Tag: Amunggut Tabi

  • Papuans in West Papua Only Have One Killer: The Malay Indos

    PMNews asked the West Papua Revolutionary Army on recent killings happening in West Papua, who are the killers? Or Who is causing troubles in West Papua despite tens of visits to West Papua by the colonial president Joko Widodo. Lt. Gen. Amunggut Tabi says,

    Papuans in West Papua Only Have One Killer: The Malay Indos. No one should be confused about it. Since its military invasion Indonesia has been here for gold, copper, timber, gas, oil, fish, you name it. And the human beings, native inhabitants, of an inferior and backward Melanesian race are seen as troublesome, as hindrance to the original purpose of invading, occupying and extracting the natural resources.

    Amunggut Tabi continues,

    Many Indnnesians use this expression, “New Guinea is a big Island, very big fo host all Indonesians, even still have more rooms to host all Malays from Java to Thailand, its natural resources terribly rich, it will take thousands of years to complete extract the natural resources, it is ripe, it is ready, however, it is a pity, it is disturbing, it is discouraging, that this island also has human beings, called Melanesian Papuan.

    It is clear, that Melanesians in West Papua are seen as a “pity”, an obstacle, hinderance to the great Pan-Indonesia, Great Malay Republic as inspired by the first Malay-Indos President Sukarno.

    Now, what is the solution that normal human being take when you see something or somebody is a “hindrance”? You solve it. You take the hindrance away. In this case, if Papuan as human beings are the problems, then Malay-Indos have to deal with them, and the only way is to kill-them-off.

    Amunggut Tabi also stated,

    I mean, wiping out Melanesians, not just Papuans, is on the agenda of Pan-Indonesia or Great Indonesia nation-state that was already designed by Sukarno. The mission is not yet complete until the Isle of New Guinea is fully occupied, and exploited, and the Papuans in this Island is completely wiped out.

    I can guarantee this because I have read all secret-documents from Indonesian intelligence. Of course, we must purchase the information, but in the future time, they will take over Papua New Guinea, and later on Solomon Islands. It is just a matter of time, the plan is already in place and already in hands.

    The most feasible approach to occupying the whole Melanesia starting from Raja Ampat Islands of West Papua westernmost ends is by wiping out the human beings who inhabit the Island. There is no other way ahead. They will never occupy already independent Papua New Guinea and other Melanesian nation-states just by killing the inhabitants but at least they already starting from West Papua. Once they wipe out and occupy West Papua, they will occupy Papua New Guinea in social, culture, technology, infrastructure, military, police.

    Amunggut Tabi furthermore warned,

    Of all human race in the world, Malay-Indos as Malay race is the most corrupt in their moral standard. They will always use women as the front-page, their window, their entry-point, their leading story. The most obvious example is the last UNGA interventions made by seven South Pacific countries was responded by Indonesia by presented what they called, “beautiful young Indonesian diplomat” and it then because spiral all over Indonesia. They do not care human beings are killed, and threatened to be wiped out from their own inherited land. Their focus was on that “one lady” that they regarded beautiful. What is the meaning of beauty when she tells lies in public speech? Beauty must rests in the heart, not in the skin.

    Amunggut Tabi also mentioned the names, as examples, of Melanesian leaders who have been morally and politically defeated by Indonesia after giving them Indonesian ladies as their wives, or as their maids. Women is always in their forehead when they talk about dealing with other people, to defeat them:

    They have, and they will offer ladies to many Melanesian politicians and key figures, and they will use all their powers to control Melanesian politics though back-doors, not front-doors. They have done so successfully with Papua New Guinea key figures. They will soon do it all over Melanesia. They will occupy Melanesia though back-doors. They are occupying West Papua though front-door. Melanesian leaders must read this reality rationally, and respond to it rationally, strategically, and wisely.

    With all these background information, Amunggut Tabi said that Malay-Indos are the ones who want to see West Papua unstable, to see West Papuans wiped out from their homeland, to exploit and extract as many natural resources as possible in short time as possible.

    He continues,

    When you see any Melanesians die, mysteriously, openly, caused by illness or a sudden death, in remote villages or in crowded city, anywhere in Indonesia, hit by car or shot randomly, Melanesians must keep in mind, that surely, Malay-Indos are on their way wiping out Melanesian race. They are our killers. Any aid and development funds offer from Indonesia should be rejected, because their aid and money are full of Papuans’ blod.

  • Berdoa Jutaan Kali, NKRI Tidak Akan Pernah Menebus Dosa-Dosanya atas Bangsa Papua

    Menanggapi berbagai pemberitaan di media-media kolonial Indonesia dan berbagai jaringan aktifis Papua Merdeka, yang menuntut Presiden Kolonial NKRI Joko Widodo menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM Papua dan membandingkan peliputan media Indonesia terhadap pembunuhan terhada Wayang Mirna Solihin yang dilakukan oleh Jessica Kulama Wongso, jugra kritikan dan harapan-harapan dari organisasi LSM Indonesia Indonesia seperti Setara, Kontras, LBH dan lembaga milik kolonial Inodnesia seperti Komnas HAM, maka dari Kantor Sekretariat-Jenderal Tentara Revolusi West Papua, Lt. Gen. Amunggut Tabi mengatakan,

    Orang Papua harus belajar kembali, doa orang Papua tidak dijawab Tuhan karena dua alasan: pertama karena salah berdoa, dan kedua karena jawaban ditunda, belum waktunya. Dan dalam hubungan NKRI – West Papua, jawaban salah berdoa lebih tepat. Biar berdoa jutaan kali, NKRI tidak akan pernah menebus dosa-dosanya atas bangsa Papua.

    Mendengar pernyataan itu, PMNews kembali menggali lagi, supaya bila mungkin disebutkan sumber-sumber berita atau para pribadi yang mengharapkan kebaikan atau perbaikan datang dari NKRI, tetapi Gen. Tabi menolak, dan mengatakan, “Kalian semua kan bisa memonitor sendiri media semua terbuka sekarang, tidak sama seperti era orde baru kolonial Indonesia.”

    Kemudian PMNews menyebutkan beberapa ungkapan atau ucapan oleh para tokoh Papua, dan lalu Gen. Tabi menggapinya sebagai berikut.

    Ada orang Papua katakan bahwa biar pun 1000 kali presiden kolonial NKRI Joko Widodo mengunjuni Papua, tidak akan merubah nasib orang Papua? Apa tanggapannya?

