Tag: Dasar Papua Merdeka

  • Para Pejuang Papua Merdeka Harus Merdeka Dulu dari Tiga Penjara Pribadinya ini…

    Para Pejuang Papua Merdeka Harus Merdeka Dulu dari Tiga Penjara Pribadinya ini…

    Dari Markas Pusat Pertahanan, General TRWP Amunggut Tabi menyampaikan sambutan dalam upacara resmi pada tanggal 04 Oktober 2018 di Markas Pusat Pertahanan (MPP) Tentara Revolusi West Papua (TRWP) bahwa pada saat ini banyak pejuang Papua Merdeka yang masih menjadi budak, masih terpenjara, masih dijajah oleh dirinya sendiri, akan tetapi bicara di depan bangsa Papua dan bangsa lain di dunia dia berjuang untuk Papua Merdeka.

    “Bagaimana mungkin seorang yang masih hidup di dalam penjara buatannya sendiri bisa bicara memerdekakan bangsa Papua, Negara West Papua?”

    Dengan tegas Gen. Tabi katakan,

    “Oran g Papua yang sudah merdeka sebagai individu yang bisa berjuang untuk bangsa Papua dan negara West Papua Merdeka! Kalau belum, sayang kita saling menipu, pertama-tama menipu diri sendiiri, kedua menipu tetangga dan sanak-keluarga, ketiga menipu bangsa sendiri, keempat menipu bangsa-bangsa lain di Melanesia, kelima bangsa lain dunia, dan tereakhir, menipu Tuhan yang membenci para penipu dan mengatakan Iblis bapa segala pendusta.

    Selanjutnya Gen. Tabi menjelaskan pertama banyak orang Papua yang terpenjara oleh nafsu-nya. Ia digiring semata-mata oleh nafsu pribadinya, mengatasnamakan dan menggunakan nama Papua Merdeka, padahal dia sendiri sedang melakukan perintah dari “nafsu”nya sendiri, dia sendiri sedang menjalankan tugas-tugas budak nafsunya sendiri. Orang Papua pikir dia bersemangat, dia pertaruhkan nyawa, dia hebat bicara berkoar-koar dan berapi-api. Padahal yang dia sedang lakukan adalah memenuhi nafsunya sendiri, bukan berbicara karena mencintai bangsanya. Ini suara-suara manusia tahanan.

    Test case!

    1. Coba kalau jago melawan NKRI, hentikan keterikatan Anda dengan rokok dan alkohol! Kalau tidak sanggup, jangan Anda pikir akan sanggup mengalahkan NKRI!
    2. Coba kalau mampu melawan NKRI,hentikan keterikatan Anda dengan nafsu birahi, tiap hari cerita perempuan dan kawin mengawini sembarangan, tidak bertanggung-jawab, atas nama revolusi Papua Merdeka, dengan alasan-alasan ikutannya bahwa pejuang harus punya banyak isteri di sana-sini.
    3. Coba kalau sanggup melawan NKRI hentikan nafsu makan nasi, dan makanan-makanan buatan Melayu, dan seratus persen hidup dari makanan asli Tanah Papua.

    “Kalau tidak sanggup, ya, stop bicara Papua Merdeka!”

    Selain tahanan nafsu, Gen. Tabi melanjutkan jenis tahanan/ budak kedua ialah orang Papua yang masih terpenjara oleh emosinya sendiri, yaitu psikologi pribadi, apa yang dirasakannya, diduganya, diharapkannya, dipercayanya, dan seterusnya. Jadi, dia berusaha melepaskan diri dari berbagai macam persoalan mental dan psikologis pribadinya sendiri. Melampiaskan kekesalannya terhadap orang tua, melarikan diri dari kasus hukum dan persoalan yang diciptakannya, menjadikan Papua Merdeka sebagai “excuse” saja. Perjuangan yang dilakukannya adalah perjuangan menentang dirinya sendiri, logikannya sendiri, emosinya sendiri.

    Para pejuang Papua Merdeka haruslah sudah merdeka dari berbagai macam rasa. Pertama-tama harus merdeka dari rasa takut dalam bobot, bentuk dan jenis apa-pun: takut mati, takut dibunuh, takut disiksa, takut dipenjara, takut ular, takut gelap, takut tikus atau apa-apa saja. Semua rasa takut. Para pejuang Papua Merdeka juga harus bebas dari rasa takut terhadap pasangan hidup suami-isteri. Pemimpin Papua Merdeka penakut suami-isteri adalah orang-orang tahanan yang sebenarnya berjuang untuk melepaskan diri dari penjara suami atau isteri, tetapi dia bicara Papua Merdeka sebagai bagian dari pembebasan dirinya sendiri.

    Ada juga orang Papua yang menderita secara psikologis. Misalnya mereka yang sudah beristeri-bersuami dengan orang Indonesia, mereka juga berbicara Papua Merdeka atau bicara tentang Papua, etnis Melanesia dan HAM orang Papua sebagai kompensassi mental atas apa yang dilakukannya secara fisik, yaitu mengawini orang Melayu dan melahirkan keturunan orang Melayu, mematikan Ras Melanesia. Mereka bicara berkoar-koar, padahal sebenarnya dalam rangka memerangi perbuatannya sendiri, bukan semata-mata menentang pemusnahan etnis oleh NKRI.

    Penjara ketiga ialah rasional dan mentalitas pejuang Papua Merdeka sendiri haruslah bebas dari keraguan, kebingunan, kerancuan, ketidak-pastian, dan sejenisnya.

    Amuggut Tabi katakan,

    Pejuang Papua Merdeka yang hanya emosional dan mengedepankan nafsu tanpa pemikiran rasional akan selalu berprasangka buruk terhadap sesama pejuang Papua Merdeka, menyebarkan gosip kiri-kanan, menyalahkan orang lain yang artinya membenarkan dirinya atau kelompoknya sendiri.

    Selain menebar gosip dan permusuhan, orang-orang yang tidak merdeka secara rasio akan nampak mengatakan hal-hal secara tidak teratur, tanpa bukti yang jelas, dengan dasar gosip dan kabar angin, selalu berspekulasi dan sering menyebarkan bau busuk dari hati dan mulutnya, dan jangan lupa, “mengkleim dirinya dan kelompoknya yang paling benar dari semua”. Ini jelas ciri-ciri dari manusia Papua yang terpenjara oleh pemikirannya sendiri.

    Pejuang Papua Merdeka yang masih dalam penjara pemikirannya sendiri tidak saja membenarkan dan membesar-besarkan dirinya, ia juga sebenarnya kabur dalam apa yang dilakukannya. Ia tidak punya gambaran yang jelas tentang apa itu Papua Merdeka, bagaimana mencapai Papua Merdeka, kapan Papua Merdeka itu akan terjadi dan seterusnya. Ia sendiri masih tertpenjara di belantara pemikirannya yang sangat kabur.

