Tag: Amunggut Tabi

  • Lt. Gen. WPRA Amunggut Tabi: Congratulations Hon. Powes Parkop MP for Re-Election

    From the Central Defense Headquarters of the West Papua Revolutionary Army (WPRA) Lieutenant General Amunggut Tabi hereby would like to congratulate Hon. Powes Parkop MP for being re-elected as a Member of Parliament for a third term.

    The relationships and cooperation between the Papuans in the western part of our New Guinea Island with Mr. Parkop started almost 30 years ago, when Mr. Parkop was a student In 2004, when Mr Parkop was a lawyer, I myself with my guard came to you, Mr Parkop, and encouraged you to become a politician. This was not a trick, it was an order from our supreme commander Mathias Wenda. He was the one who told us to come and tell you Mr. Parkop, to get involved in PNG Politics.

    Through myself, he extended his gratitude for releasing him from PNG prisons. Many times my commander Gen. Wenda was arrested, and you helped his release many times. Gen. Wenda did not have anything to thank you. He just had an order, to let you know to campaign for a parliamentarian seat. He ordered me, “Do not come back here until he is elected as an MP. That is an order!”.

    Well, I have carried our his many orders. But this time, I was not sure. I am not a politician, first of all, and secondly, I am now familiar with yourself, Mr. Parkop. I did not know how rationally how I will carry out the order. But I knew many miracles had happened to me, in carrying out his orders. I said to my ancestors and all the heroes who died already for the cause,

    This is an order for us. Let us go together, Do not stay around here. You are spiritual beings, you are supposed to be powerful, omni-present, and you all must help me.

    when I came to see you, I was on the way back from our fellow Melanesian brothers ni-Vanuatu, in the Republic of Vanuatu.

    I was not sleeping well day and night. First of all, to make sure you will decide to campaign for an MP in PNG. It was at the right time, right person was ready. The Late Bill Skate passed away as the NCD Governor, and the city was about to hold a bi-election for the vacancy. In spiritual language, this is called, “co-incidence”, but modern people do not believe in it. We believe in it, we life in it, we breathe in it. I am true believer of a “co-incidence” and writing this letter is also another co-incidence.

    Yes, I had in my hand some Euros cash, that Gen. Wenda himself gave me personally, and told me, “Do not count it, just deliver it to him!” Yes, I did just what he said. You remember, I handed that over to you one evening after you finished giving a talk, one of the preliminary campaign activities during your first time involvement in politics.

    I stayed there with you, until I was assured and witnessed your own inauguration as the Governor of NCD (National Capital District) of our country Papua New Guinea. We also brought some elders all the way from West Papua. They told you,

    “We bring out votes from West Papua. All those dead ones, and all Papuans in West Papua’s votes are with us, in this bilum that we hand over to you.” then they gave you the Wamena Bilum.

    Those elders are still alive, and they always talk about you.

    I knew at the early stages during our short conversations, when you looked at me when I mentioned about the order. I knew that you did not want to believe this is a real order. But now three terms already you have been a politician, and I now hope you believe it, as it is real, not a plan, not a suggestion anymore.

    Since then, I never seen you. Now is already over 10 years. I have never met you as a Governor, but I did meet you four times when you were a lawyer, preparing yourself to become a politician.

    I know, as a politician, you are different from Lawyer Powes Parkop that I knew then, and that I can explain to myself here. But one thing that still the same is this, “Our struggle to free West Papua and Melanesia from colonialism and colonial influences.” Yes hat is right, because it is our right to do.

    On behalf of our ancestors, our heroes who died already in the jungles and in the villages, those who are still alive today all the way from Sorong to Samarai, on behalf of our future generations, and in the name of God the Creator and Ruler of Melanesia,

    “Contratulations!”

    Honourable Governor Powes Parkop MP

     

    Humbly Yours,

     

     

    Amunggut Tabi, Lt. Gen. WPRA

    BRN: A.DF 018676

    Personal Adviser to the WPRA Commander in Chief

  • Kalau Ada Hukum Alam Berlaku, Siapa Lebih Jahat, Pembunuh Ras atau Pembunuh Oknum?

    Salah satu isu kampanye Papua Merdeka, apalagi sejak berdirinya ULMWP (United Liberation Movement for West Papua) adalah masalah pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia). Sekarang orang Papua harus pintar bejalar dari kesahannya sendiri melanggar hukum alam dan hukum adat. Pertama, kalau orang Papua kampanyekan, melakukan studi-studi ilmiah dan menulis buku-buku lalu menuduh “NKRI membnuh orang Papua dalam jumlah banyak, dan oleh karena itu harus bertanggung-jawab”, maka hal itu memang benar secara fundamental, karena hak untuk hidup ialah hak yang melekat kepada setiap insam manusia begitu ia dilahirkan ke dalam dunia ini, tidak ada hubungannya dengan ia anggota TNI, anggota teroris, anggota OPM, separatis, teroris, nasionalis, agamais, tidak perduli, dia berhak untuk hidup.

    Oleh karena itu, siapapun yang mencabut nyawa orang, dengan alasan negara, pemerintah, undang-undang nasional, nasionalsme, agama, ras, adalah kejahatan terhadap kemanusiaan, dan ditolak di seluruh muka bumi.

    Pandangan manusia terhadap HAM adalah atribut paling kentara di mata-kepala secara kasak mata saat kita berbicara tentang masyarakat modern atau peradaban modern. Karena perbandingan langsung dan sederhana antara modern dengan kuno ialah “kehadiran” dan “ketiadaan” HAM dalam wacana dan upaya perlindungannya.

    Sekrang orang Papua juga sudah membaca sejumlah buku dan hasil studi ilmiah yang menyatakan bahwa ras Melanesia sudah berada di ambang kepunahan.

