Tag: Boikot

  • Kalau Orang Asli Papua Ikut Pemilu NKRI, Kalian Penghianat Bangsa Papua

    Dengan alasan mau pilih gubernur, bupati, apalagi Presiden, anggota DPRD, DPRP/DPRPB, apalagi anggota DPR RI, kalau ada Orang Asli Papua (OAP) yang ikut Pemilu maupun Pemilukada, itu sebenarnya memberitahukan secara terbuka kepada dunia, kepada alam semesta dan kepada Tuhan, bahwa sebenarnya OAP mau NKRI tetap menduduki tanah Papua dan menjajah bangsa Papua.

    Demikian disampaikan oleh Gen. TRWP Amunggut Tabi dalam sambutan kepada pasukan Markas Pusat Pertahanan (MPP) Tentara Revolusi West Papua (TRWP).

    Gen. Tabi melanjutkan bahwa manusia di seluruh dunia sebenarnya sedang bindung dan terus-menerus bertanya kepada kita OAP sendiri, mulai dari rakyat di kampung-kampung sampai Gubernur Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat,

    • Kalian OAP benar-benar mau merdeka dan berdaulat di luar NKRI, atau hanya tipu-tipu minta porsi jatah makanan lebih besar dari NKRI?
    • Kalau benar-benar mau keluar dari NKRI, mengapa masih ikut memberikan suara dalam pemilihan-pemilihan umum NKRI?

    Apakah kalian tidak tahu bahwa suara kalian sesuai dengan Hak Asasi Manusia (HAM) sudah diserahkan kepada NKRI, dan oleh karena itu, kalian OAP menjadi tidak punya hak untuk minta yang lain di luar itu? Dan kalian minta merdeka tetapi masih ikut Pemilu NKRI membuatr orang di dunia menjadi bingun? Apakah kalian tahu ini?

    Dalam demokrasi dikenal “Suara Rakyat – Suara Tuhan”, dan sekarang rakyat West Papua memberikan suara kepada Joko Widodo untuk menjadi Presiden Republik Indonesia, Lukas Enembe untuk menjadi Gubernur Provinsi Papua dan Mandatjan untuk menjad Gubernur Papua Barat, lalu “Suara Rakyat – Suara Tuhan” yang sama lagi minta Papua Merdeka, maka kita secara jelas-jelas menciptakan persoalan bagi kita sendiri.

    Dengan alasan itulah, Gen. TRWP Tabi menganjurkan kepada pasukan TRWP baik yang ada di MPP maupun di Markas-Markas Pertahanan Daerah untuk tidak terlibat dalam kegiatan-kegiatan pemilihan umum dari pihak penjajah.

    Dikatakan selanjutnya bahwa Gen. TRWP Mathias Wenda akan mengeluarkan Surat Perintah Operasi untuk menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) kolonial NKRI 2019, dan juga akan mengeluarkan Surat Perintah Operasi untuk Pekan Olahraga Nasional (PON) di Tanah Papua.

    Oleh karena itu disampaikan kepada seluruh masyarakat OAP maupun kaum pendatang (Amberi) untuk menghargai pendapat dan hak asasi OAP untuk TIDAK MEMILIH dan memilih menjadi Golput dalam Pemilu 2019.

    Dikatakan Gen. TRWP Tabi bahwa

    Semua OAP yang mengikuti Pemilu setiap ada kegiatan demokrasi di Indonesia seharusnya mengaku terus-terang bahwa mereka itu adalah penghianat bangsa Papua dan penghianat negara West Papua. Hak mereka yang melekat mutlak kepada mereka di-sundal-kan dengan memberikan hak itu kepada pejabat NKRI dengan memilih penjabat NKRI, kemudian mengaku diri sebagai OAP yang cinta tanah air dan negara West Papua adalah sebuah perbuatan tercela dan tidak disukai oleh nenek-moyang dan anak-cucu bangsa Papua

    Disayangkan Gen. Tabi bahwa sampai hari ini OAP sebenarnya tidak tahu berdemokrasi, tidak mengerti apa maksudnya memilih Presiden, memilih anggota DPRD, DPRP/DPRPB dan DPR RI.

