Tag: 1 Desember

  • IMPLEMENTASI MANIFESTO POLITIK PAPUA BARAT, 1 DESEMBER 1961, ADALAH HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI

    By: Kristian Griapon, Desember 2, 2021

    Manifesto Politik Papua Barat yang diumumkan pada tanggal,
    19 Oktober 1961 dan dideklarasi (diresmikan) pada tanggal,
    1 Desember 1961 oleh Gouverneur Nederlands-Nieuw-Guinea Atas nama Seri Baginda I Kerajaan Belanda, adalah pernyataan sejagad yang mempunyai kekuatan hukum internasional berdasarkan piagam dasar PBB pasal 73, pernyataan umum tentang daerah tidak berpemerintahan sendiri (dekolonisasi).

    Dekolonisasi merujuk pada tercapainya kemerdekaan oleh berbagai koloni dan protektorat Barat di Asia, Pasifik, Afrika, Amerika Latin dan Timur Tengah setelah Perang Dunia II. Dan Papua Barat termasuk salah satu daerah koloni tersisa di Pasifik di era globalisasi, setelah perang dunia ke-II.

    MANIFESTASI POLITIK BANGSA PAPUA BARAT
    Kami yang bertanda tangan dibawah ini, penduduk tanah Papua bagian Barat terdiri dari berbagai golongan, suku dan agama merasa terikat dan bersatu padu satu bangsa dan satu tanah air :

    MENYATAKAN :
    Kepada penduduk sebangsa dan setanah air bahwa :
    I.Berdasarkan Pasal 73 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa bahagian
    a dan b :
    II.Berdasarkan maklumat akan kemerdekaan bagi daerah-daerah yang belum berpemerintahan sendiri, sebagaimana termuat dalam Resolusi yang diterima oleh Sidang Pleno Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam sidang ke 15 dari 20 September 1960 sampai 20 Desember 1960.No.1514(XV).
    III.Berdasarkan hak mutlak dari kita penduduk tanah Papua bahagian Barat atas tanah air kita :
    IV.Berdasarkan hasrat dan Keinginan bangsa kita akan kemerdekaan kita sendiri :
    Maka kami dengan perantaraan Komite Nasional dan badan Perwakilan Rakyat kita Nieuw-Guinea Raad mendorong Gubernemen Nederlands Nieuw-Guinea dan Pemerintah Nederlands supaya mulai dari 1 November 1961 :
    a.Bendera kami dikibarkan disampin bendera Belanda Nederland:
    b.Nyanyian kebangsaan kita (kami) “Hai Tanahku Papua” dinyanyikan disamping Wilhemus:
    c.Nama tanah kami menjadi Papua Barat dan,
    d.Nama bangsa kami Papua.

    Atas dasar-dasar ini kami bangsa Papua menuntut untuk mendapat tempat kami sendiri. Sama seperti bangsa-bangsa merdeka dan diantara bangsa-bangsa itu kami bangsa Papua ingin hidup sentosa dan turut memelihara perdamaian dunia.

    Dengan manifest ini kami mengundang semua penduduk yang mencintai tanah air dan bangsa kita Papua menyetujui Manifest ini dan mempertahankannya. Oleh karena inilah satu-satunya dasar kemerdekaan bagi kita bangsa Papua.

    Hollandia, 19 Oktober 1961…..Tertanda 52 Anggota Komite Nasional Papua.

    Menindak lanjuti manifest ini, Gouverneur Nederlands-Nieuw-Guinea Atas nama Seri Baginda I Kerajaan Belanda menerbitkan tiga surat masing-masing : Surat 1961 No.68, di umumkan, 20 November 1961 (Dasar Surat Keputusan Gouverneur Nederlands-Nieuw-Guinea Tertanggal,18 November 1961 No.362), Surat 1961 No.70, diumumkan,20 November 1961 (Dasar Surat Keputusan Gouverneur Nederlands-Nieuw-Guinea Tertanggal,18 November 1961 No,364), dan Surat No.70 diumumkan,20 November 1961 (Dasar Surat Keputusan Gouverneur Nederlands-Nieuw-Guinea Tertanggal,18 November 1961 No.366).

    Indonesia sebagai negara yang berpijak pada pernyataan sejagadnya yang tertuang dalam konstitusi negara republik Indonesia pembukaan (preambule) UUD’1945, bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa… telah melanggar manifestasi (perwujudan) Hak Penentuan Nasib Sendiri Bangsa Papua Barat.

    Presiden Pertama Negara Republik Indonesia Ir.Soekarno, mengatasnamakan Rakyat Indonesia memanipulasi manifesto politik bangsa Papua Barat melalui Dekrit Operasi Trikora yang diumumkan dalam pidatonya di Alun-Alun Utara Jogyakarta pada, 19 Desember 1961, yang termuat tiga poin (Trikora) yaitu: 1).Gagalkan Pembentukan Negara Boneka Papua Buatan Belanda. 2).Mobilisasi umum ke Irian Barat dan. 3).Kibarkan Bendera Sang Merah Putih di Irian Barat sebagai Tanah Air Indonesia.

    Trikora adalah bentuk kejahatan Internasional (kejahatan agresi) pada masa perang dingin, dan menjadi pintu masuk kejahatan terhadap kemanusiaan di Papua Barat yang berlangsung hingga saat ini, wasalam.(Kgr)
    Penulis adalah Aktivis Pemerhati Masalah Papua Barat.

  • ULMWP Geser Fokus Diplomasi dari Pasifik ke Dunia

    JAYAPURA, SATUHARAPAN.COM – Pidato lengkap Sekretaris Jenderal United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Octovianus Mote, dibacakan serentak di Papua dan diberbagai lokasi pada peringatan 1 Desember, hari Kamis (1/12).

