Tag: DeMMAK

  • Boikot Pemilu 2019 dan Boykot PON 2020 adalah Hak OAP

    Dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua (MPP TRWP), Gen. TRWP Amunggut Tabi mengatakan kepada PMNews terkait sejumlah berita menyerukan boikot Pemilu 2019. Gen. TRWP Tabi mengatakan,

    Boikot Pemilu 2019 dan Boikot Pekan Olahraga Nasional (PON) 2020 adalah hak Orang Asli Papua (OAP), jadi kita sebagai manusia yang punya otak dan hati seharusnya sadar dan memboikot dua kegiatan penjajah ini.

    Ditanya tentang bagaimana yang menyelenggarakan dan mengatur Pemilu di Tanah Papua ialah OAP sendiri, dalam hal ini yang memenangkan dan mengusung PON diselenggarakan di Tanah Papua ialah anak gunung sendiri, Gubernur Lukas Enembe, Gen. TRWP Tabi kembali menyatakan

    Kita tidak bicara gunung-pantai, kita bicara tentang bangsa Papua mau merdeka.Kami pejuang kemerdekaan West Papua, bukan Papua gunung, jadi pertanyaan ini secara moral dan demokratis cacat, tetapi perlu kami jawab bahwa kami tidak bicara untuk melakukan apa-apa terhadap NKRI, yang kami katakan ialah sebuah hak.

    Sejak setiap orang laihir ke bumi, ada hak-hak yang melekat kepada kita sebagai manusia, yang tidak bisa diganggu-gugat oleh siapapun dengan alasan apapun. Hak memilih dan dipilih ialah yang fundamental, yang setiap OAP harus paham. OAP BERHAK TIDAK IKUT PEMILU.

    Sama dengan itu, OAP BERHAK MENOLAK PON 2020.

    Ditanya apakah ini pertanda TRWP merencanakan kegiatan yang bisa berakibat gangguan keamanan terhadap kedua kegiatan ini? Gen. TRWP Tabi mengatakan

    Ah, kalau maslaah kegiatan tidak pernah ada perintah untuk berhenti dari kegaiatan. Ada Perintah Operasi Gerilya (PO) yang sudah dikeluarkan Panglima Tertinggi Komando Revolusi (PANGTOKOR) yang berlaku sepanjang waktu sampai Papua Merdeka. Setiap Panglima Komando Revolusi Daerah  Pertahanan (KORDAP) berkewajiban menyelenggarakan kegiatan apa saja untuk memenangkan peperangan Papua Merdeka.

    Jadi, kalau PANGKORDAP II di Port Numbay mau melakukan kegiatan apa saja menanggapi kegiatan-kegiatan kolonial seperti ini, ya itu ada dalam kewenangan PANGKORDAP, jadi bisa ditanyakan ke sana.

    Tetapi prinsipnya PO untuk mengganggu setiap kegiatan kolonial di Tanah Papua itu tetap ada sampai titik terakhir Papua Merdeka dan berdault di luar NKRI.

    Ditanyakan kembali untuk mempertegasnya, “Apa maksudnya? Sebenarnya Jenderal tidak menjawabnya dengan jelas?”, kembali Gen.T RWP Tabi menyatakan

    Itu hak OAP, hak Anda dan hak semua pejuang Papua Merdeka untuk memboikot, itu bukan kewajiban OAP untuk ikut Pemilu atau ikut PON. Jadi, OAP akan dilihat dunia memang benar-benar mau merdeka kalau boikot Pemilu kolonial NKRI 2019 dan PON 2020.

    PMNews menanyakan kepada Gen. TRWP Tabi, apa pesan khusus kepada Gubernur Lukas enembe sebagai teman seangkatannya dalam studi di SMP, SMA dan Perguruan Tinggi, Gen. Tabi katakan,

    Beliau pejabat Negara NKRI, saya tidak berhak mengatur beliau. Tugas dia kan tunduk kepada NKRI, sebagai kaki-tangan NKRI di Tanah Papua, jadi saya tidak melihat beliau sebagai seseorang seperti yang Anda tanyakan.

    Tetapi kalau beliau punya hati dan pikiran, beliau kan harus tahu bahwa Otsus NKRI diberikan oleh penjajah JUSTRU karena kami-kami di hutan bicara dan terus berjuang untuk Papua Merdeka. Tanpa itu mana pernah Otsus turun? Mana pernah Orang Wamena mau menjadi pejabat di Tanah Papua? Mana pernah orang gunung jadi Gubernur? Itu mimpi siang bolong.

    Tetapi mimpi itu jadi nyata, sekarang dua orang gunung jadi gubernur dan wakil gubernur, dan apalagi sudah dua periode.  Kemungkinan besar besok setelah mereka juga orang gunung yang jadi gubernur kolonial NKRI.

    Itu karena apa? Justru itu karena keberadaan dan perjuangan TRWP, karena TPN/OPM, karena PDP, karena DeMMAK, karena WPNCL, karena KNPB, karena AMP, karena NRFPB, karena ULMWP.

    Jadi kalau beliau berdua punya hati dan pikiran, pasti mereka paham apa yang saya maksud. Kalau tidak, sayang seribu sayang!

    PMNews tanyakan ulang karena jawaban ini belum tegas, “Bisa diringkas dalam satu kalimat?”, lalu Gen. TRWP Tabi menjawab,

    Beliau berdua bukan anak kecil. Mereka pejabat kolonial. Mereka tahu apa yang saya maksud. Menjadi gubernur – wakil gubernur dua periode sebagai orang gunung, tetapi tidak pernah berpikir orang gunung lain yang selama ini mempertaruhkan nyawa dan membawa turun Otsus sama saja menghancurkan masa depan bangsa Papua. Jadi, posisinya tetap lawan, bukan kawan!