    OAP yang memilih mereka, lalu OAP yang mengeluh NKRI salah, NKRI bunuh kami, NKRI keluar dari Tanah Papua. Lalu siapa yang sebenarnya pilih mereka untuk menjajah mereka? OAP sendiri, toh?

     

     

     

  • AMP Komite Kota Yogyakarta Tolak Pemilu 2014 di Papua

    Logo AMP
    Logo AMP

    Keberadaan Indonesia diatas tanah Papua merupakan aktivitas ilegal dan asing bagi rakyat Papua. Papua yang melingkupi Numbai sampai ke Merauke, dari Raja Ampat sampai ke Baliem (Pegunungan Bintang) dan dari Biak sampai ke Pulau Adi adalah sebuah wilayah koloni baru dari Indonesia, yang keabsahannya belum final dibawah hukum internasional.

    Demokrasi (prosedural) ala neo-kolonialisme Indonesia hanya mampu menghipnotis rakyat Papua dalam setiap Pemilihan Umum (Pemilu), tetapi tidak berhasil menjamin kebebasan politik rakyat Papua dalam menentukan nasibnya sendiri. Jargon Pesta Demokrasi Indonesia di Papua, sangat jelas bertujuan untuk: (a) Melahirkan agen-agen kolonialisme; (b) Memperkokoh sistem kolonialisme Indonesia; (c) dan hegemoni neo-kolonialisme Indonesia.

    Sistem demokrasi yang demikian telah menciptakan tatanan hidup rakyat Papua yang tercerai-berai, tata kehidupan yang diskriminatif, gaya hidup yang konsumeristik, Kesehatan dan Pendidikan yang materialistik, Sosial yang individualistik, Budaya yang hedonistik, Politik yang oportunistik, Ekonomi yang liberalistik, Agama yang eksploitatif.

    Dalam kondisi yang tidak menentu itu, rakyat Papua digiring dalam perspektif demokrasi yang menghendaki -dan praktis membuat rakyat Papua sebagian, khususnya para elit politik partai menjadi budak yang tunduk menerima praktek partainya. Mereka hanya menjadi dan dijadikan boneka yang tidak berdaya dan pasrah menerima semua paket politisasi kebijakan Jakarta.

    Kita sedang menyaksikan Otonomi Khusus (Otsus) yang dipaksakan sebagai solusi, lalu dibenturkan dan digagalkan Jakarta dengan kebijakan lain, lalu saat ini mencoba ditambal sulam lagi dengan Otsus Plus (Pemerintahan Papua). Pada saat yang sama, harga diri orang Papua dipermainkan ketika MRP, DPRP, dan Gubernur di Papua tidak memiliki kewenangan apapun, tidak berdaya, tidak dihiraukan, atau kasarnya hanya dijadikan boneka penguasa yang tunduk pada perintah Jakarta.

    Mental nurut dan mental budak tidak ada dalam sejarah dan budaya orang Papua. Itu hanya ada dalam sejarah Indonesia vs Belanda dan kini praktek kolonialisme ini diterapkan di Papua. Pemerintahan sipil di Papua hanya menjadi boneka Jakarta dan tata kendali diambil oleh pemerintahan militer Indonesia di Papua.

    Pemilu 2014 akan menjadi ajang perburuan neo-kolonialisme dan kapitalisme di Papua. Kepentingan neo-koloalisme akan menempatkan agen-agen penguasa lokal dan nasional dalam mengamankan kepentingannya. Yang tersisa dari agenda kolonial hanya konflik berdarah demi keutuhan NKRI dan kapitalisme. Rakyat hanya puas dengan janji utopis dari para kandidat Caleg dan Capres. Selanjutnya penjajahan berlanjut, penindasan berlanjut, pemusnahan berlanjut.

    Indonesia tidak akan peduli pada hak berdemokrasi, yaitu hak memilih dan dipilih. Sebab, cara-cara represif, rekayasa dan manipulasi hak suara sudah pernah dimulai sejak pelaksanaan PEPERA 1969 di Papua, dan praktek berdemokrasi yang bobrok itulah yang masih terus diterapkan. Oligarki kekuasaan menjadi nyata tatkala rezim Indonesia dipegang oleh para Jendral militer yang punya record pelanggaran HAM di Papua nanti.

