPM Hans Bomay, Col. TPN/OPM Willem Onde, Jend. TPB PB Kelly Kwalik, Kepala Suku Besar Theys Eluay dan banyak lagi yang lain, yang menjadi pelajaran buat kita semua bahwa ada konsekuensi logis dan langsung yang kita alami saat siapa saja bermain dengan api akan merasa panas dan bisa-bisa kebakaran dan siapa yang bermain dengan api akan kena basah, menjadi padam dan dingin keseluruhan perjuangan Papua Merdeka.

    Demikian Pernyataan Media ini kami sampaikan untuk disebarluaskan, dipelajari dan dicermati oleh segenap organ, tokoh, aktivis Papua Merdeka dan sekalian rakyat Papua di manapun kita berada.

     

    Dikeluarkan di: Markas Pusat Pertahanan

    Pada Tanggal: 21 Maret 2015

    ————————————————————————-

    Secretariat-General,

     

     

    Amunggut Tabi, Lt. Gen. TRWP
    BRN: A.001076

  • “Rakyat Papua Pahami Dialog itu Referendum”

    JAYAPURA – Wacana dialog yang disampaikan Pemerintahan Presiden RI Ir. Joko Widodo (Jokowi) ketika berada di Papua, beberapa waktu lalu, ternyata terus dipertanyakan.

    Pasalnya, Kepala Negara tak menjelaskan secara baik dialog macam apa yang diingini  pemerintah pusat dan pemerintah daerah. “Jangan sampai ini membuat bom waktu, padahal  sebetulnya dengan adanya Rancangan UU Otsus Plus bagi Papua itu merupakan salah-satu  jawaban terhadap semua gejolak yang terjadi di Tanah Papua,” tegas Sekda ketika membahas pembangunan Papua bersama Direktur Informasi dan Media Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Siti Sofia Sudarma di Kantor Gubernur Papua, Jayapura, Selasa (17/3).

    “Dialog menjadi isu kontenporer yang cukup signifikan, karena dialog menurut pemahaman  rakyat Papua  focus interes-nya adalah referendum,” jelas Sekda.

    Menurut Sekda, di Papua ini ternyata tak terjadi gesekan-gesekan horizontal atas dasar isu agama, isu suku dan lain-lain. Walaupun memang pihaknya menyadari dan memaklumi    sejumlah rakyat Papua masih bergerilya di gunung dan di hutan memanggul senjata  mengusung idelogi Papua merdeka.

    Namun demikian, ujar Sekda, pemerintah berusaha mengakomodir aspirasi mereka dan berusaha memberikan pemahaman dengan kearifan-kearifan lokal yang ada, sehingga suatu saat nanti mereka kembali ke pangkuan NKRI dan membangun Papua.

    Dikatakan Sekda, ketika pembahasan Rancangan UU Otsus Plus di DPR RI, ternyata Fraksi-Fraksi di DPR RI sebagian menerima dan sebagiannya menolak. Padahal rancangan UU Otsus Plus tersebut telah dipersiapkan setahun lebih. Tapi hal ini tak dipahami pemerintah pusat melainkan menyatakan pembahasan Rancangan UU Otsus Plus di DPR RI menunggu Prolegnas tahu 2016 mendatang.

    Menurut Sekda, kebijakan pemerintah pusat ini membuat pemahaman semua elit di Papua terhadap Jakarta menjadi tak baik.

    Namun demikian, menurut Sekda, ini realita yang mesti diketahui bersama seharusnya  Rancangan UU Otsus Plus sebanyak 365 Pasal adalah jawaban untuk mengatur kewenangan bagi masyarakat Papua di atas semua potensi dan kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada. (mdc/don/l03)

    Source: Kamis, 19 Maret 2015 06:16, BinPa

  • JDP Fasilitasi Dialog Internal Papua

    JAYAPURA — Jaringan Damai Papua (JDP), sesuai dengan peranannya sebagai fasilitator untuk semua, akan menfasilitasi Dialog Internal Papua dalam rangka menyambut ajakan dialog yang disampaikan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dalam kunjungannya ke Papua, Desember 2014 lalu.

    Hal itu diungkapkan dalam siaran Pers yang disampaikan Koordinator JDP Pater Dr. Neles Tebay di Kampus STFT Fajar Timur Abepura, Kota Jayapura, Kamis  (19/3). Menurut Neles, Dialog Internal Papua ini akan diselenggarakan dalam tahun 2015 ini di Jayapura, Papua.