    Anggota tim kerja ULMWP Markus Haluk mengatakan dia membacakan pidato Sekjen ULMWP pada peringatan 1 Desember yang dipusatkan di halaman asrama mahasiswa rusunawa Kampus Universitas Cenderawasih, Kota Baru, Jayapura, Papua, hari Kamis (1/12).

    Pada peringatan itu, dilaksanakan doa syukur, pembacaan pidato Sekretaris Jenderal ULMWP Octovianus Mote oleh Markus Haluk, dan orasi politik dari masing-masing wakil organisasi dan para tokoh yang hadir. Di akhir acara dilakukan penandatanganan petisi dukungan rakyat Papua untuk ULMWP dan keanggotaannya di Melanesian Spearhead Group (MSG).

    Dalam isi pidatonya, Octovianus Mote mengatakan ULMWP telah melakukan berbagai upaya diplomasi internasional mulai dari kawasan Pasifik, Afrika, hingga Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sekjen ULMWP itu meminta dukungan doa dan dana dari berbagai pihak untuk menunjang aneka upaya diplomasi tersebut.

    “Kita patut bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan atas semua kemajuan di atas. Karena semua terjadi sebagai buah dari kasih karuniaNya. Selain itu, dibalik kemajuan di atas kini kita dihadapkan pada tantangan yang semakin hari semakin berat,” kata Octo, sapaan akrabnya, dalam naskah pidato peringatan 1 Desember yang diterima satuharapan.com, hari Kamis (1/12)

    “Karena itu ULMWP memerlukan dukungan doa dan dana dalam menunjang aneka lobi politik di berbagai belahan bumi. Karena sejak bulan September 2016 fokus lobi sudah bergeser dari Pasifik kepada dunia,” dia menegaskan.

    Octo mengatakan, fokus utama ULMWP bukan lagi semata-mata memastikan keanggotaanya di MSG melainkan bagaimana membentuk Koalisi Pendukung Papua Barat di berbagai belahan bumi lainnya. Dukungan ini bukan sekadar dalam bentuk sekali dua kali pernyataan politik tetapi dukungan yang konsisten termasuk ikut mencari dukungan anggota PBB lainnya.

    “Semua orang Papua perlu bangkit untuk lobi dengan caranya sendiri berbagai macam negara di dunia darimana pun kita berada. Kasih tahu kepada mereka bahwa kami mohon suara dukungan mereka dalam ketika anggota PBB bersama sama membatalkan resolusi 2504 tahun 1969 dan membiarkan bangsa Papua hidup berdaulat secara damai,” kata Octo.

    Octo mengatakan, ULMWP menyadari akan tugasnya dalam mewujudkan kedaulatan bangsa. Tantangannya adalah bagaimana bisa memastikan dukungan dari (paling tidak) satu per tiga jumlah anggota Negara Anggota PBB.

    “Untuk itu, ULMWP mengubah pola diplomasi, tidak seperti di tahun 1960an dan sesudahnya yakni lobinya tidak lagi bertolak dari Papua ke dunia Barat dan Afrika,” katanya.

    Octo menyebut capaian yang telah dilakukan ULMWP dalam memfokuskan dukungan dari negara-negara di kawasan Pasifik. Menurut dia, dalam dua tahun pertama, ULMWP memperkuat basis dukungan di seluruh kawasan ini melalui jaringan adat, NGO, Gereja adan kalangan terdidik serta politisi. Secara kelembagaan, ULMWP menjadi anggota oberserver dan kini dalam proses menjadi anggota penuh MSG.

    “Dalam tahun kedua dukungan itu meningkat dari wilayah Melanesia kepada Polinesia dan Micronesia melalui wadah baru bernama Pasifik Island Coalition on West Papua atau PICWP yang dibentuk atas inisiatif dari Perdana Menteri Solomon Island, Manase Sogovare yang juga adalah Ketua MSG,” kata Octo.

    Dari sisi dukungan politik, lobi ULMWP berhasil memasukan masalah Papua menjadi salah satu masalah utama di kawasan pasifik. Dalam sidang tahunan (2015) Negara-negara Anggota Forum Pasifik (PIF) memutuskan untuk mengirim tim pencari fakta ke Papua.

    Octo mengatakan kerja keras anggota ULMWP tidak hanya terbatas di kawasan Pasifik tetapi juga terjadi di Indonesia. Menurut dia, sebagian rakyat Indonesia terutama di kalangan terdidik sudah mulai mengakui aneka kejahatan yang dilakukan pemerintah dan militer Indonesia terhadap rakyat Papua Barat.

    “Lebih daripada itu dalam minggu ini kita baru menyaksikan dideklarasikannya Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-West Papua). Gerakan rakyat Indonesia ini pun kini meningkat kepada dukungan terhadap hak bangsa Papua Barat untuk merdeka sebaga bangsa berdaulat,” kata Octo.

    Octo mengatakan berbagai kelompok orang Papua di Belanda pun menuntut tanggungjawab Belanda yang lalai dalam melindungi kepentingan rakyat Papua. Menurut dia, dalam proses gugatan secara hukum tersebut, kelompok tersebut telah melakukan konsultasi dengan United Liberation Movement for West Papua.

    “Sementara itu negara-negara di pasifik ini membuat tidak sedikit negara anggota PBB dari berbagai belahan bumi lainnya yang terpukau dan mengikuti secara serius setiap perkembangan yang terjadi di Indonesia dan Papua,” kata dia.

