Category: West Papua

All News Updates from West Papua: Laa-Pagoo, Mee-Pago, Haa-Anim, Domberai, Bomberari, Mamta dan Saireri Cultural Territories of the Republic of West Papua.

  • Pimpinan ULMWP: Kongres I di Sentani Inkonstitusional!

    Pimpinan ULMWP: Kongres I di Sentani Inkonstitusional!

    JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) menyatakan tidak memiliki agenda untuk menyelenggarakan kongres pertama, karena semuanya sudah dibahas dalam konferensi tingkat tinggi (KTT) II ULMWP.

    Hal itu ditegaskan Manase Tabuni, Presiden Eksekutif ULMWP, dan Markus Haluk, Sekretaris Eksekutif ULMWP, saat jumpa pers di sekretariat ULMWP, Senin (20/11/2023).

    Dijelaskan, proses pelaksanaan dan penetapan KTT II ULMWP pada tanggal 22 Agustus 2023 di kantor perwakilan Shefa Province, Port Vila, Vanuatu, ketua Legislatif tuan Edison Waromi membuka secara simbolis KTT II ULMWP setelah melakukan jumpa pers tentang keanggotaan ULMWP di Melanesia Spearhead Group (MSG).

    Dalam KTT MSG (23-24 Agustus 2023), delegasi ULMWP turut hadiri pembukaan pelaksanaannya. Juga anggota eksekutif ULMWP dan delegasi Indonesia mengikuti pertemuan MSG dengan memberikan sambutan pada pembukaan dan penutupan pertemuan para pemimpin.

    “Pada tanggal 25 Agustus 2023 dilakukan pertemuan lengkap badan pengurus Trias Politika
    (Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif) ULMWP dengan panitia KTT II di Golden Port Vanuatu. Setelah panitia menjelaskan tentang kesiapan, proses dan tahapan alur KTT II, para pihak menyepakati waktu pelaksanaannya adalah 26-29 Agustus 2023,” jelasnya.

    Tanggal 26 Agustus hingga 3 September 2023 diadakan KTT II ULMWP dengan beberapa agenda mulai dari sidang pleno I, pembahasan tata tertib, jadwal dan peserta, sidang pleno II pemilihan pimpinan sidang tetap, sidang pleno III, pandangan umum para pihak, mulai dari pemerintah Vanuatu.

    “Kemudian dilanjutkan pandangan politik organisasi perjuangan, WPNCL, PNWP, NFRPB, West Papua Any (TPNPB, TNPB dan TRWP), organisasi afiliasi non afiliasi, support group dan observer. Selanjutnya sidang pleno IV yakni laporan pertanggungjawaban kerja eksekutif. Laporan pertanggungjawaban kerja yudikatif ULMWP, laporan pertanggungjawaban kerja legislatif ULMWP. Ada evaluasi atas laporan pertanggungjawaban, demisioner badan pengurus eksekutif, yudikatif dan legislatif, pemaparan peta jalan penyelesaian konflik Papua. Dan sidang V pleno penetapan 8 klaster program kerja ULMWP 2023-2028,” urainya.

    Dibeberkan, dalam sidang VI pleno penetapan Undang-Undang Dasar ULMWP, struktur kepemimpinan ULMWP 2023-2028, kemudian masuk sidang pleno VII pemilihan badan pengurus ULMWP, penetapan dan pengesahan struktur kepemimpinan ULMWP 2023-2028.

    “Pada tanggal 4 September 2023, dilakukan jumpa pers perdana oleh kepemimpinan baru ULMWP periode 2023-2028 di Port Vila Vanuatu. Pada tanggal 20 Oktober 2023 dilakukan doa syukur dan pengukuhan kepemimpinan ULMWP 2023-2028 di kantor pusat koordinasi dalam negeri ULMWP yang ada di Wamena West Papua.  Acara ini dihadiri sekitar 500 orang para pemimpin dan perwakilan dari berbagai kalangan rakyat West Papua yang ada di Wamena,” terangnya.

    Tanggal 4 November 2023 dilakukan penyerahan laporan pertanggungjawaban kegiatan dan pembubaran panitia KTT II ULMWP di Jayapura. Tanggal 9 Oktober 2023, menyikapi situasi pelanggaran HAM dan kejahatan kemanusiaan di West Papua dan menjelang pertemuan PIF, ULMWP menggelar jumpa pers di Jayapura.

    “Tanggal 9 November 2023, ULMWP mulai melakukan audiensi sekalian menyerahkan laporan pertanggungjawaban kepada moderator Dewan Gereja Papua di Jayapura. Selanjutnya mulai dilakukan audiensi dengan berbagai kalangan. Pada tanggal 10-12 November 2023, ULMWP melaksanakan pra raker ULMWP di Jayapura. Akhir November 2023, ULMWP rencana akan menyelenggarakan rapat kerja,” bebernya.

