Tag: demonstrasi

  • John Gobay: Polisi Jangan Larang Rakyat papua dan KNPB ke DPRP

    JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— John Gobay, ketua Dewan Adat Daerah (DAD) Paniai meminta agar pihak kepolisian di Polda Papua agar tidak menutup ruang gerak rakyat Papua dan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) untuk datangi kantor DPR Papua seperti yang sudah dilakukan dalam beberapa bulan terakhir.

    “Sudah beberapa kali DPR Papua terima aspirasi rakyat Papu adan KNPB di jalan dan dilapangan. Ini sebuah pemandangan yang kurang bagus. Kami tau ini hasil kompromi antara kapolda dan DPRP, kami juga tau bahwa ini terjadi karena Kapolda Papua yang masih memberikan ruang demokrasi bagi orang Papua dan DPRP yang sangat terbuka dan mau menerima aspirasi. Jadi jangan halangi mereka untuk datang ke DPR Papua,”

    jelas Gobay kepada suarapapua.com menanggapi aksi ribuan rakyat Papua yang dihadang polisi di jalan-jalan di Jayapura, Rabu (15/6/2016).

    Kata Gobay, aprat keamana bukan mengahdang, memabatasi dan melarang rakyat Papua yang hendak ke DPR Papua untuk menyampaikan aspirasinya. Melainkan tugas kepolisian adalah mengawasi dan mengamankan jalannya aksi agar berjalan dengan aman dan baik.

    “Kami harapkan agar pihak keamanan agar kemudian tidak terus menutup ruangan DPRP untuk KNPB. Mereka ini rakyat. Bukan, preman, pencuri atau teroris sehingga harus dipersulit atau ditutup jalannya. Kantor DPRP yang megah itu ada untuk rakyat tanpa harus dibeda-bedakan. Kami berharap agar kedepan KNPB dapat demo atau menyampaikan aspirasinya kepada DPR P di rumah rakyat. KNPB sangat tau aturan tentang mekanime internasional, mereka anak terpelajar,”

    terangnya.

    Gobay mempertanyakan, apakah ada aturan yang mengatur tentang kewajiban polisi larang rakyat datang menyampaikan aspirasi ke kantor DPR. Kata dia, apapun aspirasi harus dibiarkan agar aspirasi itu ibawa ke kantor DPR Papua DPR.

    “Saya lihat ini ada diskriminasi antara bara NKRI dan KNPB. Polisi memperlakukan BARA NKRI Lebih istimewa daripada KNPB. Tidak boleh, ini tidak adil. Jangan pikir cara ini akan padam semangat mereka. Salah, ini akan buat mereka akan lebih semangat,”

    katanya.

    Sementara itu, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua, Yunus Wonda marah besar melihat Polda Papua melalui aparatnya membatasi dan melarang ribuan rakyat Papua yang dimotori Komite Nasional Papua Barat (KNPB) yang hendak ke kantor DPR Papua di Kota Jayapura. Akibatnya, rakyat Papua demo damai di empat titik kumpul massa. Selain itu diwarnai dengan penangkapan ribuan massa aksi di beberapa Kota yang ada di Papua.

    “Kami (DPR Papua) bukan dipilih oleh anggota kepolisian untuk jadi anggota DPR. Kami dipilih oleh rakyat yang hidup susah, menderita, yang jual pinang, yang hidup terlantar, yang miskin, yang tukang mabuk, tukang minum. Mereka itulah yang punya tempat di sini,”

    tegas Yunus Wonda kepada wartawan di kantor DPR Papua menanggapi sikap polisi yang membatasi rakyat Papua ke kantor DPR Papua, Rabu (15/6/2016).

    Menurut Wonda, DPR Papua dipilih oleh rakyat Papua untuk berbicara demi kepentingan rakyat Papua serta meindungi mereka. Bukan untuk meladeni orang-orang berdasi di kantor DPR Papua.