    Kalau Gen. TRWP Mathias Wenda keluarkan Perintah Operasi Khusus (POK) untuk memboikot Pemilu atau PON 2020, maka itu pasti berhadapan dengan beliau berdua, karena Gen. Mathias Wenda itu Kepala Suku mereka dua, orang tua mereka dua, bukan orang asing, mereka tahu. Secara adat beliau selalu katakan, “Anak-anak ini tahu politik ka tidak? Belajar, makan minum dengan penjajah jadi pikiran masih sama dengan orang Indonesia Melayu penjajah!”

    —END—

  • Publikasi Dokumen Rahasia A.S. dan Langkah Perjuangan Kemerdekaan West Papua

    Publikasi dokumen rahasia Amerika Serikat oleh tiga lembaga resmi negara Paman Sam beberapa hari lalu mendapatkan berbagai macam tanggapan dari sejumlah pihak, baik di Tanah Papua maupun di Indonesia. Tanggapan curiga, tidak ada apa-apa, dan tanggapan menentang muncul dari Indonesia. Dari Tanah Papua, ada kesan seolah-olah kita dapat memanfaatkan dokumen rahasia dimaksud untuk mengkampanyekan Papua Merdeka. Semua fakta dan data yang tersedia bermanfaat, tergantung siapa, kapan dan di mana fakta dan data tersebut dimanfaatkan.

    Bagi bangsa Papua, telah terbuka diketahui dunia sekarang bahwa memang ada rekayasa, ada campur-tangan asing, ada kepentingan di luar aspirasi bangsa Papua yang mendorong dan melindungi, membela dan megizinkan invasi militer, operasi militer, pendudukan dan penjajahan NKRI di atas wilayah kedaulatan Negara Republik West Papua yang berhasil disiapkan tanggal 1 Desember 1961 dan diproklamirkan 10 tahun kemudian: 1 Juli 1971.

    Dalam kondisi bangsa Papua berada di tengah dukungan politik kawasan paling sukses dan dukungan politik internasional yang sudah memasuki tahap awal, maka kita semua harus menyadari bahwa kita tidak larut dalam sejarah masa-lalu, berlama-lama dalam menyesali, memarahi, merenungkan dan mengungkit-ungkit masa lalu yang jelas-jelas sudah berlalu. Kita harus belajar untuk menengok ke belakang dalam waktu sekejap dan dengan dasar itu merancang dan menatap masa depan secara bijak.

    Masa depan perjuangan Papua Merdeka sudah memasuki tahapan yang sangat menentukan, di mana lembaga eksekutif dan legislatif dalam perjuangan Papua Merdeka sudah mengerucut. Kini Tanah Papua memiliki lembaga perjuangan seperti Presidium Deawn Papua (PDP), West Papua National Authoriry (WPNA), West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL), Dewan Musyawarah Masyarakat Adat Koteka (DeMMAK), Dewan Adat Papua (DAP) dan organisasi pemuda serta angkatan bersenjata yang menyebar di seluruh Tanah Papua.

    Di saat yang sama, kita telah memiliki United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) sebagai calon lembaga pemerintahan, eksekutif yang menjalankan fungsi pemerintahan Negara West Papua. Sejajar dengan itu, kita punya Pemerintahan Negara Federal Republik Papua Barat (NRFPB) dengan Presiden Forkorus Jaboisembut. Kita juga sudah punya PNWP dan Dewan Parlemen Nasional yang berfungsi sebagai legislatif dalam organisasi pemerintahan berdasarkan prinsip Trias Politica.

    Kita akan memiliki pilar Judicative, kepolisian dan tentara nasional di waktu tidak lama lagi.

    Yang terjadi di kawasan Pasifik Selatan begitu menarik. Negara-Negara Pasifik Selatan telah siap dan matang untuk menerima negara dan pemerintahan baru dari Tanah Paupa, bernama Negara Republik West Papua, dengan pemerintahan West Papua, berdasarkan Undang-Undang Negara West Papua.

    Dipimpin oleh pemerintahan Republik Vanuatu dan Solomon Islands telah terbangun solidaritas tidak hanya di dalam kawasan Melanesia, tetapi telah menyebar ke seluruh Pasifik Selatan dan sudah merintis kerjasama dukungan di kawasan Melanesia – Afrika dan Melanesia – Eropa.

    Para pemimpin negara-negara kepulauan Pasifik Selatan telah dengan nyata dan terbuka menyampaikan dukungan mereka atas kemerdekaan West Papua di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    Kalau kita masuk kelas-kelas Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah, membaca syarat pendirian sebuah negara, maka kita harus terus-terang, sebagian besar syarat pendirian sebuah negara sudah didapatkan, sudah diraih, sudah ada di tangah.

    Yang belum diwujudkan saat ini ada dua: Negara West Papua tidak memiliki pemerintahan, dan kedua, untuk menjalankan pemerintahan itu, Negara West Papua belum memiliki Undang-Undang yang menunjukkan bangunan negara West Papua sebagai cara masyarakat modern mengorganisir diri dalam lembaga bernama “negara-bangsa”.

    Oleh karena itu, apa yang harus kita katakan bilamana ada oknum, ada lembaga, ada kelompok, ada pihak yang beranggapan, berusaha menghalang-halangi, dan menunda-nunda proses pembuatan Undang-Undang Negara West Papua dan pembentukan pemerintahan Pemerintahan Semantara Republik West Papua?

    Bukankah mereka itu mush aspirasi bangsa Papua?

    Bukankah mereka menjalankan tugas, fungsi dan misi NKRI?