    Menolak Hasil KTT II ULMWP Sepihak Diorganisir Oknum Tertentu

    1. Pada awal dan pertengahan September 2023, panglima TRWP General Matias Wenda menyampaikan penolakan hasil KTT II ULMWP. Penolakan disampaikan melalui surat terbuka yang kemudian diviralkan melalui media sosial.
    2. Pada pertengahan September 2023, tuan Benny Wenda mengeluarkan pernyataan mendukung hasil KTT II ULMWP. Pada saat yang sama, ia juga menyatakan mempertahankan Pemerintahan Sementara yang diumumkan 1 Desember 2020.
    3. Selama akhir September – Oktober 2023, beberapa orang yang diorganisir oleh PNWP menyampaikan penolakan hasil KTT II ULMWP. Penolakan disampaikan atas nama beberapa wilayah adat di West Papua.
    4. Setelah menyampaikan pernyataan penolakan, bertepatan dengan memperingati 3 tahun penetapan draf Undang-Undang Dasar Sementara ULMWP, tuan Buchtar Tabuni dan Bazoka Logo mengumumkan dilakukannya mobilisasi penolakan hasi KTT II ULMWP.
    5. Pada 6 November 2023, PNWP dan pendukung Pemerintahan Sementara melalui Forum
      Rakyat West Papua melakukan aksi di halaman tempat tinggalnya tuan Buchtar Tabuni. Forum Rakyat West Papua dibentuk secara mendadak pada akhir Oktober 2023 untuk memediasi aksi penolakan hasil KTT II ULMWP. Di hadapan mereka yang melakukan aksi, tuan Buchtar Tabuni menyampaikan, “Demi aspirasi rakyat Papua siap melanggar Undang-Undang Dasar” hasil KTT II ULMWP dan kepemimpinan yang ditetapkan oleh Buchtar Tabuni sebagai salah satu pimpinan sidang yang telah menyampaikan selamat kepada pemimpin ULMWP, tuan Manase Tabuni sebagai Presiden Eksekutf, tetapi di bulan berikutnya beliau mendorong deligimasi hasil KTT II ULMWP dan berjanji melanggar konstitusi yang ditetapkannya sendiri.
    6. Dasar hukum yang digunakan mendorong kongres ini adalah UUDS (Undang-Undang Dasar Sementara) tahun 2020 untuk mempertahankan Pemerintahan Sementara. Hal ini
      bertentangan dengan fakta bahwa UUDS dan Pemerintahan Sementara melalui KTT II ULMWP 2023 disepakati digugurkan dan ditetapkan UUD ULMWP 2023. Tetapi jika tetap dipaksakan, maka kami memandang bahwa kongres saat ini merupakan Parlemen Nasional West Papua dan pendukung Pemerintahan Sementara, bukan Kongres ULMWP berdasarkan Undang-Undang Dasar 2023 ULMWP.
    7. Kami dengan tegas menyampaikan bahwa Pemerintahan Sementara dan ULMWP adalah dua institusi yang berbeda. Konstitusinya juga berbeda. Kongres ini adalah kongresnya Pemerintahan Sementara dan bukan Kongres ULMWP. Rakyat Papua perlu ketahui bahwa hanya ULMWP yang mempunyai relasi dengan MSG, PIF, ACP, dan seterusnya.

    Degradasi Kepemimpinan Melalui Surat Undangan

    1. Pada 3 November 2023, ketua Forum Rakyat West Papua mengirim surat pemberitahuan aksi kepada Manase Q Tabuni, dengan sebutan Pemimpin dan Deklarator ULMWP. Sebutan pemimpin dan deklarator itu bertentangan dengan hasil KTT II ULMWP, dimana tuan Manase Q Tabuni sebagai Presiden Eksekutif. Surat ditandatangani oleh koordinator aksi Alen Halitopo dengan 7 koordinator wilayah adat.
    2. Pada 6 November 2023, tuan Buchtar Tabuni atas nama ketua dan pendiri ULMWP mengirimkan surat pertemuan darurat kepada Manase Tabuni dan Markus Haluk. Dalam surat tidak disebutkan jabatan sebagai Presiden Eksekutif dan Sekretaris Eksekutf ULMWP. Karena dipandang sebagai surat pribadi, kami telah memutuskan untuk tidak hadir memenuhi surat undangan tersebut.
    3. Pada 17 November 2023, Bazoka Logo dan Lawe Wandikbo mengirim surat undangan untuk kegiatan Kongres ke-1 kepada Manase Tabuni dan Markus Haluk dengan sebutan seperti surat-surat sebelumnya, tidak menyebutkan jabatan, tetapi hanya menyebutkan Eksekutif.

    Sikap Terbuka Sehubungan Kongres ULMWP

    Bertolak pada fakta-fakta pada kronik 1, 2 dan 3 di atas dan memperhatikan UUD 2023 ULMWP ketetapan hasil KTT II ULMWP, Surat Yudikatif ULMWP selaku pengawal UUD ULMWP, maka pemimpin terpilih ULMWP pada KTT II ULMWP periode 2023-2028, menegaskan bahwa:

    1. Pelaksanaan kongres I dan semua bentuk manuver Pemerintahan Sementara dan oknum dari PNWP merupakan murni tindakan inkonstitusional dan makar yang bertentangan dengan roh semangat Deklarasi Saralana 2014, Hasil KTT I 2017 dan KTT II ULMWP 2023, Undang-Undang Dasar 2023 ULMWP, Komunike para pemimpin MSG 2014-2023. PIF 2015-2023, dan dukungan komunitas internasional yang terus memberikan dukungan kepada ULMWP sebagai wadah persatuan bangsa Papua untuk memperjuangkan kemerdekaan dan kedaulatan politik bangsa Papua.
    2. Kami tidak pernah menyepakati dan membentuk Forum Rakyat West Papua dan menyetujui membentuk panitia kongres I ULMWP. Kegiatan ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar ULMWP. Saat ini kami sedang fokus mengisi struktur badan ULMWP sesuai UUD 2023 ULMWP.
    3. Meminta semua pihak internal maupun eksternal ULMWP untuk menghormati, mematuhi dan mengakui hasil KTT II ULMWP di Port Vila Vanuatu pada 22, 26 Agustus-3 September 2023 sebagai forum pengambilan keputusan tertinggi.
    4. Merujuk pada Undang-Undang Dasar 2023 ULMWP, Pasal 6 dan 19, Kongres I ULMWP akan dilaksanakan pada 2028, maka semua manufer dan upaya yang dilakukan saat ini atas nama ULMWP merupakan tidak sah dan illegal.
    5. Mohon dukungan rakyat semesta West Papua dan komunitas internasional dalam kepemimpinan kami mewujudkan 8 klaster program kerja yang menjadi peta jalan dalam mewujudkan hak penentuan nasib sendiri bagi bangsa Papua untuk merdeka dan berdaulat.
  • Pemohon West Papua berusia delapan tahun