    Editor: Eben E. Siadari

  • 1 Desember, momen klarifikasi persatuan rakyat Papua dalam ULMWP

     Rakyat Papua wilayah Lapago mendengarkan orasi politik pada perayaan HUT Papua Merdeka, 01 Desember 2016 – Jubi/ Wesai H
    Rakyat Papua wilayah Lapago mendengarkan orasi politik pada perayaan HUT Papua Merdeka, 01 Desember 2016 – Jubi/ Wesai H

    Wamena, Jubi – Sekitar lebih dari 3000 masyarakat Papua di wilayah Lapago turut serta memeriahkan Ibadah perayaan HUT Kemerdekaan Bangsa Papua yang ke 55 tahun, 01 Desember 2016 di Lapangan SInapuk Wamena, Kamis (1/12/2016).

    Aksi 1 Desember 2016 merupakan aksi tahunan. Aksi kali ini dilakukan dalam bentuk ibadah syukur yang dipimpin Pendeta. Isak Asso. Terik matahari siang itu tidak menyurutkan semangat warga Wamena yang hadir meneriakan yel-yel Papua Merdeka dan Referendum.

    Usai melakukan ibadah yang dimulai pukul 12.00 WP, orasi politik diawali pembacaan pidato tertulis Sekjen United Liberation Movement for West Papua oleh Sekretaris Dewan Aadat Papua Wilayah Lapago Dominikus Surabut yang juga tim kerja ULMWP. Pidato yang dibacakan ini berisi ungkapan syukur atas apa yang telah dijalani ULMWP bersama bangsa Papua dan dukungan yang terus mengalir hingga hari ini.

    “Pidato sekjen ULMWP sangat jelas. Disini saya sampaikan bahwa kami bangsa Papua sudah bersatu di ULMWP. Baik NFRPB, PNWP dan WPNCL. Yang non afiliasi dengan tiga elemen utama tersebut, segera bergabung, ini saatnya kita bersatu untuk bergerak bersama menuju pembebasan bangsa Papua” ajak Engelbert Surabut dalam orasi politiknya atas nama Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB).

    Ia menegaskan kelompok organisasi yang tidak bersatu dengan ULMWP namun melaksanakan kegiatan atas nama perjuangan rakyat bangsa Papua untuk menentukan nasib sendiri adalah lawan yang menyusup merusak perjuangan murni bangsa Papua melalui ULMWP

    Lanjutnya, saat ini mengatakan masalah Papua bukan lagi masaah internal Indonesia maupun Papua saja melain sudah menjadi masalah Pasifik dan saat ini sudah beberapa kali dibicarakan dalam sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa.

    “Ini persoalan harga diri, jati diri bangsa Papua yang tempatkan Tuhan di tanah ini, kita bukan pencuri, kina anak-anak adat yang tahu diri. Jangan takut bicara tentang masa depan Papua,” ajaknya.

    Perwakilan dari Parlemen Nasional West Papua (PNWP) dalam kesempatan orasinya, mengklarifikasi isu pernyataan-pernyataan yang menyebutkan bangsa Papua belum bersatu.

    “Itu isu yang tidak benar. Karena sesungguhnya 3 faksi besar organ perjuangan rakyat bangsa Papua yaitu NFRPB, WPNLC dan PNWP sudah nyatakan diri untuk bersatu melalui ULMWP,” kata Yosep Siep yang berorasi mewakili PNWP.

    Perayaan 1 Desember ini diakhiri sekitar pukul 14.30 WP. Masyarakat yang hadir membubarkan diri dengan tertib dan aman.

    Meski demikian, menurut Engelbert Surabut, ada dua mobil polisi yang hadir memantau kegiatan. Namun polisi yang ada di mobil tersebut tidak masuk ke lapangan Sinapuk.

    “Kami sudah kordinasi sebelumnya. Jadi mereka pantau saja di luar. Kami sampaikan terima kasih kami kepada pemerintah Indonesia melalui Polres Jayawijaya karena memberikan kesempatan pada kami untuk merayakan 1 Desember kali ini,” ujar Engelbert Surabut. (*)

  • Massa Pendukung Referendum Papua Ditembak Water Canon

    Massa Pendukung Referendum Papua Ditembak Water Canon
    Unjuk rasa FRI berakhir kericuhan. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

    Jakarta, CNN Indonesia — Petugas polisi menembakan water canon ke arah sekitar 50 pedemo yang bergabung dalam Front Rakyat Indonesia, Kamis (1/12). Penembakan water canon saat massa FRI sedang berada di Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat menuju Bunderan Hotel Indonesia untuk berunjuk rasa menuntut referendum bagi Papua.

    Sejak pagi tadi, massa FRI berkumpul di Lembaga Bantuan Hukum Jakarta dan melanjutkan aksi longmarch ke Bunderan HI.

    Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com, ketika massa tiba di lampu merah Imam Bonjol yang berjarak sekitar 50 meter dari Bunderan HI, puluhan polisi perempuan membentuk pagar betis memblokade massa.

    Beberapa menit kemudian, sembari berorasi dan bernyanyi, massa bergerak maju. Pagar betis para polwan kemudian digantikan petugas polisi bertameng.

    Menghadapi polisi bertameng, pedemo kemudian mengeluarkan ikat merah berlambang kejora. Polisi dari atas mobil komando pun memerintahkan petugas untuk menembakan water canon ke arah pedemo.

    Setelah menembakan water canon, petugas menarik ikat kepala dari para pedemo. Terlihat aksi tarik menarik antara petugas dan para pedemo. Polisi juga tampak mengamankan beberapa pedemo.

    Menurut aktivis LBH Jakarta, Veronica Koman, polisi juga mengamankan tiga pedemo, yang terdiri dari dua orang koordinator lapangan dan satu lagi dari Free West Papua.