    Ingat, Papua Merdeka tidak harus berarti marga Papua, kulit hitam, rambut keriting! Dia lebih dari itu! Karena politik Papua Merdeka, nasionalisme Papua BUKAN etno-nasionalisme, tetapi sebuah nasionalisme berdasarkan filsafat, teori dan prinsip demokrasi modern yang menyelamatkan planet Bumi dari kepunahan.

  • Wartawan Tanyakan Dukungan Israel terhadap Referendum Papua

    Wartawan Tanyakan Dukungan Israel terhadap Referendum Papua

    Benny Wenda, SekJend DeMMAK, Jubir ULMWP, Pendiri IPWP dan ILWP
    Benny Wenda, SekJend DeMMAK, Jubir ULMWP, Pendiri IPWP dan ILWP

    YERUSALEM, SATUHARAPAN.COM – Pemberitaan yang cukup masif tentang adanya petisi referendum Papua telah menarik perhatian media di dalam dan luar negeri. Kendati klaim penyerahan petisi tersebut sudah dibantah dan klaim itu dianggap hoax, isu Papua kini semakin menarik perhatian dunia.

    Penyerahan petisi kepada Komite Dekolonisasi PBB atau lazim disebut C24, pertama kali diberitakan oleh koran Inggris, The Guardian pada 28 September lalu. Berita tersebut kemudian menjadi meluas setelah berbagai media lain juga mengangkatnya.  Salah satu media yang memberi perhatian terhadap isu ini  adalah Arutz Sheva, sebuah media Israel yang dikenal menyuarakan kalangan religius Yahudi.

    Arutz Sheva menurunkan tulisan berdasarkan laporan The Guardian, yang mengetengahkan bantahan dan penolakan PBB terhadap petisi referendum Papua yang digagas oleh United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Namun, pada saat yang sama, media ini juga memberi ruang bagi Benny Wenda, jurubicara ULMWP, untuk mengemukakan gagasannya tentang latar belakang petisi tersebut.

    Tidak sampai di situ. Media ini juga mencoba mencari tahu bagaimana posisi Israel terhadap isu referendum Papua yang digagas oleh ULMWP. Relevansi menanyakannya tidak disebutkan. Tetapi patut dicatat, Israel — yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia — adalah negara pertama yang menyatakan dukungan terhadap kemerdekaan wilayah otonomi Kurdi di Irak, yang pekan lalu melaksanakan referendum yang ditentang oleh banyak negara.

    Arutz Sheva menghubungi Jurubicara Kementerian Luar Negeri negara itu, Emmanuel Nachshon, untuk menanyakan bagaimana posisi Israel terkait isu kemerdekaan Papua. Sayangnya, jurubicara tersebut menolak untuk memberikan komentar.

    Didengar dan Dibicarakan di Dunia

    Dijawab atau tidaknya pertanyaan tersebut, bagi kalangan pro referendum Papua hal itu tak terlalu penting. Yang  lebih penting, gagasan penentuan nasib sendiri Papua telah didengar dan dibicarakan di banyak negara.

    “Bagi rakyat dan bangsa Papua, petisi tidak sah atau ditolak, itu bukan masalah utama. Pesan kunci bagi bangsa Papua adalah  persoalan Papua menjadi perbincangan di tingkat internasional,” kata Socratez Sofyan Yoman, salah seorang tokoh gereja di Papua yang mendukung perjuangan ULMWP dalam salah satu komentarnya yang disebarkan melalui WA.

    Bahkan diangkatnya isu ini oleh media dan pejabat Indonesia, menurut dia, menjadi promosi gratis. “Media dan pejabat Indonesia turun berperan aktif mempromosikan dengan gratis petisi dan perjuangan bangsa Papua. Dalam posisi Indonesia seperti ini lebih banyak  memberi keuntungan bagi bangsa Papua,” kata dia.

    Rumit dan Sulit
    Pakar Ilmu Politik dari Deakin University, Australia, Damien Kingsbury, mengakui simpati dunia terhadap isu Papua makin meluas. Namun pada saat yang sama, ia juga mengingatkan bahwa diplomasi Indonesia masih sangat kuat dan sebaliknya, dukungan formal dari negara-negara di dunia sangat minim terhadap kelompok separatis yang pro referendum Papua.

    Damien Kingsbury adalah salah seorang pakar yang menaruh perhatian terhadap isu-isu referendum. Ia terlibat dari dekat dalam  monitoring penentuan nasib sendiri Timor Leste. Kingsbury juga pernah dilarang ke Indonesia karena keterlibatannya dalam memberi nasihat kepada Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Namun dalam soal isu Papua, ia selama ini berpandangan bahwa Papua tidak bisa disamakan dengan Timor Leste, karena PBB telah mengakui Papua sebagai bagian integral dari Indonesia, berbeda dengan status Timor Leste.

    Menurut dia, walaupun integrasi Papua ke dalam Indonesia melalui Pepera tahun 1969 dilaksanakan ‘dibawah todongan senjata’  dan hanya melibatkan 1.025 orang Papua dari populasi 800.000 orang, “Papua adalah bagian dari Indonesia – diakui ‘sah’ oleh PBB,” kata dia dalam sebuah artikel yang dimut di Crikey, akhir pekan lalu.

    “Tidak seperti kasus Timor Timur, yang tidak pernah diakui secara hukum sebagai bagian dari Indonesia, PBB harus membubarkan atau mengabaikan pengakuannya atas Papua sebagai bagian dari Indonesia untuk  bisa mendukung pemungutan suara  mengenai kemerdekaan (Papua),” lanjut dia.