    Dalam kunjungan lalu, ujar Neles, Presiden Jokowi menyampaikan dua komitmen pemerintah yakni membangun Papua menjadi Tanah Damai dan menyelesaikan berbagai permasalahan di Tanah Papua melalui Dialog.

    Komitmen ini memperlihatkan, terang Neles, bahwa pemerintah telah membuka diri dengan  untuk berdialog dengan Papua dalam rangka menjadikan Papua sebagai Tanah Papua.

    Jadi Dialog Jakarta – Papua bermuara pada terciptanya perdamaian di Tanah Papua. Itu berarti agenda dialog Jakarta – Papua  adalah pembangunan perdamaian di Tanah Papua,”  terang Pemenang Penghargaan Tji Hak Soon Justice and Peace Award dari Seol, Korea Selatan, tahun 2013 silam.

    Karenanya, tambah Neles, warga Papua yang hidup diatas Tanah Papua ini mesti menyambut keterbukaan pemerintah ini dengan gembira. Pasalnya, komitmen pemerintah  ini merupakan suatu kesempatan emas yang disediakan oleh pemerintah untuk membahas tentang  pembangunan perdamaian  di Tanah Papua  melalui suatu proses  dialog.

    Untuk menyambut kesempatan inilah, jelas Neles, JDP mengambil inisiatif  untuk mengfasilitasi Dialog Internal Papua sebagai suatu tahapan persiapan menuju Dialog Jakarta – Papua.

    Menurut pengamatan JDP, cetus Neles, Dialog Internal Papua ini penting sekali untuk dilaksanakan karena sudah merupakan  kebutuhan, bahkan suatu kerinduan  warga Papua. Ketika Dialog Jakarta – Papua diwacanakan, banyak  pihak mengangkat pentingnya  dialog  internal  antara warga Papua   sebelum berdialog  dengan  pihak Jakarta.

    Pernyataan seperti “Sebelum kita  berdialog dengan Jakarta, perlu ada dialog antara kita yang hidup di Tanah Papua”, ini  sudah berkali-kali  disampaikan  oleh banyak pihak.

    Menyadari pentingnya dialog internal ini, JDP memilih moto “Mari Kitorang Bicara Dulu”.

    Neles mengatakan, JDP melihat juga bahwa di antara warga Papua sendiri belum ada pemahaman yang sama tentang tujuan dan agendanya. Ada pihak yang berpandangan bahwa Dialog  Jakarta – Papua ini membahayakan integritas  teritorial  RI. Ada juga pihak lain yang menganggap bahwa Dialog Jakarta – Papua ini berbahaya karena dapat menghancurkan  ideologi Papua Merdeka.

    Selain itu, kata Neles,  masih ada orang yang memahami bahwa Dialog  Jakarta – Papua merupakan solusi atas konflik Papua. Padahal Dialog Jakarta—Papua bukanlah tujua melainkan sarana untuk mengindentifikasi masalah dan mencari solusi-solusi terbaik  dengan melibatkan  semua pihak  yang berkentingan.

    Ketika JDP menawarkan Papua Tanah Damai sebagai tujuan maupun agenda dari Dialog  Jakarta – Papua, ucap Neles, sejumlah pihak masih mempertanyakan konsep Papua Tanah Damai. Bahkan masih ada pemahaman yang berbeda tentang Papua Tanah Damai. Para pimpinan agama yang tergabung dalam Forum Konsultasi Para Pimpinan Agama (FKPPA) menganggap Papua Tanah Damai sebagai visi masyarakat Papua yang mesti dibangun dan diperjuangkan oleh setiap warga  Papua, entah apapun agamanya. Tapi ada pihak lain  yang melihat Papua Tanah Damai sebagai upaya  untuk menutupi  dan menyangkal segala bentuk pelanggaran HAM yang terjadi di Tanah Papua.

    Neles mengutarakan,  Dialog Internal Papua dilaksnakan untuk melibatkan  semua warga Papua dalam membahas konsep Papua Tanah Damai dan menetapkan tujuan agenda Dialog  Jakarta—Papua menurut warga Papua.

    Dalam Dialog Internal Papua, setiap dan semua warga diminta pendapatnya dan dikonsultasikan, sehingga merasa dilibatkan dalam upaya membangun Papua yang damai sejahtera melalui dialog Warga Papua  yang dimaksud disini  bukan  hanya Orang Asli Papua (OAP), ucap Neles,  melainkan juga semua paguyuban  yang hidup di Tanah Papua.