    Sangat benar! Itu pasti Orang Asli Papua yang bicara.

    Ada orang Papua juga yang bilang, tidak ada orang Papua yang minta Papua Merdeka?

    Oh, itu maksudnya yang dibilang oleh Lukas Enembe, gubernur kolonial NKRI, bukan? Ya, dia juga takut dong. Semua orang Papua, biar anggota TNI/ Polri, biar anggota BIN, biar menteri atau gubernur, siapapun, di dalam MKRI, pasti, ya, pasti di dalam nurani terdalam punya pertanyaan ini, “Kapan saya dibunuh NKRI?” itu ada, jadi semua yang dikatakan pejabat kolonial NKRI, oleh orang Papua, itu semua dalam rangka jaga-jaga diri dan nyawa.

    Itu bukan karena disogok atau dibayar Indonesia. Itu karena rasa takut. Ya, masuk akal. Siapa orang Papua yang rela dibunuh karena alasan kita dilahirkan sebagai orang Papua, karena kita yang dilahirkan sebagia orang Papua menjabat sebagai pejabat kolonial sudah lama dijadikan dasar untuk berbagai macam hal-hal mematikan di tanah ini. Kita sudah belajar banyak, tidak perlu diragukan dan dipertanyakan.

    Ada lagi orang Papua yang bilang, kok berita tentang peracunan dan pembunuhan yang dilakukan Jessica Kulama Wongso terhadap Wayang Myrna Solihin kok disiarkan siang-malam, sebanyak lebih dari 20 kali diliput, tetapi kok media kolonial Indonesia tidak sekalipun meliput berbagai pelanggaran HAM oleh NKRI di Tanah Papua?

    Oh, itu yang dibilang Phillip Karma. Kami mengundang Phillip Karma untuk berdoa seribu kali, satu juta kali, supaya NKRi bertobat. Pasti tidak dijawab. Karena apa? Karena itu salah berdoa. Kenapa salah berdoa? Masa mengharapkan media kolonial menyiarkan korban dari bangsa jajahan di wilayah jajahan. Salah besar kalau Pak Karma msih punya harapan KRI akhirnya akan selesaikan masalah Papua. Itu kesalahan fatal. Seharusnya semua pejuang Papua Merdeka menaruh harapan kepada saudara-saudara sebangsa di Papua New Guinea, satu ras di Melanesia, daripada mengharapkan matahari terbit dari barat dan terbenam di timur.

    Ada juga orang Papua yang menuntut Joko Widodo, presiden kolonial NKRI untuk tidak melulu kunjungi Papua tetapi selesaikan kasus-kasus HAM di Tanah Papua.

    Itu harapan dari ELSAM, Lembaga HAM di Manokwari, Ketua-Ketua Sinode Kingmi, GIDI dan Baptis, GKI, dan lembaga-lembaga HAM di Tanah Papua. Harapan kosong! Salah berharap! Sama dengan salah berdoa tadi. Pertama orang Papua harus jawab dulu alasan NKRI menginvasi secara militer per 19 Desember 1961 dan menduduki tanah Papua sejak 1963 lewat UNTEA dan disahkan 1969 oleh PBB.

    Alasannya bukan karena mereka mau bangun Papua. Mereka tergiur oleh kekayaan alam, Tanah Papua, bukan bangsa Papua.

    Jokowi sebagai presiden Kolonial NKRi datang ke Papua tidak ada hubungan dengan orang Papua, apalagi HAM Papua. Hubungannya adalah kekayaan alam Papua. Dia sedang pulang-pergi memberikan arahan langsung dari muka ke muka kepada agen-agen ring satu di Tanah Papua membicarakan bagaimana mempercepat proses pengerukan hasil Bumi Tanah Papua, sehingga beberapa tahun ke depan saat mereka keluar dari Tanah Papua maka kekayaan yang tertinggal sudah ampas-ampas saja, semua yang mereka mau ambil sebagian besar sudah terjarah.

    Sekarang kami mau tanya hal yang penting, terkait perjuangan Papua Merdeka. Kebanyakan lembaga Orang Asli Papua menuntut referendum, atau dialgoue kepada Jakarta, bagaimana ini?

    Prinsipnya masih sama. Sama saja. Seharusnya tidak usah tanya, karena sudah jelas tadi.

    Tujuan NKRI menginvasi secara militer, dan menduduki secara militer, ialah menguras dan menjarah kekayaan alam Papua. Titik di situ. Jadi tidak ada tujuan lain. Apa hubungan tujuan mereka ada di Tanah Papua dengan tuntutan orang Papua? Tidak ada, malahan merugikan kolonial, bukan?

    Jaringan Damai Papua (JDP) bersama Dr. Neles Tebay yang minta dialogue dan tuntutan Pak Karma, tokoh Papua yang mina referendum, kedua-duanya tidak akan dipenuhi NKRI, karena bertabrakan langsung dengan tujuan kehadiran dan keberadaan NKRI sebagai penguasa kolonial di atas Tanah Papua.

    Sekali lagi, harapan itu yang salah. Kita harapkan, kita berdoa agar NKRI berdialog, supaya NKRI memberikan kesempatan referendum kepada bangsa Papua itu yang salah.

    Sekarang pemikiran kami semakin tersudut: tuntut penuntasan kasus-kasus HAM sulit; tuntut referendum susah, tuntut dialogue juga salah. Semua pemikiran-pemikiran cemerlang dari tokoh Papua sudah tersudut. Apa kira-kira arahan dari MPP TRWP?

    Paradigma kita harus kita rombak. Cara kita berpikir dalam hungungan West Papua – NKRI harus kita rombak habis. Pertama, kita harus yakin dan petakan bahwa West Papua ialah wilayah jajahan NKRI, dan Indonesia ialah penjajah, bukan pemerintah, tetapi penguasa.

    Siapa saja menyebut NKRI dengan istilah pemerintah Indonesia, berarti dari awal paradigma berpikir dalam hubungan NKRI – West Papua sudah salah.

    Kalau sudah salah, pasti tuntutan juga salah.

    Yang kedua, berdasarkan terms of reference atas dasar paradigma berpikir kita tadi, maka kita harus menuntut hal-hal apa saja yang bisa dikerjaka oleh NKRI. Sekali lagi, kita minta apa yang bisa dilakukan NKRI. Kalau meminta hal-hal yang di luar kemampuan NKRI, maka pasti mereka tidak akan menanggapinya.