    Pemohon West Papua berusia delapan tahun

    Lebih dari satu juta orang West Papua berdiri di belakang ‘bocah’ muda dari West Papua [ULMWP, red] yang lahir di pintu masuk Malvatumauri Nakamal delapan tahun lalu. Sekarang dia memohon untuk diterima di Melanesian Spearhead Group (MSG).
    Presiden Sementara Benny Wenda memimpin delegasi tiga orang kepada Presiden Dewan Kepala Nasional Malvatumauri, Ketua Willie Plasua, kemarin untuk memohon kepadanya agar menggunakan jaringan tradisionalnya untuk memungkinkan ‘bocah’ itu menjadi anggota penuh MSG dan tidak terus duduk di pagar sebagai “pengamat” tanpa kekuatan hukum untuk mengambil bagian dalam proses pengambilan keputusan resmi Organisasi Melanesia.
    Berbicara untuk Presiden Sementara, Wakil Menteri Luar Negeri Pemerintah Sementara West Papua, Morris Kaloran menjelaskan, “Sebagai Presiden Malvatumauri (Chief Willie Plasua), Anda menyadari kelahiran ‘bayi’ bernama United Liberation Movement of West Papua ( ULMWP) delapan tahun yang lalu, yang disaksikan oleh pejabat setempat dan daerah serta ditandai dengan penanaman pohon namele yang masih tumbuh di pintu masuk Nakamal Anda hingga saat ini”.
    Terlepas dari sikap umum Vanuatu sekarang yang pertama kali disuarakan oleh Perdana Menteri Vanuatu saat itu, almarhum Pastor Walter Lini, yang mengatakan, “Selama West Papua dan Kanaky di Kaledonia Baru tidak bebas maka meskipun Vanuatu adalah negara berdaulat, itu akan tidak benar-benar bebas sampai seluruh Melanesia benar-benar bebas dari kolonialisme”.
    Sekarang lebih dari 40 tahun kemudian Presiden Sementara ULMWP, Benny Wenda, telah tiba di Kantornya di seberang Crow’s Nest dari London untuk mengingatkan Malvatumauri, Dewan Kristen Vanuatu, Sekretariat MSG serta Otoritas Pemerintah terkait, untuk mengakui hak ULMWP untuk ditawarkan tempat yang selayaknya di MSG.
    Sebagai tanggapan, Presiden Malvatumauri dan Kepala Eksekutifnya, Jean Pierre, keduanya setuju untuk bekerja sama dengan otoritas terkait untuk memfasilitasi Permohonan ULMWP untuk keanggotaan penuh MSG.
    Mereka juga mencatat semua aplikasi yang gagal sampai saat ini dan menunjukkan bahwa ada cara lain untuk mengeksplorasi untuk memastikan bahwa aplikasi saat ini diterima.
    “Bocah itu masih berjuang di luar organisasi resmi MSG setelah upaya pertamanya memasuki MSG pada 2013 tetapi ditolak. Ditolak lagi di tahun 2017 dan lagi di tahun 2019 sementara orang yang seharusnya ditolak masuk MSG tetap menjadi Associate Member. Inilah Indonesia”, kata Kaloran.
    Dia memegang jabatannya di ULMWP dengan komitmen karena dia telah berjuang di West Papua selama 23 tahun terakhir.
    “Presiden Malvatumauri, meskipun tampaknya sulit untuk mengakui ULMWP di sini di Melanesia, ‘bocah’ ini diakui secara internasional oleh 83 negara Asia Karibia Pasifik”, kata Kaloran.
    “Jadi di sini kami bersama Anda di Kantor tinggi Anda mencari bantuan Anda untuk menemukan cara terbaik agar ‘anak laki-laki’ itu diterima di tempat yang selayaknya di MSG”.
    Sebagai kesimpulan dia mengingatkan Malvatumauri bahwa semua anggota Pemerintah Vanuatu adalah anak-anaknya, oleh karena itu, berhak untuk memberitahu Pemerintah untuk mengabulkan keinginan ‘anak laki-laki’ itu untuk menjadi anggota penuh MSG.
    ____
  • COP26 Dapat Belajar Dari Perlawanan Hijau West Papua

    COP26 Dapat Belajar Dari Perlawanan Hijau West Papua

    Kamis, 4 Nov 2021 | Oleh: Chris Saltmarsh
    “Orang West Papua menggabungkan perjuangan mereka melawan pendudukan Indonesia dengan perjuangan melawan perusakan ekologis – dan menunjukkan jalan menuju masa depan hijau yang radikal.”

    Negara Indonesia telah mendominasi West Papua dengan kekuatan militer sejak tahun 1962. West Papua adalah bagian barat pulau New Guinea, terletak tepat di utara Australia. Belanda menjajah wilayah tersebut selama abad kesembilan belas. Ketika Belanda mulai melakukan dekolonisasi selama tahun 1950-an, mereka mempersiapkan West Papua untuk kemerdekaan. Ini terjadi, sebentar, pada akhir tahun 1961. Tak lama setelah itu, Indonesia menginvasi pada tahun 1962. Ini memulai pendudukan abadi yang didasarkan pada represi politik, penghancuran budaya, dan genosida kolonial.

    Ini juga mengakibatkan kerusakan lingkungan secara lokal dan global, tetapi orang West Papua melawan dengan visi baru untuk Negara Hijau yang bebas yang diluncurkan selama COP26.

    Represi politik di West Papua sedemikian rupa sehingga dukungan untuk kemerdekaan dihukum secara brutal, termasuk 16 tahun penjara karena tindakan ‘pengkhianatan’ pengibaran bendera Bintang Kejora (simbol kemerdekaan West Papua). Pemimpin terkemuka dari gerakan pembebasan telah dipenjara, dan saat ini setidaknya ada 56 tahanan politik yang ditahan di seluruh wilayah. Pembunuhan di luar proses hukum sering terjadi dan media internasional serta kelompok pemantau dilarang.

    Penghancuran budaya sudah termasuk kriminalisasi budaya West Papua seperti menumbuhkan rambut gimbal. Orang West Papua dipindahkan dari tanah mereka dan dipaksa masuk ke ‘desa’ yang dikendalikan pemerintah. Negara Indonesia telah menyebarkan rasisme anti-kulit hitam yang mendasarinya terhadap orang West Papua dengan protes yang meletus pada tahun 2019 sebagai tanggapan atas kekerasan rasial oleh polisi. Perlakuan terhadap orang West Papua telah dicap sebagai genosida oleh Kampanye West Papua Merdeka dan Gerakan Pembebasan Bersatu untuk West Papua (ULMWP), didukung oleh studi akademis termasuk salah satu dari Sekolah Hukum Yale pada tahun 2004. Pasukan keamanan Indonesia telah membantai desa-desa, digunakan penyiksaan terhadap penduduk asli, dan menggunakan pemerkosaan sebagai alat intimidasi.

    Ketidakadilan Lingkungan

    Apa tujuan dari kekerasan kolonial yang berlangsung lama ini? Fungsi utamanya adalah membuka West Papua untuk korporasi yang menjarah wilayah sumber daya alam. Penambangan, penggundulan hutan, dan ekstraksi minyak dan gas mendorong ketidakadilan bagi penduduk asli sambil berkontribusi pada kerusakan lingkungan global juga. Kapital internasional mendapat keuntungan dari kehancuran ini dan negara Indonesia menuai keuntungannya sendiri melalui penerimaan pajak.