    “Tiga orang itu kemungkinan dibawa ke Polda. Polanya kalau setahun ini semua orang Papua diangkut supata tidak bisa berekspresi di Indonesia,” kata Veronica.

    FRI merupakan organisasi yang terdiri dari sejumlah kelompok masyarakat Partai Pembebasan Rakyat, Pusat Perjuangan Rakyat Indonesia, PEMBEBASAN, Serikat Kebudayaan Masyarakat Indonesia, Lingkar Studi Sosialis, dan Perkumpulan Solidaritas Net.

    Rencananya, selain mendukung referendum Papua, massa FRI mendukung keanggotaan United Liberation Movement fof West Papua (ULMWP) di Melanesia Spearhead Group, Pacific Island Forum dan memperjuangkan keanggotaan ULMWP di Perserikatan Bangsa-bangsa.

    FRI mendesak militer ditarik dari Papua agar referendum berjalan damai, adil dan tanpa tekanan. Hal ini juga supaya masyarakat Papua mendapatkan kebebasan informasi, ekspresi dan berorganisasi.

    Selain itu, FRI membawa pesan kepada dunia internasional untuk membangun konsilidasi solidaritas perjuangan hak menentukan nasib sendiri bagi Papua Barat.

    “Kami juga memperjuangkan supaya masyarakat dapatkan pendidikan gratis, perluasan sekolah dan universitas, kesehatan gratis dan transportasi murah,” ujarnya.

    Tanggal 1 Desember selama ini dikenal sebagai Hari Ulang Tahun Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan dianggap istimewa bagi sebagian kelompok di Papua karena dinilai sebagai hari kemerdekaan. Setiap tahunnya pada tanggal ini petugas keamanan selalu memperketat pengawasan di Papua lantaran kerap ada pengibaran bendera bintang. (yul)

  • Seluruh Pendemo Referendum Papua Ditangkap

    Kamis, 01/12/2016 13:08, Reporter: Raja Eben Lumbanrau, CNN Indonesia

    Seluruh Pendemo Referendum Papua Ditangkap
    Seluruh peserta demo dari Aliansi Mahasiswa Papua dan Front Rakyat Indonesia Untuk West Papua ditangkap dan diproses di Polda Metro Jaya. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

    Jakarta, CNN Indonesia — Seluruh peserta demo yang berasal dari Aliansi Mahasiswa Papua dan Front Rakyat Indonesia Untuk West Papua ditangkap oleh polisi.

    Tim kuasa hukum Aliansi Mahasiswa Papua dan Free West Papua, Veronika Koman mengatakan, pedemo sekarang berada di Polda Metro Jaya.

    “Semua massa peserta demo, sekitar 150 orang ditangkap. Diangkut ke Metro,” kata aktivis Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta itu saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (1/12).

    Veronika menambahkan saat ini pedemo sedang menjalani pemeriksaan, berupa pendataan, mungkin dibuat berita acara pemeriksaan (BAP).

    Penangkapan itu, menurut Veronika, merupakan bentuk pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi.

    “Kami sedang mendampingi, kami akan berusaha semaksimal mungkin dilepas semua,” katanya.

    Sejak pagi tadi, massa FRI berkumpul di Lembaga Bantuan Hukum Jakarta dan melanjutkan aksi longmarch ke Bunderan HI. Ketika massa tiba di lampu merah Imam Bonjol yang berjarak sekitar 50 meter dari Bunderan HI terjadi gesekan.

    FRI merupakan organisasi yang terdiri dari sejumlah kelompok masyarakat Partai Pembebasan Rakyat, Pusat Perjuangan Rakyat Indonesia, PEMBEBASAN, Serikat Kebudayaan Masyarakat Indonesia, Lingkar Studi Sosialis, dan Perkumpulan Solidaritas Net.

    Rencananya, selain mendukung referendum Papua, massa FRI mendukung keanggotaan United Liberation Movement fof West Papua (ULMWP) di Melanesia Spearhead Group, Pacific Island Forum dan memperjuangkan keanggotaan ULMWP di Perserikatan Bangsa-bangsa.

    FRI juga mendesak militer ditarik dari Papua agar referendum berjalan damai, adil dan tanpa tekanan. Hal ini juga supaya masyarakat Papua mendapatkan kebebasan informasi, ekspresi dan berorganisasi.

    Tanggal 1 Desember selama ini dikenal sebagai Hari Ulang Tahun Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan dianggap istimewa bagi sebagian kelompok di Papua karena dinilai sebagai hari kemerdekaan. Setiap tahunnya pada tanggal ini petugas keamanan selalu memperketat pengawasan di Papua lantaran kerap ada pengibaran bendera bintang

  • Demo pakai atribut OPM, mahasiswa Papua disemprot water cannon

    Demo pakai atribut OPM, mahasiswa Papua disemprot water cannon
    Aksi demo mahasiswa Papua. ©2016 merdeka.com/arie basuki

    Merdeka.com – Sejumlah massa mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Papua bersama Front Rakyat Indonesia Untuk West Papua menggelar aksi unjuk rasa di Jakarta. Mereka menuntut pemerintah Indonesia untuk menggelar referendum di seluruh wilayah Papua.

    Pantauan merdeka.com, Kamis (1/12), aksi tersebut dimulai sekitar pukul 09.30 WIB. Mereka menuntut untuk diberikan kebebasan dan penentuan hak nasib sendiri sebagai solusi demokratis rakyat Papua, serta meminta agar TNI/Polri ditarik dari Papua.

    Aksi ini sedianya digelar di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta dan dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju Istana Negara. Namun, polisi menahan para pendemo di Jalan Imam Bonjol dan hanya boleh menyuarakan aspirasinya di sana.