    Jadi, ada dua isu di sini. Isu pertama ialah pelanggaran HAM dengan tindakan pembunuhan orang Papua, karena hak hidup manusia Papua dilanggar oleh orang lain, karena mereka mengakhiri hidup, terutama atas nama negara dan nasionalisme Indonesia. Yang kedua, yang sering orang Papua sendiri lupakan, menganggapnya tidak mengapa, dan malahan ada pemimpin Papua Merdeka yang menunjuk jari kepada NKRI padahal dirinya sendiri adalah pembunuh ras Melanesia, ialah OAP yang beristerikan orang NKRI.

    Perkawinan antara Melayu dengan Melanesia saja sudah merupakah masalah besar, lebih besar daripada perbuatan anggota TNI dan Polri yang membunuh satu dua, ribuan orang. Mengawini orang Melayu adalah secara sadar, dan secara permanen sampai kiamat, “MENGAKHIRI RAS MELANESIA”. Nah, sekarang, pembunuhan ras dan pembunuhan orang per orang, maka berdasarkan hukum alam perbuatan mana yang resikonya paling abadi dan turun-temurun?

    Kalau sebuah ras dibunuh, siapa yang akan melahirkan ras itu kembali? Kzlau seorang manusia dibunuh, kita masih punya rahim Ibu Papua untuk melahirkannya, tetapi kalau sebuah ras dibunuh, kita perlu rahim apa/ siapa untuk me-Melanesia-kan kembali ras Melanesia yang sudah di-Melayu-kan?

    Rasionalitas orang Papua, nurani orang Papua saat ini ditantang dengan pertanyaan-pertanyaan berikut:

    1. Apa artinya Papua Merdeka?
    2. Apa artinya pelanggaran HAM, apakah terbatas kepada pembunuhan oknum? Bagaimana dengan pengakhiran ras?
    3. Apa nasib perjuangan Papua Merdeka kalau bilamana kita bunuh ras Melanesia tetapi di sisi lain kita bicara berkoar-koar memperjuangkan hak asasi manusia Papua? Manusia Papua yang mana?
    4. Apa keputusan kolektif dan keputusan pribadi kita OAP, apakah kita menganggap pembunuhan oknum dan orang Papua sebagai kejahatan atas kemanusiaan tetapi pembunuhan ras Melanesia sebagai sebuah tindakan yang tidak perlu diobok-obok atas nama rasisme?

    Peringatan dari MPP TRWP tentang “pembunuhan ras” dan “pembunuhan oknum orang Papua” perlu kita petakan di dalam pikiran kita, karena ini langkah penting dalam “mendekolonisasi pemikiran kita” (decolonizing the mind). Kalau tidak, kita akan menganggapnya biasa-biasa saja, kita anggap pemusnahan ras sebagai sesuatu yang tidak dapat dielakkan dan pembunuhan satu dua ribuan orang Papua sebagai sesuatu yang bermasalah.

    • Kalau kita mau NKRI menghentikan pembunuhan manusia Papua, maka benar sekali donk, kita suruh orang Papua juga hentikan pembasmian ras Melanesia, bukan?
    • Kalau kita punya bapak mantu dan om-om dari anak-anak yang dilahirkan OAP adalah orang Indonesia, maka bagaimana caranya orang Papua bisa bicara berpisah dari NKRI, padahal di dalam tubuhnya sendiri ia sudah menikah dan bersatu secara biologis dengan NKRI? Menipu diri sendiri, dan menipu bangsa sendiri, bukan?
    • Sampai kapan sandiwara ini akan berakhir?
    • Hanya bangsa yang punya “malu” dan “nurani” yang bisa melakukannya. Contohnya Jepang dan sebagian besar negara Barat. Kalau orang Papua kan dididik sama NKRI, orang Melayu yang tidak punya rasa malu. Apalagi sudah ber-ipar-mantu dengan orang Melayu, urat malu pasti sudah dikebiri. Jadi tulisan dan himbauan seperti ini hanya sekilas info, dalam rangka “decolonising” pikiran kita tentang pelanggaran HAM dan siapa yang sebenarnya melanggar HAM orang Papua.
  • Sandiwara Papua Merdeka: Di Luar Bicara Papua Merdeka, Di Dalam Bicara Indonesia I Love You!

    Lt Gen. Amunggut Tabi, dari Markas Pusat Pertahanan (MPP) Tentara Revolusi Wset Papua (TRWP) lewat kurir menyampaikan Surat tulisan tangan berjudul

    “Sandiwara Papua Merdeka: Di Luar Bicara Papua Merdeka, DI Dalam Bicara Indonesia I Love You!” dan menyatakan “Bagi yang kawin dengan Orang NKRI, stop bicara Papua Merdeka!, karena itu secara adat artinya mengutuk diri sendiri, dan mengutuk perjuangan suci ini.”

    Tabi melanjutkan dengan menyebut beberapa hal bahwa dalam adat orang Koteka, dan manusia Papua pada umumnya, kalau Anda berjuang melawan suatu individu, keluarga, atau marga atau suku, mereka tidak biasa ambil barang dari pihak lawan, mereka tidak biasa bersekutu dengan anak-anak atau isteri dari pihak lawan. Kekudusan dalam perjuangan pertama-tama ditandai dengan “tidak mengambil perempuan dan barang dari pihak lawan”. Tabi mengatakan,

    Tetapi sekarang apa yang terjadi dalam perjaungan Papua Merdeka? Kita kawin dan otomatis bunuh ras Melanesia, baru kita bicara Papua Merdeka demi ras Melanesia. Siapa pembunuh ras Melanesia? Siapa yang harus kita lawan?

    Dalam perjuangan Papua Merdeka sudah banyak hal aneh yang terjadi. Pertama, orang bicara Papua Merdeka tetapi NKRI juga memeluk-mesra mereka siang malam mereka hidup bersama NKRI. Kedua tokoh Papua bicara Papua Merdeka tetapi diundang ke dalam jamuan-jamuan makan kenegaraan NKRI. Ketiga, orang Papua bicara Papua Merdeka, demi menyelamatkan ras Melanesia, tetapi oknum yang bicara Papua Merdeka sendiri adalah pembunuh ras Melanesia.