    Maka semua anggota Paguyuban, sebagai warga Papua, diundang untuk berpartisipasi  dalam Dialog Internal Papua. Semua Paguyuban diajak untuk memberikan pemikiran yang konstruktif  tentang pembangunan perdamaian di Tanah Papua.

    “JDP akan memikirkan metodeogi, sarana, dan cara yang tepat untuk melibatkansemua warga Papua dalam Dialog Internal Papua,” ujar mantan Wartawan The Jakarta Post ini. (Mdc/don/l03)

    Source: Jum’at, 20 Maret 2015 00:36, BinPa

  • Goliat Tabuni Siap Bertemu Presiden RI

    JAYAPURA – Pimpinan TPN/OPM, Goliat Tabuni asal Distrik Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya, mengakui siap melakukan pertemuan dengan Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo, yang rencananya akan berkunjung ke Kabupaten Puncak Jaya pada bulan Juni mendatang.

    “Saya sudah telephone Goliat Tabuni untuk minta turun ke daerah ini supaya bisa berbicara kepada Presiden RI saat datang nanti. Dia (Goliat Tabuni) bilang pikir, lalu saya bilang tidak boleh pikir-pikir sekarang harus turun,”

    kata Bupati Puncak Jaya, Henok Ibo disambut meriah masyarakat Tingginambut dalam kunjungan bersama Ketua DPR Papua, Yunus Wonda, pada Selasa (17/3).

    Ia menandaskan, dirinya selama memegang jabatan sebagai Bupati Puncak Jaya bersama Wakil Bupati menjamin membawa turun Goliat Tabuni dari hutan turun ke Tingginambut. “Respon ini ternyata disambut baik Goliat Tabuni,” katanya.

    Bupati Henok mengemukakan bahwa masyarakat Indonesia selalu bertanya kalau Presiden ke Puncak Jaya mau bikin apa. “Tadi pagi (Kemarin lalu), Goliat Tabuni menanyakan kepada saya kapan Presiden mau turun. Saya katakan tunggu karena Presiden rencana akan datang pada bulan Juni nanti,” kata dia.

    Sementara itu kepada Wartawan, Bupati Henok Ibo menyatakan bahwa rencana kedatangan Presiden RI ke Puncak Jaya, disampaikan Presiden RI lewat Gubernur Papua,  jikalau dirinya akan datang ke Puncak Jaya dan ingin bertemu dengan Goliat Tabuni.

    “Ini permintaan Presiden lewat Gubernur, makanya selama satu bulan ini, saya terus melakukan pendekatan dan ternyata Goliat Tabuni punya keinginan untuk bertemu dengan Presiden RI,”

    katanya.

    Masalah keamanan atas kehadiran Presiden ke Puncak Jaya, kata Bupati Henok, masyarakat mulai dari Ilaga sampai dimana saja bakal menjamin keamanan. Namun, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada aparat keamanan dalam hal ini TNI dan Polri terkait kedatangan Presiden RI. (Loydon/l03)

    Source: Kamis, 19 Maret 2015 06:19, BinPa

  • Perlemen Papua Dukung Dialog Papua – Jakarta

    JAYAPURA – Wacana dialog damai Papua – Jakarta yang kembali diserukan persekutuan gereja-gereja di Papua, guna menyelesaikan seluruh persoalan Papua secara komprehensif, disambut baik oleh parlemen. ”Jika dialog damai Papua – Jakarta benar-benar terwujud, kami DPRP dan Gubernur yang ada embel-embel pemerintahnya tidak akan ambil bagian,”ujar Ketua DPRP Yunus Wonda, Senin 16 Maret.

    Meski tak akan ambil bagian dalam tim, bukan berarti menolak dialog damai itu. “Parlemen sangat mendukung dialog, agar bisa menuntaskan seluruh persoalan Papua secara baik,”jelasnya.

    Lanjutnya, dialog Papua-Jakarta biarlah rakyat Papua secara langsung yang ambil bagian. Agar penyelesaiannya benar-benar tuntas sampai ke akar-akarnya. “Biarlah rakyat Papua yang masih ada di hutan, diluar negeri dilibatkan secara langsung dalam dialog itu, agar apa keinginan rakyat Papua bisa diketahui secara langsung,”paparnya.

    Yang jelas, Parlemen Papua sangat mendukung dialog Papua – Jakarta secara komprehensif.

    “Parlemen Ppaua tinggal tunggu apa yang dimaui pusat, kalau pemerintah pusat memandang otsus plus bukan solusi, tapi hanya dengan dialog, parlemen akan mendukungnya, yang penting dilaksanakan dengan niat yang baik dan tulus,”

    tuturnya.