    Di sisi lain, Kingsbury mengatakan bahwa kedudukan Indonesia di dunia internasional sangat kuat dibanding dengan pihak- pihak yang menyuarakan  kemerdekaan Papua. “Tidak seperti Papua, Indonesia memiliki teman-teman yang kuat di PBB, yang berusaha untuk mempertahankan hubungan ekonomi dan diplomatik yang kuat,” tutur dia. Sementara, lanjut dia lagi, pergerakan yang menginginkan kemerdekaan  Papua, “Hanya memiliki sedikit pendukung internasional.”

    Belanda, negara yang dahulu dianggap berada di belakang pendukung kemerdekaan Papua, menurut dia, sudah menjauh dan dalam istilahnya sendiri, ‘cuci tangan’ dari isu ini.

    Senada dengan itu, Australia juga telah menjamin bahwa negara itu menghormati kedaulatan teritorial Indonesia dengan  pertimbangan untuk memelihara hubungan bilateral dengan Indonesia.

    Ada pun Amerika Serikat, kata Kingsbury, memiliki investasi besar di Papua  dan juga ingin mempertahankan hubungan  baik dengan Indonesia yang penting secara strategis.

    Oleh karena itu, Kingsbury belum dapat memberikan kesimpulan terhadap prospek penanganan masalah ini. Di satu sisi ia mengatakan isu Papua sangat sulit; bahwa mencapai cita-cita penentuan nasib sendiri untuk Papua yang merdeka akan menghadapi berbagai rintangan yang terlalu sulit untuk dapat  diatasi. Di sisi lain, ia juga tidak bisa menutup mata terhadap keadaan yang mendesak untuk dilakukannya penentuan nasib sendiri, bahkan lebih kuat dari pada  sebelumnya.

    “Di tengah keadaan ini, Presiden Joko Widodo, seperti mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tampaknya tidak berdaya  untuk secara mendasar memperbaiki keadaan penduduk asli Papua, apalagi membebaskan rakyat Papua dari cengkeraman polisi dan militer,” demikian Kingsbury.

    Pada akhirnya, Kingsbury hanya dapat mengatakan bahwa hadirnya petisi yang dideklarasikan oleh Benny Wenda dan kawan-kawan menunjukkan bahwa rakyat Papua masih tetap menolak untuk menjadi bagian dari Indonesia setelah hampir lima dekade  mengalami penggabungan paksa; walaupun untuk itu mereka harus bergerak secara ‘bawah tanah’ dan sembunyi-sembunyi.

    The Blue Water Rule

    Ketua the Center for World Indigenous Studies, Rudolph C. Ryser, juga mengakui kerumitan masalah penentuan nasib sendiri untuk dijadikan agenda PBB. Salah satu penyebabnya, menurut dia, dalam sebuah tulisan yang dimuat di intercontinentalcry.com, adalah apa yang dikenal sebagai The Blue Water Rule, yang termaktub dalam Resolusi PBB No 637 VII. Dalam resolusi tersebut, negara-negara anggota PBB sepakat bahwa bangsa-bangsa yang berada di dalam wilayah negara-negara anggota PBB tidak boleh mendapatkan kemerdekaan melalui proses penentuan nasib sendiri.

    Sampai sejauh ini, Papua tidak termasuk dalam kategori wilayah yang tanpa pemerintahan (Non-Self-Governing Territories) pada Komite Dekolonisasi PBB. Hanya ada 17 teritori yang sudah terdaftar, yaitu Western Sahara, Anguilla, Bermuda, British Virgin Islands, Cayman Islands, Falkland Islands, Montserrat, Saint Helena, Turks and Calcos Islands, United States Virgin Islands, Gibraltar, American Samoa, French Polynesia, Guam, New Caledonia, Pitcairn dan Tokelau.

    Sementara itu, menurut Ryser, ada sejumlah teritori lainnya yang diketahui menuntut referendum dari negaranya. Di antaranya Catalonia (Spanyol), Kurdistan (Irak), Palestina (Israel), Biafra (Nigeria), Papua (Indonesia), Baluchistan (Pakistan), Uyghuristan (Tiongkok), Pasthunistan (Afghanistan), Crimean Tartars (Rusia), Qom (Argentina).

    “Ada banyak bangsa yang tidak setuju untuk diperintah oleh negara yang menguasainya namun PBB dengan dipelopori oleh AS pada tahun 1952 mendorong untuk secara permanen mencegah bangsa-bangsa tersebut memisahkan diri dari ‘hubungan yang tidak menyenangkan dengan negara yang sekarang melingkupinya,” kata Ryser.

    Menurut Ryser, Blue Water Rules seharusnya dihapuskan di PBB.

    Di tengah rumitnya mekanisme di PBB tersebut, ULMWP dalam siaran persnya mengatakan akan tetap menempuh mekanisme PBB dalam memperjuangkan hak menentukan nasib sendiri Papua.
    Editor : Eben E. Siadari

  • Amunggut Tabi: ULMWP Akan Dikecilkan NKRI Sebagai Sekelompok Orang Papua di Luar Negeri Saja

    Menanggapi perkembangan politik regional belakangan ini, dari Markas Pusat Pertahanan (MPP) Tentara Revolusi West Papua (TRWP) menyampaikan pesan singkat kepada Papua Merdeka News (PMNews) bahwa ada peluang NKRI akan mengecilkan posisi representasi ULMWP bagi bangsa Papua.

    Catatannya berbunyi,

    Tolong dikasih tahu, bahwa isu dari PIS (Papua Intelligence Service) mengatakan PNG sudah setuju dengan NKRI bahwa ULMWP tidak mewakili semua komponen bangsa Papua di West Papua. ULMWP harus ambil langkah-langkah melibatkan semua komponen di dalam negeri. Sekian!