    Apalagi? kata Tabi?

    Kalau isteri orang NKRi itu sering keluar-masuk ke Jawa, lalu pulang ke luar negeri, dan suaminnya yang berbangsa Papua terus pura-pura bicara Papua Merdeka, maka kita sudah jeals-jelas mempermainkan aspirasi Papua Merdeka.

    Perjuangan ini sudah memakan nyawa hampir jutaan nyawa orang Papua, jangan dipermainkan oleh oknum-oknum menamakan diri pemimpin bangsa Papua tetapi adalah pembunuh ras Melanesia.

    PMNews selanjutnya telah menulis surat balik dan memintakan Gen. Tabi menyebutkan saja nama-nama orang yang dimaksud, walaupun PMNews sudah bisa menduga-duga.

    Dalam catatan penutup, Tabi mengatakan,

    Kasih tahu Benny Wenda, Buktar Tabuni, Andy Ayamiseba, Rex Rumakiek, John Rumbiak dan sebagainya, bahwa orang Papua yang kawin dengan orang Indonesia adalah kutukan bagi ras Melanesia, kutukan yang mematikan bagi ras ini. Mereka secara jeals dan pasti tidak layak berjuang untuk ras yang mereka sendiri secara pribadi bunuh dalam keadaan sadar. Ini laknat!

    Dari surat ini PMNews mencatat bahwa sejak berdirinya PMNews memberitakan kebenaran, yaitu bukan kebenaran orang Papua, bukan kebenaran orang Indonesia, bukan kebenaran oknum dan pihak siapapun, tetapi “kebenaran itu sendiri secara terbisah di dalam dirinya sendiri” oleh karena itu, kalau surat ini berisi “kebenaran dimaksud”, maka Tanah Papua tahu, dan akan menapis siapa pembunuh ras Melanesia yang bermulut domba, dan siapa pendukung dan pelestari serta pejuang untuk ras Melaensia.

  • Amunggut Tabi: Kunjungan Jokowi Sekedar Menutup Malu, Tetapi Terimakasih Bisa Sadar Juga Walaupn Sudah Terlambat

    Ada pepatah mengatakan “It is better late than never”, atau lebih baik lambat daripada tidak. Demikian dikatakan Lt. Gen. TRWP Amunggut Tabi menanggapi sekian kali sudah Presiden kolonial NKRI, Joko Widodo datang ke Tanah Papua, katanya, sebagai bukti keseriusannya membangun Tanah Papua.

    Menanggapi itu, Amunggut Tabi dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua (MPP TRWP) menyampaikan beberapa catatan. Pertama, “terimakasih karena bisa sadar juga saat ini, walaupun itu sudah terlambat”. Menurut Tabi, persoalan hubungan West Papua dengan NKRI sudah lama mengalami kehancuran, dan hubungan itu secara psikologis-nurani, orang Papua sudah tidak menerima NKRI dan orang Indonesia ada di tanah leluhur bangsa Papua, ras Melanesia.

    Sudah berulang-ulang orang Papua, mulai dari orang-orang seperti Freddy Number, yang beberapa kali menjadi menteri dalam negara kolonial NKRI, Lukas Enembe, yang menjadi Gubernur Provinsi Papua saat ini, Abraham Atururi yang menjadi Gubernur NKRI Papua Barat hari ini, dan banyak pejabat kolonial asal Papua lain. Mereka dengan jelas dan degas mengatakan bahwa NKRI gagal meng-Indonesia-kan Papua.

    Artinya orang Papua sampai hari ini, biar diberi jabatan menteri sampai tiga, seratus kali-pun, orang Papua akan tetap merasa non-Indonesia, dan tanah Papua masih akan dianggap sebagai tanah jajahan NKRI.

    Hal kedua, menurut Tabi, apa yang dilakukan Joko Widodo bagus juga, karena NKRI memang harus membayar hutang nyawa orang Papua yang dia bunuh, hutang harga kekayaan yang dia sudah bawa keluar. Memang sangat sedikit yang dia bayar, tetapi paling tidak ada rasa bersalah di pihak Presiden NKRI sehingga berulang-ulang datang ke Tanah Papua untuk menutup rasa malu. Ini tanda-tanda manusia punya hatinurani. Tabi berharap Jokowi tidak kemudian menaruh harapan apa-apa kepada hati orang Papua supaya berbalik mendukung NKRI. Kata Tabi:

    Saya harap Jokowi tetap sadar, jauh di lubuk hati terdalamnya, bahwa bangsa Papua, diberi apapun, diberi berapapun, dikunjungi tiap hari-pun, dibangun istana Presiden-pun, sampai kiamat, tetap akan minta merdeka. Akan hidup bertetangga dengan baik, sama dengan Timor Leste, kalau West Papua merdeka dan berdaulat di luar NKRI. Jokowi tahu, bahwa apa yang telah dilakukan NKRI selama ini salah besar. Oleh karena itu apa yang dia lakukan hanya untuk menutup malu, bukan untuk membuat orang Papua berubah pikiran untuk mendukung NKRI atau membatalkan perjuangan Papua Merdeka.

    Ditanyakan tentang sisi lain dari pandangannya, bahwa justru semakin banyak jalan dibangun, maka semakin banyak proses militerisasi, dan semakin lama kekuatan perjuangan Papua Merdeka akan pudar, Tabi kembali menyatakan:

    Itu cerita dari mana sebuah perjuangan untuk menentukan nasib sendiri pernah dihentikan karena kunjungan presiden kolonial, sejarah dari mana pembangunan dilakukan oleh sang penjajah akhirnya elit dan rakyat yang terjajah pernah membatalkan perjuangan kemerdekaan mereka? Jangan tularkan mimpi lewat mulut orang Papua.

