Category: Asiaoceania

Berbagai berita dari Asia dan Oceania (various updates from Asia and Oceania)

  • Kelompok ornop diimbau kawal referendum Kanaky dan Bougainville

     Sekretaris Jenderal Pacific Islands Forum (PIF), Dame Meg Taylor. --pina.com.fj
    Sekretaris Jenderal Pacific Islands Forum (PIF), Dame Meg Taylor. –pina.com.fj

    Suva, Jubi – Kelompok nonpemerintah di Pasifik diimbau untuk mengawal proses referendum yang akan berlangsung di Kaledonia Baru pada tahun 2018 dan di Bougainville pada tahun 2019. Pengawalan itu bertujuan untuk memastikan prinsip-prinsip hak mengusir penjajahan dan menentukan nasib sendiri terlaksana dengan baik.

    Sekretaris Jenderal Pacific Islands Forum (PIF), Dame Meg Taylor mengatakan itu ketika merespon pertanyaan tentang peran PIF dalam menghadapi dua referendum yang akan berlangsung di Pasifik dalam dua tahun mendatang.

    Taylor mengatakan, ia sendiri akan mengunjungi Bougainville tahun depan sebagai bagian dari pengawalan jalannya persiapan referendum. Ia mengimbau kepada seluruh organisasi nonpemerintah dan masyarakat sipil untuk meningkatkan kesadaran warga akan haknya menentukan nasib sendiri.

    “Saya hanya bisa menyarankan Anda untuk berbuat yang terbaik-mengadvokasi dan meningkatkan kesadaran warga di komunitas Anda. Peran Anda adalah memastikan bahwa hasil referendum nanti mengakhiri penderitaan warga akibat penjajahan kolonial,” katanya.

    Pernyataan Taylor ini muncul sehari setelah kelompok prokemerdekaan di Kaledonia Baru (FLNKS) mengumumkan hilangnya nama-nama pemilik hak suara dari kalangan suku asli negara itu dalam daftar referendum. FLNKS memperkirakan jumlahnya antara 20.000-25.000 hak suara yang tidak tercatat dalam daftar pemilih.

    Sementara itu, Theresa Jantong dari Bougainville menyatakan bahwa pemerintah otonom Bougainville dan pemerintah Papua Nugini telah berkonsultasi untuk memastikan jalannya referendum pada tahun 2019. Keduanya terlibat dalam perang sipil selama lebih dari satu dekade dan berakhir pada 1999.

    Di bawah Kesepakatan Damai Bougainville, daerah otonom itu seharusnya menggelar referendum pada tahun 2020. Namun, target itu dipercepat dan telah ditentukan bahwa referendum akan berlangsung pada 15 Juni 2019.

    Papua Barat

    Selain referendum di Kaledonia Baru dan Bougainville, kawasan lainnya di Pasifik yang sedang dipersiapkan untuk menggelar referendum yaitu di Papua Barat. Penasihat politik pemerintahan Kepulauan Solomon, Fei Tevi mengatakan bahwa Papua Barat adalah satu hotspot lainnya di Pasifik selain Kaledonia Baru dan Bougainville.

    “Isu penentuan nasib sendiri bukanlah isu baru. Ini merupakan agenda para pemimpin politik di Pasifik sejak tahun 1980-an. Kelompok masyarakat sipil seharusnya turun ke lapangan mendukung upaya ini agar masyarakat sadar tentang haknya menentukan nasib sendiri,” ujarnya. (*)

  • Gubernur Sulut Sinyo Harry Sarundajang Suap Provinsi Samoa Amerika Serikat 3 Miliar

    Baca Juga Koran Cetak Berita sambungan diatas ini: Foto
    Baca Juga Koran Cetak Berita sambungan diatas ini: Foto

    Manado–Suarapasema.blogspot.com Seperti yang Dilansir di Koran Harian Kawanua Post dengan Judul Berita “Gubernur Sulut Gagalkan Misi OPM” Yang dikeluarkan pada hari Senin 12 April 2015 di Kawanua Post, Di Manado Sulawesi Utara.