    Hak politik bangsa Papua dalam Pemilu Indonesia tidak berarti untuk melegitimasi Penguasa Indonesia diatas tanah Papua. Keterlibatan rakyat dalam Pemilu bukan merupakan kesadaran kolektif rakyat Papua. Tetapi secara real, merupakan manifestasi dari hegemoni Jakarta yang memaksa rakyat Papua untuk, mau tidak mau, suka tidak suka, ikut meramaikan dalam ketidakpastian harapan.

    Cita-cita rakyat Papua harus diuji dalam suatu proses demokrasi yang umum dan tuntas, khusus terhadap rakyat Papua lewat hak menentukan nasib sendiri. Hal itu untuk menguji ideologi dan nasionalisme kebangsaan Papua dan Indonesia. Sebab legitimasi politik tanpa dilandasi nilai nasionalisme dan ideologi pada hakekatnya mubazir alias tiada arti. Artinya, orang Papua yang ikut Pemilu tetapi tidak berlandaskan pada cita-cita ideologi dan nasionalisme Indonesia itu percuma. Itu justru merupakan simbolisme demokrasi.

    Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia dan para elit lokal Papua yang sedang bergeming dalam Pemilu Indonesia harus berhenti memberikan harapan utopis, karena tidak mungkin penjajah dan yang terjajah hidup sejahtera. Yang terjajah harus diberikan ruang dan hak untuk memilih nasibnya sendiri. Praktek demokrasi dalam negara-bangsa yang merdeka akan bermakna bila rakyat bangkit menentukan pilihan berlandaskan ideologi dan nasionalismenya sendiri.

    Dengan kenyataan seperti ini, kami Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Yogyakarta, sesuai dengan sikap penolakan AMP Pusat, menyatakan dengan tegas, menolak Pemilu 2014 di tanah Papua.

    Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Yogyakarta.

    Telius Yikwa
    (Sekertaris)

    Penulis : Admin MS | Senin, 31 Maret 2014 19:12,MS

  • Jayawijaya: FKPL Menolak tegas hasil Rekapan Suara

    PERNYATAAN SIKAP – FORUM KORBAN PEMILU LEGISLATIF 2009 KABUPATEN JAYAWI JAYA PAPUA
    (FKPL-2009)

    Terkait proses pelaksanaan PEMILU tanggal 9 April 2009

    Kabupaten Jayawi Jaya dan Kabupaten Pemekaran eks Jayawi Jaya Pegunungan Tengah Papua. Maka Forum Korban Pemilu Legislatif 2009, (FBKPL-2009), menolak tegas karena :

    Rakyat tidak memilih DPR Propinsi, DPR RI pusat dan DPD secara serentak pada tanggal 9 April 2009 sesuai jadwal KPU tapi sebaliknya rakyat hanya memilih wakil DPRD Kabupaten/ Kota.

    Rekapan Berita Acara yang dibawa ke KPU Kabupaten Jayawi Jaya untuk DPR Propinsi, DPR RI pusat dan DPD sepenuhnya rekaya oknum pelaksana KPPS, PPD dibawah tekanan dan ancaman di pecat kalau tidak memenangkan partai dan Caleg tertentu sesuai pesanan penguasa (Bupati, Camat dan Desa).Rekapan Berita Acara PPD terkait Caleg DPR Propinsi, DPR RI pusat dan DPD tiap Distrik bukan hasil rekapan dari TPS, tapi sepenuhnya rekayasa oknun PPD didalam kamar tertutup.

    Rekapan Suara Berita Acara adalah kesepakan yang dibuat di tempat lain yang tidak disaksikan oleh saksi Parpol peserta Pemilu 2009. Rekapan Suara Berita Acara oleh PPD yang di bawa ke KPU adalah sepenuhnya bukan aspirasi rakyat langsung, umum, adil, jujur dan rahasia tapi di lakukan secara sembunyi sesuai pesanan dan tekanan penguasa (Bupati, Camat dan Desa).

