Tag: Andy Ayamiseba

  • Unifikasi Kekuatan Militer Papua Merdeka setelah Unifikasi Kekuatan Politik dalam ULMWP

    Dengan berdirinya United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), yang awalnya dirintis oleh dua orang tokoh Organisasi Papua Merdeka (OPM) Dr. OPM John Otto Ondowame dari Faksi Pembela Kebenaran (PEMKA) dan Senior OPM Andy Ayamiseba dari Faksi Marvic (TPN) sejak tahun 2001, didahului dengan pendirian West Papuan Peoples Representative Office (WPPRO), disusul dengan berbagai macam Deklarasi dan penandatanganan, antara lain Deklarasi Saralana tahun 2000 antara tokoh Politik Papua Merdeka Dortherys Hiyo Eluay dan Ketua OPM Faksi Marvic Seth J. Roemkorem dan beberapa rangkaian pertemuan antara utusan Gen. TPN/OPM Mathias Wenda dari Markas Pemka/ Marvic berastu di perbatasan West Papua/ PNG tahun 2004-1006.

    Kedua tokoh OPM, Dr. OPM J.O. Ondowame dan Senior OPM Andy Ayamiseba bersama rekan mereka Senior OPM Rex Rumakiek, bekerjasama dengan berbagai elemen masyarakat adat, terutama Dewan Musyawarah Masyarakat Adat Koteka (DeMMAK) telah membentuk West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL).

    WPNCL kemudian mendaftarkan diri ke Melanesian Spearhead Group (MSG) di dalam KTT-nya di Noumea, Kanaky atas sponsor dana dan sponsor politik dari Perdana Menteri Vanuatu waktu itu, Joe Natuman.

    Vanuatu telah memberikan dukungan dana dan dukungan politik selama puluhan tahun. OPM telah menjadi fokus dukungan mereka. Tiga tokoh dan senior OPM: Dr. OPM J.O. Ondowame, Senior OPM Andy Ayamiseba dan Senior OPM Rex Rumakiek selama puluhan tahun telah disponsori oleh Vanuatu untuk mengkampanyekan Papua Merdeka.

    Masih atas dukungan Republik Vanuatu terhadap tiga tokoh OPM, Andy Ayamiseba, Otto Ondawame dan Rex Rumakiek, ditambah dukungan yang datang dari rimba oleh Gen. TPN/OPM Mathias Wenda, Gen. TPN/OPM Abumbakarak Wenda, Gen. TPN/OPM Nggoliar Tabuni, dan para petinggi militer di seluruh Tanah Papua, Joe Natuma telah memberanikan diri di dalam kapasitas dan kuasanya sebagai Perdana Menteri Vanuatu, meminta kepada para tokoh OPM untuk menyampaikan lamaran kepada MSG, untuk menjadi anggota MSG.

    Atas saran negara Vanuatu pula, maka telah dibentuk WPNCL, namun lamaran ini mengalami kegagalan karena ada kelompok organisasi Papua Merdeka yang memprotes.

    Tiga tokoh OPM bersama para gerilyawan dipaksa untuk kembali membangun kekuatan bersama, kali ini dengan memasukkan Parlemen Nasional West Papua (PNWP) dan Negara Federaral Republik Papua Barat (NRFPB).

    Dengan dana dari Negara Republik Vanuatu pula, ketiga tokoh OPM bersedia meninggalkan posisi dan kedudukan, dan mengundang semua elemen perjuangan Papua Merdeka, baik organisasi politik maupun militer untuk duduk bersama, membicarakan dan membentuk persatuan organisasi untuk perjuangan politik Papua Merdeka.

    Pada 7 Desember 2014, telah terbentuk sebuah wadah politik untuk Papua Merdeka, dibentuk oleh tokoh TPN/OPM, OPM dan DeMMAK yang telah terorganisir bersama tiga tokoh OPM dalam WPNCL, bersama PNWP dan NRFPB. Terbentuklah Organ perjuangan Papua Merdeka bernama “United Liberation Movement for West Papua (disingkat ULMWP).

    Hampir lima tahun lalu kita telah sukses menyatukan sayap politik perjuangan Papua Merdeka. Para tokoh OPM di dalam negeri maupun luar negeri, bersama tokoh NRFPB dan PNWP telah menyatakan membentuk ULMWP.