    Pejuang yang masih ada dalam penjara pemikirannya sendiri juga selalu tampil tidak optimis, selalu berwajah gelisah dan penuh dengan marah, selalu membawa “kabar buruk”.

    Orang begini kenapa bicara dan berjuang untuk Papua Merdeka?”, demikian tanya Tabi.

    Menutup briefing-nya Gen. Tabi menanyakan kepada pasukannya,

    “Sekarang tanyakan sendiri, dan jawab sendiri, nangan tanya orang lain, jangan pikir tentang orang lain, tanyakan kepada diri sendiri dan jawab kepada diri sendiri. Setelah itu putuskan, apakah saya layak menjadi pejuang Papua Merdeka, ataukah saya penipu atas diri sendiri, kepada  suku, bangsa dan keluarga sendiri, kepada orang Melanesia, atau manusia di dunia dan menipu kepada Tuhan.

    Jawabnya,  “Jangan-jangan membuat Papua belum merdeka bulan NKRI, tetapi kita sendiri yang menyebut diri sebagai pejuang Papua Merdeka?”

     

  • Khawatir Sejarah RI Berubah, Sejarawan UI Ini Tolak Riset Belanda

    Khawatir Sejarah RI Berubah, Sejarawan UI Ini Tolak Riset Belanda

    Jakarta – Riset Belanda soal kekerasan dalam perang kemerdekaan di Indonesia memunculkan kontroversi. Mereka bakal menyoroti periode Bersiap yang penuh kekerasan. Sejarawan dari Universitas Indonesia (UI) ini menolak penelitian yang diinisiasi tiga lembaga Belanda ini.

    Penelitian itu bertajuk ‘Dekolonisasi, kekerasan, dan perang di Indonesia, 1945-1950’, menggunakan dana 4,1 juta Euro. Penelitian dimulai pada September ini.

    “Saya dengan teman-teman angkatan ’45 menolak. Karena, borok itu mestinya dikompres biar adem. Tapi kalau dicutik pakai lidi, bisa bengkak,” kata sejarawan dari UI, Rushdy Hoesein, saat berbincang dengan detikcom, Senin (18/9/2017). 

    Dia telah merintis Yayasan Ermelo beranggotakan para veteran perang divisi Siliwangi. Mereka telah menjalin hubungan baik dengan veteran Belanda yang dulu juga berdinas di Indonesia dan bermusuhan dengan tentara Siliwangi.

    Ketika Indonesia Dalam Agresi Belanda (Foto: Thecreatorsproject)
    Ketika Indonesia Dalam Agresi Belanda (Foto: Thecreatorsproject)

    Terbentuknya yayasan itu diawali tahun 1996, sekitar 50 veteran Siliwangi berkunjung memenuhi undangan Belanda. Kemudian hubungan kedua veteran menjadi baik sebagai sesama mantan ‘wappen broeder’ alias sesama ‘pemanggul senjata’. Maka konflik masa lalu sebaiknya tak dikorek-korek kembali.

    “Forgive but not forget, Bahasa Inggris-nya. Kami mengangagap masalah itu sudah selesai tapi kami tidak akan lupa,” tutur Rushdy.

    Khawatir Soal Kemerdekaan hingga Papua

    Namun penolakan Rushdy terhadap penelitian itu punya alasan yang lebih jauh. Ini menyangkut sejarah kemerdekaan Indonesia yang selama ini dipercayai benar adanya. Sejarah yang mapan ini bisa tergoyang oleh riset Belanda.

    Belanda adalah negara yang punya banyak simpanan bukti-bukti sejarah Indonesia, ini bakal jadi senjata utama saat berhadapan dengan peneliti Indonesia. Bila borok itu terus dikorek, khawatirnya sejarah Indonesia bisa berubah. Soalnya, Indonesia kurang data bila hendak mempertahankan sejarahnya.

    “Kita memiliki data banyak yang amburadul dan banyak hoax-nya. Tentu dalam penggarapan ini ya kita bisa kalah. Dan bisa-bisa kita akan menerima data-data yang mereka (Belanda) miliki. Akibatnya, sejarah Indonesia akan berubah nanti,” tutur Rushdy.

    Pria usia 72 tahun ini mencurigai Belanda ingin kembali menegakkan pendapatnya, bahwa kemerdekaan Indonesia itu bukan 17 Agustus 1945 melainkan 27 Desember 1949. “Maksud mereka, itu yang mereka perjuangkan,” kata Rushdy.

    Terlepas dari pandangan Rushdy ini, Menteri Luar Negeri Belanda Bernard Rudolf Bot menerima kemerdekaan Indonesia terjadi pada 17 Agustus 1945 lewat kehadiran dia pada upacara kemerdekaan RI pada 2005.

    Kembali ke Rushdy, hubungan Indonesia dengan Belanda memang sarat dengan relasi ‘cinta dan benci’. Dua hal itu ada momentumnya masing-masing dalam catatan sejarah.

    Bila sejarah masa dekolonisasi itu dibahas lagi oleh Belanda, maka hasil risetnya bisa melenceng ke mana-mana. Selain soal tanggal kemerdekaan RI, Belanda juga bakal mengungkit kembali hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) yang diteken Mohammad Hatta pada 2 November 1949.

    “Indonesia itu nakal katanya (Belanda), karena memutuskan hasil KMB secara sepihak dan meminta kembali Irian Barat. Dalam KMB, Irian tidak diputuskan sebagai wilayah Indonesia,” kata dia.

    Indonesia dari tahun 1952 sampai ’60-an juga mengambil alih aset Belanda yang berkaitan dengan Irian Barat, dan semua perusahaan Belanda dijadikan BUMN. Ini bakal diungkit Belanda dalam langkah selanjutnya bila penelitian ini berhasil.

    Tiga lembaga penelitian yang terlibat adalah Lembaga Ilmu Bahasa, Negara dan Antropologi Kerajaan Belanda (KITLV) dari Universitas Leiden, Lembaga Belanda untuk Penelitian Perang, Holocaust, dan Genosida (NIOD), dan Lembaga Penelitian Belanda untuk Sejarah Militer (NIMH).

    Penelitian terhadap masa dekolonisasi ini tak bisa dilepaskan dari karya Rémy Limpach berjudul ‘De Brandende Kampongs van Generaal Spoor (Kampung-kampung Jenderal Spoor yang Terbakar)’, juga karya Gert Oostindie berjudul ‘Soldaat in Indonesië (Serdadu di Indonesia)’. Para peneliti akan meneliti lebih lanjut klaim-klaim sejarah yang diajukan kedua karya tersebut.

    “Sing wis yo wis (yang sudah berlalu biarlah berlalu),” ujar Rushdy.
    (dnu/ams)

  • 10 Alasan Orang Papua Sendiri Tidak Jelas dalam Sikapnya, Padahal Banyak Orang Indonesia Mendukung Papua Merdeka

    Banyak Orang Indonesia Mendukung Papua Merdeka, Tetapi Ada 10 Alasan Orang Papua Sendiri Tidak Jelas dalam Sikapnya – Sebuah Catatan Editorial PMNews Melihat Fakta Lapangan Kampanye Papua Merdeka.