    Massa yang terdiri dari ratusan orang itu juga membawa atribut Organisasi Papua Merdeka (OPM), berupa ikat kepala bergambar Bintang Kejora. Hal itu memantik perhatian polisi, sehingga beberapa orang yang mengenakan atribut OPM langsung dibekuk.

    Kejadian itu sempat menimbulkan kericuhan, namun tak ada aksi baku pukul antara demonstran dan polisi. Meski begitu, polisi tetap menyemprotkan water cannon ke arah massa.

    Saat ini, situasi sudah kembali kondusif. Massa tetap berorasi di tengah pengawalan ketat kepolisian. Beberapa pendemo yang sempat ditangkap sudah dilepaskan kembali, tapi tanpa mengenakan atribut OPM.

    Reporter : Arie Basuki | Kamis, 1 Desember 2016 11:22
  • Ini pidato 1 Desember Sekjen ULMWP

    Ilustrasi - Dok. Jubi
    Ilustrasi – Dok. Jubi

    Papua……Merdeka, Merdeka,Merdeka

    Seluruh rakyat bangsa Papua Barat yang tersebar di seluruh dunia, khususnya yang hari ini kumpul di Lembah Agung Balim-Jantung Papua, Wilayah Adat Lani Pago. Saya atas nama pribadi dan keluarga serta seluruh pengurus United Liberation Movement for West Papua (ULMWP)baik yang di luar negeri maupun di tanah air saya hendak menyambut dengan salam khas dari Wilayah ini yang kini popular di seluruh dunia, waa….waa… waaa….. waaaa.

    Hari ini, sebagaimana biasa setiap tanggal 1 December kita berkumpul untuk rayakan peristiwa yang terjadi 54 tahu lalu di Holandia Baru. Yakni saat bendera bintang kejora dikibarkan untuk pertama kali dan lagu kebangsaan Hai Tanahku Papua dinyanyikan serta simbol nasionnal lainya seperti nama bangsa dengan wilayahnya di umumkan. Peristiwa ini dilihat pula sebagai saat lahirnya sebuah bangsa baru bernama Papua Barat. Tentu saja pandangan demikian itu ada benarnya, karena kalau saja Belanda dan bangsa barat tidak menghianati apa yang mereka wartakan, Bangsa Papua semestinya merupakan negara pertama yang merdeka dari berbagai colonial eropa yang menguasai bangsa bangsa di wilayah Melanesia, Polinesia dan Micronesia.

    Sayang, sejarah berputar kearah yang berbeda. Negara Kolonial Belanda keluar denga watak aslinya sebagai bangsa pedagang, mereka sama sekali tidak perdulikan dengan nasib dan masa depan bangsa Papua. Mereka sama sekali tidak melibatkan pemimpin resmi bangsa Papua yang sudah mereka siapkan selama kurang lebih 10 tahun sebelumnya. Belanda dan Amerika sama sekongkol untuk jual bangsa Papua kepada colonial baru bernama Indonesia melalui perjanyian New York yang di tanda tangani di markas besar PBB di kota New York pada tanggal 15 Agustus 1962. Perjanjian ini merupakan lebih dari sebuah transaksi perbudakkan.  Karena yang di jual adalah bukan saja kebebasan dari 1025 orang yang di ditodong dengan moncong senjata melainkan yang mereka perdagangkan adalah nasib dan masa depan sebuah bangsa: bangsa Papua. Sebagai imbalannya, Belanda menikmati keuntugan ekonomi dari berbagai perdagangan hingga hari ini dan Indonesia membayar Amerika dengan menyerahkan gunung emas Nemangkawi dari tanah papua yang di tambang oleh perusahaan raksasa Freeport MacMoRan.

    Saudara saudari rakyat bangsa Papua yang saya hormati. Setiap kali kita memandang bintang kejora dalam apapun bentuknya senentiasa memperkuat sentiment kebangsaan kita. Setiap kali kita menyanyikan lagu Hai Tanahku Papua, membakar rasa cinta akan tanah air kita, Tanah Papua. Semua itu merupakan darah yang mengalir dalam diri setiap anak negeri yang terus bahu membahahu berupaya mewujudkan negara Papua Barat. Kemerdekaan itu diperjuangkan silih berganti oleh berbagai kepemimpinan nasional melalui aneka wadah nasional yang diawali oleh Komite Nasional Papua Barat (1961), Kongres Rakyat Papua II (2000)  hingga United Liberation Movement for West Papua (2014).

    Sekali lagi kalau dalam Kongres Papua I menghasilkan symbol-simbol nasional maka dalam kongres Papua kedua, rakyat papua melalui resolusinya memutuskan bahwa sejarah integrasi Papua ke dalam wilayah Republik Indonesia di luruskan. Yakni bahwa (aa) rakyat Papua Barat adalah berdaulat sebagai sebuah bangsa sejak 1 Desember 1961, bahwa (bb) rakyat bangsa Papua menolak perjanjian new york baik dari sisi moral maupun hukum karena di susun tanpa melibatkan perwakilan bangsa papua dan bahwa (cc) rakyat bangsa Papua melalui Kongres II menolak hasil pepera (hak penentuan nasib sendiri) karena di laksanakan secara paksa, penuh intimidasi dan pembunuhan secara sadis, disertai aneka kejahatan militer dan berbagai macam perilaku tidak tidak bermoral yang bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Dan karena itu melalui Kongres II ini rakyat bangsa Papua menuntut PBB untuk membatalkan resolusi  2504, 19 November 1969.