    Kini tinggal satu tugas organisatoris lagi, yaitu menyatukan kekuatan militer yang ada di Tanah Papua ke dalam satu garis komando, atau satu garis koordinasi.

    Jadi, ada dua skenario tersedia saat iin. Lewat Biro Militer dan Pertahanan ULMWP akan dibentuk sebuah organisasi sayap militer dengan nama baru, menyatukan semua perjuangan para gerilyawan di rimba New Guinea. Skenario pertama ialah menyatukan semua Panglima Perang dan Panglima Komando yang ada di Tanah Papua ke dalam satu struktur organisasi, satu nama sayap mliter, dan satu garis komando.

    Skenario kedua ialah membentuk sebuah Dewan Militer yang para anggotanya ialah para panglima dengan komando yang sudah ada pada saat ini, dan para anggota Dewan Militer dapat memilih Panglima Tertinggi Komando Revolusi sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.

    Baik skenario pertama maupun kedua tentu saja memiliki kelebihan dan kekuarangan. Yang terpenting ialah dunia melihat bahwa perjuangan Papua Merdeka semakin mengerucut, semakin menyatu dan semakin profesional. Tidka sporadis, tidak unpredictable, tidak banyak panglima dan komando.

    Kami berdoa kiranya Biro Pertahanan dan Keamanan ULMWP dapat menuntaskan pekerjaan ini dalam waktu sesingkat-singkatnya sehingga semua persoalan yang muncul dalam perjuangan ini tidak berputar-putar di satu tempat.

     

     

  • Vanuatu BUKAN Tempat Wisata Politik Aktivis Papua Merdeka untuk Datang Lalu Bubar

    Dari Markas Pusat Pertahanan (MPP) Tentara Revolusi West Papua mengingatkan kepada semua pejuang Papua Merdeka untuk mencamkan dengan baik apa yang sebenarnya kita lakukan selama ini. Berdasarkan perintah dari Panglima Tertingi Komando Revolusi Gen. TRWP Mathias Wenda, dari Kantor Sekretariat TRWP, Lt. Gen. TRWP Amunggut Tabi menyampaikan penyesalan atas kinerja para pengurus ULMWP yang menjadikan Port VIla dan Vanuatu sebagai tempat wisata politik sementara dan kemudian meninggalkan negara kepulauan itu tanpa bekas.

    Walaupun rakyat dan pemerintah Vanuatu, bersama dengan rakyat dan pemerintah Solomon Islands, bersama dengan pemerintah dan rakyat Papua New Guinea telah berbuat apa saja yang mereka bisa lakukan menurut kapasitas dan panggilan yang mereka miliki. Itu sudah cukup.

    Kami para gerilyawan Papua Merdeka juga mengambil posisi di hutan rimba dan setiap saat bersedia mengangkat senjata. Akan tetapi para pejabat ULMWP yang seharusnya tinggal di Port Vila Vanuatu, ternyata tidak.

    Situasi ini menunjukkan riwayat perjuangan bangsa Papua seperti yang dialami oleh para pendahulu kita kana terulang kembali.

    Para tokoh Papua Merdeka antara lain Nicolaas Jouwe, Otto Ondawame, Jacob Prai, Seth Roemkorem, dan sebagainya, telah dibawa ke negara-negara barat. Tujuan perjalanan mereka secara pribadi memang untuk memperjuangkan Papua Merdeka dari negara barat sana. Mereka menduga bahwa mereka akan lebih kuat membantu Papua Merdeka dari sana.

    Tetapi apa yang terjadi?

    Satu hal yang jelas buat kita semua adalah “tenaga mereka, waktu mereka dan kekayaan mereka secara intelektual dan secara kharisma” dikuras habis, dipermainkan, dihabiskan, sampai-sampai mereka duduk menganga di kursi sebagai orang Papua, presiden, pemimpin lanjut usia dan mulai mengeluarkan kata-kata, kalimat-kalimat yagn tidak teratur, tidak membantu dan tidak mendukung Papua Merdeka.

    Satu-satunya tokoh Papua Merdeka yang harus kita banggakan ialah Alm. Dr. OPM Otto Ondawame, sebagai tokoh intelektual OPM, beliau menyadari bahwa berkewarga-negaraan Swedia dan tinggal di Swedia sama sekali tidak membantu Papua Merdeka. Oleh karena itu, bersama Senior OPM Andy Ayamiseba, pada tahun 2001, mereka menginisiasi dan membentuk WPRRO (West Papuan Peoples’ Representative Office), yang kemudian pada tahun 2003 disahkan oleh Deputy Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri waktu itu, Serge Rialuth Voghor.