    Maka Forum Korban Pemilu Legislatif 2009, (FKPL-2009) menyatakan sikap :

    Menolak tegas hasil Rekapan Suara Berita Acara yang dibuat oleh PPD semua Distrik Kabupaten Jayawi Jaya. Rekapan

    Suara Berita Acara di bawa ke KPU Jayawi jaya adalah tidak sahMengutuk keras penyelenggara pemilu dari tingkat Desa sampai Distrik/Kecamatan dan Bupati Kabupaten Jayawi Jaya yang melakukan, manupulasi suara rakyat dan sarat nuansa money politic, sehingga pelaksanaan pemilu untuk DPR Propinsi, DPR RI dan DPD menjadi tidak sah dan cacat hukum.

    Demikian surat pernyataan sikap penolakan hasil pemilu 2009 Kabupaten Jayawi Jaya dan Eks Kabupaten Jayawi Jaya dilapiri kronologis pelanggaran.

    FORUM
    BERSAMA KORBAN PEMILU LEGISLATIF 2009
    (FBKPL-2009)

    Wamena Papua 20 April 2009

    Ketua
    Umum
    ISMAN ASSO

    Sekretaris

    THAHA MUDE ASSO

    Tembusan :

    PANWAS
    1. Kabupaten Jayawi JayaKPU
    2. Kabupaten Jayawi JayaKapolres
    3. Kabupaten Jayawi JayaBupati
    4. Kabupaten Jayawi Jaya dan eks Kabupaten Jayawi JayaMasing-masing
    5. Parpol peserta Pemilu 2009 Kabupaten Jayawi Jaya

  • Menolak Calon legislative Pemilu tahun 2009, bukan orang Papua Asli

    KOALISI NASIONAL PEDULI PAPUA

    (KNPP)

    Akar persoalan

    Papua adalah ketidakadilan social politik oleh hegemoni kekuasaan pemerintah Indonesia. UU Otsus Papua Nomor 21 tahun 2002, dan UU Nomor 25 tahun 2001 tentang Pemerintahan sendiri dan Perimbangan Keuangan harus dilaksanakan secara konsisiten. Jabatan politik,
    BUMN dan birokrasi pemerintahan hanya milik orang Papua, kecuali militer, moneter, agama, dan hubungan luar negeri. Maka perebutan kekuasaan dan pengangkutan kekayaan alam secara gila dan keras kepala harus dihentikan, karena mengakibatkan ketidakadilan social, politik, ekonomi, bagi rakyat Papua.

    Maka KOMITE NASIONAL PEDULI PAPUA (KNPP), menyatakan sikap :

    Menolak Calon legislative Pemilu tahun 2009, bukan orang Papua Asli Calon legilative Pemilu tahun 2009 harus orang Papua Asli Mendesak Gubernur, DPRP dan MRP segera buat PERDASI dan PERDASUS sebagai payung hukum bagi perlindungan hak politik Rakyat Papua

    KOMITE NASIONAL PEDULI PAPUA
    (KNPP)

    Jayapura 27 April 2009

    Ketua Umum
    Ismail Asso

    Sekretaris

    Silas Wetipo

  • Bupati Pegubin Sumbang Dana Rp. 1 M

    JAYAPURA (PAPOS)-Selain mengutuk tindakan brutal sekelompok yang tidak dikenal atas pembakaran gedung Rektorat Universitas Cenderawasih (Uncen), bupati Pegunungan Bintang Drs. Welington Wenda, MSi, memprakarsai pembangunan kembali gedung itu dengan memberikan bantuan dana sebesar Rp.1 M.

    Menurut Welinton, dana sebesar itu, tidak ada artinya jika dibandingankan dengan kerugian sumberdaya manusia yang akan terjadi sebagai akibat dari pembakaran tersebut.

  • Boikot Hukum Penjajah NKRI di Tanah Papua

    Kepada semua pejuang HAM Papua,

    Semua hukum Indonesia tidak berlaku di tanah Papua karena itu hukum
    penjajah yang dikeluarkan untuk menguntungkan kaum elit Jawa dan untuk
    terus menerus memberantaskan dan menindis masyarakat pribumi.