     

  • Politik Papua Merdeka Penuh dengan Kanibalisme: Lahirkan Organisasi Sendiri, lalu Bunuh dan Makan Sendiri

    Selama ini para pejaung Papua Merdeka yang berkeliling di luar negeri selalu mendapatkan pertanyaan seperti ini, “Do you still eat flesh?” Masih makan manusia ya? Dan pertanyaan ini sering membuat orang Papua tersinggung besar dan sering dijawab dengan berbagai macam jawaban yang emosional.

    Kanibalisme dalam perjuangan Papua Merdeka yang justru lebih nyata dan dapat disaksikan pada hari ini daripada kanibalisme seperti yang pada umumnya dipertanyakan masyarakat modern di luar sana. Seharusnya para pejuang Papua Merdeka menjawab,

    “Ya, benar, kami ini, para pejuang Papua Merdeka ini-lah para kanibal itu, karena kami sudah terbiasa, dan menjadi budaya kami, melahirkan organisasi untuk politik Papua Merdeka, lalu kami juga yang biasanya berulang-ulang memakan habis organisasi yang kami lahirkan sendiri.”

    Kita mulai dari Organisasi Pembebasan Papua Merdeka (OPPM) di Mnukwar, PEMKA/TEPENAL dan TPN/OPM, FORERI (Forum Rekonsiliasi Rakyat Irian Jaya), Dewan Adat Papua (DAP), Lembaga Adat Papua (LMA), Dewan Musyawarah Masyarakat Adat Koteka (DeMMAK), Presidium Dewn Papua (PDP), West Papua Liberation Organisation (WPLO), West Papua National Authority (WPNA), Republik Papua Barat, Republik Melanesia Raya, Negara Republik Federal Papua Barat, WPRRO (West Papuan Peoples’ Representative Office), WPNCL (Wet Papua National Coalition for Liberation), WPRA (Wet Papua Revolutionary Army), AMP (Aliansi Mahasiswa Papua), Front PEPERA, TPN – PB, ULMWP (United Liberation Movement for West Papua)

    Silahkan saja Anda sendiri urutkan dari nama-nama organisasi yang Anda ketahui, dan rumuskan sejak kapan organisasi dimaksud didirikan dan sejak kapan organisasi yang sama sudah tidak bergerak lagi. Kita akan kaget mengetahui bahwa semua organisaasi perjuangan Papua Merdeka dengan nama-nama yang di antaranya diserbutkan di sini telah lahir oleh orang Papua dan kemudian telah dimatikan oleh orang Papua juga. Lebih parah lagi, dilahirkan oleh orang Papua pejuang Papua Merdeka dan dibunuh kembali oleh orang Papua pejuang Papua Merdeka.

    Pada saat ini, sejak akhir tahun 2016, dan awal tahun 2017 ini kami emnjadi saksi mata, menyaksikan dan menikmati pada waktu bersamaan, sebuah peristiwa tragis, kanibalisme politik Papua Merdeka terjadi kembali, yaitu dengan kemunculan ULMWP, maka secara otomatis, kata para pendiri dan deklarator ULMWP, maka organisasi lain telah tiada, dan oleh karena itu semua orang West Papua harus tunduk kepada ULMWP.

    Kalau ULMWP bukan lagi organisasi kanibal dalam perjuangan Papua Merdeka, maka pastilah ULMWP akan mengundang semua komponen dan organisasi yang selama ini, yang mendahului memperjuangan Papua Merdeka untuk terlibat di dalam perjuangan ini, baik dalam doa, dalam dana, dalam tenaga ataupun dalam waktu. Kalau tidak, tidak usah heran juga, karena memang orang Papua, terutama pejuang dan organisasi perjaungan Papua Merdeka selama lebih dari setengah abad ini dikenal penuh dengan budaya kanibalisme dalam berpolitik.

  • Amunggut Tabi: West Papua Independence is NOT Limited to Peace, Stability and Security in the South Pacific

    In response to Indonesia’s strategy approaching the governments in Melanesian countries by providing what it calls “security assistance to poor Melanesian nation-states”, Amunggut Tabi from the West Papua Revolutionary Army says

    West Papua independence is not limited to peace, stability and security in the South Pacific region.

    Please tell the world, this independence has more to do with wider issues, more lasting aspect, and it has universal benefits to the world. It has to do with the life on this planet Earth and to the life after life, rather than just limited modern nation-state anthropocentric sentiment of peace, security, and economic development in the South Pacific.

    When Papua Merdeka News (PMNews) asked to clarify what Gen. Tabi means by his statement above, he says

    All human biengs in the world know that New Guinea is the second largest Island on Earth after the Greenland. And all human beings also know that New Guinea is the home to the third largest rain-forests on Earth after the Amazon and Congo rain-forests. All human beings on planet Earth also know that New Guinea is home to the Second Tropical Glacier on Earth. It is home to the worlds species of flora, fauna and human bio-cultural diversity.

    Of course, all these have nothing to do with economic growth and gross domestic products and mass production of the modern nation-states in this planet Earth. But one should note, that these facts have things to do with “life” and “death”.

    New Guinea is not just full of natural resources to be exploited, as modern people know, but New Guinea has things to offer beyond economy, beyond money, beyond security beyond wealth, beyond prosperity.

    Those who ignore or undermine the cause of West Papua independence are the ones who do not understand the real meaning this struggle. Those who support this struggle right now, we believe, receive blessings in their hearts and minds, in their life, because this life and this planet Earth knows that New Guinea is important for our survival.

    Gen. Tabi also mentions that New Guinea is the home of all Melanesians.