    Para pemimpin Papua Merdeka yang ada di dalam negeri memang harus pulang ke tanah air, karena persoalan Papua Merdeka ada di dalam Negeri. Akan tetapi mengapa para aktivis dan pemimpin Papua Merdeka meninggalkan Vanuatu? Apakah pemeirntah Vanuatu mengusir mereka? Tidak, rakyat dan pemerintah Vanuatu telah secara resmi memberikan Kantor United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), mereka telah membantu ULMWP mendaftar menjadi anggota MSG (Melanesian Spearhead Group), mereka terus berusaha membantu sesuai degnan kemampuan mereka. Akan tetapi yang terjadi ialah para pemimpn Papua Merdeka TIDAK MENSYUKURI pemberian rakyat dan pemerintah Vanuatu.

    Pengorbanan nyawa yang berjatuhan di rimba New Guinea, pahlawan tanpa nama yang bersebaran di mana-mana, dan kematian para tokoh di luar negeri seharusnya kita dapat akhiri scara bermartabat dengan cara memfokuskan diri kepada perjuangan ini dengan “menanam lutut”  di nama kita harus tanam lutut, dan “duduk bertempat tinggal” di mana kita harus bertempat-tinggal demikian himbaian dari Gen. TRWP Mathias Wenda.

    Dari MPP TRWP, mengundang semua tokoh, pemimpin dan aktivis Papua Merdeka, untuk menghargai apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan Papua Merdeka, oleh saudara-saudara Melanesia, dan oleh Tuhan Yesus sebagai Panglima MahaTinggi Revolusi West Papua dengan cara

    • Datang dan duduk di Kantor ULMWP
    • Berpikir dan berbicara dari Kantor ULMWP
    • Selesaikan perjuangan Papua Merdeka dari Kantor ULMWP

    Kalau tidak demikian, kita sudah di-anggap remeh oleh analis politik dan inteligen di seluruh dunia, terutama dari Idnonesia, bahwa irama panas-panas tahi ayam Papua Merdeka itu sudah biasa, sudah lebih dari setengah abad orang Papua memang begitu. Sebentar lagi akan dingin, sebentar lagi para Wisatawan Politik (Political Tourists) yang berkunjung ke Vanuatu akan pulang dan masalah akan redah. Buktinya benar, bukan?

     

    Baca juga

     

  • West Papuan liberation movement focussed on UN plans

    West Papuan liberation movement focussed on UN plans

    From , 4:03 am on 18 September 2017

    The West Papua National Coalition for Liberation says its decolonisation aspirations are focussed on action at the United Nations.

    The Coalition is one of the key groups within the United Liberation Movement for West Papua, which is pushing for internationally-facilitated negotiation with Indonesia over Papua’s political status.

    Various Papuan civil society, church and customary leaders met with Indonesia’s president Joko Widodo last month about establishing dialogue over problems in Papua.

    However self-determination is not expected to be on the agenda in the dialogue, in which the Liberation Movement is not involved.

    The Coalition’s chairman Andy Ayamiseba says the Movement rejects direct dialogue with Jakarta because it considers Indonesia an illegal occupier in Papua.

     

  • Pencerahan Andy Ayamiseba, terkait Kekacauan dalam Management ULMWP

    PENCERAHAN:

    Selamat Bertemu Kembali Papua, saya diminta oleh beberapa individu lewat Medsos untuk memberikan suatu pencerahan atas keadaan yg meresahkan hati masyarakat sehubungan dengan krisis yg sedang berlangsung dalam tubuh ULMWP.

    Keadaan ini adalah sesuatu hal yg natural dalam setiap organisasi, sama seperti dalam rumah tangga ada “ups and downs” atau ALAM juga ada “air pasang dan surut”.