    PMNews mengajukan pertanyaan balik kepada MPP TRWP mempertanyakan apa yang harus dilakukan oleh ULMWP saat ini, dan dibalas dengan singkat,

    Sudah kasih tahu mereka banyak kali, sudah lama kita bicara to, jadi mau bicara apa lagi? Pakai bahasa apa lagi? Dalam kondisi apa lagi ktia harus bicara? Semua sudah dimuat di PMNews, to? Atau ada pesan kami yang tidak pernah dimuat di situ?

    PMNews membalasnya bahwa belakangan ini sebenarnya PMNews banyak berkeberatan menyiarkan banyak informasi dari PIS, tetapi karena diperintahkan oleh MPP TRWP, maka terpaksa disiarkan.

    Dibalas dari MPP TRWP bahwa pesan-pesan yang dikirim ke PMNews itu pesan untuk konsumsi publik, bukan bersifat rahasia. Kita jangan jadikan perjuangan Papua Merdeka sama dengan janji kedatangan Yesus kedua kali yang tidak tahu tanggal dan bulan berapa, selalu dijadikan barang keramat dan barang sulit disebut, dijamah, diramal. Papua Merdeka harus dibawa keluar, ke ruang publik, ke diskusi publik, ke pengetahuan publik, ke debat publik, bukan hanya di blog dan facebook.com tetapi di semua kampung, di hutan, di kantor, di mobil, di perahu, …

    PMNews tidak bisa menahan pertanyaan sehingga, dalam rangka mengakhiri pesan ini, PMNews tanyakan “Kira-kira bisa disebutkan satu saja langkah terpenting sekarang?” Maka jawaban yang disampaikan adalah sbb.:

    Satu? Pertama-tama ULMWP harus membuka pendaftaran keanggotaans supaya PDP, LMA, DAP, DeMMAK, AMP, MRP, KNPB, dan lain-lain semua mendaftarkan diri menjadi anggota ULMWP. Itu dulu. Kalau minta satu saja itu dulu. Begitu baru bicara “saya mewakili West Papua”. Kalau tidak, dasarnya apa? Ini bukan panggung sulap! Ini panggung politik real.

     

  • Amunggut Tabi: Yang Mau Panglima Gerilyawan Bersatu ialah BIN/NKRI

    Menanggapi analisis Papua Merdeka News (PMNews) dalam artikel sebelumya, yang diusulkan sebelumnya kepada Tentara Revolusi West Papua (TRWP) beberapa hari lalu, ini tanggapan dari TRWP kepada PMNews.

    Dalam artikel Anda ditulis:

    Agenda mempersatukan komando dan panglima perjuangan Papua Merdeka ialah sebuah agenda NKRI yang telah diluncurkan sejak tahun 1998, yang sampai hari ini belum berhasil. Yang paling terakhir, mereka berusaha membujuk Gen. Kelly Kwalik, tetapi beliau menolak, maka beliau dibunuh secara tidak terhormat, atas pancingan dari anak keponakannya sendiri.

    Saat ini, lewat ULMWP , agen BIN/NKRI mendesak kepada pucuk pimpinan ULMWP, supaya semua komandan dan panglima gerilyawan di Rimba New Guinea harus dipersatukan, karena NKRI sudah punya setelan dan akses langsung kepada sejumlah panglima di Tanah Papua, sehingga pada saat disatukan, mereka dapat mengendalikan komando dari dalam negeri, demi mempertahankan NKRI di atas Tanah Papua.

    Analisis ini sangat benar. Yang NKRI mau ialah Panglima Perang di hutan menjadi satu dalam komando, supaya mereka bisa main bayar, mereka bisa main sogok, mereka juga bisa main bunuh, dan dengan demikian masalah perjuangan ini berhenti total.

    Mereka kan sudah lama kejar Bapak Gen. TRWP Mathias Wenda, sudah lama kejar Bapak Gen. Bernardus Mawen, Bapak Gen. Kelly Kwalik, akhirnya mereka sudah bunuh yang lain dengan sukes. Mereka gagal total mendekati para panglima yang berdiri sungguh-sungguh di atas kebenaran.

    NKRI/BIN tahu bahwa mereka tidak akan sanggup mempersatukan para gerilyawan dalam satu komando, oleh karena itu mereka masuk ke dalam ULMWP lewat anak mantu mereka, informan mereka, so-called pejuang Papua Merdeka yang ignorant dan memanfaatkan mereka sebagai pemberi informasi.

    ULMWP harus tahu, siapa saja, dari hutan, dari kota, dari dalam negeri dari luar negeri, siapa saja yang bicaranya seperti memaksa, bicara seperti mendesak dan sampai mengancam ULMWP atau tokoh Papua Merdeka atas nama gerilyawan atau atas nama Papua Merdeka atau atas nama OPM, maka dipastikan bahwa mereka itulah kaki-tangan lawan politik Papua Merdeka.

    Kami dari TRWP sangat heran membaca laporan dari Republik Vanuatu, di mana salah satu hasil rapat mengatakan bahwa ULMWP menginginkan para panglima di hutan New Guinea supaya bersatu dalam satu komando.

    Pertanyaan kami,

    “ULMWP itu statusnya apa sehingga bisa memerintahkan para panglima gerilyawan yang sudah puluhan tahun berada di hutan mempertaruhkan nyawa untuk Papua Merdeka?”

    ULMWP harus menunjukkan kepemimpinannya, harus menunjukkan diri sebagai organisasi modern dan profesional, yang dapat dipercaya oleh dunia internasional untuk mewakili Negara West Papua sebagai sebuah “government-in-waiting”, baru bisa bicara tentang organisasi yang sudah melahirkan ULMWP itu sendiri.

    Ini anak baru lahir, sudah berani suruh induknya ganti celana? Tidak tahu malu. Sangat tidak sopan.