     Dalam Berita Tersebut lebih diuraikan bagaimana cara untuk Menggagalkan Rencana dan Dukungan Organisasi Papua Merdeka (OPM) dari Luar Negeri oleh Gubernur Sulawesi Utara ” DR. Sinyo Harry Sarundajang atau disapa SHS dengan Melakukan pendekatan dengan Memberikan Bantuan Dana Rp. 3 Miliar untuk pembangunan Stadion di Samoa, Amerika Serikat. Kami Aktivist Papua menilai bantuan tersebut sebagai suap agar warga Provinsi Samoa Amareka serikat tidak lagi mendukung kemerdekaan Papua Barat.
    Selengkapnya Baca Dibawa ini yang dikeluarkan  koran cetak Oleh Kawanua Post Senini 12 April 2015 Teks Original or Teks Asli.
    Gubernur Sulut Gagalkan Misi OPM
      Manado, Luar Biasa Sepak Terjang Gubernur Sinyo Harry Sarudajang (SHS). Selain memikirkan Masyarakat Sulawesi Utara, SHS juga mengemban misi Intelijen Indinesia yakni menggagalkan misi dari Oraganisasi Papua Merdeka (OPM).
    Keberhasilan SHS itu asal muasalnya adalah dengan menjalin hubungan kerjasama dengan pihak Amerika Serikat. Diketahui Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri membangun kerja sama dengan Amerika Serikat.
      SHS dipercayakan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk membangun kerjasama dengan provinsi Amerika Samoa, Negara Bagian Amerika Serikat, Melalui bidang olahraga, yakni membantu membangun membangun sebuah Stadiondi Samoa Amerika Serikat dan Pemerintah Indonesia Sepakat sepakat untuk membangun gelanggang olahraga yang jika di rupiahkan  Mencapai Rp. 10 Miliar. Untuk Pemerintah Indonesia Memberikan bantuan uang Rp. 3 Miliar.
      Waktu lalu kerja sama kerja sama antara kedua provinsi tersebut sudah dilakukan, dan melalui pemerintah Indonesia telah diberikan bantuan untuk pembangunan sebuah stadion, “Ungkap Ibnu Hadi Direktur Amerika Utara dan Tengah Kemeterian Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesia (RI), Kemarin.
      Kerja sama yang dilakukan kedua wilayah tersebut, Lanjut hadi atas kerja prakarsa Gubernur SH sarundajang dan Duta Besar Ri untuk Amerika Serikat (waktu itu dino pati jalal).
    “Tentu saja kerja sama kedua wilayah tersebut mendapat dukungan dari Pemerintah RI sehingga kedatangan kami ke sulut untuk membahas tindak lanjut dari kerja sama tersebut,” Ujarnya.
      Pada Mei Nanti Stadion yang dibantu pemprov sulut tersebut selesai dan siap diresmikan. “Pembahasan kami menyangkut soal rencana Gubernur beserta jajarannya meresmikan stadion di samoa Amerika, tersebut lanjutnya.
      Dia Menambahkan, Kelanjutan kerja sama antara kedua wilayah akan dibina oleh Pemerintah Pusat, dalam meningkatkan hubungan antara Kedua Negara, Yakni indonesia dan amerika serikat. “17 Agustus 2015 nanti Rencananya kita akan mengundang Gubernur Samoa, Amerika. dan Aggota Kongres Amerika Serikat, perwakilan dari Provinsi tersebut untuk hadir pada hari kemerdekaan Indonesia dan setelah itu mereka akan mengunjungi sulut ujar Hadi.
       Ibnu Hadi mengakui Program itu merupakan bagian dari politik luar negeri Indonesia Mempertahankan keutuhan Negeara Kesatuan Rebublik Indonesia (NKRI). Terkait dengan Perjuangan OPM, SHS berhasil dalam menjaga keutuhan Indonesia. Sebab, waktu lalu ada anggota kongres Amerika Serikat asal Provinsi Tersebut, Yaitu Eni Faleomavaega yang Vokal menyuarahkan Soal Indonesia, terlebih khusu Mendukung Papua Barat Untuk berpisah dari Indonesia.
     “Kami mengapresiasi upaya Gigih dari Gubernur SH Sarundajang yang telah menghasilkan suatu program konkret yang dapat membantu hubungan luar negeri Indonesia, ” Jelasnya.
      Sesuai Informasi yang didapat ternyata Usaha Kerja sama antara sulut dan Samoa Amerika yang digagas oleh SHS tersebut untuk tidak lagi memilih Eni Faleomavaega agar tidak terpilih lagi menjadi anggota Kongres  Amerika. Sehingga, Suara untuk mendukung Papua Merdeka Tidak Lagi Digaungkan.
        Upaya tersebut sampai saat ini terlihat berhasil karena menurut Informasi yang didapat, Politikus tersebut sudah tidak lagi terpilih dan bahkan Popularitasnya telah menurun.
        Mengenai kabar itu. Gubernur SH Sarundajang tidak menampiknya, Menurutnya, Memang dampak dari kerja sama tersebut telah membuahkan hasil yakni Eni Faleomavaega tidak terpilih lagi dan telah digantikan Politikus Wanita dari Partai Reblik.
      “Sebagai Bentuk apresisasi dari kemenlu, Pemprov Sulut akan terus mengambil bagian dalam setiap kebijakan ataupun Program antara Indonesia dan Amerika di Wilayah Samoa Amerika, “Ungkapnya.
        SHS Mengatakan kerjasama saudara-saudara Provinsi Tersebut telah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo dan Menteri Luar Negeri RI. “Justru Karena hubungan dengan samoa amerika ini menjadi momen untuk menyetukan keluarga POLYNESIA termasuk PAPUA serta meredam suara-suara Negatif di Amerika Serikat Untuk memeca Belah NKRI,” Ungkapnya.
       Samoa Amerika Juga Disebut dengan Samoa Timur adalah sebuah wilayah tak terorganisasi dan terpisah milik amerika serikat yang berada di bagian Selatan dari samudera Pasifik di timur Negara Samoa. (Suara Pasema West Papua/AKK)
    Sumber Koran Cetak : KAWANUA POST.
  • Menampilkan Budaya Pasifik, Bendera Papua Merdeka Ikut Berkibar di Allianz Stadium