    Mengenai wacana agar Presiden mengirim utusannya setingkat menteri guna menyelesaikan serta merencanakan terwujudnya dialog damai Papua – Jakarta, Yunus Wonda kurang sependapat. “Bukan lagi saatnya kini mengirim utusan ke Papua, tapi waktunya untuk mewujudkan dialog damai secara menyeluruh, karena kepercayaan Papua kepada Jakarta sudah terdegradasi, jadi hanya dengan itu mengembalikannya,”tukasnya.

    Dialog Papua – Jakarta yang digagas oleh Jaringan Damai Papua, hingga kini belum terwujud. Dialog itu rencananya harus melibatkan semua elemen masyarakat Papua, baik berhaluan yang garis keras maupun yang selalu menempuh cara damai. (jir/don/l03)

    Source: Selasa, 17 Maret 2015 09:39, BinPa

  • Dialog Papua-Jakarta yang Dijanjikan Jokowi Ditagih

    JAYAPURA – Anggota DPR RI Daerah Pemilihan (Dapil) Papua, Willem Wandik, S.Sos, menyatakan, hingga kini masyarakat Papua menagih janji Presiden Jokowi saat kegiatan Natal 2014 untuk melakukan dialog Jakarta-Papua.

    “Masyarakat Papua sekarang menagih janji Presiden Jokowi saat kegiatan Natal 2012 lalu dan juga MRP serta tokoh masyarakat di Papua untuk melakukan Dialog Jakarta-Papua. Sekarang janji itu sedang dinanti dan menunggu jawaban,” kata Willem Wandik saat menghubungi Bintang Papua, Kamis (26/2) tadi malam.

    Ia menyatakan, pihaknya telah melakukan pertemuan dengan perwakilan kedutaan Australia di Jakarta belum lama ini. “Saya menerima langsung pertemuan Kedutaan Australia yang dihadiri, Erlin Kelly selaku Sekertaris Tiga Politik yang membawahi isu Papua” katanya.
    Kata dia, dirinya selaku perwakilan Papua telah menjelaskan isu-isu terkini Papua saat ini, yakni mengenai janji Presiden Jokowi kepada masyarakat Papua dengan melakukan Dialog Jakarta-Papua. “Janji ini ketika menghadiri natal bersama dengan masyarakat Papua di Mandala, pada bulan Desember 2014 lalu,” kata Willem.

    Salah satu isu terkini di Papua, menurut Willem Wandik, yakni adanya rencana partai penguasa dengan mendorong pemakaran Daerah Otonomi baru (DOB) di tanah Papua, yang menimbulkan Kontra dengan keinginan masyarakat. “Tak hanya ini, akan tetapi soal mobilisasi militer besar-besaran serta proses pemusnahan etnis melanesia,” ucapnya.

    Willem asal kelahiran Kabupaten Tolikara- Provinsi Papua ini, merasa ragu kondisi masyarakat Papua ini dibiarkan akan menjadi bola liar. Jadi saya harapkan Presiden Jokowi agar benar-benar memperhatikan masyarakat Papua dengan serius,” harapnya kepada Presiden Jokowi.

    Lanjut dia, pemekaran di Papua, masyarakat tidak setuju. Akan tetapi, justru yang diharapkan di Papua saat ini resolusi ketatanegaraan bagi masyarakat di Tanah Papua. “Saat ini masyarakat Papua perlu kembali dihadirkannya peran negara berupa Triple Track Strategy untuk menyelesaikan persoalan di tanah Papua,” tambahnya.

    Lebih lanjut disampaikan politisi Partai Demokrati itu, bahwa Triple Track Strategy yang pernah ditawarkan era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), di antaranya negara memberikan Otonomi Khusus Plus.

    “Negara perlu menyelesaikan konflik di tanah Papua, guna mewujudkan Papua sebagai tanah damai, negara melanjutkan pembangunan yang komprehensif dan intensif,” akunya.

    Oleh karena itu, bila Presiden RI Joko Widodo, maka kedepan Papua menjadi lebih baik dan damai. “Saya tegaskan bahwa, Papua penting dijadikan sebagai tanah damai non militeristik (Land Of Peace) dan Papua juga butuh resolusi ketatanegaraan, sistem penyelenggaraan negara yang adil,” tutupnya. (Loy/don/l03)

    Source: Jum’at, 27 Februari 2015 01:10, BinPa

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?