    Yang ketiga, kalau kita menuntut, kita juga dari hatinurani yang terdalam, harus punya jawaban bahwa tuntutan kita akan diberikan. Kalau masih ada ‘keraguan’ dalam hatinurani, maka kita harus sesuaikan diri dan tuntutan kita dengan kata-kata hatinurani.Kalau kita dari awal salah menuntut, jangan kecewa kalau tidak dijawab atau tidak terpenuhi.

    Dari tiga saran ini semakin membuat kita menjadi sulit melihat jalan keluar?

    Tidak usah terlalu rumit. Kita orang Melanesia, kita bukan hadir ke Bumi sebagai orang Melanesia tunggal. Kita harus percaya diri, bangga kepada diri sendiri, percaya kepada diri sendiri, dan sandarkan kepada kemampuan sendiri. Itu modal pemberian Tuhan, sejak penciptaan, bukan buatan NKRI, bukan frame Amerika Serikat bukan atas persetujuan Australia. Realitas kodrat kita orang Melanesia.

    Nah, dunia kita di situ. Identitas kita di situ. Realitas kodrat kita itu. Jadi, kita bangun segala-sesuatu dari situ. Untuk mengkleim sebuah identitas, kita harus punya dasar pemikiran, paradigma yang benar, lalu dari situ kita mengejar apa yang kita anggap salah. Dasar pemikiran harus benar dan tepat. Kita harus punya pemikiran yang murni didaasrkan atas jatidiri kita sebagai orang Melanesia. Jangan membangun sebuah perjuangan, jangan merancang hal-hal berdasarkan kebencian kepada Indonesia, kedongkolan kepada NKRI, tetapi atas dasar realitas mutlak, ciptaan Tuhan semesta alam.

    Apa masih bingung?

    Mulai ada titik terang. Jadi, titik awalnya ialah “berdiri sebagia orang Melansia”, dan kemduian “bekerja dengan orang-orang Melanesia”. Tetapi kita bicara soal hubungan Melanesia dengan Indonesia?

    Itu yang kami maksudkan.

    Kapan? Berapa kali? Siapa pejuang Papua Merdeka atau tokoh Papua yang meminta dan menuntut Perdana Menteri PNG, Perdana Menteri Vanuatu, Perdana Menteri Solomon Islands, untuk datang membantu West Papua?

    Kalau sudah pernah ada, siapa dan kapan itu pernah ada?

    Kalau sudah salah alamat, jangan berharap surat Permohonn Anda akan dibalas, ya, namanya salah alamaat kok.

     

  • Orang Papua Cepat Menjadi Profesional Pemain Sepak Bola, Tapi Politik Masih Belum Bisa Juga

    Dapat dikatakan sebagai kekecewaan, tetapi juga sekaligus sebagai sebuah pernyataan berdasarkan penilaian, disampaikan oleh Lt. Gen. TRWP Amunggut Tabi dari Markas Pusat Pertahanan bahwa orang Papua sudah berhasil bermain sepak bola secara profesional dalam waktu yang relatif singkat, tetapi untuk bermain politik secara profesional sudah memakan waktu setengah abad lebih tetapi masih belum juga belajar apa-apa.

    Hal itu dikatakan Gen. Tabi dengan menunjukkan beberapa pernyataan berikut.

    Pertama, Boas Solossa dan teman-temannya, didahului oleh Eduuard Ivakdalam dkk telah belajar banyak bagaimana bermain sepak bola secara profesional. Satu contoh, pemain sepak bola harus tunduk kepada wasit, kepada aturan yang ada, kepada kode etik. Bagaimanapun juga, Persipura menganggap tidak bersalah, tetapi kalau wasit menyalahkan, atau wasit tidak membela, maka pemain Persipura telah belajar untuk menerima apapun keputusan wasit.

    Dalam politik Papua Merdeka, ada aturan yang telah diatur, ada Undang-Undang Revolusi West Papua, ada aturan-aturan umum revolusi, ada kode etik, yang kebanyakan tidak diperhatikan oleh aktifis, pejuang dan organ perjuangan Papua Merdeka.

    Kita lhat masing-masing organ keluar dengan proyek masing-masing, Sangat lucu. Kalau ada keputusan dari para tua-tua dalam perjuangan, selalu dibantah, selalu diprotes, selalu membawa ego masing-masing dan memaksakan itu sebagai sesuatu yang benar, dan yang dilakukan orang lain sebagai pendukung NKRI dan dilakukan karena disuruh oleh Indonesia.

    Yang kedua, Persipura bermain tidak seperti dulu, tidak mengikuti arus dan kecepatan lawan. Kebanyakan dalam permainan persipura, mereka selalu merebut kendali dan mengendalikan permainan. Itu tidak terjadi dalam perjuangan Papua Merdeka, orang-orang yang menamakan diri pejuang, aktivis,tokoh, organisasi Papua Merdeka kebanyakan mengikuti irama NKRI, mengikuti bola yang dilempar oleh NKRI. Kalau mereka disebut TPN/OPM, mereka memanggil diri TPN/OPM, kalau mereka disebut KSB, mereka menyebut diri KSB, kalau mereka disebut NKRI teroris, mereka juga berperilaku teroris., kalau Jokowo datang tiap hari ke Papua, mereka juga ribut membicarakan kedatangan presiden kolonial Joko Widodo ke Tanah Papua.

    Pejuang Papua Merdeka tidak pernah punya bola sendiri, selalu mengikuti bola yang dilempar NKRI. Akhirnya apa? Akhirnya bola NKRI diambil kembali, dikendalikankembali, digolkan sendiri oleh NKRi, karena permainan terjadi dalam skenario mereka.

    Contoh lain, saat Sidang Umum PBB terjadi, banyak orang Papua berangkat ke Geneva, ke New York, atas nama tokoh Papua, atas nama tokoh gereja, atas nama tokoh adat, atas nama pejuang HAM. Banyak pernyataan orang Papua keluarkan menjelang dan selama Sidang Umum PBB setiap tahun.

    Begitu juga menjelang Pilkada dalam pemerintah kolonial NKRI, selalu ada pernyataan-pernyataan dari para pejuang Papua Merdeka. Seolah-olah pekerjaan mereka adalah Satgas Kontrol Pekerjaan NKRI di Tanah Papua.