    Yg terpenting disini adalah “JIWA NASIONALSME” kita selaku Pemimpin Perjuangan sekaligus Pemimpin Bangsa Papua wajib berkomitmen penuh untuk menciptakan sesuatu keadaan yg harmonies atau sehat dalam MANAGEMENT wadah perjuangan tersbt, demi tercapainya tujuan akhir, yaitu MERDEKA DAN BERDAULAT PENUH DAMAI DAN SEJAHTERA BEBAS DARI SEGALA BENTUK PENINDASAN BANGSA ASING. Dan jiwa ini telah dimiliki oleh setiap anggota Executive ULMWP, mulai dari EXECUTIVE COUNCIL atau Dewan Komite, EXECUTIVE COMMITTEE maupun TEAM KERJA EXECUTIVE. Masalahnya disini adalah kadang2 kita selaku manusia “LUPA DIRI” bahwa Kia ini Pemimpin jadi harus mengatur langkah kedepan dengan segala perhitungan yg bertanggung jawab penuh tanpa egoismo pribadi. Kita perlu mengoreksi diri kita sendiri karena harapan bangsa berada dipundak kita, dan saya yakin bahwa kita juga yakin sepenuhnya bahwa Hal ini yg diharapkan oleh MUSUH agar mereka bisa menggunakan kesempatan ini.

    Kepada bangsaku, saya secara pribadi menjamin bahwa ULMWP akan lulus keluar dari KRISIS ini dan akan menciptakan suatu suasana baru yg lebih STABIL dan TIDAK TERGOYANG sampai TITIK AKHIR TERCAPAI. Bekerjalah dengan Berdoa,

    Salam Kasih Papua,
    ANDY AYAMISEBA
    Anggota DEWAN KOMITE ULMWP

  • Sandiwara Papua Merdeka: Di Kamar Tamu Bicara Papua Merdeka, Di Kamar Tidur Bicara I Love You Indonesia

    Banyak tokoh Papua Merdeka yang sepanjang sejarah perjuangan kemerdekaan West Papua menunjukkan pelajaran hidup bagi kita generasi yang masih hidup dan berjuang untuk kedaulatan negara West Papua. Ada pelajaran hidup yang membantu kita untuk terus berjuang, ada pula contoh yang patut kita hindari. Dua hal yang perlu kita jadikan pelajaran hidup. Yang pertama, pelajaran yang baik kita ambil pertama dari pejuang Senior Andy Ayamiseba dan Rex Rumakiek, dua tokoh OPM (Organisasi Papua Merdeka) yang sejak muda sampai dengan hari ini, konsisten memperjuangkan Papua Merdeka, dan bukan itu saja, menolak segala macam tawaran NKRI yang bertujuan melemahkan perjuangan bangsa Papua.

    Sebagai pemimpin Black Brothers, pengaruh grup musik legendaris ini sangat besar dan luas, begitu dahsyat dalam memperjuangan aspirasi kemerdekaan West Papua. Sampai hari ini, Black Brothers masih diterima secara terbuka, di semua tingkatan di seluruh Melanesia. Coba lihat di Facebook.com dan di Youtube.com dan ketik Black Brothers, Anda akan temukan para pendukung dan yang meng-upload lagu-lagu Black Borthers ialah orang-orang Indonesia, bukan orang Papua, bukan orang Melanesia.

    Artinya Black Brothers masih punya peluang besar untuk diterima oleh rakyat Indonesia, melupakan apa yang pernah dilakukannya selama ini.

    Rex Rumakiek ialah seorang pejuang Papua Merdeka yang sepanjang hidupnya keluar-masuk, memperjuangkan Papua Merdeka. Ia menetap di Suva, Fiji, di mana pengaruh Indonesia sangat kental dan sangat kuat. Godaan untuk beristerikan perempuan Asia ataupun perempuan Indonesia di Fiji sangat besar. Ia juga sudah pernah ditawari menggunakan “politik Jawa”, lewat perempuan dan rayuan gombal. Tetapi Rex Rumakiek adalah pemain kelas dunia dlaam politik.

    Baik Andy Ayamiseba maupun Rex Rumakiek tidak pernah mengelaurkan pernyataan-pertanyaan keapda dunia, tidak pernah menayampaikan tuduhan kepada Indonesia, atau apapun. Yang mereka lakukan ialah membangun jaringan, persahabatan, dan persaudaraan, memperkenalkan diri dan menyampaikan keluhan dan perjuangan bangsa Papua. Mereka bukan propagandists, tetapi mereka lobbyist ulung bangsa Papua.