    Kalau belum “behave” dan “show up” sebagai sebuah lembaga persiapan pemerintahan negara, maka jangan cepat-cepat memerintahkan organisasi yang sudah lebih dari setengah abad berjuang untuk Papua Merdeka.

    Yang harus dipersatukan ialah organisasi politik dan representasi sosial-budaya West Papua, yaitu:

    1. PDP (Presidium Dewan Papua)
    2. DAP (Dewan Adat Papua)
    3. DeMMAK (Dewan Musyawarah Masyarakat Adat Koteka)
    4. WPIA (West Papua Indigenous Association)
    5. WPNA (West Papua National Authority
    6. WPNCL (West Papua National Coalition for West Papua)
    7. NRFPB (Negara Republik Federal West Papua)

    Kemudian semua lembaga ini harus menerima PNWP (Parlemen Nasional West Papua) sebagai lembaga parlemen West Papua dan ULWMP (United Liberation Movement for West Papua) sebagai lembaga pemerintahan untuk Negara Republik West Papua.

  • ULMWP Stop Sibuk yang Lain: Harus Mempersatukan Program dan Langkah-Langkah

    Ada sejumlah hal berkembang di kalangan aktivis Papua Merdeka, menyebarkan berita dan email secara terbuka dan tertutup, berisi berbagai isu dan hasil diskusi yang dilakukan ULMWP selama ini. Dari PIS (Papua Intelligence Service) didapati pesan-pesan bahwa BIN/ NKRI sudah aktiv bekerja, dan kini bergerilya dengan bebas di dalam ULMWP.

    Berikut beberapa indikatornya:

    Indikator pertama ialah memerintahkan ULMWP untuk segera mempersatukan para panglima dan komandan gerilyawan di rimba New Guinea.

    Agenda mempersatukan komando dan panglima perjuangan Papua Merdeka ialah sebuah agenda NKRI yang telah diluncurkan sejak tahun 1998, yang sampai hari ini belum berhasil. Yang paling terakhir, mereka berusaha membujuk Gen. Kelly Kwalik, tetapi beliau menolak, maka beliau dibunuh secara tidak terhormat, atas pancingan dari anak keponakannya sendiri.

    Saat ini, lewat ULMWP , agen BIN/NKRI mendesak kepada pucuk pimpinan ULMWP, supaya semua komandan dan panglima gerilyawan di Rimba New Guinea harus dipersatukan, karena NKRI sudah punya setelan dan akses langsung kepada sejumlah panglima di Tanah Papua, sehingga pada saat disatukan, mereka dapat mengendalikan komando dari dalam negeri, demi mempertahankan NKRI di atas Tanah Papua.

    Apakah Oktovianus Motte dan Benny Wenda tahu hal ini? Tentu saja tidak. Dari segala hal yang mereka lakukan belakangan ini menunjukkan, mereka justru melangkah ke arah skenario NKRI.

    Indikator kedua, para pejabat ULMWP lebih sibuk bicara tentang siapa SekJend, Siapa Jubir, siapa Dubes, siapa Kepala Kantor dan sebagainya. Tidak ada satu-pun dari personnel inti ULMWP yang menyampaikan visi/ misi dan program yang jelas dan gamplang, profesional dan tertulis jelas kepada bangsa Papua dan kepada para negara Melanesia yang mendukung Papua Merdeka.

    Kita menjadikan perjungan Papua Merdeka sama dengan nuansa “kedatangan Yesus untuk kedua kalinya”, semuanya serba rahasia, semuanya serba tidak pasti, semuanya serba raba-raba. Semua orang tahu Yesus akan datang, semua orang tahu dunia akan kiamat, tetapi siapa tahu kapan itu akan terjadi? Semua orang West Papua diberitahu, semua orang Melanesia diberitahu West Papua mau merdeka, tetapi kapan, bagaimana? Tidak jelas.

    Masing-masing pimpinan ULMWP merasa curiga, merasa tidak percaya, merasa tidak bisa kerjasama. Belum dilakukan usaha-usaha kerjasama, ktai sudah punya kesimpulan bahwa kita tidak bisa kerjasama. Dan oleh karena itu kita beranggapan pemimpin yan gada harus diganti.

    • Wahai bangsa Papua, ini namanya Politik devite et impera, politik adu-domba ajaran Belanda yang digunakan NKRi saat ini.
    • Wahai pimpinan ULMWP, siapapun yang mengajak engkau untuk mengatur pergantian pengurus, hendak-lah kau hardik dan katakan, “Enyahlan engkau wahai iblis, karena saya pemimpin bangsa Papua, tunduk kepada aturan kebersamaan dengan prinsip “Ap Panggok“. (Ap panggok adalah filosofi perjuangan Koteka, yang artinya perjuangan saya sukses karena perjuangan-mu, bukan karena perjuanganku semata).

    Indikator ketiga, ULMWP masih bermental budak, tidak sama dengan para pemimpin perjuangan kemerdekaan Timor Leste. Indikator utama mental budak ULMWP ialah “lebih percaya kepada kulit putih dan negara-negara barat daripada percaya kepada diri sendiri dan ras dan bangsa sendiri!’

    Kalau orang barat bilang, “Kita ke Geneva, bicara HAM, maka ULMWP ke sana, ramai-ramai ke sana.” Kalau dunia barat perintahkan, “Jangan pakai kata revolusi dalam organisasi atau undang-undang West Papua“, maka mereka berikan komentar seolah-olah mereka paham atas apa yang dimaksudkan sang majukannya.