    Ini namanya menyambung lagu NKRI, memainkan bola NKRI. Ini kesalahan fatal.

    Bola Papua Merdeka harus dilempar oleh orang Papua, dikelola dan digiring oleh orang Papua, dan karena akhirnya kita akan dapat menyelesaikannya. Karena bola kita sendirilah yang akan dapat diselesaikan oleh orang Papua.

    Bola Papua Merdeka sudah bergulir di kawasan Melanesia, lewat PNWP, ULMWP, lewat MSG, lewat Solomon Islands, lewat Vanuatu, lewat PIF, dan lewat PBB. Permainan kita sudah canggih, sudah mendunia. Tetapi masih ada saja orang Papua yang ketinggalan zaman, yang tiba-tiba muncul di New York, tiba-tiba bawa pokok doa ke Obama, tiba-tiba mendaftarkan isu West Papua ke New York, tiba-tiba bisik krii, bisik kanan gosip selalu ada, seolah-olah perjuangan Papua Merdeka itu sebuah cerita mistik, sebuah berita gaib.

    Bukan begitu! Tinggalkan cara itu! Itu cara kampungan! Itu cara orang kalah!

    Kita sudah harus mendukung ULMWP, bukan hanya dengan demo-demo dan ibadah syukuran, tetapi lebih-lebih dengan dana dan dukugna secara politik. Kita harus mulai belajar dan tunduk kepada Undang-Undang Revolusi West Papua, karena UURWP iin telah disahkan oleh Parlemen Nasional West Papua (PNWP) milik bangsa Papua, kita juga harus tunduk kepada UURWP karena inilah Undang-Undang yang akan diikuti oleh ULMWP setelah mereka ratifikasi/ terima dan sahkan.

    UURWP sudah harus diwacanakan, dijelaskan, dipelajari, dan akhirnya dilaksanakan oleh semua orang Papua, oleh semua organ perjuangan Papua Merdeka,. Setelah itu baru kita akan mengajak bangsa lain, perusahana asing, termasuk NKRI untuk tunduk kepada UU yang dimiliki oleh tanah dan bangsa Papua.

    Tanah dan bangsa Papua sudah lama tidak punya Hukum Positif negara-bangsa yang mengatur kita semua. Kita hanya menggunakan hukum adat, hukum organisasi dan kode-etik secara terbatas, di masing-masing kelompok, berdasarkan anutan masing-masing. Kini untuk pertama kali dalam sejarah, kita memiliki sebuah standar hukum positif yang sudah secara legal disahkan oleh lembaga PNWP dan akan disusul oleh ULMWP.

    Sangat rugi dari waktu dan tenaga, secara politik dan hukum kalau kita habskan waktu dan tenaga membahas pelanggaran UU NKRI, baik yang dilanggar oleh orang Indonesia ataupun oleh orang Papua, yaitu UU yang menjajah tanah dan bangsa Papua sementara UU yang diatur oleh orang Papua sendiri, yang sidahkan oleh wadah perjuangan Papua Merdeka sendiri, yang mengatur dan membela eksistensi dan hak-hak Tanah dan bangsa Papua tidak dibahas dan tidak ditaati.

    Bola orang Papua, bola asli bangsa Papua ialah “bola Papua Merdeka!”, bola PNWP, bola ULMWP, bola MSG, bola Komite Dekolonisasi PBB, bola PBB, bola lewat UURWP. Bagi yang memainkan bola NKRi, kita sudah jelas tahu akan kalah. Mari kita berharis di belakang PNWP, ULMWP dan MSG, menuju West Papua yang merdeka dan berdaulat di luar NKRI.

    Bagi yang menentang realitas politik ini, bagi yang menganggap kemajuan ini sebaliknya, mari kita sadar penuh, bahwa itu adalah murni anggapan NKRi, karena jelas NKRI tidak mau ada PNWP, tidak mau ada ULMWP, tidak mau ada MSG, tidak mau West Papua menjadi bagian dari Melanesia.

  • Lt. Gen. Amunggut Tabi: Mari Tinggalkan Kampung Masalah, Kita Pindah ke Jalan Solusi

    Dengan terbentuknya ULMWP sebagai lembaga eksekutif perjuangan Papua Merdeka, PNWP sebagai lembaga legislatif dan para panglima serta gerilyawan di rimba raya New Guinea sebagai alat negara dalam membela dan mempertahankan tanah leluhur pulau New Guinea Bagian Barat, maka berakhirlah sudah pekerjaan yang telah diberikan oleh Gen. TRWP Mathias Wenda sebagai Panglima Tertinggi Komando Revolusi.

    Secara teori, Kantor Sekretariat-Jenderal TRWP telah mengakhiri pekerjaannya, dan selanjutnya diserahkan kepada PNWP, ULMWP dan wadah perjuangan politik Papua Merdeka untuk melanjutkan perjuangan ini.

    PMNews menyempatkan diri menanyakan apa pekerjaan selanjutnya dari Sekretariat-Jenderal. Dan Gen. Tabi menjawab,

    “Tugas kami sudah berakhir, Sekretariat-Jenderal sebagai sebuahorgan baru di dalam struktur militer ada karena kita perlu upayakan wadah politik terbentuk dan beroprasi. Tugas utama menjalankan fungsi politik dan administrasi sejak 2006. Kini tahun 2016 telah mengakhiri tugasnya pada usianya yang kesepuluh. Selanjutnya adalah tugas ULMWP, dan PNWP.”

    Ditanyakan apa yang akan dilakukan Sekretariat-Jenderal selanjutnya, Gen. Tabi mengatakan

    “Sekretariat-Jenderal akan dibubarkan dengan resmi oleh Panglima Tertinggi Komando Revolusi. Bisa juga kita katakan secara otomatis berakhir tugasnya, dan bubar secara otomatis karena ULMWP dan PNWP telah terbentuk. Tugas-tugas Sekretariat-Jenderal itulah yang sekarang diteruskan oleh ULMWP dan PNWP.”