    Rex Rumakiek berbasis di Suva dan Ayamiseba di Port Vila, keduanya sebagai Senir OPM, merendahkan diri dan mendorong adik-adik mereka memperjuangan Papua Merdeka dengan jernih dan tulus. Tidak bersandirawa, tidak bermain-main, tidak bersilat kata, tidak dengan niat lain di dalam diri pribadi. tidak mendorong egoisme pribadi dan kelompok dan suku, tetapi memperjuangan Papua Merdeka secara murni.

    Contoh yang lain ialah Gen. TRWP Mathias Wenda, yang sejak kecil sampai dengan usia tua, masih tetap konsisten berjuang untuk Papua Merdeka. Banyak tawaran NKRI telah ia tolak, banyak sumbangan NKRI dalam bentuk beras, supermie, kopi, uang, ataupun sumbangan senjata ial tolak. Banyak agen-agen NKRI orang Papua yang datang kepadanya ia tolak.

    Gen. Wenda menolak dialgoue, menolag Jaringan Damai Papua, menolak PDP yang bersilat kata, menolak para panglima-nya sendiri yang berkomunikasi dengan pihak NKRI. Gen. Wenda konsisten sejak masih muda sampai dengan hari ini. Beliau selalu berkata dalam kata sambutannya,

    Rumus awet muda dan umur panjang yang pertama ialah jangan punya niat jahat dan jangan tipu-tipu. Karena upah menipu mati. Orang tua kalau punya niat jahat biasanya niat itu tidak disimpan dua malam, dalam sehari saja harus dikeluarkan: dilakukan atau harus mengaku. Kalau tidak, nyawamu sendiri terancam.

    Mudah-mudahan dari tiga contoh ini, generasi muda Papua berpolitik yang benar, berjuang yang benar, berdasarkan prinsip dan nilai-nilai hidup dan perjuangan bangsa Papua, bukan dengan meng-copy-paste ide dan nilai hidup bangsa lain, bukan dengan mengikuti ideologi bangsa lain. Kematian sebuah bangsa terjadi pertama-tama karena meng-copy ide-ide dan cara kerja orang lain yang tidak punya akar kuat di dalam diri, jiwa dan tanah leluhur kita sendiri.

  • A. Tabi Menanggapi Catatan A. Ayamiseba: Kalahkan Ego Sendiri Dulu untuk Kalahkan NKRI

    Dalam sejarah manusia di seluruh dunia, baik yang tercatat dalam Kitab Suci agama-agama modern, atau juga dalam agama-agama tua dan ajaran-ajaran dan cerita adat di mana-mana, telah dicatat ber-ulang-ulang, diceritakan dan dikhotbahkan di mana-mana, secara prinsipil mengatakan bahwa “para pemenang adalah mereka yang berani dan berhasil mengalahkan ego sendiri”.

    Cerita Yesus Kristus merupakan cerita yang paling mudah kita jadikan sebagai salah satu dari mereka. Yesus menjadi Juruselamat umat manusia di dunia, sepanjang masa, itu menurut pengakuan salah satu agama modern, Agama Kristen. Apa yang dilakukan Yesus Kristus adalah salah-satu patokan, dan jelas menjadi patokan utama dalam perjuangan Papua Merdeka, karena hampir 90% penduduk OAP adalah beragama Kristen.

    Kita selalu merayakan Hari Kelahiran Yesus Kristus yang kita sebut Hari Natal dan Hari Kematian Yesus Kristus, yang kita sebut Minggu Paskah. Kedua peristiwa ini adalah peristiwa di mana “Yesus Mengalahkan Ego-Nya” dan menyerahkan sepenuhnya kepada kedaulatan dan kekuasaan Allah Bapa.

    Yesus meninggalkan kerajaan-Nya, kekuasan-Nya, kemuliaan-Nya, dan segala yang Ia miliki sebagai seorang Raja di atas tahta-Nya di Surga, dan rela lahir sebagai seorang bayi adalah sebuah “penyangkalan ego dan secara otomatis mengalahkan ego-Nya”.

    Setelah Yesus menjalani kehidupan sebagai seorang manusia, sama dengan kita manusia di dunia, sama dengan orang Melanesia, ia rela makan-minum, tidur-bangun, jalan-kerja, lapar, harus, menderita sebagai seorang manusia, sama dengan kita semua. Ia benar-benar, selama 33 tahun, bukan setahun dua tahun, secara berturut-turut, berulang-ulang, mengalahkan ego-Nya.