    Freeport adalah perusahaan milik AS yang mengoperasikan salah satu tambang emas terbesar di dunia dan cadangan tembaga terbesar ketiga di West Papua. Ini adalah salah satu pencemar limbah industri terbesar di dunia termasuk membuang sekitar 300.000 ton limbah ke sistem sungai setempat setiap hari. Deforestasi di West Papua terus meningkat dengan perkebunan kelapa sawit sebagai pendorong utama. Satu mega-perkebunan hampir dua kali ukuran London Raya.

    Dalam hal minyak dan gas, nama rumah tangga dan penjahat iklim BP adalah pelaku utama. Perusahaan bahan bakar fosil ini mengoperasikan ladang gas di Teluk Bintuni yang sebelumnya merupakan kawasan terpencil hutan hujan dan hutan bakau. Saat ini, ini adalah situs industri yang mengekstraksi 14,4 triliun kaki kubik gas cairnya (yang mengandung metana yang sangat kuat).

    Semua ekstraksi ini dilakukan tanpa persetujuan penduduk asli dan keuntungan modal difasilitasi oleh kekuatan paling kejam dari negara Indonesia. Pasukan militer dan keamanan menerima pembayaran langsung dari bahan bakar fosil dan perusahaan pertambangan untuk secara brutal menindas oposisi lokal.

    Visi Negara Hijau

    Seperti halnya contoh kekerasan, represi rasis terhadap kebebasan dan pencurian tanah yang dilakukan sepanjang sejarah, pendudukan kolonial West Papua menghadapi perlawanan yang kuat. Perjuangan untuk membebaskan West Papua kuat secara lokal dan didistribusikan secara global.

    Pada tahun 2014, United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dibentuk untuk menyatukan tiga gerakan kemerdekaan politik utama di wilayah tersebut. Pada 2017, Benny Wenda terpilih sebagai Ketua ULMWP. Dia saat ini tinggal bersama keluarganya di Oxford setelah diberikan suaka politik setelah melarikan diri dari penjara oleh pihak berwenang Indonesia pada tahun 2002. Pada tahun 2020, ULMWP mengumumkan pembentukan Pemerintahan Sementara, dengan Wenda sebagai presiden sementara, untuk mencapai tujuan referendum tentang kemerdekaan dan untuk mendirikan negara Republik West Papua masa depan.

    Inti dari program politik ini adalah ambisi untuk West Papua yang bebas menjadi Negara Hijau pertama di dunia. Inti dari visi tersebut, yang diluncurkan pada COP26 di Glasgow, adalah prinsip bahwa ‘suku Melanesia di West Papua telah membuktikan [diri mereka sendiri] penjaga terbaik pulau New Guinea yang hijau dan kepulauan Melanesia biru ini.’ Deklarasi West Papua sebagai negara modern -negara dan Green State didasarkan pada filosofi hijau, ekonomi hijau, kebijakan pembangunan hijau, dan nilai-nilai kehidupan hijau.

    Visi tersebut memiliki jangkauan yang luas, bertumpu pada definisi umum tentang keberlanjutan sebagai ‘memenuhi kebutuhan kita sendiri tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka’. Ini menghilangkan prioritas pertumbuhan ekonomi dan ‘pembangunan’ demi pemulihan dan perlindungan lingkungan sambil menjaga keseimbangan dan harmoni antara manusia dan lingkungan. Visi tersebut membuat upaya sentral untuk memerangi perubahan iklim, termasuk menargetkan gas, pertambangan, penebangan, dan perkebunan kelapa sawit sambil memberikan bantuan kepada negara-negara lain di Pasifik. Ia berencana untuk menjadikan Ecocide sebagai pelanggaran pidana dan berjanji untuk mendorong penuntutannya di Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).

    Berlawanan dengan pemaksaan kekuasaan korporasi melalui pendudukan kolonial, visi Negara Hijau menyeimbangkan lembaga-lembaga demokrasi modern dengan pendekatan berbasis masyarakat untuk pengambilan keputusan yang menyerahkan perwalian tanah, hutan, perairan, dan lingkungan alam. Ini menegaskan pentingnya pengetahuan adat dan nilai-nilai adat dan norma-norma untuk mengelola alam. Secara signifikan, visi tersebut menarik hubungan penting antara pengelolaan ekologis dan keadilan sosial. Ini mencakup lembaga dan mekanisme independen untuk menjaga dari korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, termasuk oleh aparatur negara seperti polisi dan militer. Ini mencakup ketentuan untuk menjamin hak asasi manusia serta pendidikan dan kesehatan gratis.

    Apa yang membuat visi ULMWP untuk Negara Hijau begitu menarik adalah bahwa itu bukan kemunduran total dari masyarakat modern atau pelukan ekonomi politik kapitalis yang telah menghasilkan begitu banyak ketidakadilan sosial dan ekologis di West Papua dan secara global. Ini menyeimbangkan kebutuhan akan institusi politik modern dengan ekonomi yang berfungsi selaras dengan lingkungan dan dikelola oleh penduduk asli. Bagi banyak orang di seluruh dunia, visi ini akan menawarkan inspirasi dalam perjuangan mereka sendiri untuk menentukan nasib sendiri, keadilan lingkungan, dan kemakmuran bersama.

    Kiri Harus Mendukung Negara Hijau West Papua

    Kita harus jelas bahwa penentuan nasib sendiri adalah prasyarat mutlak untuk visi ini. Negara Hijau hanya mungkin ketika West Papua mencapai kemerdekaan dari pendudukan Indonesia yang dengan sendirinya menerima dukungan politik dan material dari Inggris, AS dan negara-negara Barat lainnya. Inggris, misalnya, mendanai dan melatih pasukan khusus elit Indonesia. Perusahaan seperti BP yang berdomisili di Inggris dan diberi kebebasan untuk bertindak dengan impunitas secara internasional.
    Ketika ULMWP meningkatkan perjuangannya untuk kemerdekaan, mengikatnya secara eksplisit pada perjuangan untuk keadilan lingkungan, kami di Kiri Inggris dan dalam gerakan iklim memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan solidaritas kami sendiri dengan orang West Papua. Skala deforestasi dan ekstraksi berarti bahwa kemerdekaan untuk West Papua harus menjadi prioritas utama bagi mereka yang berjuang untuk keadilan iklim.