    Matavai Pacific Cultural Arts atau Matavai Seni Budaya Pasifik dan bendera bintang fajar di Allianz Stadium, Stadion Sepak Bola Sydney, Australia, disana menampilkan seni dan tari budaya Pasifik.

    Dalam acara tersebut bendera Oraganisasi Papua Merdeka (OPM) ikut dibawahkan atau diampilkan dengan bendera-bendara negara Pasifik lainnya.

    Foto-foto dibawah ini diungah oleh Destani’s Photography, salah satu dari sekian banyak fotografer yang hadir dalam acara festival Matavai Pacific Cultural Arts tersebut.

    Destani’s Photography juga adalah salah satu dari mereka yang mengupload foto tentang atraksi bersama bintang kejora ini di album facebooknya MATAVAI Cultural Arts.

    Ini adalah bagaimana dukungan rakyat Pasifik terhadap keinginan Papua merdeka atau keinginan orang Papua berpisah dari Indonesia. Dan dari negara-negara di wilayah Pasifik tersebut juga menginginkan hal yang sama untuk Papua.

  • Ramos Horta says Indonesia must settle Papua abuses

    The former president of Timor-Leste has encouraged Indonesia to settle cases of human rights abuses in Papua.

    Jose Ramos-Horta visited the region earlier this month and says Indonesia must not view the Papuan people as enemies, but work with them.

    During his visit he met with officials as well as former separatist rebels.

    The Jakarta Post reports Mr Ramos-Horta said Indonesia should avoid using violence that often ends up wounding innocent civilians.

    He said Papuans are hopeful for peace and further development, but it is up to the Indonesian authorities to promote more dialogue.

    East Timor's former president Jose Ramos Horta.
    East Timor’s former president Jose Ramos Horta. Photo:

     

  • West Papua resources fray discussed alongside climate

    RadioNZ – A conference getting underway in Sydney today looks to address two major areas of concern to people in the Pacific region in the same sitting.

    ‘At the Intersection: Pacific Climate Change and Resource Exploitation in West Papua’ runs for two days, hosted by Western Sydney University and the University of Sydney’s West Papua Project.

    Deforestation is rife across New Guinea.
    Deforestation is rife across New Guinea. Photo: RNZI / Johnny Blades

    The keynote speaker is Vanuatu’s Minister of Lands and Natural Resources, Ralph Regenvanu. Others attending include climate change scientists and West Papuan analysts.

    The conference has been organised by Dr Cammi Webb-Gannon from Western Sydney University who said climate change and pernicious resource extraction in West Papua had a deep connection.

    She said there was a need to find common strands of the two problems, and how it might it be useful to address them together.

    “The Indonesian colonisation of West Papua is what has led to this gross resource exploitation, and the flow-on effects of human rights violations and environmental destruction in West Papua. So the two are very related,” she explained.

    “They’ve never been discussed in tandem, but that’s the point of this conference, to do so.”

    Dr Webb-Gannon said there were various critical issues that required attention.

    She noted how the impacts of climate change throughout the Pacific Islands region highlight the importance of preserving West Papua’s rainforests from rampant logging and forest clearance.

    “We want to question in this conference whether if we can halt or even stop some of the resource exploitation – whether that’s mining at Freeeport, gas mining along the coast of West Papua or even looking at reducing the land clearing in Merauke – then maybe this can help slow down Pacific climate change which is also quite alarming.”