    “Kami DPR Papua dipilih oleh mereka (rakyat Papua) untuk hadir dan bicara demi kepentingan mereka dan melindungi mereka. Kami tidak minta apa-apa. kami hanya minta satu, bahwa rakyat yang punya tempat di sini. Mereka datang, sampaikan aspirasi lalu mereka pulang. Bukan berarti demo hari ini dan besok Papua merdeka. Tidak ada itu. Ini masih dalam negara Indonesia,” tegasnya dengan nada keras.  (Baca: Polda Papua Larang Rakyat Papua ke Kantor DPRP, Ketua DPRP Marah Besar)

    Pewarta: Arnold Belau

  • KNPB: Dalam Lima Hari Polisi telah Menangkap 125 Orang Papua

    JAYAPURA, SUARAPAPUA.com—- Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Pusat melaporkan, dalam lima hari terakhir, sejak tanggal 10 Juni lalu hingga hari ini, Rabu (15/6/2016) kepolisian kolonial republik Indonesia telah menangkap 1.236 orang.

    “Kalau hari ini ada sekitar 1.135 orang yag ditangkap. Yaitu 100 orang ditangkap di Wamena. 1.004 orang ditangkap di Sentani dan 31 mahasiswa ditangkap oleh aparat dari Polres Malang, Jawa Timur. Lalu, tanggal 10 Juni lalu aparat dari Polresta Jayapura tangkap 31 orang di Jayapura Kota. Dan tanggal 13 Juni lalu 65 orang ditangkap di Sentani. Di tanggal yang sama, pada 13 lalu, 4 orang ditangkap di Nabire. Jadi semua yang ditangkap dalam lima hari terakhir ada 1.235 orang,”

    ungkap Bazoka Logo, juru bicara Nasional KNPB Pusat kepada suarapapua.com dari Jayapura, Rabu (15/6/2016).

    Dijelaskan, 31 orang ditangkap di Jayapura saat bagika selebaran. 65 orang di Sentani juga ditangkap saat bagikan selebaran di Sentani. 4 orang yang di Nabire, ditangkap saat antar surat pemberitahuan ke Polisi. 31 mahasiswa di Malang ditangkap saat aksi hari ini. 100 orang di Wamena dan 1004 orang di Sentani ditangkap saat mau aksi.

    “Tetapi semua setelah ditangkap, sudah dibebaskan. Dan mereka dibebaskan setelah diinterogasi dan diminitai keterangan di Polisi. Namun yang di Nabire, mereka ditahan selama satu hari di penjara Polres Nabire baru dibebaskan,”

    terang Logo.

    Dikatakan, di Sentani, satu orang sempat ditahan, diinterogasi dan dipukul sehingga sempat hilang kesadaran. Namun saat ini dia sudah sembuh.

    “Setiap kali aparat tangkap, selalu ada penganiayaan terhadap aktivis KNPB seperti yang terjadi di Sentani. Dalam perjalanan menuju ke Polres, banyak yang dipukul di tengah jalan. Ini kebiadaban negara kolonial yang sedang ditunjukkan pada orang Papua,”

    katanya.

    Logo menegaskan, sikap yang Polisi kolonial tunjukkan hari ini sesungguhnya mendukung dan mempercepat perjuangan bagi Papua Barat, dan juga kemudian merusak citra demokrasi Indonesia sendiri.

    “Rakyat Papua semakin jelas dan semakin sulit untuk percaya Indonesia sebagai negara demokrasi, jika Pengamanan aparat kepada rakyat yg ada di Papua dalam menyampaikan pendapat dibuka umum. Polisi seharusnya kedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Bukan kedepankan kekerasan dan represif,”

    katanya.

    Aksi demo rakyat Papua menolak tim penyelesaian kasus pelanggaran HAM buatan Jakarta yang dipimpin oleh Luhut Panjaitan, Menko Polhukam berlangsung di beberapa kota yang ada di Papua dan Papua Barat. Antara lain, Nabire, Merauke, Fak-Fak, Paniai, Timika, Manokwari, Sorong, Biak, Sentani, Jayapura.

    Pewarta: Arnold Belau

  • Terima Aspirasi di Tempat yang Salah, DPR Papua Minta Maaf pada Rakyat Papua

    Penulis Arnold Belau – Juni 15, 2016

    JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Laurenzuz Kadepa, anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua yang membidangi Hukum dan HAM, juga ketua tim DPR Papua yang terima aspirasi dari rakyat Papua dan KNPB menyampaikan permohonan maaf. Karena DPR Papua terima aspirasi di tempat yang salah dan tidak layak.