    PMNews selanjutnya menanyakan apa saja pesan kepada PNWP dan ULMWP untuk perjuangan selanjutnya, Gen. Tabi mengatakan

    Kasih tahu kepada PNWP dan ULMWP begini,

    “Mari Tinggalkan Kampung Masalah, Marilah Kita Pindah ke Jalan Solusi”

     

     

    Ditanyakan PMNews kembali untuk penjelasan lanjutan, Tabi katakan,

    Ya, maksudnya kita sudah terlalu lama, sudah lebih dari setengah abad bicara masalah Pepera salah, masalah pelanggaran HAM< masalah ketidak-adilan, masalah marginalisasi, masalah dan masalah. Itu yang kami sebut “Kampung Masalah”.

    Marilah kita pindah ke Jalan Solusi, artinya bahwa baik PNWP maupun ULMWP, dengan berakhirnya tugas dan tanggungjawab Sekretariat-Jenderal, maka kedua lembaga ini berkewajiban secara hukum Revolusi untuk mempresentasikan kepada dunia solusi-solusi yang datang dari West Papua, solusi saat ini dan West Papua merdeka sebagai solusi untuk West Papua, untuk New Guinea, untuk Melanesia, untuk Pasifik Selatan dan solusi untuk masyarakat global dan planet Bumi.

    Dunia mau tahu, dan dunia harus tahu, “Apa manfaatnya Papua Merdeka bagi mereka?” Gen. Tabi kembali menjawab,

    Ingat, jangan bicara tentang apa manfaatnya bagi orang Papua atau bagi West Papua, tetapi kita fokus kepada apa keuntungannya bagi New Guinea, Melanesia, Pasifik Selatan dan Planet Bumi secara global.

    ***

    Ya, benar, kita sudah punya Undang-Undang Revolusi West Papua yang menajdi fondasi dan dasar hukum perjuangan kita, sehingga tidak ada gerakan tambahan, semua berjalan berdasarkan aturan dan undang-undang perjuangan yang ada.

    Kita juga sudah punya PNWP yang akan membuat Undang-Undang dan Peraturan yang masih banyak harus diatur berdasarkan UURWP yang sudah disahkan, sekaligus menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Perjuangan Papua Merdeka lalu mengawasi pekerjaan dari ULMWP sebagai lembaga eksekutif.

    Kita juga sudah punya ULMWP, sebagai wadah eksekutif perjuangan Papua Merdeka, oleh karena itu mereka perlu bergerak menjalankan UURPW yang sudah disahkan dan sudah menjadi Hukum Perjuangan Papua Merdeka karena kita melawan hukum kolonial dengan menegakkan hukum tuan-tanah, hukum pemilik ulayat, hukum Negara West Papua.

     

  • Tujuan Papua Merdeka BUKAN Adil dan Makmur, tetapi untuk Keselarasan Hidup yang Abadi

    Tujuan Papua Merdeka menurut Lt. Gen Amunggut Tabi, bukan seperti cita-cita kemerdekaan Indonesia atau negara lain di dunia seperti untuk “kehidupan yang adil dan makmur”, untuk “perdamaian dan kebahagiaan, untuk kesejahteraan”, untuk penegakkan hak asasi manusia dan berbagai cita-cita yang berorientasi sepenuhnya kepada kepentingan manusia.

    Menurut Tabi,

    “Kita mau bikin negara di era abad ke-21, jadi kita sudah harus lupakan keadilan, kedamaian, kestabilan politik, kesejahteraan, adil dan makmur dan sejenisnya. Semua yang hanya berhubungna dengan kepentingan manusia, melupakan kepentingan makhluk lain harus dibuang jauh-jauh dari sekarang. UU Revolusi West Papua sudah mengajarkan kita pelajaran baru buat semua manusia di dunia, bahwa Undang-Undang Manusia harus mengakui dan mengharga serta melindungi keberadaan dan hak-hak dari semua makhluk, termasuk hak-hak manusia”

    Dalam Ayat 2, Pasal 1, Bab I. Prinsip-Prinsip Dasar dari UU Revolusi West Papua mengatakan sbb.

    Rakyat ialah komunitas makhluk yang terdiri dari manusia, penguasa alam, makhluk roh, hewan, tumbuhan, dan benda alam.

    Dalam hali ni berarti bahwa rakyat di dalam Negara West Papua ialah “komunitas makhluk”, bukan manusia, bukan penduduk, bukan suku, bukan marga, tetapi “komunitas”, “kelompok-kelompok makhluk.” Dan kelompokl-kelompok itu disebutkan

    1. manusia, yaitu makhluk penduduk manusia
    2. penguasa alam, yaitu makhluk setengah manusia dan setengah roh yang orang Papua sudah tahu menghuni dan menguasai alam Papua, antara lain seperti “Erimbo”, “Kweya’nakwe”, “Putri Papua”, Ikan “Numbay”, dan sebagainya.
    3. makhluk roh ialah Sang Ilahi Pencipta dan Pelindung Langit dan Bumi, roh nenek-moyang, roh makhluk lain;
    4. hewan disebut juga sebagai fauna, yaitu makhluk hewan selain manusia
    5. tumbuhan dalam bahasa ilmiah disebut flora, yaitu tumbuh-tumbuhan; dan
    6. benda alam, contohnya seperti batu (termasuk emas, perak, batu akik dsb.), kayu, tanah, air, dsb.

    Dengan demikian jelas bagi kita bahwa penduduk Negara West Papua tidak hanya manusia, tetapi “komunitas makhluk”, yaitu sebuah pandangan pasca-modern yang harus kita sambut dan wacanakan, karena dampaknya ialah “keselarasan hidup”, yaitu hidup yang nikmat, hidup yang penuh dengan keceriaan, hidup seperti yang pernah dinikmati oleh nenek-moyang kita.

    Keselarasan hidup yang kita maksudkan ialah kehidupan yang bersahabat dengan alam, yang dampaknya ialah Negara West Papua didirikan untuk menyelamatkan pulau New Guinea agar tetap menjadi paru-paru dunia, sehingga membantu kehdupan ini berlanjut, yaitu kehidupan yang lama di planet Bumi.

  • Undang-Undang ialah Fondasi dan Bahasa Negara, UURWP Sudah Menyatakan Itu Dengan Jelas

    Seteah UURWP telah  dibentuk, setelah PNWP secara sah hukum revolusi mengambil tanggungjawab Parlemen Nasional West Papua yang bertugas utama membuat Undang-Undang, Mensahkan Anggaran Belanja dan mengawasi pelaksanaan pemerintahan, maka kita tidak bicara hal-hal yang biasa-biasa lagi. Kita bicara hukum sekarang.