    All Melanesians come from New Guinea, we spread across the island countries from West Papua to Fiji, and all Melanesians have full right to come back to this Island when anything at all happens to the small islands across the South Pacific. We should not put hope on Australia, but New Guinea is our original home and out future home. Imagine when all small islands are threatened to be under water, and New Guinea is fully occupied by Malay-Indos, when will Australia host Melanesians? No, impossible because Australia today is occupied by Europeans, not our brother-Aborigines.

    We all Melanesians are fighting in defending our race, and in protecting our home-land from being occupied by foreigners. We are protecting our future, the future of a grandchildren to come.

  • Amunggut Tabi: Yang Mau Panglima Gerilyawan Bersatu ialah BIN/NKRI

    Menanggapi analisis Papua Merdeka News (PMNews) dalam artikel sebelumya, yang diusulkan sebelumnya kepada Tentara Revolusi West Papua (TRWP) beberapa hari lalu, ini tanggapan dari TRWP kepada PMNews.

    Dalam artikel Anda ditulis:

    Agenda mempersatukan komando dan panglima perjuangan Papua Merdeka ialah sebuah agenda NKRI yang telah diluncurkan sejak tahun 1998, yang sampai hari ini belum berhasil. Yang paling terakhir, mereka berusaha membujuk Gen. Kelly Kwalik, tetapi beliau menolak, maka beliau dibunuh secara tidak terhormat, atas pancingan dari anak keponakannya sendiri.

    Saat ini, lewat ULMWP , agen BIN/NKRI mendesak kepada pucuk pimpinan ULMWP, supaya semua komandan dan panglima gerilyawan di Rimba New Guinea harus dipersatukan, karena NKRI sudah punya setelan dan akses langsung kepada sejumlah panglima di Tanah Papua, sehingga pada saat disatukan, mereka dapat mengendalikan komando dari dalam negeri, demi mempertahankan NKRI di atas Tanah Papua.

    Analisis ini sangat benar. Yang NKRI mau ialah Panglima Perang di hutan menjadi satu dalam komando, supaya mereka bisa main bayar, mereka bisa main sogok, mereka juga bisa main bunuh, dan dengan demikian masalah perjuangan ini berhenti total.

    Mereka kan sudah lama kejar Bapak Gen. TRWP Mathias Wenda, sudah lama kejar Bapak Gen. Bernardus Mawen, Bapak Gen. Kelly Kwalik, akhirnya mereka sudah bunuh yang lain dengan sukes. Mereka gagal total mendekati para panglima yang berdiri sungguh-sungguh di atas kebenaran.

    NKRI/BIN tahu bahwa mereka tidak akan sanggup mempersatukan para gerilyawan dalam satu komando, oleh karena itu mereka masuk ke dalam ULMWP lewat anak mantu mereka, informan mereka, so-called pejuang Papua Merdeka yang ignorant dan memanfaatkan mereka sebagai pemberi informasi.

    ULMWP harus tahu, siapa saja, dari hutan, dari kota, dari dalam negeri dari luar negeri, siapa saja yang bicaranya seperti memaksa, bicara seperti mendesak dan sampai mengancam ULMWP atau tokoh Papua Merdeka atas nama gerilyawan atau atas nama Papua Merdeka atau atas nama OPM, maka dipastikan bahwa mereka itulah kaki-tangan lawan politik Papua Merdeka.

    Kami dari TRWP sangat heran membaca laporan dari Republik Vanuatu, di mana salah satu hasil rapat mengatakan bahwa ULMWP menginginkan para panglima di hutan New Guinea supaya bersatu dalam satu komando.

    Pertanyaan kami,

    “ULMWP itu statusnya apa sehingga bisa memerintahkan para panglima gerilyawan yang sudah puluhan tahun berada di hutan mempertaruhkan nyawa untuk Papua Merdeka?”

    ULMWP harus menunjukkan kepemimpinannya, harus menunjukkan diri sebagai organisasi modern dan profesional, yang dapat dipercaya oleh dunia internasional untuk mewakili Negara West Papua sebagai sebuah “government-in-waiting”, baru bisa bicara tentang organisasi yang sudah melahirkan ULMWP itu sendiri.

    Ini anak baru lahir, sudah berani suruh induknya ganti celana? Tidak tahu malu. Sangat tidak sopan.

    Kalau belum “behave” dan “show up” sebagai sebuah lembaga persiapan pemerintahan negara, maka jangan cepat-cepat memerintahkan organisasi yang sudah lebih dari setengah abad berjuang untuk Papua Merdeka.

    Yang harus dipersatukan ialah organisasi politik dan representasi sosial-budaya West Papua, yaitu:

    1. PDP (Presidium Dewan Papua)
    2. DAP (Dewan Adat Papua)
    3. DeMMAK (Dewan Musyawarah Masyarakat Adat Koteka)
    4. WPIA (West Papua Indigenous Association)
    5. WPNA (West Papua National Authority
    6. WPNCL (West Papua National Coalition for West Papua)
    7. NRFPB (Negara Republik Federal West Papua)

    Kemudian semua lembaga ini harus menerima PNWP (Parlemen Nasional West Papua) sebagai lembaga parlemen West Papua dan ULWMP (United Liberation Movement for West Papua) sebagai lembaga pemerintahan untuk Negara Republik West Papua.

  • Sudah Waktunya Papua Merdeka Dikelola secara Profesional, Budaya Aktivisme Papua Merdeka Harus Ditinggalkan

    Dari wawancara sebelumnya menyangkut kiblat MSG-New York dan HAM-Geneva disebutkan oleh TRWP sbb:

    Cuman sekarang kan orang Papua masih bertepuk dada dan bicara semangat, sementara permainan bangsa Papua untuk melepaskan diri dari NKRI tidak dijalankan secara profesional, bukan?

    Pernyataan “tidak dijalankan secara profesional” meng undang Papua Merdeka News (PMNews) menyempatkan diri bertanya ulang lagi lewat percakapan singkat kepada Sekretaris-Jenderal TRWP, Lt. Gen. TRWP Amunggut Tabi. Berikut petikan percakapan dimaksud.