    Karena itu maka masyarakat pribumi harus boikot semua hukum-hukum NKRI
    yang di pakai oleh TNI ataupun POLRI serta badan-badan administratif
    pemerintahan penjajah, karena keberadaan mereka di tanah Papua sama
    sekali tidak di restui oleh masyarakat asli.

    Mulai dari hari ini, boikot hukum-hukum yang di pakai dan dikeluarkan
    oleh NKRI. Hukum yang sah di tanah Papua adalah hukum adat yang telah
    turun temurun di pakai oleh setiap suku untuk masing masing mengurus
    diri dan menghormati alam tanah Papua.

    Django Raitnaw
    Coordinator Papua
    International Action for West Papua (IAWP)
    Wamena
    West Papua
    http://www.koteka.net

  • TPS-TPS di Distrik Tinggineri Akan Dipindahkan – Untuk Cegah Gangguan TPN/OPM

    PUNCAK JAYA – Bupati Puncak Jaya, Lukas Enembe, SIP mengatakan, setelah dilakukan koordinasi dengan pihak keamanan yaitu TNI/Polri yang bertugas di Kabupaten Puncak Jaya bahkan KPUD dan semua pimpinan partai politik (parpol) serta panwaslu untuk menyepakati setiap TPS di daerah Distrik Tingginambut, khususnya di daerah Tinggineri, tempat keberadaan TPN/OPM maka TPS-TPSnya akan dipindahkan di sepanjang jalur darat Wamena menuju Mulia dimana ada pos-pos TNI/Polri.

    Hal ini dikatakan Bupati Enembe kepada Cenderawasih Pos usai menyampaikan orasi politiknya saat kampanye di Distrik Abenaho, Kabupaten Yalimo, Kamis (2/4).

    Ia menjelaskan, pihaknya telah memanggil Danki Brimod untuk memperbaiki jembatan di Gurage yang diputuskan oleh TPN/OPM dan bahkan sudah dilaporkan bahwa jembatan tersbut sudah bagus dan sudah bisa dilalui kendaraan roda empat maupun roda dua. Dengan demikian, Bupati Enembe melihat kendaraan sudah kembali normal mulai kemarin lalu bahkan Bupati perintahkan kepada pos yang ada di Distrik Ilu supaya mengawal kendaraan yang masuk ke Kota Mulia dan begitu juga sebaliknya dari Mulia menuju Wamena.

    “Saya berencana akan melakukan perjalanan darat dari Ilu ke Kota Mulia untuk melihat apakah jembatan tersebut sudah bisa dilalui oleh kendaraan sehingga dalam kondisi apapun pemilu di Kabupaten Puncak Jaya khususnya di Tingginambut tetap akan dilakukan,”ungkapnya.

    Menurut Bupati Lukas, tidak ada masalah untuk Tinginambut sebab TPS yang ada di tingkat kampung dan desa sudah pindahkan disepanjang jalur Wamena menuju Mulia dan dimana ada pos TNI/Polri karena itu merupakan kesepakatan bersama untuk pemindahan lokasi tersebut. Pelaksanaan pemilu akan tetap dilaksanakan karena ini merupakan agenda nasional yang tidak bisa dibatalkan sebab ada 30 lebih TPS yang akan dipindahkan sehingga jangan sampai gangguan dari pihak TPN/OPM mengacaukan pemilu. (nal)

  • Demo Merdeka Tolak Pemilu

    AKSI : Massa KNPB saat melakukan aksi demo di taman Imbi sebelum ke DPRP Papua, Selasa (10/3) kemarin.
    JAYAPURA (PAPOS) -Sekitar ratusan massa yang tergabung dalam Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Selasa (10/3) kemarin, berdemo ke DPRP menuntut Papua merdeka dan menolak Pemilu.

    Massa sebelumnya berkumpul di Ekspo dari beberapa titik di kawasan Abepura dengan berlongmartch, selanjutkan menggunakan 10 truk dan kendaraan umum lain dikawal aparat kepolisian dari Polresta dan Brimob Polda Papua.

    Sesampai di depan jalan Kalam Kudus Polimak massa turun dari kendaraan truk melanjutkan longmatrht berkumpul dengan massa yang sudah berkumpul di Taman Imbi pusat kota Jayapura, kemudian melangkah kaki menuju gedung DPRP.