    Dari Sekretariat-Jenderal TRWP, yang sebentar lagi akan berakhir masa tugasnya karena telah selesai tugasnya mempersiapkan wadah politik perjuangan Papua Merdeka, kami menyampaikan

    “terimakasih sedalam-dalamnya”

     

     

     

    terutama kepada para pahlawan yang telah gugur di medan perjuangan Papua Merdeka, dari Sorong sampai Samarai, karena hanya dengan pertolongan mereka-lah, perjuangan ini telah sampai kepada titik-titik, tahapan dan momentum yang sangat meentukan sekaligus menggembirakan.

    Undang-Undang ialah bahasa Negara, oleh karena itu kita dari Negara West Papua berbicara kepada Negara Indonesia bahwa tanah Papua, wilayah West Papua telah memiliki hukum yang mengatur segala-sesuatu yang ada di dalam, dan di atas Tanah Papua. Oleh karena itu, secara otomatis, hukum-hukum kolonial, hukum-hukm asing, yang pernah diberlakukan di atas tanah Papua gugur demi hukum.

    Undang-Undang ialah fondasi sebuah Negara. Dengan UURWP ini, kita sudah tahu wajah Negara West Papua yang menjadikan West Papua sebagai satu-satunya negara di seluruh dunia yang merupakan “Negara Konservasi” (Conservation Nation-State), bukan sekedar negara Sustainable Development, bukan sekedar Millennium Goals, tidak ikut dengan Protokol Kyoro dan lain sebagainya. UURWP telah memberikan wajah yang jeals, yaitu West Papua sebagai sebuah negara, satu-satunya negara di dunia yang

    1. mngakui dan melindungi hak makhluk roh
    2. mengakui dan melindungi hak flora
    3. mengakui dan melindungi hak fauna
    4. mengakui dan melindungi hak benda alam (seperti batu, tanah, dll)
    5. mengakui, melindungi dan mempromosikan hak Masyarakat Adat

    Perhatikan juga Peradilan Negara West Papua, di mana ada pengakuan yang jelas terhadap Peradilan Adat dan juga ada Peradilan Alam.

    West Papua harus berbicara dengan bahasa hukum, karena negar-negara berdiri di atas hukum dan berbicara dengan hukum, bukan dengan politik, tetapi menggunakan politik berbicara tentang hukum. Hukum Negara West Papua sudah ada. Mari kita bicara dengan NKRI dengan bahasa hukum kita.

    Penegakkan Hukum West Papua di atas tanah Papua otomatis akan menganulir hukum asing, hukum kolonial, hukum buatan NKRI. Mari kita tegakkan dan pertahankan hukum kita, demi kejayaan Melanesia Raya.

  • West Papua Today Has a Revolutionary Constitution to Guard Independence Struggle

    The West Papua Revolutionary Army, headquartered in Sandaun Provinsi, Papua New Guinea has releaed a “Constitution for West Papua Struggle” that it calles “UNdang-Undang Revolusi West Papua” (West Papua Revolution Constitution), signed by WPRA Commander in CHief, Gen. TRWP Mathias Wenda on 7 September 2013, and has taken into force on 13 September 2016.

    According to media release in Malay-Indo version received by Papua Merdeka News (PNews) stated that this consitution is aimed at assisting the independence struggle for West Papua.

    General Wenda clearly stated as follows

    Yes, this constitution is not a West Papua Constitution as an independent State, but this is a Constitution for Revolution, in order that this West Papua Soil has its own laws that can counter the colonial laws being imposed on Papuan people and Papua Soil. We have own own laws that Indonesia must understand and finally obey. We have our laws that all independent fighters and organisations must learn and obey. We are not NGOs that are fighting against a colonial state with its laws. We are a sovereign nation-state that is waiting to be acknowledged by the International community, and law and order is the language of modern nation-states. We are now speaking in modern political language, to declare that West Papua now has a Law that governs our independence movement.

    Furthermore Lt. Gen. Amunggut Tabi at the WPRA Secretariat-General Office stated that this constitution is presented to Papua National Parliament (PNWP) as the legislativ body in our struggle and the United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) as the executive body of our independence movement, to consider and to issue sign to begin a new era of our independence movement.

    Gen. Tabi stated,

    We are now stepping into the song and melody of Melanesian and South Pacific countries, we are invited to play the same tune. We need to appear in our regional political arena as a Nation-State and as a Government in waiting. We have our people, we have our territorial boundaries, we have recognition from South Pacific countries, and therefore, we must step forward to respon to latest developments in the region by setting up a Nation-State and a National Government-in-Waiting (Transitional Government). This Revolutionary Constitution of Wset Papua a law for West Papua Transitional Government which should be organized soon by the ULMWP. And to get there, we need West Papua Parliament (PNWP) to approve and declare this constitution as the Constitution of West Papua Transitional Government.

    Gen. Tabi elaborated further that West Papua should now organise herself into a “modern nation-state”. Foreign countries, with their politicians and diplomats, their leaders are playing a “wait and see” game. They agree West Papua should become a free and independent nation-state, but they are curious whether or not this 21-st nation-state is just the same as other Melanesian nation-sates? They are curious about what this new nation-state will bring to the regional stability and more importantly to climate change and global warming.

    Gen. Tabi says

    Yes, West Papua have the answer to regional needs today. West Papua adds values to our global needs in relation to global warming and climate change. We have the answer to how to make our South Pacific Region peaceful and harmonious, and we are the key towards a sustainable and harmonious New Guinea Island. We come with a full guarantee that New Guinea Island will be fully and legally protected as a Conservation Area, will fully implement the Kyoto-Protocols and other Internationally recognized Climate-Related agreements and conventions.

    This is the key and critical time for life and living beings on this planet, and New Guinea Island is the most important contributor to the live on this planet Earth. West Papua is coming into this global political arena with a clear policy on the future of the Isle of New Guinea . This island is the  host of biggest bio-diversity on Earth and house to the second largest rain forests on Earth, with its famous tropical glaciers.

    Gen. Wenda stated that West Papua is a nation-state with full understanding, awareness and concentration on climatic condition, and does not only consider economic and political benefits of West Papua independence as we are in a new era of politics and global policy.