    Proses menuju puncak pengalahan ego-Nya Yesus Kristus merelakan diri-Nya ditangkap, disiksa, dikhianati oleh murid-Nya sendiri, dan disalibkan. Ia berdoa di Zaman Getsemani, yang kita sebut sebagai Konferensi terakhir untuk mengambil sikap Kerajaan Allah terhadap misi Yesus Kristus. Bisa terjadi waktu itu Allah membatalkan proses penyaliban. Yesus sendiri sudah mengeluhkan penderitaan-Nya waktu itu. Tetapi Yesus katakan, “Kehendak-Mu-lah yang jadi,bukan kehendak-Ku”.

    Akhirnya di Bukit Tengkorak, Yesus rela disalibkan di kayu salibm dan mati di kayu salib. Secara manusiawi, Yesus bisa saja memerintahkan bala tentara surga untuk menyambutnya dan kedatangan mereka itu pasti saja membumi-hanguskan semua orang yang menghianati, menghukum dan menyalibkan Dia.

    Tetapi itu semua tidak terjadi. Semua skenario daging dikalahkan-Nya, semua skenaio ego Yesus dikalahkan-Nya.

    Apa hasilnya?

    Hasilnya Yesus dikukuhkan secara sah dan mutlak sebagai Raja di atas segala Raja.

    Apakah ego saya?

    • Mau jadi terkenal dan dikenal serta ditepuk-tangan selalu oleh orang lain?
    • Sulit meninggalkan kebiasaan merokok dan mabuk-mabukan?
    • Sulit meninggalkan kecanduan narkoba?
    • Sulit meninggalkan nafsu-nafsu duniawi?
    • Sulit menerima masukan dan kritikan?
    • ……

    Ego Yesus dikalahkan sebelum Ia mengalahkan Iblis.

    Ego tokoh Papua Merdeka harus dikalahkan terlebih dulu sebelum mengalahkan NKRI! Itu rumus baku, rumus revolusioner.

    Para tokoh Papua Merdeka, di kota, di kampung, di hutan, di dalam negeri, di luar negeri, senior, yunior, gerilyawan, politisi, aktivis, semuanya, semuanya.

    1. Mari Kita belajar dan jadikan Yesus sebagai Panglima Tertinggi Revolusi West Papua,
    2. Jadikan dirikita mengikuti dan mencontoh secara dekat, teladan yang ditinggalkannya,
    3. Jalannya ialah dengan menyangkal, meninggalkan, dan menyalibkan egoisme pribadi, dan jadikan kepentingan dan penderitaan bangsa Papua dalam konteks West Papua dan penderitaan Melanesia dalam konteks kawasan

    Kalau kita masih saja memegang “ego” sebagai Tuhan kita, maka kita akan dikalahkan oleh ego kita sendiri. Jangan pernah bermimpi mengalahkan NKRI, karena sebelum apa-apa kita sudah kalah dari ego sendiri.

  • Andy Ayamiseba: Aktivis Abadi atau Pejuangan Tulen Kemerdekaan?

    Andy Ayamiseba: Aktivis Abadi atau Pejuangan Tulen Kemerdekaan?

    Senior OPM Andy Ayamiseba
    Senior OPM Andy Ayamiseba

    Setelah berpengalaman selama 5 dasawarsa dalam perjuangan kemerdekaan Bangsa dan Tanah Air Papua Barat, saya merenungkan kembali visi dan misi perjuangan kemerdekaan yg telah memakan Umur para pejuang2 kemerdekaan termasuk pahlawan2 yg telah mendahului kita. Apa kiranya hal2 yg membuat perjuangan ini makin berkepajangan???

    Saya secara pribadi berpendapat bhw ada banyak sebab yg membuat perjuangan ini TINGGAL DITEMPAT karena kepentingan Nama Besar para Pemimpin2 yg mabuk hormat dan prestige tanpa memperhitungkan pengorbanan rakyat jelata.

    Kelihatannya perjuangan ini disengajakan berkepanjangan oleh beberapa Pemimpin yg dipakai oleh penasihat2 asingnya selaku mata pencarian mereka se-hari2 membuat perjuangan nasional sesuatu bangsa tampil selaku suatu organisasi LSM dan para Pemimpin berperan selaku aktivis2 dari LSM tersbt.

    Saya memiliki visi yg berbeda dan menolak segala versi Papua selaku zona DAMAI karena kata Damai secara sepihak tidak memiliki sesuatu MAKNA apapun.