    Melalui kedekatan kami dengan pemerintah dan perusahaan kami, kami dapat memberikan pengaruh untuk menuntut diakhirinya dukungan militer untuk pendudukan serta keterlibatan BP. Kami dapat memberi dengan murah hati kepada Kampanye Papua Merdeka dan memasukkan suara West Papua di platform kami. Kita dapat berorganisasi untuk mendapatkan dukungan politik yang lebih besar. Manifesto Buruh 2019, misalnya, berjanji untuk ‘menjunjung tinggi hak asasi manusia rakyat West Papua’. Kita dapat mendorong untuk memantapkan prinsip ini dalam gerakan buruh kita dan mendorongnya lebih jauh.

    Peluncuran visi Negara Hijau ini pasti akan semakin menginspirasi orang West Papua untuk terus berjuang demi kemerdekaan. Hal ini selanjutnya dapat menginspirasi banyak orang di seluruh dunia untuk mempertahankan perjuangan demi keadilan lingkungan dan adat. Di Kiri dan dalam gerakan iklim, kita juga harus mengambilnya sebagai inspirasi untuk melakukan solidaritas kita untuk perjuangan ini bersama dengan semua orang lain yang berdiri untuk kebebasan melawan kekerasan negara-negara kolonial dan perampasan modal internasional.


    Tentang Penulis: Chris Saltmarsh adalah salah satu pendiri Partai Buruh untuk Kesepakatan Baru Hijau. Buku pertamanya adalah Burnt: Fighting for Climate Justice (Pluto Press, September 2021).
    (https://tribunemag.co.uk/…/west-papua-indonesia…)

    WestPapua #ProvisionalGovernment #GreenStateVision #ClimateJustice #COP26 #FreeWestPapua

  • Sejumlah Organisasi Sebut Aparat Diduga Bombardir Kiwirok, Warga Mengungsi

    Sejumlah Organisasi Sebut Aparat Diduga Bombardir Kiwirok, Warga Mengungsi

    TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Majelis Rakyat Papua Timotius Murib mengatakan telah mendapat informasi ihwal adanya serangan besar-besaran di Distrik Kiwirok, Papua, yang diduga dilakukan aparat keamanan gabungan. Mereka diduga menjatuhkan bom lewat helikopter.

    Ia mengatakan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian RI ditengarai menjatuhkan bom ke perkampungan penduduk.

    “Informasi yang kami dapatkan dari masyarakat ada empat belas roket yang ditembakkan, satu yang meledak, sisa tiga belasnya tidak meledak,” kata Timotius kepada Tempo, Sabtu, 23 Oktober 2021.

    Menurut Timotius, pengeboman tersebut terjadi pada 10 Oktober lalu. Akibat peristiwa itu, diperkirakan ratusan hingga ribuan warga sipil terpaksa mengungsi ke hutan, kampung sekitarnya, hingga ke Papua Nugini.

    Timotius mengatakan penyerangan ini bermula insiden pembakaran fasilitas kesehatan pada medio September, yang berujung pada tewasnya seorang tenaga kesehatan. Aparat kemudian memburu Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB – OPM).

    “Pihak TNI dan Polri mencurigai ada kelompok-kelompok TPM-OPM ini menyembunyikan diri di perumahan warga, sehingga targetnya bom ke kampung warga,” kata Timotius.
    Timotius pun mendesak TNI dan Polri untuk berhenti menyerang perkampungan warga sipil yang tak bersalah. Ia mengatakan pola semacam ini berulang seperti pengalaman yang terjadi di Puncak Jaya, Ilaga, Tolikara, hingga Lani Jaya.

    “MRP berharap kepada TNI Polri supaya tidak melakukan perlawanan dengan penembakan bom karena itu sasarannya bukan ke TPM-OPM, tapi warga sipil yang tidak terlibat pun akan terkena imbasnya,” ujarnya.

    Kabar penembakan bom dari helikopter ke Distrik Kiwirok ini juga beredar di media sosial, kendati ada beberapa perbedaan informasi tentang tanggal peristiwa. Juru bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom mengatakan serangan udara terjadi pada 14-21 Oktober 2021.

    Sebby mengatakan bom jatuh sebanyak tujuh kali di markas panglima TPNPB-OPM dan 42 kali di empat kampung, yakni di Kampung Pelebib, Kampung Kiwi, Kampung Delpem, dan Kampung Lolim.

    Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian, dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy juga mendapat informasi dugaan pengeboman ini dari jaringannya di lapangan. “Saya sedang meminta dikirim kronologisnya,” kata Yan Christian.

    Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih Letnan Kolonel Arm Reza Nur Patria mengaku belum mendapat informasi perihal pengeboman di Kiwirok. “Saya akan cari informasi terlebih dahulu, bila ada perkembangan akan disampaikan,” kata Reza lewat pesan singkat kepada Tempo, Sabtu, 23 Oktober 2021.
    Sumber : https://nasional.tempo.co/…/sejumlah-organisasi…/full…

  • TNI to Build Missile Detachment in Bintuni Bay, West Papua

    TEMPO.COBintuni – Commander of Military District (Kodam) XVIII Kasuari of the National Armed Forces (TNI), Major General Joppie Onesimus Wayangkau mentioned about the missile detachment that is set to be established in Bintuni Bay, West Papua.
    The detachment, which will be equipped with radar monitors, is included in Kodam’s new strategic territorial plan to secure vital state assets in West Papua. One of them is the oil and gas refinery operated by SKK Migas and BP Tangguh.
    “We’ll establish one missile detachment under Kodam XVIII Kasuari to secure vital state assets such as the oil and gas mine that are located here,” Wayangkau said on Wednesday, April 5, 2017.
    Wayangkau also said that they are responding to reports coming in from the local residents regarding drone activities in the area. According to the reports, drone activities have been spying and troubling the people living in the vicinity of Bintuni Bay and the people working at the mining companies.
    “We have received information about the mysterious spy drone, but we’re having difficulty in detecting it since Papua only has two tracking radars that are located in Biak and Sorong,”
    Wayangkau said.
    Bintuni Bay Regent, Petrus Kasihiu, fully supports the plan of establishing a missile detachment in his region. His administration will provide the land needed for the construction.
    “We will definitely prepare the land, Bintuni Bay regional government welcomes Kodam XVIII Kasuari for the unity of the Unitary State of the Republic of Indonesia (NKRI),” Kasihiu said.
    HANS ARNOLD
  • Pemuda Gereja Kingmi Katakan “Kami Dukung ULMWP Masuk di MSG