    Hari ini sekali lagi Dr. George Junus Aditjondro menyampaikan dukungan terbuka, tertulis maupun lisan, “Dukungannya terhadap perjuangan Papua Merdeka”. Tulisan bukunya berjudul “West Papua: Persoalan Internasional”.

    Berikut catatan dari Editorial PMNews tentang 10 Jenis Orang Papua yang menentukan dan menghambat perjuangan Papua Merdeka.
    Aditjondro katakan,

    “Hanya referendum yang dapat menentukan apakah orang Papua masih ingin menjadi bagian dari Indonesia atau tidak,” ujar George saat peluncuran buku diskusi dalam peluncuran buku berjudul “West Papua: Persoalan Internasional“, di Kontras, Jakarta, Kamis (3/11/).

    Dukungan ini bukan baru dari seorang Aditjondro, dan bukan hanya untuk West Papua, tetapi merupakan dukungannya yang konsisten terhadap penderitaan umat manusia dan bangsa-bangsa terjajah di muka Bumi. Dukungannya terhadap bangsa rumpun Melanesia lain di Timor Leste telah berhasil, dan kini tanpa lelahnya Aditjondor terus memberikan dukungan-dukungan kepada bangsa-bangsa terjajah, demikian kata
    Kalau kita saksikan di lapangan ada saja ketidakberdayaan dan ketidakpercayaan, malahan penolakan orang Papua sendiri terhadap aspirasi manusia, hewan, tumbuhan dan semua makhluk Bumi Cenderawasih untuk melepaskan diri dari kekangan penjajah NKRI. Ada beberapa jenis orang Papua, yang perlu kita cermati untuk membantu kita menyikapi dukungan-dukungan yang datang dari suku-bangsa lain di Indonesia.

     

    1. Orang Papua tidak percaya diri,

    Entah karena dia tidak berdaya secara fisik, mental maupun logikanya. Orang yang tidak percaya diri ini disebut Dr. Benny Giay sebagai, “Bangsa yang memenuhi syarat untuk dijajah.” Dari berbagai bangsa di dunia ini, golongan bangsa yang memenuhi syarat untuk dijajah ini jumlahnya sangat sendiri. Orang Papua yang tidak percaya diri perlu bertobat karena perjuangan ini bukan menyangkut kebencian atas dasar ras, agama, asal-usul atau pandangan politik, tetapi ini perjuangan demi harkat, martabat dan hargadiri serta demi kebenaran mutlak, sesuai prinsip moral, hukum dan demokrasi.

     

    2. Orang Papua malas tahu,

    Terutama karena dia sendiri punya banyak masalah secara pribadi ataupun kelompoknya sudah ada dalam masalah-masalah keluarga, marga, suku, partai politik, pemilukada, hutang-puiutang, kawin-cerai, perselingkungan, kebiasaan mabuk, narkoba, terkena HIV/AIDS.

    Ada juga orang Papua yang malas tahu karena dia bukan manusia berprinsip, tetapi ialah oportunis. Jadi dia tidak mau berterus-terang kepada dirinya dan kepada bangsanya tentang penderitaannya dan bagaimana menyelesaikannya. Ia lebih condong “cari kesempatan dalam kesempitan”.

    Orang-orang ini disebut “orang cari makan” saja, mereka sebenarnya tidak terlalu pusing dengan NKRI atau Papua Merdeka, yang penting buat mereka ialah apa yang mereka bisa dapat dari kedua-duanya atau dari salah-satunya. Yang dipikirkannya ialah “perut” dan “aku”nya, bukan kita dan sekaliannya.

    Orang jenis ini sebenarnya tidak dibutuhkan; malahan merugikan bagi pro NKRI maupun kontra NKRI. Tetapi terlanjur mereka sudah ada di dalam NKRI, mungkin mereka ada di dalam birokrasi NKRI, jadi mereka bermain di dalam NKRI, walaupun NKRI juga tahu mereka tidak berguna, tetapi mereka dijaga saja dalam rangka kleim bahwa ada orang Papua mendukung NKRI.

     

    3. Orang Papua cemas tetapi ragu

    Mereka memang cemas, dan selalu bertanya, “Kapan kita merdeka?”
    Keraguan terutama muncul karena dia sendiri tidak punya pendirian, percaya diri sendiri.

    Apalagi disodorkan dengan iklan-iklan kekuatan NKRI dari sisi jumlah, ditambah dengan iklan dengan kekuatan militer dan kepolisian dilengkapi dengan alat-alat militer yang serba-lengkap membuat orang Paupa yang cemas-cemas kapan kita merdeka, tetapi mereka semakin merasa ragu setelah melihat jumlah orang Indonesia begitu banyak dan kekuatan militernya begitu ganas dan mematikan.

    Orang Papua yang ragu bahwa West Papua akan atau pasti merdeka ialah mereka yang sudah selasai dari perguruan tinggi, yang gelarnya Sarjana Muda atau Sarjana. Pengetahuan mereka tidak seluas Indonesia, apalagi seluas ASEAN atau Oceania, mereka hanya memahami Papua dan kampung halaman mereka dan kantor di mana mereka bekerja. Mereka ini para raja di kolam kecil, tetapi mereka merasa diri sebaga raja sejagat. Mereka sudah punya pekerjaan, sudah punya gaji. Mereka ikuti geerak-langkah para pejuang Papua Merdeka, mereka juga berada di dalam garis komando NKRI. Mereka mampu membandingkan kekuatan kedua belah pihak. Makanya mereka tahu Papua harus merdeka, tetapi mereka meragukan impian itu akan terwujud. Mereka berhitung satu tambah satu samadengan dua, bukan satu atau tiga.

     

    4. Orang Papua percaya tetapi tidak sepenuhnya yakin

    Orang Papua ini satu kelas dengan “Orang Papua cemas tetapi ragu” tetapi ditambah lagi dengan “tidak yakin”, bukannya ragu.

    Dia percaya Papua itu pasti merdeka, cuma dia tidak yakin bagaimana nanti kemerdekaan itu terwujud, di samping kekuatan dan jumlah orang Indonesia yang melampaui kemampuan orang Papua dan perlengkapan untuk perlawanan yang tersedia. Ia percaya, tetapi tidak sepenuhnya yakin karena dia sendiri memikirkan perjuangan ini bagaikan sebuah Tim Sepakbola, seperti misalnya antara Persipura dengan 1000 pemain melawan Persidafon dengan 10 pemain. Padahal sebuah pertandingan sepak bola tidaklah begitu. Ada ketentuan, setiap klub harus menurunkan berapa orang dan berapa pemain yang bisa diganti, dan peraturan lainnya. Ia menjadi tidak yakin karena ia tidak tahu.