    Saya menyerukan kepada seluruh institusi2 perjuangan utk membangun kekuatan (empowerment) dan bersiap siaga bilamana ada seruan MOBILISASI UMUM utk menghadapi Pejajah Sadisme. Ingat bhw penjajah kita tidak pernah menganggap kita selaku manusia ciptaan Tuhan, melainkan binatang yg mereka berhak membunuh seenaknya, jadi jangan terbuai oleh segala tipu muslihatnya.

    PAPUA MERDEKA

  • West Papua’s Black Brothers message to PNG musicians: ‘Stay committed’

    Local musicians in Papua New Guinea are encouraged to stay committed to what they do in order to succeed in their music careers.

    Band manager and founder of the West Papuan group Black Brothers, Andy Ayamiseba, urges PNG musicians to always commit to their music and learn to sacrifice their time.

    The group was in Papua New Guinea to perform at the Sir John Guise stadium in Port Moresby to celebrate the country’s 41st anniversary of independence celebrations on Friday.

    Black Brothers is an eclectic band that was the most popular musical group in Papua New Guinea during the 1980s.

    The band is known for hit songs back in the 1980s including Apuse, Permata Hatiku, Hari Kiamat, Terjalin Kembali, kerongcong kenangan, Anita and Wan Pela Meri.

    Their music, sung in Tok Pisin, and originally in Bahasa Indonesia, included influences from reggae and political elements inspired by the Black Power movement.

    Ayamiseba has been the band manager for more than three decades and says the secret to being successful is through commitment and hard work.

    “You have to stay committed because music is a platform to express yourself.

    ‘Universal language’
    “It’s like a universal language so you have to explore your feelings through music rather than having a big protest about an issue.

    “Music is another medium to preach what you think,” Ayamiseba explains.

    Black Brothers have toured more than 10 countries in Europe, Asia, Pacific Islands and Australia.

    The reggae inspiration of the Black Brothers has influenced various other PNG and Pacific music groups.

    Ayamiseba adds that artists face the challenge of piracy so it’s good for them to record under a recognised music label to protect their rights so nobody can pirate their creation.

    The original Black Brothers band included Hengky Sumanti Miratoneng (vocals, guitar), Benny Bettay (bass), August Rumwaropen (lead guitar, vocals), Stevy Mambor (vocals, drums), Willem Ayamiseba (percussion) and Amri Kahar (trumpet).

    The 16-member band in PNG to perform includes three original members and the Black Sisters.

    Two of the original members, August and Sumanti, have died while Stevy Mambor could not make the tour due to health reasons.

    The Black Sisters – Petronela, Rosalie and Lea Rumwaropen – are daughters of late August Rumwaropen and they performed alongside their uncles.

    Quintina Naime is a Loop PNG journalist.

    14qn_black_brothers 680wide
    Black Brothers – and Sisters – at a photo session with PNG’s National Capital District Governor Powes Parkop (centre). Image: Tabloid Jubi English
  • Pacific Coalition On West Papua Gains Momentum

    PMPress – The Pacific Coalition on West Papua (PCWP) is gaining momentum with the addition of two new members and the confirmation of the membership of two other parties who indicated their profound support for the initiative since its introduction in Honiara, Solomon Islands in July this year.

    The PCWP was initiated by Prime Minister Hon Manasseh Sogavare of Solomon Islands who is also the Chair of the Melanesian Spearhead Group with the aim of securing the support of the wider Pacific region for preposition of taking up the issue of West Papua with the United Nations for intervention. The initial membership comprises Solomon Islands Government, Vanuatu Government, Front de Liberation Nationale Kanak et Socialiste (FLNKS) and the United Liberation Movement of West Papua and the Pacific Islands Alliance of Non-Governmental Organisations (PIANGO).

    The two new members are the governments of Tuvalu and the Republic of Nauru who were respectively represented at the first meeting of the in the capital of the American Aloha State, Honolulu, yesterday Friday 2nd September, by Prime Minister Hon Enele Sopoaga and Her Excellency Marlene Moses. The latter serves as Nauru’s Ambassador to the United Nations.

    The other two parties who indicated support for the initiative when it was introduced in Honiara at the margin of the 4th Pacific Islands Development Summit are the Kingdom of Tonga and the Republic of Marshall Islands. The expressed support of the governments of these two countries was confirmed today with the attendance of Prime Minister Hon Akilisi Pohiva and the Republic of Marshall Islands Minister for Public Works, Hon David Paul.