    Kadepa mejelaskan, DPRP terima aspirasi ribuan massa rakyat Papua yang turut serta dalam demo damai yang dimediasi KNPB. Kata dia, anggota DPRP yang datang temui massa aksi adalah, Yakoba Lokbere, ketua Komisi V, Nason Uty, Gerson Soma dan Lazarus Siep.

    “Kami DPR Papua meminta maaf kepada seluruh rakyat Papua, karena kami menerima aspirasi rakyat di tempat yang salah. Tanggal 2 Mei 2016 kami terima di Mako Brimob Kotaraja, tanggal 31 Mei 2016 kami terima di Perumnas 3 Waena dan tanggal 15 Juni 2016 kami terima di Lingkaran, Abepura,” ungkap Kadepa kepada suarapapua.com dari Jayapura, Papua, Rabu (15/6/2016).

    Lanjut Kadepa,

    “sudah tiga kali DPRP terima aksi demo di tempat yang salah. Kami DPRP menolak tegas tim HAM bentukan Luhut untuk selesaikan persoalan HAM Papua. Alasannya tidak melibatkan komnas HAM RI dan kami tidak percaya mereka selesaikan dengan benar mengingat keterlibatan petinggi militer,”

    katanya.

    Kata Kadepa, pihaknya juga mengutuk semua pelaku yang akhir-akhir ini bikin resah masyarakayt Papua dengan berbagai macam upaya dan aksi.

    “Kami mengutuk siapapun pelaku dalam kematian orang Papua di seluruh Papua dengan banyak modus, tabrak lari, penculikan, dll,” tegasnya.

    Kadepa juga mengatakan, untuk menyikapi semua ini, DPR Papua akan memanggil Kapolda Papua, Paulus Waterpauw sebagai penanggunjawab keamnan di seluruh Papua.

    “Kami DPRP akan memanggil kapolda Papua, sebagai penanggungjawab keamanan untuk menjelaskan kepada kami sebagai wakil rakyat atas kondisi ini. DPR Papua dulu beda dengan sekarang, DPR sekarang tidak diskriminatif. Dimanapun, apapun resiko kami DPRP akan turun menerima apapun aspirasi. Kami minta bebaskan seluruh aktivis KNPB yang sudah ditahan di seluruh Papua. Itu sikap, saat menerima aspirasi rakyat tadi,”

    ujarnya.

    Sementara itu, Jubir Nasional KNPB Pusat, Bazoka Logo mengatakan, sikap yang Polisi kolonial tunjukkan hari ini sesungguhnya mendukung dan mempercepat perjuangan bagi Papua Barat, dan juga kemudian merusak citra demokrasi Indonesia sendiri.

    “Rakyat Papua semakin jelas dan semakin sulit untuk percaya Indonesia sebagai negara demokrasi, jika Pengamanan aparat kepada rakyat yg ada di Papua dalam menyampaikan pendapat dibuka umum. Polisi seharusnya kedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Bukan kedepankan kekerasan dan represif,”

    ujar Logo.

    Pewarta: Arnold Belau

  • KNPB: Ribuan Rakyat Papua akan Turun ke Jalan dengan Damai

    JAYAPURA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Victor Yeimo, mengatakan ribuan rakyat Papua akan turun ke jalan besok (15/6) dalam unjuk rasa damai menuntut penyelesaian pelanggaran HAM di Papua serta hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Papua.

    Unjuk rasa tersebut juga dimaksudkan untuk menolak Tim Terpadu Penanganan Dugaan Pelanggaran HAM di Provinsi Papua dan Papua Barat yang dibentuk oleh Menkopolhukam Luhut Pandjaitan pada 15 Mei lalu.

    “Seperti biasa, ribuan orang akan turun dengan damai dan bermartabat,” kata Victor Yeimo, kepada satuharapan.com hari ini (14/6), ketika kepadanya ditanyakan tentang rencana turun ke jalan tersebut. Terakhir kali KNPB melakukan unjuk rasa pada 31 Mei lalu, media melaporkan sedikitnya 3.000 rakyat Papua turun ke jalan di berbagai kota di Papua.