    Orang-orang ini juga hidup dalam dua prinsip, mendoakan pemerintah NKRI, sekaligus mendoakan Papua Merdeka, karena orang-orangnya ada di dalam pemerintah NKRI sebagai Camat, Bupati, dsb, dan juga orang-orangnya yang lain ada berjuang untuk Papua Merdeka. Motto mereka ialah, “Serahkan semuanya kepada Tuhan! Tuhan akan berkarya!”

    Mereka bisa disebut kaum oportunis, tetapi tidak sepenuhnya oportunis. Mereka juga tidak ragu, tetapi mereka sebenarnya tidak sepenuhnya percaya.

     

    5. Orang Papua yakin dan percaya tetapi tidak berani

    Di atas yang cemas tapi ragu dan percaya tetapi tidak yakin, ada orang Papua yang punya phobia, yaitu ‘takut mati’. Orang-orang Papua ini kebanyakan dibayangi oleh “trauma masa lalu”, “memoria passionis” yang kejam dan mengerikan di tangan NKRI.
    Mereka sebenarnya mendukung Papua Merdeka tetapi mereka sendiri tidak berani mengambil langkah atau mereka tidak mau terlibat dalam perjuangan ini. Ada juga karena memiliki “phobia” tertentu yang didasarkan kepada pengalaman sebelumnya atau cerita yang didengarnya dikaitkan dengan bayangan-bayanngan yang akan muncul ketika Papua Merdeka.

    Mereka inilah yang biasanya katakan, “Iyo, yang lain berjuang dengan senjata, kita berjuang di dalam hati.” Tetapi mereka juga tidak berdoa sebenarnya. Yang mereka katakan ialah “Saya takut kepada NKRI! Nanti mereka tumpas kami habis kalau kita melawan mereka!”

     

    6. Orang Papua yakin dan percaya dan berani tetapi tidak tahu bagaimana melangkah

    Ini golongan orang Papua terbanyak. Dan dari yang terbanyak itu, hampir semua pejuang Papua Merdeka masuk ke dalam kategori ini.

    Mereka yakin dan percaya bahwa Papua akan dan harus merdeka. Mereka rela berkorban. Mereka berani bertindak. Mereka mau mati saat ini juga. TETAPI, mereka sebenarnya “TIDAK TAHU BAGAIMANA MELANGKAH”.

    Karena tidak tahu bagaimana melangkah, maka mereka menjadikan isu Papua Merdeka untuk kegiatan dan tujuan lain yang menurut mereka ialah demi Papua Merdeka. Tetapi apa dampaknya? Dampaknya justru mencelakakan dan menghalangi perjuangan Papua Merdeka. Akibatnya justru menciptakan faksi-faksi di dalam perjuangan Papua Merdeka. Akibatnya malahan menimbulkan kekacauan dalam mengarahkan perjuangan ini.

    Banyak tokoh yang muncul, banyak organisasi dibentuk, banyak Panglima diangkat, banyak kongres dilakukan, banyak pemerintah (presiden dan perdana menteri) diumumkan, banyak menteri, berhamburan kiri-kanan. Mereka melakukan semua ini dengan militansi yang tinggi, dengan hitung-hitungan nyawa sendiri, dengan resiko yang mereka tahu karena mereka berhadapan dengan NKRI dan militernya. Tetapi semua yang dilakukan yang dianggap sebagai langkah-langkah untuk Papua Merdeka itu justru merugikan perjuangan itu sendiri.
    ***

    Orang Papua jenis ini juga sering berganti baju. Misalnya hari ini dia pergi hadir di KRP III, 2011, besoknya dia hadir dalam bedah buku tentang West Papua di Jakarta, lusanya dia hadir dalam Kongres TPN/OPM III di Vanimo, PNG, berikutnya dia hadir lagi dalam Peresmian Bupati Lanji Jaya. Jadi mereka hadir di semua tempat, mencari tahu di mana sebenarnya yang benar. Orang-orang ini membuat banyak sekali bekas kakinya, sehingga mereka bisa disebut kelompok Bintang-14, kelompok WPNA, kelompok TPN/OPM, kelompok TPN.PB, kelompok PDP/DAP, kelompok Pegunungan Tengah, Kelompok Mamta, kelompok Merah-Putih, kelompok Biru-Putih, dan lainnya.
    ***

    Orang Papua yang tidak tahu melangkah ini kebanyakan bersandar kepada dua hal utama:

    Pertama mereka bersandar kepada senjata. Mereka selalu mencari senjata, berbicara tentang senjata, bergerak cepat kalau ada yang jual senjata. Mereka mengira bahwa dengan senjata yang mereka beli itu mereka bisa pakai untuk basmikan orang Indonesia, TNI dan polri dari Bumi Cenderawasih.

    Yang kedua, mereka bersandar kepada Tuhan. Mereka menekankan pertobatan total, penyembahan total kepada Tuhan, dengan meninggalkan semua perang-perang, tindak kekerasan, pembunuhan. Mereka bilang, “Bunuh satu orang Indonesia berarti kemerdekaan Papua tertunda 10 tahun, jadi jangan kita main bunuh”.

    Banyak dana dihabiskan, banyak nyawa melayang, banyak waktu dan tenaga dihamburkan karena orang-orang Papua jenis ini selalu saja mencari jalan, masih berputar-putar mencari jalan, untuk mewujudkan cita-cita Papua Merdeka.

     

    7. Orang Papua Papindo

    Entah karena tidak percaya diri, cemas tapi ragu, yakin dan percaya tetapi tidak tahu jalan, apa apa, jenis orang Papindo dilatarbelakangi oleh sejumlah faktor, seperti disebutkan sebelumnya, tetapi pada pokohnya mereka ini mengelompokkan dirinya ke dalam kaum Papindo dengan alasan berikut:

    7.1 Hanya karena dia perlu jabatan, nama besar, bukan nama besar di dalam NKRI, tetapi nama besar di daerahnya, jadi kalau Papua Merdeka tidak memberikan, maka dia merasa jalan terbaik saat ini buat dia ialah membela NKRI

    7.2 Karena sebagian darah mereka berasal dari non-Papua, maka kalau Papua Merdeka justru dia dirugikan, maka dia membela NKRI, walaupun pada saat yang sama dia memaki-maki NKRI karena banyak hak asasi orang Papua dilanggar, yaitu termasuk hak asasinya sendiri. Dia terbelah dua dalam pikiran dan perasaannya, maka pantas dia bernama Papindo.

    7.3 Karena beristerikan atau bersuamikan orang non-Papua maka mereka merasa bahwa kalau Papua Merdeka nantinya bini/ lakinya terpisah dari dirinya, maka lebih baik mendukung NKRI, walaupun pada waktu-waktu tertentu dia memarahi pasangan hidupnya bahwa negara/ bangsanya melanggar HAM suku-bangsanya di Tanah Papua.