  • Negara West Papua, Tanah dan Bangsa Papua Kini Telah Memiliki UU Perjuangan Papua Merdeka

    Dari Sekretariat-Jenderal Tentara Revolusi West Papua (TRWP) menyampaikan informasi menyusul pembocoran peristiwa penting yang telah terjadi dalam sejarah perjuangan kemeredkaan West Papua dari Markas Pusat Pertahanan (MPP) TRWP bahwa Negara West Papua, Bangsa Papua dan Tanah Papua di bagian barat Pulau New Guinea kini telah dengan resmi, di era revolusi kemerdekaan West Papua, memiliki sebuah “Undang-Undang Revolusi West Papua” (disingkat UURWP).

    URWP berfungsi sebagai Dasar Hukum bagi semua komponen perjuangan Papua Merdeka melandasi perjuangan ini sehingga dalam perjuagnan ini kita tidak dianggap berjuang sebagai LSM/ ORMAS, tetapi kita berjuang dalam sebuah format yang menunjukkan kita telah siap menjalankan pemerintahan Republik West Papua.

    UURWP ini juga perlu dalam rangka memberikan gambaran kepada para sponsor dan pendukung kemerdekaan West Papua melihat sejak dini wajah West Papua setelah NKRI keluar dari Tanah Leluhur bangsa Papua.

    Dari Sekretariat-General TRWP, Lt. Gen Amunggut Tabi menyatakan UURWP diterbitkan oleh MPP TRWP dalam rangka mendorong Parlemen Nasional West Papua (PNWP) untuk segera mensahkan UURWP atau Undang-Undang yang akan menjadi dasar bersama dalam perjuangan kermedekaan West Papua. Menurut Tabi dalam suratnya yang diterima redaksi PMNews,

    UURWP merupakan pijakan hukum perjuangan Papua Merdeka, karena kita sudah mendapatkan dari negara-negara merdeka dan berdaulat di kawasan Melanesia dan Pasifik Selatan sehingga kita harus segera tampil sebagai perjuangan yang berbasiskan hukum, perjuangan yang sudah siap mengarah kepada sebuah pemerintahan Revolusioner atau Pemerintahan Transisi Negara Republik West Papua.

    Sudah waktunya kita berbicara sebagai negarawan dan pemimpin bangsa Papua, negara West Papua. Kami sudah sah diterima sebagai anggota MSG. Dukungan PIF sudah jelas. Proses menuju pembentukan Negara West Papua sudah matang. Kita harus menyambut perkembangan ini dengan persiapan-persiapan internasl sejak dini. Kalau tidak, negara akan lahir tanpa fondasi yang jelas.

    Gen. Tabi melanjutkan dalam pesannya bahwa PNWP segera mengambil langkah-langkah konkrit mewujudkan sebuah Dasar Hukum yang jelas untuk perjuangan Papua Merdeka. Kalau tidak kita akan dianggap melanggar UU kolonial. Tabi mengatakan,

    Selama ini kita dianggap melanggar hukum kolonial, karena tanah Papua di bagian Barat pulau New Guinea ini berada dalam status tak berhukum. Hukum yang berlaku selama ini ialah hukum asing, hukum paksaan, hukum penjajah. Dengan pemberlakukan UURWP, maka wilayah West Papua, Negara Republik West Papua, pemerintahan Negara West Papua dalam pimpinan ULMWP sudah punya dasar hukum yang formil dan jelas sehingga tidak ada yang salah arah dalam mewujudkan sebuah negara yang merdeka dan berdaulat di luar NKRI.

    Amunggut Tabi kembali menegaskan,

    Dengan pemberlakukan UURWP ini, per tanggal 13 September 2016 besok hari, Wilayah hukum teritorial West Papua telah memiliki Payuing Hukum untuk selanjutnya diperealisasikan sebagai sebuah negara merdeka dan berdaulat, duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan NKRI.

    Sekretaris-Jenderal TRWP kembali menegaskan bahwa tugas-tugas administrasi dalam rangka persiapan kemerdekaan West Paupa yang telah dijalankan oleh Sekretariat-Jenderal berdasarkan Surat Tugas yang diberikan oleh Panglima Tertinggi Komando Revolusi kini memasuki tahapan penghabisan karena tugas administrasi dalam mempersiapkan sebuah Negara dan pemerintahan West Papua telah selesai.

    Berdasarkan Perintah Panglima TPN/OPM Jenderal TPN/OPM Mathias Wenda tahun 2006, maka sebuah Komite Persiapan Kemerdekaan West Papua telah bekerja dan kini telah menghasilkan sejumlah dokumen penting bagi perjuangan kemerdekaan Wset Papua. Sebelumnya telah diterbitkan Surat Keputusan Panglima Tertinggi Komando Revousi Disiplim Militer TRWP, yang berisi semua hal tentang gerilyawan perjuangan Papua Merdeka.

    Surat Keputusan tentang Disiplin ini dikeluarkan setelah sayap militer perjuangan Papua Merdeka dipisahkan dari sayap politik, yaitu organisasi induk bernama Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan sayap militer diberi nama Tentara Revolusi West Papua.

    Organisasi Papua Merdeka dalam bahasa Inggris disebut Free West Papua Campaign telah berkampanye dari basis di Kerajaan Inggris dan dalam proses perjuangan sejak itu telah mengerucut menjadi wadah yang telah diakui di pentas politik regional dan global bernama ULMWP (United Liberation Movement for West Papua – Serikat Pergerakan Pembebasan untuk West Papua). Oleh karena itu semua pihak diharapkan bersatu dan mendukung langkah ULMWP.

    Surat Keputusan Panglima Tertinggi Komando Revolusi tentang Undang-Undang Revolusi West Papua, yang dokumen aslinya akan segera beredar dan disosialisasikan ke seluruh dunia ini berisi dasar hukum untuk perjuangan kemerdekaan West Papua.

    Gen. Wenda melalui Sekretariat-Jenderal berpesan agar semua pihak mempelajari dan menaati UURWP ini sebagia hukum formil resmi dari bangsa Papua, untuk wilayah teritorial Negara West Papua.