    Victor Yeimo mengatakan salah satu pesan unjuk rasa adalah menolak tim bentukan Luhut karena rakyat Papua menilai tim yang dibentuk itu tidak lebih dari ‘salon kecantikan’ yang dibuat oleh Jakarta untuk mempercantik wajah buruk RI di dunia internasional.

    “Jakarta tidak memahami definisi pelanggaran HAM sehingga mereka tidak menyadari mekanisme penyelesaian yang benar. Orang Papua bahkan dunia internasional akan bertanya, ‘bisakah pelaku kejahatan mengadili pelaku kejahatan?” kata Victor.

    KNPB, kata Victor, menilai target satu tahun untuk menyelesaikan pelanggaran HAM di Papua tidak akan dapat terealisasi karena pelanggaran HAM sudah terjadi sejak tahun 1963 saat Papua diintegrasikan ke dalam NKRI.

    “Dengan menyelesaikan beberapa kasus pelanggaran HAM, tidak akan menjamin bahwa tidak akan ada lagi pelanggaran HAM selama Indonesia masih menduduki Papua,” kata Victor.

    Silakan Tangkap

    Ketika kepadanya ditanyakan bagaimana KNPB menyikapi pernyataan Kapolda Papua,Irjen Pol. Paulus Waterpauw, yang akan membubarkan secara paksa aksi unjuk rasa, Victor Yeimo mengatakan pihaknya mempersilakan Kapolda melakukan pelarangan. Bahkan, Victor mengatakan pihaknya mempersilakan menangkap atau memenjarakan pengunjuk rasa.

    “Justru itu akan memperkuat ketidakpercayaan rakyat terhadap motivasi Jakarta. Kalau larang, bubarkan dan tangkap, lalu buat apa Indonesia bicara dan mempromosikan HAM ke luar negeri?” tanya Victor.

    Tidak Ingin Bertemu Luhut

    Victor Yeimo juga menepis kemungkinan akan bertemu dengan Menkopolhukam. Luhut Binsar Padjaitan, yang akan terbang ke Jakarta besok.

    “Saya tidak perlu, dan tidak ada urusan dengan Luhut. KNPB akan bertemu Jakarta di PBB. Maaf saja, persoalan Papua berada di tangan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Rakyat percaya ULMWP. Kalau mau bicarakan pelanggaran HAM, bicara saja dengan ULMWP. Harap diingat, pelanggaran HAM di Papua adalah anak kandung dari konflik politik yang belum selesai,” kata dia.

    Rohaniawan Melayani Umat di Gereja, Kami di Jalan-jalan

    Victor Yeimo menambahkan pihaknya memiliki saling pengertian dengan tokoh-tokoh rohaniawan, terutama gereja, di Papua. Menurut dia, sikap pimpinan gereja di Papua sudah jelas, mendukung aksi-aksi KNPB dalam konteks kebenaran, keadilan, kemanusiaan dan perdamaian. Namun, ia menekankan bahwa KNPB terbuka bagi semua kelompok agama.

    “Kita masing-masing punya tugas pelayanan. Mereka melayani umat di gereja, kami di jalan-jalan,” kata Victor Yeimo.

    Editor : Eben E. Siadari, 21:08 WIB | Selasa, 14 Juni 2016

  • Dari MPP TRWP: Jangan Membalas Kekerasan dengan Kekerasan

    Menanggapi perkembangan terakhir di Tanah Leluhur, berdasarkan perintah dari Panglima Tertinggi Komando Revolusi TRWP, dengan ini lewat Kantor Sekretaria-Jenderal TRWP disampaikan beberapa point penting sebagai berikut:

    1. Agar organ, pemimpin dan tokoh Papua Merdeka, beserta semua rakyat Papua, Orang Asli Papua tidak menanggapi apa yang dilakukan Barisan Merah Putih Indonesia. Yang harus dilakukan ialah “mengabaikan” apapun yang mereka lakukan, dan apapun yang mereka katakan.
    2. Kita sudah menang di Tanah Papua, kita sudah menang di Rimba New Guinea, kita sudah menang di Melanesia, kita sudah menang di pentas politik global. Oleh karena itu, sebagai pemenang, yang harus kita lakukan ialah terus tundukkan kepala, fokus kepada perjuangan, lanjutkan pekerjaan yang telah dimulai dan perkembangan yang telah terjadi,
    3. Jauhkan kebencian kepada siapapun, karena kita semua adalah umat ciptaan Tuhan. Sebagai pemenang dalam perjuangan menenang penjajah ini, mari kita berkepala dingin, menaikkan syukur dan pujian kepada Tuhan Yesus Kristis, tokoh Revolusioner Ulung dan satu-satunya seantero dunia dan sepanjang sejarah, memohon kepada-Nya agar membawa bangsa Papua dari mujizat yang satu kepada mujizat yang lain, sampai NKRI angkat kaki dari Tanah Papua.

    Dijaminkan kepada semua orang Papua bahwa kemerdekaan West Papua itu sudah mutlak, dan tidak dapat dibatalkan dengan alasan apapun.

    Disampaikan bahwa hasil perjuangan kemerdekaan West Papua sudah menunjukkan buah yang semakin memuaskan. Bahwa NKRI pasti dan sudah mulai angkat kaki dari Tanah Papua.

    Oleh karena itu, inilah saatnya sekalian organisasi, tokoh, rakyat dan aktifis perjuangan kemerdekaan West Papua untuk menundukkan kepala, berdoa, mengucapkan syukur dan terus berdoa. Berikan waktu kepada Allah untuk berkarya dan berperkara. Tembok Yeriko telah hancur bukan dengan tombak dan busur-panah, bukan dengan senjata, hanya dengan puji-pujian tembok runtuh. Dengan doa Allah pasti meruntuhkan bangunan politik, hukum dan kedaulatan NKRI di atas Tanah Papua.

    Kita jangan

    ikut main bola yang diumpan pihak lawan, kita punya bola sendiri, kita mainkan bola sendiri, di lapangan sendiri, melawan apa yang kita yakin harus dilawan. Jangan tertipu oleh permainan murahan Menteri Pertahanan dan Keamanan Indonesia yang sangat militeristik, tidak manusiawi dan mengancam eksistensi orang Melanesia di tanah leluhur kami.

    Dari MPP TRWP kami sampaikan pesan ini

    Jangan Membalas Kekerasan dengan Kekerasan

    Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab.

    Dikeluarkan di: MPP TRWP

    Pada Tanggal: 5 Juni 2016

     

     

    Amunggut Tabi, Lt. Gen. TRWP
    BRN: A. 018676. O

  • Ketua DPRD: 2000 Orang Papua Tidak Diperlakukan Seperti Manusia

    JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Papua, Yunus Wenda, mengatakan, aparat keamanan di Papua memperlakukan secara tidak manusiawi 2000 warga Papua saat melakukan aksi unjuk rasa di Provinsi Papua pada awal bulan Mei Tahun 2016.

    “Masyarakat Papua disiksa, dipukul secara tidak manusiawi di lapangan terbuka yang dilakukan oleh aparat keamanan dan ini dilihat masyarakat Internasional,” kata dia kepada satuharapan.com di Gedung Parlemen, Senayan di Jakarta pada hari Jumat (27/5).

    Dia mengatakan selama ini penanganan aksi unjuk rasa yang dilakukan aparat keamanan baik TNI atau Polisi tidak manusiawi. Kondisi Papua saat ini jangan dilihat seperti pada tahun 1940 atau 1980.

    “Hari ini masyarakat Internasional memperhatikan masyarakat Papua apalagi dalam waktu mendatang pertemuan pemimpin Melanesian Spearhead Group (MSG) akan kembali digulirkan,” kata dia.

    Dia menyarankan agar aparat yang dikirim ke Papua belajar adat istiadat masyarakat Papua sehingga aparat mengetahui apa yang harus dilakukan.

    “Saya tidak tahu apakah pemerintah mengikuti ini atau tidak. Pemerintah jangan menganggap ini biasa-biasa saja. Salah satu solusi saat ini sebenarnya adalah Revisi Undang-Undang No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua,” tambah dia

    Editor : Eben E. Siadari

  • Dari Inggris, Bucthar Tabuni Serukan Perlawanan Damai

    Jayapura, Jubi – Mantan ketua Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Bucthar Tabuni menyeruhkan rakyat Papua bersama KNPB sebagai media perlawanan melakukan gerakan damai di dalam kota-kota di tanah West Papua.