    The conference will utilise Open Space Technology to elicit creative strategies and policy advice from expert participants.

  • Australian Activist Speaks Out Against Jakarta Request

    Wednesday, 2 November 2016 8:29 AM, Solomon Times
    Solomon Times Front Page Coverage on West Papua
    Solomon Times Front Page Coverage on West Papua

    Leader of the Australian West Papua Association (Sydney) (AWPA), Joe Collins, has spoken out against reports that Jakarta has requested Australia to pass on a message to the Solomon Islands to refrain from interfering in the internal affairs of Indonesia.

    “This is an outrageous request as it is the duty of all nations to raise concern about human rights abuses not only in West Papua but no matter where they are committed.

    “The Solomon Islands and the other six Pacific leaders who raised concern about the human rights abuses in West Papua (at the 71st Session of the United Nations General Assembly in New York in September) are to be congratulated for their courageous stand on the issue of West Papua,” said Mr Collins.

    He said that it is a pity that Australia does not follow the Pacific leaders in also condemning the ongoing human rights abuses committed by the Indonesian Military.

    “Not only should Australia refuse the request of the Indonesian defence minister but should be supporting the Pacific leaders in calling on Jakarta to allow a PIF facing mission to West Papua.”

    Indonesia’s Defence Minister was quoted by media as having requested Australia to pass on the message to the Solomon Islands, saying that as a major donor, Australia should raise the issue of non-interference with Solomon Islands.

    —————————-

    Joe Collins, along with AWPA’s Secretary Anne Noonan, were awarded the 2012 John Rumbiak Human Rights Defender Award.

    AWPA’s role is to lobby and inform the Australian Government and the International Community and in particular regional organizations such as the Pacific Islands Forum and the Melanesian Spearhead Group to raise concerns about the human rights situation in West Papua.

  • Jakarta urges Canberra to deliver regional warning on Papua

    RadioNZ – Indonesia’s Defence Minister has urged Australia to rebuke Pacific Island states who raise issues relating to West Papua in global fora.

    Indonesian Defence Minister Ryamizard Ryacudu.

    Indonesian Defence Minister Ryamizard Ryacudu looks on during the third Trilateral Defence Minister’s Meeting in Nusa Dua on Indonesia’s resort island of Bali on August 2, 2016. Photo: SONNY TUMBELAKA / AFP

    Ryamizard Ryacudu met with Australian government representatives including Foreign Minister Julie Bishop in a meeting in Bali where the two countries reaffirmed security ties.

    He pressed Australia to pass a message to Solomon Islands that it should refrain from interferring in the internal affairs of Indonesia, including the issue of West Papua.

    World Humanitarian Summit Pacific Consultation. Hon. Julie Bishop, Minister for Foreign Affairs of Australia

    World Humanitarian Summit Pacific Consultation. Hon. Julie Bishop, Minister for Foreign Affairs of Australia Photo: RNZ / Diego Opatowski

    Solomon Islands’ Prime Minister Manasseh Sogavare, in his role as chairman of the Melanesian Spearhead Group, has been vocal about boosting West Papuan representation in the group.

    He was also one of seven leaders of Pacific states who spoke out about rights abuses in Papua and on support for Papuan self-determination at last month’s UN General Assembly session.

    The Prime Minister of Solomon Islands Manasseh Sogavare

    The Prime Minister of Solomon Islands Manasseh Sogavare has been appointed chair of the Pacific Islands Development Forum. Photo: UN Photo/Kim Haughton

    Ryamizard told media that he had implored Canberra to speak to Honiara on the matter because Australia contributes a big aid package in the Solomons.

    Detik News reports the Minister saying Australia has accepted the request.

    Ryamizard said friendly countries do not disturb each other by interfering in domestic issues.

    Indonesian military guard the border with Papua New Guinea

    Indonesian military guard the border with Papua New Guinea Photo: RNZ / Johnny Blades

    He warned that Indonesia will not stay silent when its sovereignty is compromised. He described Indonesia as a tiger that can attack if disturbed.

    The Minister urged Australia to pass on the message to Solomon Islands and other Pacific states that they should not invite West Papua to join the MSG.

    A march through the streets of Honiara in support of West Papua's bid to join the MSG.

    A march through the streets of Honiara in support of West Papua’s bid to join the MSG. Photo: Supplied

    The MSG accepted the United Liberation Movement for West Papua into the group with observer status last year and is considering whether to elevate it to full membership.

    An MSG leaders meeting on the matter is due before the end of the year in Vanuatu.

    Indonesia has associate member status at the MSG.