    7.4 Karena mereka merasa kalau Papua Merdeka nanti mereka sendiri akan dihabisi (ini terutama para keturunan pejuang Pepera dan pejuang Merah-Putih).
    Aliran perjuangan Papua Tanah Damai dan aliran orang Papindo terutama muncul karena ada rasa takut yang besar terhadap orang Papua dari Pegunungan Tengah. Ada yang bilang, “Aduh, jangan kasih senjata kepada teman-teman dari gunung sudah, nanti mereka pakai bunuh dong pu orang sendiri.” Ada juga yang bilang, “Kalau nanti merdeka, jangan orang-orang gunung pegang senjata boleh!” Makanya muncul ide-ide Papua Tanah Damai supaya kemerdekaan itu turun dari langit tanpa pertumpahan darah.

    7.5 Ada kaum Papindo yang hanya sebatas Oportunis. Mereka hanya dalam rangka cari makan, tidak ada kepentingan menentang atau mendukung pihak manapun. Sepanjang mereka bisa dapat makan dan menjadi kaya dari posisi itu, mereka optimalkan dan mereka garap itu sampai habis-habisan, sampai menjadi kaya tanggung, menjadi mewah tanggung. NKRI tahu tetapi NKRI juga perlu orang tanggung seperti ini. Pejuang Papua Merdeka sama sekali bukan konsumen sampah seperti ini sehingga sering menentang kaum Papindo, bukan karena mereka membenci orangnya tetapi karena menolak kelakuan bunglon seperti itu.

    7.6 Orang pensiunan, sekedar mencari makan sebelum ke liang kubur. Jadi, ada orang Papua yang waktu mudanya menjadi pejuang Papua Merdeka, tetapi karena dia harus mengakhiri hidupnya ke alam baka, maka dia merasa bukan waktunya buat dia untuk berteriak Papua Merdeka lagi. Jalan satu-satunya agar dia kembali ke kampung halamannya dan dikuburkan di tanah leluhurnya ialah menyatakan mendukung NKRI.
    ***

    Selain tujuh jenis di atas, berikut dua jenis orang Papua yang disebabkan terutama oleh indoktrinasi pihak-pihak asing yang menikmati hasilbumi Papua selama Papua berada di dalam NKRI, yang merupakan pembelokan arti dan makna Kitab Sucidan doktrin sebenarnya dari agama modern yang ada di Tanah Papua.

    Sebenarnya ada sejumlah alasan mengapa mereka mengatakan perjuangan Papua Merdeka itu tidak sesuai dengan ajaran doktrin agama mereka. Pertama dan terutama, menurut pengetahuan real, para tokoh agama itu punya sentimen pribadi terhadap para tokoh perjuangan Papua Merdeka. Sentimen pribadi itu dialaskan dengan ajaran agamanya, pada saat yang sama dia sebagai tokoh agama, maka pendapat sentimentil yang tidak ada hubungannya dengan agama itu menjadi ajaran agama.

    Kedua karena kebanyakan pejuang Papua Merdeka dianggap terlibat dalam berbagai jenis dan tingkatan kasus asusila dan tidak sepenuhnya menjalankan dogma agama yang dianut di kampung-halamannya. Misalnya dia tidak pernah beribadah di gereja atau ibadah keluarga. Para aktivis Papua Merdeka juga dianggap sebagai pembangkang dan penentang tatanan mapan yang sudah ada. Dalam jiwa para pejuang ada “jiwa pembereontakan”, yaitu pemberontakan terhadap yang telah ada selama ini. Sehingga mereka menganggap isu yang didukung para orang “Kristen” atau “Islam” itu tidak pantas didukung oleh orang Kristen atau orang Islam.

     

    8. Orang Papua merasa perjuangan Papua Merdeka menentang Pemerintah

    Ada sejumlah alasan yang sering mereka kemukakan dengan mencap perjuangan Papua Merdeka sebagai tindakan menentang pemerintah.

    8.1 Karena pemberontakan terhadap pemerintah NKRI artinya perlawanan terhadap kemapanan; sehingga mereka yang suka atau menikmati kemapanan itu ikut terusik;

    8.2 Karena dia sebenarnya tidak paham arti ayat atau pasal Kitab Suci yang mengajarkan tentang ketaatan kepada Pemerintah dimaksud. Bagaimana kalau nantinya West Papua memiliki pemerintah sendiri, apakah mereka akan mengatakan kita harus tunduk kepada pemerintah NKRI dan bukan kepada pemerintah West Papua? Apa yang mereka katakan tentang pemerintah Timor Leste yang jelas-jelas telah menentang pemerintah NKRI dan membentuk pemerintahannya sendiri?

     

    9. Politik “Papua Merdeka” merupakan Wujud Dosa (atau Ikut Papua Merdeka berarti Berdosa)

    Banyak penginjil, pemimpin atau pejabat gereja, gembala sidang, khsusunya di Pegunungan Tengah Papua dipecat (disiasat) karena mendukung Papua Merdeka dengan dalil bahwa mereka berpolitik, maka itu dosa. Jadi, siapa saja yang terlibat di dalam perjuangan Papua Merdeka dianggap sebagai tindakan “dosa”.
    Padahal pada waktu yang sama mereka mendoakan sang Presiden, Gubernur, Bupati, dan Camat. Mereka juga datang ke kantor-kantor pemerintah NKRI membicarakan Pilkada dan Pemilukada. Mereka menerima uang dari pemerintah untuk meloloskan bakal calon tertentu atau memenangkan partai politik NKRI tertentu.
    ***

    10. Orang Papua yang Tahu, Yakin, Percaya, Berani dan Berpendirian Teguh
    Orang ini dia

    10.1 Yakin dan Percaya Papua pasti dan harus merdeka;
    10.2 Berani mengambil langkah dan tindakan yang punya resiko sampai mengancam nyawanya sekalipun.

    10.2 Berpegang teguh kepada pendiriannya, tidak mudah dibujuk dengan jabatan, duit, perempuan atau kejayaan apapun selain kemerdekaan bangsa dan tanah airnya. Biarpun nantinya orang Papua menjadi melarat dan menderita setelah Papua Merdeka, bukan itu yang dicarinya. Yang dicarinya bukan kekayaan, bukan kemewahan, bukan kemakmuran, tetapi hanya satu: kemerdekaan, kedaulatan, terlepas dari belenggu penjajahan negara dan bangsa asing.

     

    10. Di atas semuanya, “DIA TAHU”

    *Dia tahu mengapa Papua harus merdeka,
    *dia tahu mengapa Papua pasti merdeka,

    dan di atasnya,
    *di tahu bagaimana mencapai kemerdekaan itu.

    Oleh karena itu pendiriannya, langkahnya, sikapnya dan perjuangannya tidak tergoyahkan oleh tawaran dialogue, tawaran Otsus, tawaran kedudukan di dalam pemerintahan NKRI, atau apapun. Dia bersiteguh, “Papua Merdeka Harga Mati!”

    *Siapakah Anda?
    *Mengapa Anda menjadi seperti siapa Anda sekarang?
    *Adakah peluang untuk Anda berubah Mendukung Papua Merdeka seperti George Junus Aditjondro?