    PMNews: Ada tambahan kata tidak profesional lagi, dalam percakapan sebelumnya. Ini sedikit mengganggu pemikiran PMNews. Apa maksudnya?

    TRWP: Tidak profesional maksudnya sudah banyak kali kami sampaikan, diterbitkan di PMNews juga kan?

    Coba baca tulisan dulu-dulu.

    Orang bikin Yayasan di Kampung saja perlu pakai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD – ART). Orang Wamena dirikan Koperasi Unit Desa pasti akan susun AD – ART. Itu pasti, karena memang wajib. Tetapi kita menjadi heran, kok perjuangan Papua Merdeka tidak punya aturan main.Kalaupun ada, kita sebagai media perjuangan Papua Merdeka juta tidak tahu. Di media-media lain seperti milik ULMWP,  PNWP, KNPB, NRFPB tidak disiarkan sama sekali.

    Dulu geenerasi pendahulu selama beberapa waktu pernah menggunakan semacam AD OPM, tetapi itu bukan aturan main yang lengkap untuk perjuangan kemerdekaan sebuah bangsa untuk mendirikan Negara-Bangsa. Itu mencantumkan garis-besar arah perjuangan. Dalam kenyataannya Papua Merdeka dijalankan TANPA aturan. Faktanya kita berjuang hanya bermodalkan kehendak kolektiv, keingingan bersama, walaupun bergerak masing-maing, dengan gaya dan program-nya masing-masing, asal nanti ketemu di titik tertentu.

    PMNews: Apakah ini terkait dengan pengesahan Undang-Undang Revolusi West Papua?

    TRWP: Itu salah satunya, bukan satu-satunya.

    PMNews: Salah duanya?

    TRWP: Salah duanya, kalau saja ada aturan main yang sudah ditentukan oleh ULMWP, maka mana itu aturannya? Tidak ada orang yang tahu, bukan?

    Tiba-tiba satu orang Papua menjadi Dubes ULMWP untuk Solomon Islands, tiba-tiba ada Jubir ULMWP untuk Australia, tiba-tiba, dan tiba-tiba. Semua jadi perjuangan yang sulit ditebak dan sulit diukur maju sampai ke mana. Orang Jawa akan bilang kita,

    “Ngawur, kalau tidak tahu berjuang untuk merdeka, jangan coba-coba!”

    PMNews: Salah tiganya?

    TRWP: Salah tiganya jawab sendiri. Kami sudah banyak diwawancarai oleh PMNews, dan sudah banyak menjawab banyak hal.

    PMNews: Walaupun banyak sudah dikatakan, kok tidak pernah ada perubahan?

    TRWP: Sekali lagi, kami tidak punya wewenang untuk mencampuri urusan politik. Itu alasan pertama. Yang kedua, itu tidak berarti kami mebiarkan perjuangan ini menjadi liar dan tidak terkendali, karena Komando Perjuangan Papua Merdeka tetap ada di tangan para Panglima Gerilyawan Papua Merdeka, baik atas nama TRWP ataupun nama-nama kelompok gerilyawan lain.

    PMNews: Kelihatannya TRWP membiarkan kesalahan terjadi, lalu mau ambil alih perjuangan ini?

    TRWP: Oh, itu tidak mungkin. Hanya orang gila bisa berpikiran begitu. Itu cara berpikir orang Melayo-Indos, jangan kita ter-kondisi-kan berpikir seperti mereka. Mari kita berpikir dan berbicara sebagai orang Melanesia. Jangan artinya apa yang tidak dinyatakan sebagai arti implisit dan dimasukkan ke dalam pemahanan sendiri yang justru merugikan perjuangan kita seperti itu.

    Maksud TRWP tidak ada terselubung. Semuanya disampaikan seperti itu, berarti maksudnya juga seperti itu, jangan diartikan lagi. Kalau Melayo-Indos yang mengatakan maka kita masih harus mengartikannya.

    PMNews: Minta maaf, kami tarik kembali pengartian tadi.

    TRWP: Ya, kami berharap dan berdoa, semoga semua orang Papua di dalam ULMWP tidak diracuni oleh pemikiran-pemikiran seperti orang Malayo-Indos. Kami berharap para pimpinan politik Papua Merdeka memahami maksud kami, jeli membaca situasi, dan banyak berdoa dan berpuasa, karena hanya dengan begitu kita akan punya hikmat dan bijaksana, mengetahui apa kehendak Tuhan dan apa permainan dari Iblis lewat NKRI.

    PMNews: Terimakasih banyak. Sekali lagi minta maaf atas salah-salah kata kami. Terimakasih.

    TRWP: Sangat biasa, harus begitu. Terus berkarya, sampai Papua Merdeka, karena Papua Merdeka ialah Harga Hidup Bangsa Papua, bukan harga mati.

  • TRWP TETAP pada Posisi Kiblat MSG – New York bukan HAM – Geneva

    Banyak aktivis Papua Merdeka, banyak tokoh dan elit West Papua, baik di dalam OPM, maupun di dalam ULMWP, di luar negeri dan di dalam negeri, ramai-ramai mengkampanyekan Pelanggaran HAM di Tanah Papua sebagai “nilai jual” untuk menggalang dukungan Masyarakat Internasional, akan tetapi Tentara Revolusi West Papua (TRWP), lewat Sekretaris-Jenderal Lt. Gen. TRWP Amunggut Tabi mengakan,

    TRWP TETAP pada Posisi Kiblat MSG – New York bukan HAM – Geneva

    Pernyataan singkat ini disampaikan lewat pesan singkat yang dikirimkan kepada Papua Merdeka News (PMNews). Kemudian, PMNews menelepon dan berikut hasil percakapan singkat.

    PMNews: Selamat sore.

    TRWP: Selamat Sore. Terkait ditengan SMS tadi pagi?