    Dalam perjalanan sejarah bangsa Papua yang demikian ini, ULMWP sadar akan tugasnya dalam mewujudkan kedaulatan bangsa. Tantangannya adalah bagaimana bisa memastikan dukungan dari (paling tidak) 1 per tiga jumlah anggota Negara Anggota PBB. Untuk itu, ULMWP merobah pola diplomasi, tidak seperti di tahun 60an dan sesudahnya yakni lobbynya tidak lagi bertolak dari Papua ke dunia barat dan Africa. ULMWP focuskan dukungan dari negara negara di kawasan Pasifik. Dalam dua tahun pertama, ULMWP memperkuat basis dukungan di seluruh kawasan ini melalui jaringan adat, NGO, Gereja adan kalangan terdidik serta politisi. Secara kelembagaan, ULMWP menjadi anggota oberserver dan kini dalam proses menjadi anggota penuh MSG. Dalam tahun kedua dukungan itu meningkat dari wilayah Melanesia kepada polinesia dan Micronesia melalui wadah baru bernama Pasifik Island Coalition on West Papua atau PICWP yang dibentuk atas inisiative dari Perdana Menteri Solomon Island, Manase Sogovare yang juga adalah Ketua MSG.

    Darisi sisi dukungan politik, Lobby ULMWP berhasil memasukan masalah Papua menjadi salah satu masalah utama di kawasan pasifik. Dalam sidang tahunan (2015) Negara Negara Anggota Forum Pasifik|PIF memutuskan untuk mengirim tim pencari fakta ke papua. Indonesia menolak dan keputusan ini tidak bisa di wujudkan tetapi secara politik kita menang. Dalam sidang tahun ini (2016) pimpinan Negara anggota PIF dalam Komunike kembali memutuskan bahwa masalah papua akan selalu menjadi agenda pimpina dalam setiap pertemuan tahunan. Selain itu, tidak kurang dari 7 Negara bersama sama mengangkat masalah Papua. Isinya bukan saja mempersoalkan aneka masalah pelanggaran hak asasi Manusia. Lebih daripada itu mereka minta tanggungjawab PBB untuk intervensi termasuk menggugat tanggungjawab dalam membuka kembali menguji keabsahaan daripada perjanjian new York and pelaksanaannya.

    Saudara-saudari rakyat bangsa Papua. Kerja keras anggota ULMWP pun tidak hanya terbatas di kawasan pasifik tetapi juga terjadi di Indonesia. Rakyat Indonesi terutama di  kalangan terdidik sudah mulai akui aneka kejahatan yang dilakukan pemerintah dan militer Indonesia terhadap rakyat papua barat. Lebih daripada itu dalam minggu ini kita baru menyaksikan dideklarasikannya Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-West Papua). Gerakan rakyat Indonesia inipun kini meningkat kepada dukungan terhadap hak bangsa Papua Barat untuk merdeka sebaga bangsa berdaulat. Sementara itu, rakyat berbagai kelompok orang Papua di Belanda pun bangkit untuk menuntut dalam sebuah gugatan hukum tanggungjawab Belanda yang lalai dalam melindungi kepentingan rakyat Papua. Dalam proses gugatan secara hukum tersebut, sejawak awal mereka melakukan konsultasi dengan United Liberation Movement for West Papua. Dan akhirnya perlu dipahami bahwa kebangkitan negara negara di pasifik ini membuat tidak sedikit negara anggota PBB dari berbagai belahan bumi lainnya yang terpukau dan mengikuti secara serius setiap perkembangan yang terjadi di Indonesia dan Papua.

    Kita patut bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan atas semua kemajuan diatas. Karena semua terjadi sebagai buah dari kasih karuniaNya. Selain itu, dibalik kemajuan di atas kini kita dihadapkan pada tantangan yang semakin hari semakin berat. Karena itu ULMWP memerlukan dukungan doa dan dana dalam menunjang aneka lobby politik di berbagai belahan bumi. Karena sejak bulan September 2016 focus lobby sudah bergeser dari Pasifik kepada dunia. Focus utama ULMWP bukan lagi semata mata memastikan keanggotaanya di MSG melainkan bagaimana membentuk Kualisi Pendukung Papua Barat di berbagai belahan bumi lainnya. Dukungan ini bukan sekedar dalam bentuk sekali dua kali pernyataan politik tetapi dukungan yang konsisten termasuk ikut mencari dukungan anggota PBB lainnya. Semua orang Papua perlu bangkit untuk lobby dengan caranya sendiri berbagai maam negara di dunia darimana pun kita berada. Kasih tahu kepada mereka bahwa kami mohon suara dukungan mereka dalam ketika anggota PBB bersama sama membatalkan resolusi 2504 tahun 1969 dan membiarkan bangsa papua hidup berdaulat secara damai.

    Allah Bangsa Papua dan leluhur moyang kita, seluruh darah dari pejuang terdahulu kita memberkati kita sekalian.

    Papua…..Merdeka, Merdeka,Merdeka (*)

  • ULMWP apresiasi aksi 1 Desember FRI West Papua

    Pemimpin ULMWP, Octovianus Mote (tengah) dan Benny Wenda (kanan) berbincang dengan PM Vanuatu, Charlot Salwai (kiri) dalam MSG Special Summit di Honiara, Juli 2016 - Jubi/Victor Mambor
    Pemimpin ULMWP, Octovianus Mote (tengah) dan Benny Wenda (kanan) berbincang dengan PM Vanuatu, Charlot Salwai (kiri) dalam MSG Special Summit di Honiara, Juli 2016 – Jubi/Victor Mambor

    Jayapura, Jubi – Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI West Papua) menggelar aksi bersama di beberapa kota di Indonesia. Di Jakarta aksi dilakukan bersama Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) se-Jawa-Bali yang rutin turun aksi setiap tanggal 1 Desember.