    Ketua Pemuda Klasis  Kota Jayapura Naftali Yogi. (Foto: Hendrik T/KM)
    Ketua Pemuda Klasis Kota Jayapura Naftali Yogi. (Foto: Hendrik T/KM)
    Timika, (KM)—Tokoh Pemuda Gereja Kemah Injil (Kingmi) di Tanah Papua, mendukung penuh ULMWP agar diterima Menjadi Full Members di MSG.
    Ketua Pemuda Gereja Kemah Injil (Kingmi) di Tanah Papua, Klasis Kota Jayapura, Naftali Magay, mengatakan, Kami sebagai pemuda dan pemudi  Gereja, pada pertemuan yang akan diselenggarakan di Honiara, sangat mendukung ULMWP agar diterima di MSG. Tapi, diingatkan juga membahas pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di Papua.
    “Seluruh Pemuda Gereja Kingmi di Tanah Papua, kami sanggat sport pertemuan para pemimpin negara-negara MSG di Honiara Ibu kota Solomon Island yang akan menjadi pembahasan ras Melanesia tertanggal 14-16 Juli 2016 Melalui KTT MSG, ULMWP agar diterima menjadi Status keanggotaan Penuh di MSG,”Kata Yogi Kepada kabarmapegaa.com, Kamis, (14/07/16) dari Jayapura.
    Dalam pembahasan itu, ia menambahkan sekaligus diharapkan, para Pemimpin MSG, musti jelih melihat semua Pelanggaran HAM berat di Papua yang terjadi Sejak 1969 hingga kini
    “Seperti, peristiwa penembakan kilat, yang terjadi di Paniai, 8 Desember 2014, Biak-Sorong-Wamena-Timika-Yaukimo dan Jayapura sekaligus Penculikan toko, Perjuangan (Theis H Eluai) hingga kini,”bebernya.
    Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Swadaya Masyarkat (YLSM) Wilayah Meepago, Servius Kedepa, menyatakan, pada prinsipnya rakyat Papua sangat mendukung penuh ULMWP agar diterima sebagai Anggota penuh di MSG.
    Pewarta    : Hendrikus Tobai
    Editor        : Alexander Gobai
  • Kerusuhan Manokwari di Hari Lahir GKI Di Tanah Papua

    Kerusuhan di Manokwari pada 26 Oktober 2016 (Foto: Ist)
    Kerusuhan di Manokwari pada 26 Oktober 2016 (Foto: Ist)

    MANOKWARI, SATUHARAPAN.COM – Suasana di Manokwari sampai siang hari dilaporkan masih mencekam, kendati pihak Kepolisian telah berhasil mengendalikan situasi pasca aksi massa berdarah kemarin (26/10).

    Dalam aksi massa itu seorang meninggal, sejumlah orang terluka, termasuk Danramil. Pos polisi rusak, enam sepeda motor terbakar dan ada upaya massa untuk membakar sejumlah kantor, termasuk kantor BRI Manokwari.

    Kronologi peristiwa berdarah itu masih belum jelas akibat adanya berbagai versi. Satuharapan.com mendapatkan sejumlah data yang masih memerlukan verifikasi.

    Peristiwa itu terjadi pada tanggal 26 Oktober yang adalah hari libur resmi di Tanah Papua, termasuk di Manokwari. Hari itu diperingati sebagai hari lahirnya Gereja Kristen Injili (GKI) Di Tanah Papua 60 tahun silam (26 Oktober 1956).

    Namun, kata Yan Christian Warinussy, direktur LP3BH Manokwari, hari bersejarah ini dinodai oleh peristiwa yang menyedihkan. Awalnya adalah ketika seorang anak muda bermarga Pauspaus asal Fakfak mengalami tindakan kekerasan. Ia ditikam dengan pisau oleh dua orang pelaku yang diduga berasal dari Sulawesi Selatan (Bugis Makassar) di seputaran kawasan Sanggeng-Manokwari.

    Akibatnya, sejumlah kerabat dan teman dari korban tidak terima dan melakukan pemalangan jalan Yos Sudarso dengan cara membakar ban serta melakukan tindakan hendak mencari sang pelaku penusukan/penikaman tadi.

    Aparat kepolisian dari Polres Manokwari yang didukung oleh Brimob Polda Papua Barat dan personel polisi Polda Papua Barat, dipimpin langsung Kapolda Papua Barat, Brigjen Pol.Royke Lumowa, langsung turun mengamankan situasi.

    Tapi, menurut Yan Christian, berdasarkan informasi dari warga sipil di kawasan Sanggeng, aparat polisi kemudian melakukan tindakan menembak secara membabi-buta, hingga mengakibatkan jatuh korban di pihak warga sipil Sanggeng.

    Menurut informasi warga yang belum diverifikasi, terdapat 7 (tujuh) korban luka tembak senjata api, salah satunya Ones Rumayom (45) yang kemudian meninggal. Selebihnya, Erik Inggabouw (18) tahun dan 5 (lima) orang lain yang masih diidentifikasi identitasnya. Mereka berenam saat ini masih dirawat di Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL) Dr.Ashari – Biryosi, Manokwari-Papua Barat.

    Tadi malam sejak pukul 20:30 WIT hingga tadi pagi jam 06:25, menurut Yah Christian, masih terdengar bunyi letusan senjata api di kawasan Sanggeng hingga ke Swafen dekat Kantor Pengadilan Negeri Manokwari dan Mapolda Papua Barat.

    Menurut dia, ada juga informasi bahwa semalam terjadi gerakan penyerangan dari warga sipil asal Bugis Makassar dari Kampung Makassar di Wosi ke Sanggeng, sehingga sempat terjadi ketegangan hingga pagi hari.

    “Sampai tadi pagi sekitar jam 08:50 wit, ketika saya melakukan perjalanan dari rumah saya di Swafen menuju kantor LP3BH di Fanindi Bengkel Tan, di sepanjang jalan H.Soejarwo Condronegoro, SH dari Swafen-Reremi suasana aman. Tapi di jalan Yos Sudarso tepat di jembatan Sahara ada bekas pembakaran ban mobil dan juga di Jalan Gunung Salju di pertigaan samping Hotel Triton ada bekas pembakar ban mobil dan masih ada palang serta puing-puing sisa pembakaran yang belum jelas dan ada kepulan asap kecil,”

    kata Yan Christian kepada satuharapan.com.

    Dilaporkan pula bahwa SMP Negeri 3 Manokwari tutup, juga Hadi Supermarket, pintunya terbuka sedikit saja dan toko serta kios sepanjang jalan Gunung Salju terlihat tutup dan jalan lengang.