    Kalau George Junus Aditjondro jelas-jelas merupakan orang jenis ke-10 tadi. Dia tahu mengapa Papua harus dan pasti merdeka, dan dia tahu bagaimana mencapai kemerdekaan itu. Dia tidak ada di ruang mencari-cari, mengira-ngira, mencoba-coba, meraba-raba. Dia ada di barisan kepastian. Kepastian itu bahwa Papua Pasti Merdeka, karena Papua Harus Merdeka.

  • Entah Karena Salah Info atau Dengan Sengaja, NKRI Sudah Salah Berpijak Soal Papua

    Tujuan akhir dari apa yang dilakukan NKRI selama ini, dan apa yang diperjuangkan orang Papua pro-“M”, adalah mengakhiri konflik berdarah di Tanah Papua. Di satu sisi orang Papua pro-“M” berkeyakinan bahwa segala penderitaan dan berujung kepada kematian dan ancaman terhadap eksistensi orang Melanesia di tanah leluhur mereka hanya dapat dihindari dengan cara “mengeluarkan NKRI dari tanah leluhur bangsa Papua, ras Melanesia”.

    Di sisi lain, NKRI merasa bahwa sebaiknya orang Papua yang mereka sebut “saudara-saudara segelintir orang yang bersebarangan paham politik supaya datang bergabung dengan ibu pertiwi membangun Indonesia yang damai, demokratis dan bermartabat.” Jadi, di satu sisi NKRI berpendapat orang Papua harus berhenti berjuang utnuk melepaskan diri dari NKRI kalau mau hidup damai, kalau tidak, perdamaian tidak akan bisa terwujud. Itu pendekatan kolonialis. Di sisi lain, sebagsa yang merasa diri dijajah, orang Papua menginginkan, berjuang dan berdoa siang-malam, dengan air-mata kepada Tuhan agar membawa keluar NKRi dari tanah leluhur bangsa Papua ras Melanesia.

    Tujaunnya untuk Papua Damai, tetapi caranya berbeda.

    Itu persoalan tujuan. Sekarang kita lihat dasar dari posisi masing-masing.

    Di satu sisi orang Papua punya posisi bahwa orang Papua secara demokratis tidak pernah diberikan kesempatan untuk menaympaikan pendapat, pendudukan NKRI di atas tanah leluhur bangsa Papua ialah sebuah tindakan invasi militer yang disahkan oleh PBB lewat sebuah peristiwa yang penuh skandal secara hukum dan demorasi, yaitu Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969. Orang Papua menuntut agar referendum harus dilakukan. Pendudukan NKRI ilegal, penuh skandal dan harus digugat.

    Di sisi lain, NKRI berpendapat bahwa PEPERA 1969 adalah sah karena diselenggarakan oleh PBB dan disahkan oleh PBB. Oleh karena itu siapapun yang menentang keputusan PBB itu resikonya adalah nyawa. Pemberontakan yang terjadi di Tanah Papua melawan NKRI lebih banyak didasari oleh kecemburuan sosial, karena Papua tidak diperhatikan begitu lama, karena orang Papua dianak-tirikan begitu lama, karena telah banyak terjadi pelanggaran HAM orang Papua, dan sejenisnya, dan oleh karena itu sekarang ini harus ada pendekatan sosial, pendekatan budaya dan pendekatan humanis, sehingga orang Papua akhirnya merasa dikasihi, diperhatikan, merasa diri sama hak dan kewajibannya, sama kepemilikannya di dalam NKRI.

    NKRi bilang Papua Merdeka ada karena orang Papua kurang sejahera, kurang pendidikan, kurang diberikan pelayanan.Orang Papua bilang Papua Merdeka karena sejarah sudah salah, dan harus ada referendum ulang.

    Terlihat jelas, entah disengaja atau tidak, ada paling tidak ada informasi yang salah, yang disampaikan oleh orang Papua, paling tidak para tokoh Papua, para intelektual Papua, para pejabat di Tanah Papua, bahwa orang Papua menuntut merdeka karena diperlakukan tidak adil, karena Tanah Papua belum dibangun dengan baik, karena banyak pelanggaran HAM, dan karena itu pada saat semua ini dipenuhi, orang Papua akan berhenti bicara merdeka.

    Saat ini tahun 2016, sepuluh tahun ke depan dari sekarang, kalaupun Papua sudah makmur, Papua sudah sama dengan Jawa, atau lebih dari Jawa-pun, kami jamin, orang Papua akan tetapi minta merdeka. Alsannya karena alasan yang di-adakan oleh NKRI sangat tidak ada hutngannya dengan alasan sebenarnya dari perjuangan Papua Merdeka.

    Oleh karena itu, maka orang Papua seharusnya fokus pada tujuan, program, dan target yang sedang digariskan ULMWP. Kalau tidak, maka kita akan mengulangi kesalahan generasi tua seperti Nick Messet, F.A. Joku, N. Jouwe, M.W. Kaisiepo, B. Tanggahma, J.M. Bonai, dan sebagainya, yang menyangka bahwa jalan keluar untuk Papua ada di tangan Sukarno dan Jakarta, dan cara untuk memperjuangkan Papua Merdeka ialah dengan setiap hari melawan dan memprotes apa yang dilakukan NKRI, padahal dengan cara ini mereka lupa bahwa mereka sendiri tidak punya program, tidak punya aturan main, tidak punya fokus yang jelas untuk memperjuangkan aspirasi mereka yang telah menelan waktu, tenaga, dana dan nyawa ini.

    Mendukung ULMWP dan PNWP, dan secara konsekuen melaksanakan UURWP adalah jalan yang bermartabat, jalan yang menjamin Papua mencapai cita-citanya. Bagi yang tidak menerima kemajuan ini, maka siapapun semakin jelas mengetahui, bahwa yang mereka kejar bukannya Papua Merdeka, tetapi ketenaran primadi dan melayani egoisme individu dan kelompok, yang aritnya sama saja dengan Abunawas Politik.

  • Tujuan Papua Merdeka BUKAN Adil dan Makmur, tetapi untuk Keselarasan Hidup yang Abadi

    Tujuan Papua Merdeka menurut Lt. Gen Amunggut Tabi, bukan seperti cita-cita kemerdekaan Indonesia atau negara lain di dunia seperti untuk “kehidupan yang adil dan makmur”, untuk “perdamaian dan kebahagiaan, untuk kesejahteraan”, untuk penegakkan hak asasi manusia dan berbagai cita-cita yang berorientasi sepenuhnya kepada kepentingan manusia.

    Menurut Tabi,

    “Kita mau bikin negara di era abad ke-21, jadi kita sudah harus lupakan keadilan, kedamaian, kestabilan politik, kesejahteraan, adil dan makmur dan sejenisnya. Semua yang hanya berhubungna dengan kepentingan manusia, melupakan kepentingan makhluk lain harus dibuang jauh-jauh dari sekarang. UU Revolusi West Papua sudah mengajarkan kita pelajaran baru buat semua manusia di dunia, bahwa Undang-Undang Manusia harus mengakui dan mengharga serta melindungi keberadaan dan hak-hak dari semua makhluk, termasuk hak-hak manusia”

    Dalam Ayat 2, Pasal 1, Bab I. Prinsip-Prinsip Dasar dari UU Revolusi West Papua mengatakan sbb.