    Mental budak yang lain ialah selalu melihat NKRI dan sekutunya ialah penentu kemerdekaan West Papua, penghambat kemerdekaan West Papua, penyebab penderitaan bangsa Papua. Budak tidak punya kemerdekaan, ia bertugas bekerja untuk majikannya. Ia tidak punya pilihan. Sama saja. ULMWP menjadi tak punya kemerdekaan pada dirinya sendiri. Ia berdiri untuk menyalahkan NKRI dan sekutunya.

     

    ULMWP Harus Medeka Dulu untuk Memerdekakan Bangsa Papua

    Untuk merombak nasib ULMWP seperti ini, sudah saatnya pertama-tama, ULMWP tampil sebagai sebuah organisasi yang profesional. Ciri-ciri organisasi modern, atau profesional ialah

    Pertama, ULMWP harus punya aturan main yang jelas. Dalam hal ini ULMWP tidak tepat memiliki Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), karena ULMWP adalah sebuah lembaga perwakilan dari sebuah bangsa dan negara dalam penantian, bukan sebuah LSM. Oleh karena itu, ULWMP harus memiliki sebuah Undang-Undang Republik West Papua, entah itu mau dikatakan “Sementara” karena takut menggunakan “Revolusi” atau nama apa saja tidak menjadi masalah.

    Yang penting ULMWP harus memiliki Undang-Undang, bukan AD/ART.

    Dalam Undang-Undang inilah ditentukan semua hal tentang kenegaraan dan pemerintahan West Papua, termasuk masa jabatan, syarat-syarat pejabat dan pemimpin, pejabat negara, dan semua hal tentang kenegaraan dan pemerintahan Republik West Papua.

    Dengan demikian ULMWP tidak perlu kita bermentalitas Melayo-Indos yang tiap bari berpikir dan bergerak untuk merebut jabatan, tetapi tidak pernah berpikir murni untu membangun NKRI. Waktu dan tenaga kita akan habis untuk memperebutkan jabatan, bukan untuk memperjuangkan Papua Merdeka.

    Kedua, ULMWP harus membuka pendaftaran bagi atau mengundang untuk bergabung kepada organisasi orang Papua lain di mana-pun mereka berada untuk mendaftarkan diri. Pertama-tama, ULMWP harus mengundang Presidium Dewan Papua (PDP) dan memberikan posisi yang layak. Kedua ULMWP harus memberikan undangan dan status yang jelas kepada Dewan Adat Papua (DAP), dan Dewan Musyawarah Masyarakat Adat Koteka (DeMMAK). ULMWP juga harus memberikan status yang jelas terhadap West Papua Indigneous Peoples Association (WPIA) dan West Papua National Authority (WPNA).

    Selama ini kita berjuang sangat memboroskan tenaga. Kita sendiri bangun sebuah organiasi perjuangan baru, lalu besoknya kita sendiri bunuh mati organisasi kita. West Papua bukan hanya terkenal dengan panggilan “tukang makan orang”, tetapi kita juga seharusnya dikenal dunia sebagai “tukang makan organisasi sendiri”. Kita kanibal politik (political cannibalist) murni sedunia.

    Ketiga, ULMWP harus menulis sebuah “Scientific Paper”, karya ilmiah tentang perjuangan kemerdekaan West Papua.  Di dalam karya ilmiah ini, tercantum garis besar kebijakan, wajah negara West Papua, pemerintahan Negara West Papua, Kantor Pusat Koordinasi perjuangan Papua Merdeka, Profile dan Kontak Resmi Sekretariat ULMWP.

    Alm. Dr. OPM John Otto Ondowame dan Prof. Glen Ottow Rumaseuw, MWS serta tulisan Alm. Sem Karoba telah memberikan gambaran ilmiah sebagai pijakan untuk dipakai dalam membangun “Negara West Papua”, yang dikemas dan dipresentasikan oleh ULMWP sebagai “pemerintahan bayangan dari “Negara Republik West Papua”.

  • Dari MPP TRWP, Amunggut Tabi Serukan Dukung Filep Karma tur keliling Jawa

    Filep Jacob Semuel Karma, TAPOL/NAPOL Papua Merdeka, kini berada di pulau Jawa, berkeliling memobilisasi dukungan dari masyarakat Indonesia untuk penentuan nasib sendiri bangsa Papua. Membaca pemberitaan yang disampaikan TabloidJubi.com maka kami dengan bangga mendukung langkah-langkah yang dilakukan Filep Karma saat ini.

    Sekretariat-Jenderal TRWP menyerukan agar mahasiswa Papua yang berada di perantauan, terutama di Pulau Jawa dan Bali, dan Sulawesi agar mendukung dengan berbagai cara, lewat doa, tenaga, dana dan airmata, atas apa yang dilakukan salah satu tokoh Papua Merdeka hari ini.

    Sepeningganan Theys Eluay, Willy Mandowen, Thom Beanal (peinsiun), Nicolaas Jowe (peinsiun), Nick Messet (peinsiun), Fransalbert Joku (peinsiun), Alex Derey (peinsiun), Jams Nyaro (alm.), Jacob Prai (peinsiun), Otto Ondawame (alm)., Andy Ayamiseba (peinsiun), dan banyak tokoh lainnya, maka kita punya tokoh Papua Merdeka yang sudah tampil ke depan, mengorbankan semua-muanya, berjuang murni untuk Papua Merdeka, antara lain

    • Benny Wenda,
    • Filep Karma
    • Buktar Tabuni
    • Oktovianus Mottee
    • Jacob Rumbiak
    • Markus Haluk
    • Forkorus Yaboisembut
    • Edison Waromi

    dan banyak lagi yang tidak dapat kami sebutkan, yang sudah nyata tidak dapat diragukan lagi, lewat organisasi seperti

    • ULMWP
    • PNWP
    • KNPB
    • WPNA
    • NRFPB
    • DAP
    • PDP
    • DeMMAK
    • IPWP
    • FWPC
    • WPNCL
    • WPPRO
    • ILWP

    dan banyak lainnya yang tujuan pendiriannya ialah memperjuangkan kemerdekaan West Papua harus bergabung bersama, dan mendayung dalam satu irama.