    “Menkopolkam sudah mengatakan akan membubarkan aksi besok (Kamis). Kepolisian juga menolak pemberitahuan demonstrasi yang dikirim FRI West Papua dan AMP yang telah lebih dulu diberikan,” demikian konfirmasi Veronika Koman, pengacara publik, kepada Jubi Rabu malam (30/11/2016).

    Veronika bersama tim advokasi mendampingi aksi tersebut di Jakarta dan memantau aksi-aksi dan kegiatan terbuka lainnya di beberapa kota, termasuk Papua. Selain Jakarta, aksi akan berlangsung hari ini, Kamis (1/12/2016) di Palu, Poso, Makassar, Yogyakarta, Ternate.

    Sementara di Papua, menurut konfirmasi sebelumnya dari pihak ULMWP dan KNPB aktivitas peringatan 1 Desember akan berbentuk ibadah syukur di tempat terbuka maupun di sekretariat.

    “Karena pernyataan Menkopolkam tersebut, dan pengalaman sebelumnya, maka kami mengajak berbagai pihak khususnya media untuk memantau perkembangan kegiatan di 1 Desember, agar mengurangi bahkan cegah kemungkinan represi,” ujar Vero.

    Aksi di Jakarta akan dimulai pukul 08.00 hingga 12.00 siang waktu setempat dan akan berpusat di Istana Negara. Mereka mengusung isu penentuan nasib sendiri West Papua seperti yang sebelumnya sudah dinyatakan oleh FRI West Papua dalam deklarasinya di LBH Jakarta (30/11).

    Pada peringatan 1 Desember 2015 lalu di Jakarta, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) tidak berhasil menembus istana negara. Sebanyak 306 orang ditangkap Kepolisian Metro Jaya di Bunderan Hotel Indonesia, setelah sebelumnya melakukan beberapa penyisiran di titik-titik keberangkatan para mahasiswa. Dua mahasiswa Papua sempat dijadikan tersangka pemukulan oleh polisi, namun bebas tiga hari kemudian.

    Apresiasi ULMWP

    Octovianus Mote, Sekretaris Jenderal ULMWP didalam naskah pidatonya untuk peringatan 1 Desember yang diterima Jubi Rabu (30/11), menyatakan dukungan terhadap inisiatif pendirian FRI West Papua tersebut.

    “Rakyat Indonesia terutama di kalangan terdidik sudah mulai akui aneka kejahatan yang dilakukan pemerintah dan militer Indonesia terhadap rakyat Papua Barat. Lebih dari pada itu dalam minggu ini kita baru menyaksikan dideklarasikannya FRI West Papua. Gerakan rakyat Indonesia ini memberikan dukungannya terhadap hak Bangsa Papua Barat untuk merdeka sebagai bangsa berdaulat,” ujar Mote.

    Hal ini, lanjut Mote, adalah hasil dari kerja keras seluruh anggota ULMWP yang tak terbatas di kawasan Pasifik tetapi juga terjadi di Indonesia.

    Victor Yeimo, Ketua Umum KNPB yang juga tim kerja ULMWP, mengatakan pembentukan FRI West Papua adalah sejarah baru dalam perjuangan pembebasan nasional West Papua.

    “Untuk pertama kalinya rakyat Indonesia melalui berbagai organisasi gerakan dan individu mendirikan Front yang akan berjuang bagi rakyat West Papua untuk menentukan nasibnya sendiri,” ujarnya.

    Dia meyakini masih banyak rakyat Indonesia lainnya yang sebetulnya mendukung inisiatif tersebut. “Kami yakin masih banyak rakyat Indonesia yang sedang mendukung hak penentuan nasib sendiri bagi bangsa Papua tanpa kehilangan—atau bermaksud menyangkal—keIndonesiaannya,” kata dia.

    Hal senada juga diungkapkan Tim Kerja ULMWP di Lapago, Dominikus Surabut dan Sekretaris Dewan Adat Hubula di Wamena, Engelberth Sorabut. “Kami ucapkan terima kasih atas deklarasi Front Rakyat Indonesia untuk West Papua di Jakarta,” ujar Dominikus.(*)

  • Demo Dukungan Referendum Papua Digelar 1 Desember

    Gloria Safira Taylor, CNN Indonesia,Rabu, 30/11/2016 09:04 WIB
    Jakarta, CNN Indonesia — Front Rakyat Indonesia (FRI) untuk Papua Barat berencana menggelar aksi demonstrasi menuntut referendum bagi Papua pada 1 Desember 2016. Unjuk rasa itu akan diadakan di Bundaran Hotel Indonesia. Dari Bundaran HI, massa akan long march menuju Istana Negara.

    “Kami akan turun aksi di Jakarta dan beberapa daerah lainnya,” kata juru bicara FRI Surya Anta mengatakan, di Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Selasa (29/11).

    FRI merupakan organisasi yang terdiri dari sejumlah kelompok masyarakat Partai Pembebasan Rakyat, Pusat Perjuangan Rakyat Indonesia, PEMBEBASAN, Serikat Kebudayaan Masyarakat Indonesia, Lingkar Studi Sosialis, dan Perkumpulan Solidaritas Net.

    Meski mendukung penentuan nasib sendiri warga Papua, namun belum bisa dipastikan bakal ada warga Papua yang akan ikut aksi.

    Surya mengatakan, dukungan untuk Papua diberikan karena selama ini masih terjadi penjajahan di wilayah paling timur Indonesia itu. Bentuk penjajahan itu salah satunya adalah diskriminasi dan kekerasan terhadap masyarakat Papua.  Surya menampik adanya kepentingan asing dalam solidaritas mereka untuk referendum Papua.