    Rakyat ialah komunitas makhluk yang terdiri dari manusia, penguasa alam, makhluk roh, hewan, tumbuhan, dan benda alam.

    Dalam hali ni berarti bahwa rakyat di dalam Negara West Papua ialah “komunitas makhluk”, bukan manusia, bukan penduduk, bukan suku, bukan marga, tetapi “komunitas”, “kelompok-kelompok makhluk.” Dan kelompokl-kelompok itu disebutkan

    1. manusia, yaitu makhluk penduduk manusia
    2. penguasa alam, yaitu makhluk setengah manusia dan setengah roh yang orang Papua sudah tahu menghuni dan menguasai alam Papua, antara lain seperti “Erimbo”, “Kweya’nakwe”, “Putri Papua”, Ikan “Numbay”, dan sebagainya.
    3. makhluk roh ialah Sang Ilahi Pencipta dan Pelindung Langit dan Bumi, roh nenek-moyang, roh makhluk lain;
    4. hewan disebut juga sebagai fauna, yaitu makhluk hewan selain manusia
    5. tumbuhan dalam bahasa ilmiah disebut flora, yaitu tumbuh-tumbuhan; dan
    6. benda alam, contohnya seperti batu (termasuk emas, perak, batu akik dsb.), kayu, tanah, air, dsb.

    Dengan demikian jelas bagi kita bahwa penduduk Negara West Papua tidak hanya manusia, tetapi “komunitas makhluk”, yaitu sebuah pandangan pasca-modern yang harus kita sambut dan wacanakan, karena dampaknya ialah “keselarasan hidup”, yaitu hidup yang nikmat, hidup yang penuh dengan keceriaan, hidup seperti yang pernah dinikmati oleh nenek-moyang kita.

    Keselarasan hidup yang kita maksudkan ialah kehidupan yang bersahabat dengan alam, yang dampaknya ialah Negara West Papua didirikan untuk menyelamatkan pulau New Guinea agar tetap menjadi paru-paru dunia, sehingga membantu kehdupan ini berlanjut, yaitu kehidupan yang lama di planet Bumi.

  • UURWP: Pasal 58. Bahasa Resmi Negara ialah Tok Pisin

    ENGLISH VERSION

    After the West Papua National Parliament (WPNP) passed the West Papua Revolution Constitution (WPRC) as the legal foundation for leading Paupans towards the independence of the Republic of West Papua on 19 September 2016, according to the Constitution Article 58, “The Official Language of the Revolution is Tok PIsion”. therefore, PMNews will begin to broadcast its news bulletins and updates in Tok Pisin.

    The focus of PMNews articles will be in Tok Pisin as the Revolution Language of West Papua, and English language will be used for international politics and diplomacy and for legal documents as it is a reality among Melanesian nation-states: Papua New Guinea, Solomon Islands, Vanuatu and Fiji.

    Malay – Indo Version:

    Setelah PNWP mensahkan Undang-Undang Revolusi West Papua (UURWP) sebagai dasar hukum untuk mengantar perjuangan bangsa Papua kepada kemerdekaan Republik West Papua pada tanggal 19 September 2016, maka sebagai konsekuensi logis, sesuai Pasal 58. UURWP yang berbunyi: “Bahasa Resmi Negara ialah Tok Pisin”, maka pemberitaan PMNews selanjutnya akan difokuskan kepada Bahasa Nasional Sementara Negara West Papua, yaitu Tok Pisin.

    Dengan demikian maka dalam pemberitaan PMNews ke depan akan difokuskan menggunakan Bahasa Revolusi West Papua, yaitu Tok Pisin, dengan bahasa pergaulan internasional: Bahasa Inggris, sebagaimana berlaku di negara-negara Melanesia: Papua New Guinea, Solomon Islands, Vanuatu dan Fiji.

     

  • Gen. TRWP Mathias Wenda: Undang-Undang Revolusi West Papua telah Diterbitkan

    Dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua (TRWP) disiarkan lewat Kantor Sekretariat-Jenderal bahwa Panglima Tertinggi Komando Revolusi telah menerbitkan sebuah “Undang-Undang Revolusi West Papua’ dengan Surat Keputusan yang akan segera diumumkan kepada seluruh dunia.

    Menurut pesan singkat yang diterima PMNews dari MPP TRWP menyatakan Undang-Undang Revolusi West Papua (UURWP) mulai berlaku sejak tanggal 13 September 2016.

    Diberitahukan per SMS dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua bahwa Panglima Tertinggi Komando Revolusi West Papua, Gen. TRWP Mathias Wenda telah menanda-tangani Undang-Undang Revolusi Wset Papua baru-baru ini, sehingag dengan demikian akan mulai berlaku sejak tanggal 13 September 2016, yaitu tepat pada hari Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Masyarakat Adat dikeluarkan dalam Sidang Umum PBB di New York tahun 2007 lsalu.

    Ada pesan penting yang disampaikan dalam pesan singkat ini, yaitu bahwa “Dengan terbitnya Surat Keputusan tentang UU Revolusi West Papua” maka secara otomatis, demi hukum gugurlah semua hukum kolonial/ asing yang pernah berlaku di atas Tanah Leluhur bangsa Papua, wilayah kedaulatan udara, laut, dan darat Negara Republik West Papua yang saat ini diperjuangkan pengakuannya lewat ULMWP sebagai lembaga eksekutiv dan PNWP sebagai lembaga legislatif.

    Pesan kedua menyampaikan bahwa UURWP ini kemudiian harus disahkan oleh Parlemen Nasional West Papua dengan batasan waktu yang telah diberikan sejak tanggal diberlakukan dan kemudian agar ULMWP seabgai wadah politik eksekuter langkah-langkah Revolusi agar menerapkan UURWP dimaksud dalam memperjuangkan kemerdekaan West Papua.

  • Asal-Usul “Rakyat bersatu, tidak bisa dikalahkan!”

    Anda sering mendengar pekikan “Rakyat bersatu, tak bisa dikalahkan!”. Pekikan ini sering diteriakkan di berbagai aksi-aksi demonstrasi atau aksi-aksi protes.

    • Dari mana datangnya pekikan itu?

    “Rakyat bersatu, tak bisa dikalahkan!” berasal dari sebuah lagu perjuangan di Amerika latin: “¡El pueblo unido, jamás será vencido!” Diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi: “The people united will never be defeated”.

    Lagu “¡El pueblo unido, jamás será vencido!” diciptakan oleh seorang komponis revolusioner Chile, Sergio Ortega. Dia adalah pendukung gerakan sosialis dan komunis. Dia juga anggota sebuah gerakan kebudayaan bernama Nueva Canción Chilena (nyanyian baru).