    “Kita percaya, tidak perlu emosi dan anarkis,”ungkap Tabuni dari Inggris melalui sambungan telepon genggam yang dihubungkan ke pengeras suara kepada ribuan massa KNPB yang menghadiri ibadah sekaligus pengumuman deklarasi IPWP di anjungan Expo Waena, Kota Jayapura, Papua, Rabu (11/05/2016)

    Kata dia, dirinya baru saja menhadiri pertemuan International Palementarian for West Papua (IPWP) pada 3 Me lalu. Pertemuan itu dihadiri sejumlah anggota parlemen dari berbagai negara, pemipin pemerintahm, termasuk pemimpin oposisi Inggris, Jeremy Corbyn menyatakan dukungan penentuan nasib sediri bagi rakyat West Papua.

    “Pimpinan Partai Buruh, pemimpin oposisi, Jeremy Corbyn mendukung kita. Langkah selanjutnya kita umumkan dimana-mana melalui gerakan damai,”harapnya.

    Kata, ketika semakin banyak dukungan, pemerintah Indonesia sedang melakukan provokasi terhadap rakyat Papua. Tetapi, ajak dia, Rakyat Papua harus mengambil pelajaran dari provokasi yang dikobarkan pemerintah Indonesia. Rakyat Papua harus semakin dewasa dalam perjuangan menentukan nasib sendiri.

    “Kita harus belajar dari pengalaman. Kita harus semakin maju dari satu tahap ke tahap yang lebih maju dalam perlawanan,”ungkap pria yang masih berstatus Daftar Pencaharian Orang Polda Papua terkait demo 26 November 2013.

    Kata dia, perlawanan damai itu demi menghindari pertumpahan darah. Tabuni tidak mau lagi ada korban dari pihak rakyat Papua. “Kita tidak mau ada gerakan penembakan lagi,”tegasnya.

    Filep Karma yang turut mengahadiri ibadat itu menyuguhkan perjuangan Papua merdeka tidak boleh melalui pertumpahan darah. Pertumbahan darah hanya melahirkan kehidupan bangsa yang buruk bila Papua Merdeka.

    “Kita tidak boleh merdeka dengan darah-darah,”ungkap pria mantan tahanan Politik Papua Merdeka ini orasi pendidikan politiknya di hadapan ribuan masa.

    Ia mencontohkan kehidupan bangsa Indonesia yang pernah menempuh perjuangan berdarah. Indonesia berjuang dengan membunuh penjajah, orang Cina, orang Belanda, orang Jepang berdampak pada kehidupan bangsa tidak menentu.

    “Perjuangan berdarah-darah itu hanya melahirkan kehidupan bangsa yang buruk,”tegasnya.(*)

  • Hampir 2.000 Orang Ditangkap, LBH : Rakyat Papua Tidak Sendirian

    MAY 3, 2016/ VICTOR MAMBO

    Jayapura, Jubi – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengecam keras penangkapan 1.724 aktivis dalam demonstrasi damai yang dilaksanakan serempak di Jayapura, Sorong, Merauke, Fakfak, Wamena, Semarang dan Makassar. Beberapa hari sebelumnya, 52 orang juga sudah ditangkap menjelang aksi hari ini.

    Aksi hari ini dilakukan dalam rangka mendukung United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) masuk menjadi anggota penuh Melanesian Spearhead Group (MSG), sebuah forum diplomatik di Pasifik Selatan. Selain itu, juga untuk protes memperingati 1 Mei 1963 di mana hari bergabungnya Papua ke Indonesia. Aksi ini juga dilakukan untuk mendukung pertemuan International Parliamentarians for West Papua (IPWP) yang akan dilakukan di London besok, 3 Mei 2016, yang akan membahas tentang referendum untuk Papua.

    “Ada dua orang yang ditangkap di Merauke ketika menyerahkan surat pemberitahuan aksi ke kantor polisi. Ini pasal macam apa yang bisa dipakai untuk menangkap orang yang sedang menyerahkan surat pemberitahuan aksi? 41 orang yang ditangkap di Jayapura hanya karena menyebarkan selebaran ajakan aksi. Jelas ini perbuatan semena-mena yang inkonstitusional,” kecam Veronica Koman, pengacara publik LBH Jakarta.