    PMNews: Ya, betul kami minta penjelasan lanjut. Kalau boleh!

    TRWP: Ya, maksud kami kan sudah jelas, TRWP tetap berpandangan bahwa mengeluhkan tentang pelanggaran HAM di West Papua selama pendudukan NKRI menunjukkan kita ini bangsa tukang mengeluh, dan bangsa budak. Makanya TRWP mau mendidik bangsa Papua, tidak bermental budak. Kita harus merdeka dalam cara kita berpikir, memandang masa depan kita tidak dengan melihat masalah yang ditimbulkan NKRI, tetapi dengan melihat hal-hal yang lebih luas daripada itu.

    PMNews: Apa maksudnya “hal-hal yang lebih luas daripada itu?”

    TRWP: Kami tidak boleh bicara di sini. Ini bersifat strategis, jadi tidak harus ditanyakan seperti itu. Tetapi salah satu hal yang lebih luas adalah pemahaman kita tentang sistem kerja dan organisasi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa itu sendiri. Kita harus tahu dan paham, belajar sistem kerja PBB, dan harus bertanya kepada diri sendiri,

    “Kalau saya mau melepaskan diri dari NKRI, berarti saya berjuang menentang salah satu negara-bangsa anggota PBB. Oleh karena itu, apa taktik yang harus saya gunakan? Siapa yang harus berbicara tentang ngapa? Kalau saya berbicara tentang isu A, atau B, atau C, apa dampaknya? Kalau saya bicara isu A, atau B, atau C di tempat 1, atau 2, atau 3, maka dampaknya apa?”

    Itu hal pertama, kemudian hal kedua, program kerja. Semua harus dirumuskan, semua harus dipetakan, semua harus dirancang. Berdasarkan rancangan itu, kita bergerak, dan kita harus menempatkan semua pemain dalam perjuangan Papua Merdeka, sama dengan cara main Persipura.

    Jadi ada pemain belakang, ada pemain tengah, ada penjaga gawang dan ada penyerang.

    Dan yang terpenting dari itu, yang ketiga, ialah kita harus tahu: Gawangnya ada di mana? Jangan sampai kita tendang ke gawang sendiri. Itu bukan pemain lagi, tetapi orang gila.

    PMNews: Bukankah negara-negara MSG yang mengangkat isu HAM di Geneva baru-baru ini?

    TRWP: Itu yang sudah disebutkan tadi. Pemainnya harus diatur, dan harus diketahui di mana letak gawangnya. Yang ketahuan sekarang kan semua jadi penjaga gawang, semua jadi pemain tengah, semua jadi striker. Persipura yang lahir dari belakang, Papua Merdeka yang lahir sejak setengah abad lalu belum juga belajar cara bermain.

    Ah, lebih parah, parah sekali lagi ini. Catat baik: Semua jadi menejer dan pemain sekaligus. Jadi orang yang masuk main mereka juga menejernya, dan mereka juga pelatihnya.

    Bayangkan Persipura kalau tampil seperti itu.

    Di tanah Papua sendiri tentu saja banyak orang akan meneetawakan Persipura.

    Ingat kita bermain di pentas politik global, di tengah bangsa-bangsa lain di muka Bumi. Cuman sekarang kan orang Papua masih bertepuk dada dan bicara semangat, sementara permainan bangsa Papua untuk melepaskan diri dari NKRI tidak dijalankan secara profesional, bukan?

    PMNews: Maksud TRWP ialah bahwa semua pejuang Papua Merdeka seharusnya datang ke New York, bukan ke Geneva, begitu?

    TRWP: Sekarang kami mau tanya: Orang Papua maunya apa: mau selesaikan kasus-kasus HAM, lalu ikut jalur Jaringan Damai Papua (JDP) di bawah komando BIN-LIPI-Neles Tebay dan berdamai dengan NKRI, ataukah ikut cara kerja Timor Leste, tidak bicara soal HAM, tidak tunduk kepada program penyelesaian HAM, tetapi jalur yang tegas dan konsisten, di luar jalur HAM, tetap kepada tuntutan kemerdekaan?

    Apa maksudnya orang pejuang Papua Merdeka lantas tiba-tiba digiring ke Geneva untuk bicara HAM? Kalau mau bicara HAM, ya bicara HAM saja, dan katakan kepada bangsa Papua, bahwa ULMWP adalah organisasi perjuangan HAM, jangan bawa-bawa isu Papua Merdeka ke dalamnya, sehingga orang West Papua dibakar semangatnya. Jangan menipu lagi dengan isu “West Papua sudah masuk ke meja PBB,” padahal kita ada di Geneva, bukan di New York.

    Ini pembodohan politik. Ini cara kerja generasi Papua Merdeka lalu, era Jouwe, Messet, Kaisiepo dan Fransalbert Joku. Era sekarang jangan sama, sekali lagi, jangan putar lagu lama, jangan makan nasib basi.

    PMNews: Apakah TRWP punya jaringan ke ULMWP dan organ pendukungnya untuk menyampaikan usulan ini?

    TRWP: TRWP tidak boleh mencampuri urusan diplomasi dan politik. TRWP cukup bicara di media seperti PMNews dan lainnya. Kita tidak boleh terbiasa militer mencampuri urusan politik, sama seperti budaya negara-bangsa Indonesia. Kita harus mulai dengan memisahkan urusan militer dari urusan politik. Kalau-pun kami punya hubungan langsung kepada orang-orang ULMWP, kami tidak punya budaya “mengusulkan / menyarankan”. Budaya kami adalah “memerintahkan/ komando”, jadi dunianya sudah berbeda.

    PMNews: Kalau begitu, kami berdoa, kiranya orang-orang ULMWP akan membaca hasil wawancara ini, dan akan memikirkan untuk strategi ke depan.

    TRWP: Ya, kami hanya berharap dan berdoa. Tuhan bersama kita!