    Dalam aksi demonstrasi 1 Desember nanti, akan diusung beberapa tuntutan. Selain dukungan terhadap referendum Papua, mereka mendukung keanggotaan United Liberation Movement fof West Papua (ULMWP) di Melanesia Spearhead Group, Pacific Island Forum dan memperjuangkan keanggotaan ULMWP di Perserikatan Bangsa-bangsa.

    FRI juga mendesak militer ditarik dari Papua agar referendum berjalan damai, adil dan tanpa tekanan. Hal ini juga supaya masyarakat Papua mendapatkan kebebasan informasi, ekspresi dan berorganisasi.

    FRI juga menyerukan kepada dunia internasional untuk membangun konsilidasi solidaritas perjuangan hak menentukan nasib sendiri bagi Papua Barat.

    “Kami juga memperjuangkan supaya masyarakat dapatkan pendidikan gratis, perluasan sekolah dan universitas, kesehatan gratis dan transportasi murah,” ujarnya.

    Tanggal 1 Desember selama ini dikenal sebagai Hari Ulang Tahun Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan dianggap istimewa bagi sebagian kelompok di Papua karena dinilai sebagai hari kemerdekaan. Setiap tahunnya pada tanggal ini petugas keamanan selalu memperketat pengawasan di Papua lantaran kerap ada pengibaran bendera bintang kejora, simbol kemerdekaan di Papua. (sur/yul)

  • Agar Indonesia Keluar dari Tanah Papua, Orang Papua Harus Keluar dari NKRI dan Indonesia

    Menjelang Hari Kebangkitan I Bangsa Papua, yang pernah terjadi 1 Desember 1961, dari Sekretariat-Jenderal Tentara Revolusi West Papua, Lt. Gen. Amunggut Tabi menyampaikan pesan-pesan kebangkitan semangat perjuangan bangsa Papua sebagai berikut:

    Pertama, bahwa jikwalau dan agar Indonesia keluar dari Tanah Papua, orang Papua sendiri harus keluar dari Indonesia dan NKRI

    Kedua, bahwa cara untu keluar dari Indonesia adalah dengan cara tidak lagi menganggap apa-apapun yang terjadi di Jakarta, yang terjadi di Jayapura, yang terjadi di Indonesia sebagai sebuah bahan atau dasar untuk menjadi penyemangat dan pendorong perjuangan Papua Merdeka. Contohnya, kejadian pemenjaraan Ahok dan Papua Merdeka sama sekali tidak boleh dikaitkan, dan tidak ada hubungan.

    Yang menghubungkan keduanya adalah sama dengan orang gila, gila politik, gila nalar sehat, salah dalam paradigma berpikir tentang Papua Merdeka.

    Ketiga, bahwa cara praktis dan langkah jelas untuk keluar dari NKRI ialah meninggalkan Bahasa Melayu sebagai bahasa komunikasi perjuangan dan menggunakan bahasa yang lebih netral, yaitu Bahasa Inggris atau bahasa yang sudah di-Melanesia-kan yaitu Tok Psin dan Bislama.

    Keempat, bahwa cara lanjutan untuk keluar dari NKRI ialah membebaskan diri, memerdekakan diri dari memikirkan, mengolah pikiran, dan menyiakpi apa-apa-pun, bagaimana-pun, kapan-pun yang dilakukan oleh NKRi dan orang Indonesia, sehingga kita meniadakan hubungan sebab-akibat antara NKRI-West Papua, dan dengan dalam keadaan sadar, dengan rasional, dan dengan sadar kita mengkaitkan diri, memikirkan menyikapi dan ikut dalam alur pemikiran masyarakat Melaensia, di Pasifik Selatan.

    Keenam, bahwa sebagai wujudnya kita memuat semua berita, semua wacana, semua fenomena dan dinamika kehidupan sosial, budaya, ekonomi, politik, hukum, agama, filsafat yang berkembang dan terjadi di masyarakat Melaensia di Pasifik Selatan, bukan di kawasan Melayo-Indos di Asia Tenggara.

    Ketujuh, bahwa sebagai wujudnya kita memuat, mendengarkan, menyanyikan dan mengikuti perkembangan musik-musik Melanesia, menonton film-film Melanesia, mengolah lagu-lagu Melanesia. Kita sudah lama dijajah oleh lagu-lagu nostalgia Melayo-Indos, dan lagu-lagu bernada Malayo-Indos begitu teracuni, kita harus keluar sendiri dari semua ini,

    Akibat dari semua langkah-langkah yang bersifat paradigm shift dan perubahan kecenderungan ini, kita harapkan bahwa orang Papua sendiri keluar dari NKRI,, sehingga NKRI akhirnya keluar dari Tanah Papua.

    Kita tidak punya tanggungjawab dan kewajiban untuk menunggu sampai kiamat NKRI keluar dari Tanah Papua, tetapi apa yang harus kita lakukan ialah KITA KELUAR DARI NKRI.

    Mengharapkan NKRI keluar dari orang Papua dan Tanah Papua ialah cara berpikir generasi tua. Generasi muda Papua harus mengambil langkah rasional, progresif dan radikal, langkah revolusioner dari diri sendir, diri masing-masing individu orang Papua, dengan meninggalkan dan keluar dari NKRI.

    Kami dari MPP TRWP, Sekretariat-Jenderal berdoa agar semua makhluk memaklumi maksud Surat Penerangan ini, sehingga pada waktunya, Tuhan turun tangan untuk membawa bangsa Papua keluar dari Tanah Kanaan, bukan menunggu Firaun keluar dari Mesir.

    Dikeluarkan di: Sekretariat-Jenderal TRWP

    Pada tanggal: 29 November 2016

    Secretary-General

     

     

    Amunggut Tabi, Lt. General
    BRN: A.DF 018676

     

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?