    Berikut adalah data jumlah orang yang ditangkap hari ini di masing-masing wilayah yang berhasil LBH Jakarta kumpulkan dari narasumber kami di Papua: 1449 orang di Jayapura, 118 orang di Merauke, 45 orang di Semarang, 42 orang di Makassar, 29 orang di Fakfak, 27 orang di Sorong, 14 orang di Wamena. Total yang ditangkap hari ini ada 1.724 orang. Sebagian besar sudah dilepas, namun masih ada belasan yang ditahan di Merauke, Fakfak dan Wamena.

    Sedangkan pada 25 April 2016 ada juga dua orang ditangkap di Merauke, tanggal 30 April 41 orang ditangkap di Jayapura. 1 Mei ada empat orang di Wamena dan 5 orang di Merauke yang ditangkap.

    “Total ada 1.839 orang Papua yang ditangkap sejak April 2016 hingga hari ini. Percuma saja Jokowi sering ke Papua kalau di Papua kerjanya hanya seremonial. Pendekatan pembangunan bukanlah yang dicari oleh rakyat Papua, Jokowi harus lebih jeli mendengarkan tuntutan mereka,” tambah Veronica.

    Perbuatan kepolisian tersebut melanggar konstitusi Indonesia pasal 28 dan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. “Sekalipun tuntutannya adalah untuk referendum, selama orang Papua masih warga negara Indonesia, hak konstitusional mereka untuk berpendapat harus selalu dijaga. Gelarlah dialog, bukan merepresi aspirasi mereka,” tegas Alghiffari Aqsa, direktur LBH Jakarta.

    Untuk itu, LBH Jakarta menuntut kepada Jokowi untuk menindak Kapolri, Kapolda Papua dan Kapolda Papua Barat yang telah mencoreng hak konstitusional rakyat Papua, serta segera melepaskan mereka yang masih ditahan. .

    “Kami serukan bahwa Rabat Papua tidal Sendirian. Teruskanlah aspirasi kalian!” tutup Alghiffari. (*)

  • PAP : Hanya Dua Solusi, Rekonstruksi UU Otsus Atau Negosiasi Otsus Plus

    Sentani, Jubi – Puluhan Pemuda Adat Papua (PAP) dari Jayapura, pekan lalu bertolak ke Jakarta dengan tujuan melakukan aksi demo damai di Istana Presiden, Jakarta.

    Tuntutan utama mereka adalah meminta Pemerintah Pusat untuk menutup aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT.Freeport Indonesia di Timika Papua, dan merekontruksi ulang Undang-Undang Otonomi Khusus (UU Otsus) Tahun 2001 yang telah berjalan selama lima belas tahun di Papua.

    Decky Ovide, Ketua PAP mengatakan salah satu point penting dalam aspirasi yang disampaikan kepada Pemerintah Pusat adalah segera merekontruksi ulang UU Otsus Tahun 2001 di Papua.
    “Setelah melalui perenungan yang panjang, kita memahami bahwa UU Otsus yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada masyarakat Papua tahun 2001 sama sekali tidak berdampak bagi kesejahteraan masyarakat di papua,” ujar Decky yang dihubungi melalui telepon selularnya, Sabtu (5/3/2016)

    Decky menegaskan, UU Otsus Papua perlu direkontruksi ulang secara keseluruhan, karena menurutnya otonomi yang diberikan secara khusus kepada masyarakat Papua dalam undang-undang tersebut sama sekali tidak berfungsi. Dirinya bahkan mengklaim penerapan Otsus belum sempurna.

    “Yang jelas hanya uangnya, tetapi kemana?” tanyanya.

    UU Otsue, lanjutnya, harus ditinjau kembali setiap pasal dan ayat yang termuat didalamnya. Pendidikan, kesehatan yang dijanjikan secara gratis belum terlaksana sampai saat ini. Belum lagi ekonomi, infrastruktur pembangunan. Semuanya tidak berjalan dengan baik sampai saat ini,” tegasnya.