    Meninggal Bukan karena Tembakan

    Sementara itu keterangan pihak Kepolisian Papua Barat mengatakan bahwa berita yang beredar yang mengatakan korban penikaman ususnya terurai, tidak benar. Luka yang benar adalah di punggung. Saat ini korban masih dirawat di RS AL Manokwari.

    Menurut polisi, peristiwa bermula dari korban, Vijay Pauspaus, makan di warung kaki lima. Ia dikatakan membuat kekacauan dengan tidak membayar dan merusak warung.

    Pada perkembangannya ada kesanggupan dari korban untuk membayar tetapi sudah terlanjur terjadi kesalahpahaman.

    Warga sekitar warung menegurnya tetapi tidak digubris. Akhirnya terjadi perkelahian yang mengakibatkan luka tusuk pada korban. Pelaku diduga pemuda pendatang yang saat ini sedang dikejar oleh petugas.

    Warga Sanggeng yang merupakan daerah asal korban, marah mendengar kejadian itu lalu melakukan penyerangan terhadap polisi/patroli rayon. Pos dirusak, enam sepeda motor dibakar. Massa pun dilaporkan mencoba membakar kantor BRI dan bangunan di sekitarnya.

    Danramil Kota terkena bacok di kepala hingga 10 jahitan.

    Menurut keterangan pihak kepolisian, petugas patroli rayon berusaha membubarkan massa dengan tembakan ke udara, dan akhirnya diarahkan ke bagian kaki. Dua orang terkena peluru karet di paha dan dua orang luka karena terjatuh akibat kejaran petugas.

    Belakangan diketahui satu korban terkena tembakan di paha atas nama Oni Rumayom. Tetapi menurut dokter RS AL, sebagaimana dikutip oleh polisi, korban meninggal bukan karena luka tembak. Sebab di luka tembak tersebut tidak ada pendarahan yang hebat.

    Untuk memastikan penyebab kematiannya siang ini atau besok pagi akan dilakukan otopsi. Dokter forensik masih harus didatangkan dari Makassar.

    Sedangkan keadaan luka yang dialami Vijay Pauspaus dinilai tidak kronis seperti yang diberitakan.

    “Tadi malam saya nengok dan ke RS korban masih bisa bercakap-cakap dengan saya,” kata Kapolda Papua Barat, Brigjen Pol.Royke Lumowa.

    “Saat ini situasi kota Manokwari terkendali,” kata Kapolda.

    Kapolri Jenderal Tito Karnavian telah menginstruksikan jajarannya untuk mencari pelaku penembakan. Dipastikan Tito pelaku penembakan akan diproses jika terbukti melakukan pelanggaran hukum.

    “Tentunya, termasuk proses penembakan tersebut oleh siapa, sesuai prosedur atau tidak. Kalau ada pelanggaran hukum kita akan proses, kalau ada penegakan disiplin kita akan tegakan, kalau dia melakukan pembelaan diri kan lain lagi,” kata Tito di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (27/10).

    Editor : Eben E. Siadari

  • Ribuan rakyat Papua hadiri pengucapan syukur atas capaian ULMWP

    Wamena, Jubi – Ribuan rakyat Papua hadir dalam acara pengucapan syukur atas hasil yang dicapai rakyat Papua dalam upaya pembebasan bangsa Papua secara damai.

    Pengucapan syukur ini dilakukan di Kantor Dewan Adat Lapago, Wamena, Kamis (6/10/2016).

    “Ribuan orang yang hadir. Lebih banyak dari mereka yang datang saat pembukaan kantor ULMWP dan kantor DAP Lapago,” kata Dominikus Surabut, panitia pengucapan syukur ini.

    Menurutnya, ibadah pengucapan syukur ini selain dihadiri oleh rakyat Papua, dihadiri juga oleh komponen pendiri United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) yaitu Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB), Parlemen Nasional West Papua dan West (PNWP) Papua National Coalition for Liberation (WPNCL).

    “Sebagai umat Tuhan, bangsa dan rakyat Papua harus mensyukuri apa yang digumuli selama bertahun-tahun ini. Tanggal 22-26 September lalu, suara bangsa dan rakyat Papua bisa didengar kembali oleh 173 negara anggota PBB. Ini hasil yang harus disyukuri,” kata Dominikus Surabut.

    Markus Haluk, tim kerja ULMWP kepada Jubi mengatakan dalam pengucapan syukur ini, Sekjen ULMWP, Octovianus Mote menyampaikan pidatonya secara langsung melalui sambungan telepon.

    “Sekjen ULMWP sampaikan ucapan terima kasih kepada rakyat yang sudah lakukan doa syukur. ULMWP, kata Sekjen terus akan berjuang hingga hak penentuan nasib sendiri terjadi bagi bangsa dan rakyat Papua,” kata Markus Haluk.

    Pada sidang Majelis Umum PBB yang diselenggarakan di New York, Amerika Serikat, dari 13 hingga 26 September, 7 pimpinan negara-negara Pasifik mendesak Indonesia agar melakukan dialog konstruktif, serta PBB agar ikut turun tangan terkait pelanggaran HAM di Papua dan Papua Barat.

    Ketujuh negara yang angkat bicara tersebut adalah Republik Kepulauan Marshall, Kepulauan Solomon, Tuvalu, Republik Vanuatu, Republik Nauru, Tonga, dan Palau, pada 23 September.

    Kepulauan Solomon yang merupakan ketua Melanesia Spearhead Groups (MSG) dan Pacific Islands Development Forum (PIDF) dalam sidang tersebut mengatakan masalah Hak Asasi Manusia dan penentuan nasib sendiri ibarat dua sisi koin, tak bisa dipisahkan dan sudah seharusnya berlaku juga untuk bangsa dan rakyat Papua. (*)

  • Powes Parkop (NCD Governor) Meetis Lukas Enembe (Papua Governor)

    Powes Parkop (NCD Governor) Meetis Lukas Enembe (Papua Governor)

    Today I was honoured to celebrate the 71st anniversary of the Republic of Indonesia. I was invited by the Governor of Papua, Mr Lucas Enambe.

    The celebration was simple and straight forward but what was really special was the people of Papua. They are part of the Malenesia family. Being a Free West Papuan activist, I was initially a bit apprehensive, paranoid and reluctant about this trip.

    However I also knew that submitting my ego, seeing the bigger picture and making peace with the Indonesian Government and respect the invitation of my fellow brother and Governor was equally as important for the cause we are fighting and most importantly for the freedom of the people of West Papua.