    PMNews: Ya, Tuhan memberkati kita. Selamat sore.

    TRWP: Selamat sore! Selamat berjuang! Papua Merdeka Harga Hidup Bangsa Papua!

  • West Papua Problem Will Only be Solved in Melanesian Way, by Melanesian Leaders

    West Papua Liberation Army (WPRA) Secretary-General, towards the end term of his office before the secretariat-general office is being ended by its Commander in Chief, Gen. WPRA Mathias Wenda, made a public statement last night that “West Papua Problem Will Only be Solved in Melanesian Way, by Melanesian leaders“, in reply to written questions sent by PMNews (Free West Papua News at papuapost.com via Email and Mobile Text Message.

    PMNews: Hello, this is from PMNews again, we would like to ask some questions in relation to current development of West Papua independence campaign. It was reported recently that the Solomon Islands Prime Minister as the Chair of Melanesian Spearhead Group (MSG) has toured and met other Melanesian leaders, except the PNG Prime Minister. What do you make out of this development?

    WPRA: We thank to God, Almighty, creator of our Melanesian Islands, particularly the home of Melanesians, the Isle of New Guinea, and to our Melnaesian leaders, who are already standing up for their own people and our common identity as Melanesians.

    About the current progress of MSG Chair meeting other MSG leaders, we are really grateful that this is happening. About MSG Chair not yet met PNG Premier, please PMNews,do not worry about this. This is exactly we call “The Melaensian Way”. The most obvious feature of the “Melanesian Way” is: UNPREDICTABLE. Please not it, Melanesians are unpredictable, what we do always unpredictable. When Barack Obama, Donal Trump, T. May, Joko Widodo say something, then most of us will be able to predict what they mean and what they imply at the same time. But when Melanesian peoples say something, they can mean something totally different, it is just unpredictable.

    PMNews: United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) was promised to be accepted as Full Member of the MSG by early 2017, but this did not happen. Do you think this is also related to “The Melanesian Way”?

    WPRA: You are absolutely right. You got it now. That is exactly why I said, we are Melanesians, and we are unpredictable.What we do is the same as the modern world do things. Melanesians are Melanesians. West Papua Issue is now Melanesian Issue, and we are now already dealing with it. Do not do things in Melanesia according to the Western mindset. It will have a counter-productive outcome.

    PMNews: Does it mean Melanesian leaders can make promises but then it is OK if they do not deliver?

    WPRA: You were already good in previous question, but now you got it wrong in this question. PLEASE: Do not focus on semi-membership and full-membership. That is western mind. Please focus on “membership”. Full stop. ULMWP is ALREADY a member of the MSG, full stop.

    Be thankful, work on it, cultivate and nurture communication and collaboration with Melanesian leaders, our own leaders. Do not treat PNG Premier and Solomon Premier as different peoples. They are just one: Melanesian leaders.

    West Papua just born into Melanesian family, a new born baby. Do not ask for food yet, milk first. Work first, cultivate first, nurture first, then things will evolve automatically and naturally. We are not talking about other peoples. We are talking about our own Melanesia and Melanesians. Think in Melanesian Way, Act in Melanesian Way.

    PMNews: Elaborate more on the “Melaensian Way” that you are talking about.

    WPRA: Just one short story. If you want a girl from another clan, what do you normally do? You must behave, you must show yourself capable man, know how to build house, make garden, and be a man, a husband. If your thinking and behavior is like a small kids, no woman will be willing to marry you, no clan will approve you to get their daughter.

    You do not need to go around, you do not need to go to their men’s houses and put notice and distribute leaflets asking for support for your marriage with the girl. You do not need to ask other boys to join you in your demonstration. That will make the whole thing counter-productive, right?

    What you should do is “behave”, do things that Melanesian peoples do in order to get attention, and in order to get support!

    When we Melanesians live long time in the west, then we forget our own Melanesian Way. This is why we say we are Melanesians, but we do in western way. “Our Voice is like that of Jacob’s, but our skin feels like that of Esau’s”. What a game we are into now.

    Get out from there. Be Melanesians, do things in Melanesian Way.

    Everything is already on the right track. Nothing to worry about. Just TRUST….

    1. Trust in God and His miracles;
    2. Trust in Melanesia and Melanesian leaders’ wisdom
    3. Trust in Yourselves as Melanesians in West Papua.

    And then…

    1. As far as possible, avoid to trust opinion from Non-Melanesian(s), because they have their own interests and we do not want them to change our course into their course;
    2. As far as possible, DELETE doubt in yourself, and in your own Melanesian peoples, because that is the deadliest disease that we can have in order to destroy us Melanesians and our future; and
    3. Only then, you can have the capability to absorb and comprehend ideas and suggestions from outside Melanesia, and then you can properly make use of things coming from outside.

    PMNews: Your advice is not really easy, because we are in a globalised world, out West Papuan leaders now live in the West and we do not know what things they are getting from there and what things they want to use to Free West Papua.

    WPRA: The right Melanesian leaders from West Papua will choose to live in one of Melanesian states, just like what Any Ayamiseba and The Late Dr. OPM John Otto Ondawame did. If they choose to live in the western countries, we will surely know that they dot not FULLY represent West Papuans, but they PARTLY represent non-Melanesians as well.

    PMNwes: Any advice for Melanesian youths in West Papua and all over Indonesia?

    WPRA: Not now, nothing to say for them right now.

    Since 2004, WPRA has already been active in building bases for Free West Papua Campaign across Melanesian states. Since 2006, or ten years ago, we already have moved the Field  of West Papua Political Match from Western New Guinea to Eastern New Guinea. Therefore, the match now is happening in PNG, Solomon Islands, Fiji, Kanaky and Vanuatu, not in West Papua or Indonesia anymore.

    There is no comment for spectators. When there is a match, people normally give comments on the match, not on the spectators. Thank you.

     

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?