    Members and friends of the Pacific Coalition on West Papua at the East-West Centre in Honolulu.
    Members and friends of the Pacific Coalition on West Papua with the Secretary-General of the Pacific Islands Forum, Dame Meg Taylor at the East-West Centre in Honolulu.

    All the initial PCWP members were represented at the meeting except for the Republic of Vanuatu Government. The Secretary-General of the Pacific Islands Forum, Dame Meg Taylor was also present at the meeting.

    In his opening remarks today, Prime Minister Sogavare said the nations of the Pacific have a duty as closest neigbours to West Papua to address the issues of concern to West Papuan.

    He said the right to self-determination being denied to the people of West Papua since the last 50 years is a fundamental principle of the United Nations Charter, just like the rights to life and dignity that they are also denied as a result of their self-determination pursuit.

    He added that the intention of the PCWP is perfectly in line with the principles of human rights and democracy, the very basis of the UN Charter, which all UN Member states should adhere to and protect.

    IMG_0153
    Members and friends of the Pacific Coalition on West Papua during their meeting.

    Prime Minister Sogavare said it would not be an easy task to unwind the wrongs that have been perpetrated by the complications and cover-up on the issue of West Papua over the years and this is where the need for collaborative and strategic approaches to this issue comes in.

    “Only by working together and strategically dealing with the issue of West Papua can we accomplish the objective of our mission,” he said.

    PIF Secretary-General Dame Taylor in her contribution to the discussions presented the forum’s position on the issue. She said the 46th PIF Summit in Port Moresby in 2015 resolved to send a fact-finding mission to West Papua, however the Indonesian Government sees the term ‘fact-finding’ as offensive and therefore that resolution impending implementation.

    Dame Taylor said she has meet with the PIF’s Chair, Prime Minister O’Neill of Papua New Guinea and also the Indonesian President on the way forward on the resolution and the PIF’s Chair will meet with the President.

    The Secretary-General of the ULMWP, Mr Octovanius Mote said the ULMWP represents the freedom movement of West Papua, which continues to pursue the rights of West Papuans to their land, self-determination and all other human rights enshrined in the United Nations Charter.

    Prime Minister Sapoaga of Tuvalu said his country fully appreciates and sympathises with the aspirations and wishes of the people of West Papua to be on their own and fully realises their rights to exist as a country and determine their own continuation as a people.

    IMG_0154
    The Pacific Coalition of West Papua members and friends discussing the way forward for the struggles for self-determination by the people of West Papua.

    Minister Paul of the Republic of Marshall Islands said his country sees the issue of West Papua from a humanitarian perspective and humanitarian issues are at the forefront of the Marshall Islands Government.

    The FLNKS representative, Mr Rodrigue Tiavouane said the FLNKS fully supports the PCWP initiative and the strategy by which it will be implemented.

    He said the FLNKS went through the same process with its self-determination bid- starting with the Melanesian Spearhead Group then on to the Pacific Islands Forum and finally the UN Committee 24 (Special Committee on Decolonisation).

    Prime Minister Pohiva of Tonga said it is a moral obligation to address the human rights abuses in West Papua and deteriorating conditions and call for self-determination and independence.

    He said at the 70th United Nations General Assembly last year he spoke of how the objectives of good governance and accountability are all impossible without full support for human rights of people in areas of conflict throughout the world including the Pacific Islands.

    IMG_0159
    The Solomon Islands Government Special Envoy on West Papua, Mr Rex Horoi, left end, at the Pacific Coalition on West Papua meeting.

    Ambassador Moses of Tuvalu said it is important that the issue of West Papua be taken to UN C24 and to be successful it is important for the Pacific to have strong leadership in pursuing it in a strategic manner.

    She said what works some people does not always work for others.

    PIANGO Tonga Member, Mr Drew Havea said he was encouraged by the leadership on the issue of West Papua displayed by Prime Minister Sogavare.

    He said PIANGO acknowledges the pain of the people of West Papua as the pain of the Pacific and would like to urge Pacific leaders to come to an agreement to stop the violence in West Papua and find a peaceful and dignified pathway to self-determination.

    The meeting concluded with the expression of commitment by all PCWP members to their mission objective.

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?