    The invitation was sent by the Governor who is a Papuan and who had been my guest in 2014 in Port Moresby. I made this trip to reciprocate the goodwill that was shown to me. I also took advantage of the invitation to visit Jayapura and see the situation on the ground and hear from the people first hand. I am glad that I made this trip with my officers from NCD, accompanied by Governor of Sandaun Pronvince Hon. Amkat Mai and his officers from the Sandaun provincial office.

    After the celebration, I also had the privilege to meet with the Papuan political leaders inside the system and outside. They were unanimous in their desire for independence. Their plea to us Papua New Guinean, who are their fellow brother and sisters is , “Please don’t leave to just become a land and a story. Our rights as a people must be heard and preserved. Help us to wipe our tears”, this was conveyed by the West Papua leaders including the Governor of Papua himself. He proudly said, ” If I had a choice, I would choose Freedom for the people of Papua”.

    My ultimate goal is to get the Papuans and the Indonesian to put the issues on the table and discuss it openly and find resolution as soon as possible. What I hope to achieve is a window in which the winds of freedom can flow through and that window becomes a door and that door becomes a gate and it can’t be stopped anymore.

    I assured them of my commitment and dedication to stand together with them to achieve this outcome. This is the same strategy that we are following through to the MSG, Pacific Island Forum and ultimately to the United Nations. I wish to reiterate here that the Indonesians must be part of the solution and not just the problem. They have done that in Timor Leste and Ache Sumatra so I am sure they can do it in West Papua as well.

    Together with the Sandaun Provincial Government, we also discussed opening up of the borders so goods and people can easily move in and out between West Papua and PNG. From here the possibilities are limitless including Freedom for West Papua.

  • Sofyan Yoman: Biarkan Rakyat Papua Berjuang Dengan Cara Mereka

    “Pertarungan” Indonesia dan ULMWP “berlanjut” di Papua Lawyer Club (PLC), Rabu malam (10/8/2016), dalam satu dialog yang disiarkan TV Swasta, di Kota Jayapura, Papua. Setidaknya itulah yang coba disajikan oleh Jaringan Damai Papua (JDP) dalam dialog yang bertema Pertarungan Pemerintah Indonesia versus United Liberation Movement West Papua (ULMWP).

    Hadir dalam acara tersebut wakil-wakil dari masing-masing pihak yang “bertarung”. Wakil ULMWP, seperti Victor Yeimo dan Edison Waromi, juga tokoh gereja Pdt. Sofyan Yoman, serta pemerintah Indonesia, diwakili oleh Asisten Deputi Bidang Otonomi Khusus Menkopolhukam, Brigjen Herwin Suparjo. Wakil LIPI, Adriana Elizabeth dan JDP, Septer Manufandu, berperan sebagai jembatan dari kedua belah pihak. dilansir dilaman tabloidjubi.com.

    Dalam acara lewat siaran televisi langsung Papua Lawyers Club (PLC) tersebut Sofyan Yoman mengakatan dalam pidatonya, Mentri Polhukam Luhut Binsar Panjahitan pernah berjanji didepan pemimpin gereja, Bapak Pdt. Albert Yoku, Presiden GIDI Pdt. Dorman Wandikbo, Ketua Sinode KINGMI di tanah Papua Pdt. Dr. Benny Giay dan saya sendiri Ketua Gereja Persekutuan Baptis Papua, bahwa beliau (Mentri Polhukam Luhut B. Panjahitan) sendiri bilang begini, Bapak-bapak dalam waktu singkat saya akan menyelesaikan kasus Paniai, ia sangat berbohong kepada kami, itu pemerintah sudah berbohong kepada pemimpin Gereja!, ini luar biasa dia bilang dikantor sinode GKI, dalam waktu singkat saya akan kastau kepada presiden Jokowi bahwa kami akan selesaikan kasus Paniai dalam waktu singkat bulan ini, ini satu penipuan yang besar negara lakukan terhadap umat Tuhan di tanah Papua, kami sangat menyesal Pdt-Pdt seperti itu, kebohongan seperti itu, lalu kita lihat kasus di Tolikara, Tolikara itu, kasusnya itu yang terbakar Mushola, sementara itu, itu sebenarnya terbakar bukan dibakar, itu bukan mushola, itu tempat rumah tinggal, “rumah” dijadikan tempat ibadah terbakar, sekarang Presiden diam, kasus Paniaipun diam, kepala mentrinya diam, tapi seketika kasus Tolikara mushola terbakar, Panglima TNI, Kapolri, tiga mentri langsung kunjungi kesana urus mushola.

    Sementara 11 orang ditembak hari itu satunya meninggal yang lain luka-luka dibiarkan tidak diselediki, ini bagaimana, urus mushola atau urus kemanusiaan Papua? Hanya ada omong kosong, kalau pemerintah mau bangun, “bangun” itu kewajiban anda selama 54 tahun dan akan datang ” bangun”.

    “Tapi perjuangan bangsa Papua untuk menentuan nasip sendiri biarkan mereka berjuang dengan cara mereka” itu bukan mereka berjuang dihutan-hutan, bukan dipingir jalan, berjuang dalam forum-forum resmi, biarkan mereka berjuang, mereka tidak membunuh orang, menculik, menangkap orang seperti pemerintah lakukan terhadap rakyat Papua, menculik, menangkap, membunuh dengan stigma separatisme.

    Saya pemimpin gereja bicara, saya bukan politisi, saya bukan bagian dari pemerintah, cukup lama umat Tuhan ini mederita, jangan alasan ini alasan itu, otonomi khusus gagal, itu sudah gagal. Pemerintah Amerika juga bilang gagal, itu berbau politik seketika orang Papua mau merdeka, jangan selalu bilang nilai uang, orang Papua tidak bisa diukur dengan nilai uang.

    Orang Papua punya uang, Freeport punya uang, Tipi punya uang, Sorong minyak, kayu disini ada banyak, bisa mereka bangun, mereka punya uang banyak. Saya sampaikan selama ini pemerintah selalu bilang bicara dengan siapa, oh salah sekarang sudah membentuk ULMWP, perdana bilang ULMWP untuk siapa, pemerintah segerah bicara dengan ULMWP.

    Minta maaf saya ini gereja bicara, jadi saya kastau itu umat Tuhan tidak boleh menderita. Terimakasih Tuhan Memberkati, diakhiri pidatonya. (*)

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?