    Lanjutnya, aksi yang dilakukan pihaknya ini membuat Pemerintah Pusat berjanji melakukan evaluasi terhadap penerapan UU Otsus di Papua termasuk penggunaan dana yang telah diberikan.

    “Evaluasi terhadap UU Otsus oleh pemerintah pusat, diberikan waktu selama tiga bulan. Dalam evaluasi tersebut harus melibatkan pemerintah Provinsi Papua dan seluruh tokoh masyarakat Papua. Untuk Papua hanya dua solusinya, rekonstruksi ulang UU Otsus atau negoisasi Otsus Plus,” ujarnya.

    Tuntutan PAP yang nyaris sama dengan pernyataan Gubernur Papua beberapa waktu lalu ingin mengembalikan Otsus ke Pemerintah Pusat, membuat beberapa pihak menuding Gubernur Papua terlibat dalam aksi demo PAP ini.

    “Saya tidak ada kaitannya dengan aksi demo tutup Freeport atau kembalikan Otsus itu. Itu bukan urusan saya sebagai gubernur,” kata Gubernur Papua, Lukas Enembe singkat. (Engel Wally)

  • Peringati Hari Trikora, PNWP Tolak Keberadaan Indonesia di Papua

    Arnold Belau, Dec 21, 2015

    Semarang, Jubi – Memperingati hari Trikora pada 19 Desember 2015, Parlemen Nasional West Papua (PNWP) dengan tegas menolak keberadaan Indonesia di Tanah Papua.

    Dalam surat elektronik PNWP yang diterima Jubi tersebut menjelaskan, pada 19 Desember 2015 genap 54 tahun Trikora diumumkan di alun-alun Kota Yogyakarta oleh Soekarno. Hari ini adalah hari yang harus dikenang generasi muda bangsa Papua sebagai hari pembunuhan (genosida) Bangsa Papua Melanesia di wilayah teritori West Papua oleh Bangsa Indonesia (Melayu).

    “Karena Trikora mengamanatkan negara Kolonial Indonesia dan rakyatnya untuk mengagalkan embrio Negara west Papua yang di umumkan Nieuw Guinea Raad/ Dewan Papua pada 1 Desember 1961 yang kemudian menyebabkan ratusan ribu jiwa rakyat Bangsa Papua telah dibantai dan dibunuh oleh kolonial Indonesia sejak Trikora diumumkan hingga hari ini 19 Desember 2015,” tulisnya melalui suarat yang diterima Jubi, Senin (22/12/2015).

    Dikatakan, Trikora telah melegitimasi rakyat Melayu-Indonesia mengklaim wilayah West Papua-Melanesia sebagai tanah air mereka dan Tanah Papua menjadi tanah sengketa antara Belanda dan Indonesia, setelah Kolonial Indonesia (Sabang–Maluku) menyatakan kemerdekaan mereka pada 17 Agustus 1945 di Batavia, kini sebut Jakarta.

    “Indonesia mengklaim West Papua sebagai wilayahnya dengan alasan wilayah West Papua juga koloni Belanda. Padahal konstitusi Belanda telah mengakui tiga provinsi diluar kerajaan Belanda yaitu Nederland Antiles (Suriname), Nederland Hindia (Indonesia), dan Nederlnad Nieuw Guinea (West Papua) bahwa tiga provinsi ini telah memiliki administrasi terpisah. Sehingga klaim Indonesia atas Wilayah West Papua dengan diumumkannya Trikora 19 Desember 1961 adalah genosida – tindakan pembunuhan sistematis – atas Bangsa Papua,” tulis PNWP, dalam surat yang ditandatangani Elieser Anggaynggom, Wakil Ketua PNWP Ha’anim.

    Sementara itu, di Jakarta, pada 19 Desember 2015, mahasiswa Papua yang tergabung di dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) melakukan demonstrasi damai. Namun aksi mahasiswa Papua itu dihadang aparat kepolisian Polda Metro Jaya dan berujung penangkapan 23 mahasiswa Papua.

    Selain itu, di Yogyakarta, mahasiswa Papua yang tergabung dalam AMP juga melakukan demonstrasi damai dengan melakukan orasi di Bundaran UGM. (Arnold Belau)

    Editor : Dewi wulandariSumber :

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?