    Ada dua pesan penting tercantum di dalam UURWP ini, yaitu

    1. Pertama, agar dalam tempo yang ditentukan sesuai SK ini, agar PNWP segera menyelenggarakan Sidang Paripurna Khusus untuk pengesahan UURWP; dan melakukan Amandemen di mana saja dianggap perlu. Agar PNWP tidak berbicara politik, tidak berkampanye ke sana-kemari mencampuri urusan para diplomat dan politikus dari ULMWP, tetapi memfokuskan diri menuntaskan Undang-Undang, dan peraturan-peraturan perjuangan Papua Merdeka.
    2. Kedua, agar dalam tempo sebagaimana ditentukan dalam UURWP ini, PNWP segera memberikan mandat kepada ULMWP untuk membentuk Pemerintahan Transisi Republik West Papua, dengan menetapkan Istana Kepresidenan Transisi di salah satu negara di kasawan Pasifik Selatan, dengan selanjutnya dengan segera mengangkat para diplomat, Duta Besar dan menyelenggarakan Pemerintahan berdasarkan UURWP.
  • Tentara Revolusi West Papua Menuntut Penembakan di Lanny Jaya Segera Diusut Tuntas

    Menanggapi berita terakhir yang diturunkan oleh media Online bersumber dari Cyber Army Indonesia, harianpapua.com, dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua (MPP TRWP), Lt. Gen. Amunggut Tabi atas nama MPP menyatakan

    Polisi Kolonial Indonesia segera usut tuntas dan hukum pelaku penembakan manusia sipil di Lanny Jaya 22 Agustus 2016.

    Menanggapi pemberitaan oleh Harian Papua, PMNews mengutip pernyataan TRWP:

    Penembakan seperti ini pasti dilakukan oleh orang-orang yang benci Papua Tanah Damai. Kami yakin Polri tidak akan pernah mengungkap siapa dalangnya, karena dalangknya ada di dalam Polri sendiri. OPM ada di mana? OPM punya siapa? OPM piaraan siapa? siapa yang mau OPM ada di Tanah Papua? Sejak dibentuknya ULMWP, OPM Sudah otomatis tidak ada lagi. Ditambah lagi, OPM tidak punya pasukan, OPM tugasnya berpolitik, bukan bunuh-bunuh orang. Yang pembunuh orang di Tanah Papua selama ini bukan OPM, tetapi pasukan TNI/Polri.

    Lewat Secretary-General TRWP menuntut kepolisian kolonial Indonesia untuk menunjukkan kepada rakyat Indonesia di manapun mereka berada siapa pembunuh masyarakat sipil dimaksud dan apa alasan pembunuhannya.

    TRWP juga menuntut kepolisian kolonial Indonesia untuk menghukum berat para pelaku pelanggaran HAM, entah itu anggota Kopassus, anggota BIN atau BAIS, anggota Densus 88, siapapun juga, harus ditunjukkan kepada publik siapa dalang dan siapa pelakunya.

    Dalam penutupan pernyataan Tabi katakan

    Bangsa Papua lagi enak-enaknya menikmati kemenangan mutlak di politik regional Melanesia dan kawasan Pasifik Selatan. Orang gila siapa pergi tembak orang sembarang seperti ini, kalau bukan NKRI yang membunuh?

     

  • Papua Merdeka Muncul Justru Karena Sekolah, Kalau Tidak Sekolah Bagaimana BIcara Merdeka?

    Menanggapi yang dikatakan oleh salah satu Menteri NKRI dalam CNN INdonesia “Mendikbud: Separatisme Papua Dipicu Tingkat Pendidikan Rendah“, Oktaviani Satyaningtyas, CNN Indonesia, Jumat, 15/07/2016 16:01 WIB, Papua Merdeka News menyampaikan tanggapan dari Tentara Revolusi West Papua bahwa justru pendidikan NKRI-lah yang telah mengajarkan dan membantu anak-anak Papua mengerti bahwa kemerdekaan West Papua di luar NKRI itu jalan keluar satu-satunya menyelesaikan berbagai persoalan yang membayangi kehidupan orang Papua sejak NKRI ada di Tanah Papua.

    Menteri kolonial Indo perlu kita ucapakan terumakasih karena mereka memberikan peluang kepada anak-anak Papua, di Tanah Papua dan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia untuk belajar bahwa orang Papua itu bukan orang Indonesia. Itu pertama-tama sangat membantu. Bayangkan saja kalau orang Papua menganggap diri orang Inodnesia, di mana kita mulai bicara merdeka?

    Tanya Amunggut Tabi, Sekretaris-Jenderal Tentara Revolusi West Papua, dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua (TRWP).

    Ditekankah bahwa justru menteri NKRI menyatakan tuntutan Papua Merdeka datang karena orang Papua tidak berpendidikan, Tabi kembali menyatakan,

    Coba menteri kolonial datang ke Tanah Papua hari ini, sekarang, jam ini, menit ini, detik ini, tanyakan kepada orang Papua, “Kamu mau Papua Merdeka?” kepada orang di kota dan orang di kampung-kampung yang tidak berpendidikan. Kebanyakan, saya pastikan hampir 99 persen akan jawab Papua Merdeka. Kalau ke kampung, kemungkinan besar akan menganga dan tidak tegas menjawab, sebab mereka tidak mengerti apa itu merdeka, apalagi Papua Merdeka.

    Amunggut Tabi melanjutkan,

    Itu baru bicara kata “Papua Merdeka” saja. Tetapi coba jelaskan apa arti Papua Merdeka kepada orang tidak berpendidikan. Bilang kepada mereka, “Kalau Papua Merdeka artinya Indonesia keluar dari Tanah Papua”, maka pasti semua orang Papua, nenek-moyang dan anak-cucu, yang hidup dan yang sudah dibunuh NKRI, semua akan menjawab, “Papua Merdeka”.

    Nah dasarnya apa?

    Dasarnya jelas, NKRI itu kolonial, pencuri, perampok, peneror, pembuat kerusuhan, pembunuh orang Papua. Kalau semua orang di dunia ditanya mau hidup aman apa tidak, pasti akan menjawab mau hidup aman. Kalau semua orang Papua tahu bahwa di luar NKRI semua orang Papua tidak akan dibunuh, ya semua orang Papua akan minta Papua Merdeka, tidak perduli berpendidikan atau kampungan.

    Dengan demikian Amunggut Tabi mengatakan seorang menteri penjajah tetap penjajah, bicara seolah-olah alim dan perduli, dan tulus, padahal tetap kolonial, bicara tetap tidak realistis, bicara tetap irasional, bicara tetap tidak mendidik.

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?