    Mari kita bersatu dalam kata dan langkah.

    Untuk saat ini, kami mengundang mari kita dukung kegiatan Filep Jacob Semuel Karma di pulau Jawa saat ini. Mari kita bangun kebersamaan, samakan irama dan nada, karena kita sudah punya lagu perjuangan yang sama.

  • ULMWP Seharusnya Sudah Melangkah Membentuk Pemerintahan Negara Republik West Papua

    ULMWP Seharusnya Sudah Melangkah Membentuk Pemerintahan – Jangan Jadi Aktivis Papua Merdeka Abadi adalah kalimat yang diucapkan seorang pejuang Papua Merdeka menindak-lanjuti kemenangan-kemenangan beruntun di kawasan Pasifik Selatan selama dua tahun terakhir.

    Orang Papua dikenal dengan “bersenang-senang di arena pertempuran“, dan tidak mau merayakan kemenangan. Kemenagnan tidak dianggap, masalah yang dianggap. Ini salah satu dari banyak ciri khas yang disebut Dr. Benny Giay sebagai bangsa yang “memenuhi syarat untuk dijajah“.

    Ini sebab utama kenapa Timor Leste yang berjuang belakangan sudah merdeka lebih duluan.

    Ciri pertama aktivis yang senang terus menjadi aktivis ialah otak dan pemikirannya selalu mencari kesalahan orang lain, baik kesalahan teman, kesalahan orang Papua, dan kesalahan NKRI. Karena penuh dengan pikiran tentang kesalahan orang lain, akibatnya tidak ada ruang cukup untuk memikirkan solusi. Hasilnya perjuangan Papua Merdeka akan menjadi hiasan dinding hati orang Papua dari generasi ke generasi. Orang tua kita yang memulai perjuangan ini, mati dalam hati yang penuh derita dengan kemarahan besar terhadap NKRI. Anak-anak mereka mewarisi emosi itu, dan terus saja bergulat di dalam emosinya, mengharapkan Australia, Amerika Serikat dan Inggris membawa solusi.

    Kita lebih senang memikul masalah, dan solusinya kita serahkan kepada orang lain, bangsa lain, negara lain.

    Tentu saja ada banyak masalah lain yanng menjadi tantangan dalam perjuanganini, seperti bangunan sosial, budaya, kondisi geografis yang membedakan dan cukup menghambat. Akan tetapi sudah beberapa kali dipetakan dan disebuatkan bahwa bangsa Papua sebagai sebuah entitas identitas tidak dihambat oleh hal-hal fisik. Sebuah tulisan yang katanya ditulis oleh George Aditjondro, padahal bukan dia yang tulis ini, “10 Alasan Orang Papua Sendiri Tidak Jelas dalam Sikapnya, Padahal Banyak Orang Indonesia Mendukung Papua Merdeka”

    Ini hal yang penting untuk dipikirkan dan ditindak-lanjuti oleh PNWP, ULMWP dan NRFPB, WPNA, TRWP, TPN PB, DeMMAK, KNPB dan semua orang perjuangan Papua Merdeka yang selama ini berjuang untuk Papua Merdeka.

    Kalau kita potong semua waktu memikirkan, membahas, memposting, mentweet dan meng-FB langkah-langkah NKRI, tindakan NKRI, perkataan NKRI, dan fokus kepada perjuangan Papua Merdeka, maka seharusnya Papua sudah merdeka jauh sebelum Timor Leste Merdeka. Itu teorinya. Tetapi realitasnya apa?

    Apakah generasi saat ini mau mengulangi kesalahan orang tua mereka?

    ***

     

    Alasan utama kita berjuang seperti ini, karena orang tua kita mewariskan masalah ini, kita dikandung, dan dilahirkan dalam masalah hubungan West Papua – NKRI, dan kita tidak tahu solusinya.

    Alasan kedua karna kita sendiri sudah menjadi mahir dalam menjadi aktivis, sehingga walaupun sudah mendekati membentuk pemerintahan-pun kita masih bersikap, berpakaian, bertutur-kata, sebagai aktivis.

    ULMWP itu bukan lembaga aktivis, itu lembaga politik. Dan lembaga politik itu sudah diakui oleh negara-negara di Pasifik Selatan sebagai negara maupun sebagai organisasi negara-negara di Pasifik Selatan.ULMWP bukan bertujuan hanya untuk memngkampanyekan pelanggaran-pelanggaran HAM, dan kalau NKRi membayar denda pelanggaran HAM dan memperbaiki kondisi di West Papua maka ULMWP harus berhenti di situ.

    ULMWP adalah sebuah wadah yang sudah matang, sudah harus melangkah cepat, sudah harus mensyukuri atas kemenangan yang telah dianugerahkan oleh Tuhan. Bentuk ucapan syukur itu ialah melayakkan perjuangan ini menjadi sebuah perjuangan punya kekuatan tawar-menawar dengan NKRI.

    Pasti, ULMWP sebagai sebuah lembaga perjuangan saja, tidak akan punya kekuatan hukum apa-apa menggugat NKRI. NKRI-pun akan memandang ULMWP hanya sebagai kelompok orang Papua frustrasi dan pemberontak pemerintah, ang pada suatu waktu akan bertobat dan kembali ke Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, seperit yang sudah dilakukan Nick Messet, Fransalbert Joku dan Nicolaas Jouwe.

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?