    Sergio memang kerap menciptakan lagu-lagu revolusioner. Dia juga yang membuat lagu kampanye Salvador Allende, seorang sosialis yang menang pemilu di Chile, tahun 1971. Lagu itu diberi judul “venceremos” (Rakyat pasti menang).

    Lagu “¡El pueblo unido, jamás será vencido!” kemudian dinyanyikan dan dipopulerkan oleh grup musik kerakyatan Chile, Quilapayún. Quilapayún juga menjadi bagian dari gerakan kebudayaan Nueva Canción Chilena.

    Lagu “¡El pueblo unido, jamás será vencido!” sangat populer di tahun 1970-an. Terutama saat kampanye untuk memenangkan kandidat sosialis Salvador Allende. Musisi-musisi Nueva Canción, seperti Quilapayún, Inti-Illimani dan Victor Jara, mempopulerkan lagu ini tengah-tengah aksi protes, kampanye politik dan di tengah-tengah aksi turba (turun ke bawah).

    Nueva Canción sendiri berkontribusi besar dalam memenangkan Allende di pemilu Chile 1970. Para musisi kerakyatan Chile mengusung baliho besar bertuliskan: tidak ada Revolusi tanpa lagu-lagu.

    Tidak mengherankan, ketika Allende dikudeta oleh Augusto Pinochet di tahun 1973, musisi kerakyatan turut dikejar-kejar oleh aparat Gestapo rezim Pinochet. Ada yang dibunuh, seperti musisi Victor Jara dan Pablo Neruda. Sementara yang lain, seperti Quilapayún dan Inti-Illimani, terpaksa menjadi eksil di luar negeri.

    Di bawah kediktatoran Pinochet, lagu “¡El pueblo unido, jamás será vencido!” menjadi lagu perlawanan. Eksil-eksil Chile di luar negeri juga kerap menyanyikan lagu ini. Inti-Illimani berkontribusi besar dalam mempopulerkan lagu ini ke seantero dunia melalui tur-tur musik mereka.

    Di Portugis, di masa Revolusi Bunga tahun 1974, musisi revolusioner menciptakan lagu berjudul Portugal Ressuscitado. Lagu yang ditulis oleh Pedro Osario dan Jose Caslos Ary dos Santos itu punya lirik: Agora o Povo Unido nunca mais será vencido (sekarang Rakyat bersatu tidak bisa dikalahkan).

    Di Iran, selama revolusi melawan kediktatoran Rezim Reza Fahlavi, kaum revolusioner menciptakan lagu berjudul “Bar Pa Khiz” (Bangunlah!). Lagu ini mengadopsi lagu “¡El pueblo unido, jamás será vencido!”, sekalipun dengan lirik agak berbeda.

    Di Filipina, semasa perjuangan melawan kediktatoran Marcos, kaum revolusioner juga mengadaftasi lagu “¡El pueblo unido, jamás será vencido!” ke dalam lagu perlawanan berjudul Awit ng Tagumpay atau “lagu kemenangan”.

    Di tahun 1975, komposer Amerika Serikat Frederic Rzewski menciptakan memainkan lagu ini ke dalam 32 variasi piano. Kali ini diberi judul “The people united will never be defeated”.

    Di Indonesia, selama perjuangan melawan kediktatoran Orde Baru, aktivis pro-demokrasi menggunakan “Rakyat bersatu, tak bisa dikalahkan” sebagai yel-yel aksi. Dan menjadi yel-yel perjuangan hingga ini.

    Raymond Samuel

  • Papua Merdeka Muncul Justru Karena Sekolah, Kalau Tidak Sekolah Bagaimana BIcara Merdeka?

    Menanggapi yang dikatakan oleh salah satu Menteri NKRI dalam CNN INdonesia “Mendikbud: Separatisme Papua Dipicu Tingkat Pendidikan Rendah“, Oktaviani Satyaningtyas, CNN Indonesia, Jumat, 15/07/2016 16:01 WIB, Papua Merdeka News menyampaikan tanggapan dari Tentara Revolusi West Papua bahwa justru pendidikan NKRI-lah yang telah mengajarkan dan membantu anak-anak Papua mengerti bahwa kemerdekaan West Papua di luar NKRI itu jalan keluar satu-satunya menyelesaikan berbagai persoalan yang membayangi kehidupan orang Papua sejak NKRI ada di Tanah Papua.

    Menteri kolonial Indo perlu kita ucapakan terumakasih karena mereka memberikan peluang kepada anak-anak Papua, di Tanah Papua dan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia untuk belajar bahwa orang Papua itu bukan orang Indonesia. Itu pertama-tama sangat membantu. Bayangkan saja kalau orang Papua menganggap diri orang Inodnesia, di mana kita mulai bicara merdeka?

    Tanya Amunggut Tabi, Sekretaris-Jenderal Tentara Revolusi West Papua, dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua (TRWP).

    Ditekankah bahwa justru menteri NKRI menyatakan tuntutan Papua Merdeka datang karena orang Papua tidak berpendidikan, Tabi kembali menyatakan,

    Coba menteri kolonial datang ke Tanah Papua hari ini, sekarang, jam ini, menit ini, detik ini, tanyakan kepada orang Papua, “Kamu mau Papua Merdeka?” kepada orang di kota dan orang di kampung-kampung yang tidak berpendidikan. Kebanyakan, saya pastikan hampir 99 persen akan jawab Papua Merdeka. Kalau ke kampung, kemungkinan besar akan menganga dan tidak tegas menjawab, sebab mereka tidak mengerti apa itu merdeka, apalagi Papua Merdeka.

    Amunggut Tabi melanjutkan,

    Itu baru bicara kata “Papua Merdeka” saja. Tetapi coba jelaskan apa arti Papua Merdeka kepada orang tidak berpendidikan. Bilang kepada mereka, “Kalau Papua Merdeka artinya Indonesia keluar dari Tanah Papua”, maka pasti semua orang Papua, nenek-moyang dan anak-cucu, yang hidup dan yang sudah dibunuh NKRI, semua akan menjawab, “Papua Merdeka”.

    Nah dasarnya apa?

    Dasarnya jelas, NKRI itu kolonial, pencuri, perampok, peneror, pembuat kerusuhan, pembunuh orang Papua. Kalau semua orang di dunia ditanya mau hidup aman apa tidak, pasti akan menjawab mau hidup aman. Kalau semua orang Papua tahu bahwa di luar NKRI semua orang Papua tidak akan dibunuh, ya semua orang Papua akan minta Papua Merdeka, tidak perduli berpendidikan atau kampungan.

    Dengan demikian Amunggut Tabi mengatakan seorang menteri penjajah tetap penjajah, bicara seolah-olah alim dan perduli, dan tulus, padahal tetap kolonial, bicara tetap tidak realistis, bicara tetap irasional, bicara tetap tidak mendidik.

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?