    Selain meneriakkan yel yel, massa juga menyanyikan lagu lagu yang terdapat dalam “seruling emas”. Adapun spanduk dan pamflet yang dibawa antara lain bertulis “Review Pepera 1969, Bebaskan Tapol, Napol, Otsus Makar segera Referendum”, dan tuntut kemerdekaan pasca Papua Barat.

    Kapolresta Jayapura AKBP Roberth Djoensoe kepada mengakui, pihaknya menyiagakan empat SSK (Satuan Setingkat Kompi) yang berasal dua kompi Dalmas dan Brimob.

    Dalam orasinya massa antara lain menyatakan melalui diskusi-diskusi di UNCEN, MRP, bahkan Gubernur sudah menyatakan bahwa memasuki 8 tahun, Otonomi Khusus (Otsus) gagal membawa kesejahteraan rakyat Papua.

    Artinya tidak satu partai atau calon anggota dewan dengan tegas menyatakan sikap tentang kegagalan OTSUS. Hal ini membuktikan bahwa mereka berlomba-lomba untuk memakan dana otsus yang berikutnya dan rakyat Papua cuma dijadikan lahan untuk mencari suara.

    Mereka kata para pendemo, tidak pernah memberikan solusi hanya memberikan janji-janji yang sudah pasti tidak akan dijawab. Terbukti dengan DPRP saat ini yang tidak mampu membuat aturan yang memproteksi

    (aturan yang memihak) orang Papua.

    Seperti menyediakan tempat khusus bagi mama-mama Papua untuk berjualan, membatasi arus pendatang ke tanah papua, pendidikan gratis dan kesehatan gratis yang belum menyentuh rakyat kecil.

    Menurut salah satu pendemontrans Apolo menyatakan Gubernur, Walikota, Bupati yang didukung oleh partai-partai politik, mempunyai prestasi/raport yang sangat buruk, bahkan dia menciptakan konflik horizontal.

  • Bintang Kejora Berkibar di Asrama Papua, Kamasan Yogyakarta Pukul 12:00 Dinihari

    Per SMS tadi dilaporkan koresponden SPMNews dari Yogyakarta bahwa telah terjadi pengibaran Bendera Bintang Kejora di Asrama Mahasiswa Papua, Kamasan, Yogyakarta tadi malam tepat pukul 12:00 dinihari. Sewaktu dilaporkan pada pukul 1:00 dinihari ini dikatakan bahwa Sang Bintang Kejora masih berkibar di Asrama.

    Dari sumber informasi disampaikan bahwa pihak yang mengkleim pengibaran Bendera itu adalah Komite Aksi Nasional yang saat ini mendorong mogok sosial/ massal (social disobedience) di Papua Barat dalam waktu dekat sebagai Tanda hubungan Jakarta – Papua Barat yang tidak harmonis dan penuh dengan kekerasan dan pelanggaran HAM serta terbukti benar bahwa Otonomi Khusus telah gagal.

    Imbas daripada ekspresi ini adalah Pemilu 2009, di mana sumber berita tadi menyatakan “Kalau Otsus sudah gagal, untuk apa ikut Pemilu? Banyak warga negara Indonesia yang memilih Golput, dan kami bangsa Papua juga memilih Golput, itu HAK kami, dan secara demokratis tidak dapat diganggu-gugat dan tidak dapat dipaksakan.”

    Ditanyakan betapa kejamnya pemerintah NKRI selama ini dalam memaksakan ikut Pemilu, sumber berita tadi menyatakan, “Kami sudah tahu dan belajar dari Indonesia, bahwa ikut atau tidak ikut Pemilu itu hak, dan nilah satu-satunya hak yang tertinggal bagi bangsa Papua untuk dimanfaatkan demi memperjuangkan aspirasinya, dan aspirasi itu perlu disalurkan lewat Dialogue Nasional dan Dialogue Internasional. Tuntutannya itu saja dari tahun 1999 sampai sekarang dan sampai konflik ini selesai.”

    Demikian seklias Info.

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?