  • Universitas Melbourne gelar kuliah umum sikapi West Papua di Pasifik

    Suasana kuliah umum West Papua, Indonesia, and Pacifik di Universitas Melbourne, Selasa (25/10/2016) – Jubi/AA
    Suasana kuliah umum West Papua, Indonesia, and Pacifik di Universitas Melbourne, Selasa (25/10/2016) – Jubi/AA

    Jayapura, Jubi – West Papua, Indonesia dan Pasifik menjadi topik diskusi hangat dalam diskusi umum terbuka yang diselenggarakan oleh Universitas Melbourne, Selasa (25/10) di Sidney Myer Asia Centre Melbourne Australia. Diskusi tersebut membahas perkembangan politik di West Papua dan konflik ‘tak terdamaikan’ antara pemerintah Jakarta dan kelompok-kelompok perlawanan di Papua.

    Perjuangan diplomatik antara pemerintah Indonesia dan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) di Melanesian Spearhead Group dan Forum Kepulauan Pacific (PIF), menurut situs kegiatan Universitas Melbourne itu, juga disiskusikan.

    Acara yang dihadiri sekitar 60-an peserta berlatarbelakang dosen, mahasiswa, pejabat, konsulat Indonesia, dan aktivis itu menghadirkan Nic Maclellan dan Dr. Budi Hernawan sebagai pembicara.

    Mclellan adalah seorang jurnalis dan peneliti di Kepulauan Pasifik. Dia adalah koresponden untuk majalah Islands Business dan kontributor untuk beberapa media asing terkait tema-tema seperti pembangunan, dekolonisasi dan demiliterisasi di Pasifik. Sementara Budi Hernawan adalah peneliti dari Abdurrahman Wahid Institut dan pengajar di Universitas Paramadina yang cukup lama berkecimpuang di persoalan HAM Papua.

    “Peserta yang hadir itu cukup besar untuk ukuran acara-acara kuliah umum Universitas, karena biasanya dihadiri 12 orang saja. Saya rasa ketertarikan ini meningkat karena situasi di Pasifik dan respon Indonesia saat ini terkait West Papua,” ujar Hernawan kepada Jubi, Kamis (27/10/2016).

    Berdasarkan keterangan panitia penyelenggara, tema tersebut dipilih karena perkembangan yang semakin menarik di Pasifik terkait MSG yang menjadi satu-satunya forum resmi dimana rakyat Papua melalui ULMWP, dan pemerintah Indonesia duduk di meja yang sama. Namun di dalam proses itu pula pelanggaran HAM di West Papua terus berlanjut dan pendekatan keamanan pemerintah Indonesia masih memanen kritik baik di West Papua, Pasifik bahkan hinga ke PBB.

    “Sekarang situasi Pasifik lagi dinamis, makin seru. Tetapi politik tidak linear, baik Indonesia maupun Papua punya tantangannya masing-masing,” ujar Hernawan melalui pesan singkat.(*)

  • Punk for West Papua menangkan Film Dokumenter terbaik di Sidney Indie Film Festival

    Poster film Punk for West Papua - IST
    Poster film Punk for West Papua – IST

    Jayapura, Jubi – Sydney Indie Film Festival memilih Punk for West Papua memenangkan Film Dokumenter terbaik di ajang Sidney Indie Film Festival Senin (24/10/2016). Awal tahun ini film tersebut juga memenangkan Award of Merit, Feature Dokumenter di festival Indiefest Film di San Diego, AS.

    Film berdurasi 46 menit yang disutradarai oleh Anthony Brennan ini menceritakan dukungan komunitas punk Australia terhadap perjuangan pembebasan West Papua. Secara khusus film tersebut mendokumentasikan wawancara ekslusif dengan Benny Wenda, juru bicara United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

    Brennan menghabiskan hidupnya bekerja untuk TV komersil, yang membuatnya cukup skeptik terhadap pesan-pesan media mainstream. Dia membuat film dokumenter untuk Papua ini, seperti dilansir situs Green Left Weekly (GLW), pada awalnya hanya untuk memfilmkan lima band punk yang melakukan penggalangan dana untuk West Papua.

    Namun pertemuannya dengan Benny Wenda, yang cukup terburu-buru di sela-sela pengambilan gambar tersebut, mengubah rencana film ini menjadi lebih panjang dan dokumenter yang agak ‘serius’.

    “Setelah saya mewawancarai Wenda, satu langsung tahu saya harus buat film ini. Itulah pertama kali film itu menjadi ‘dokumenter, dan saya lanjutkan dengan wawancara beberapa orang sepanjang tur solidaritas band punk terhadap West Papua di Australia,” ujarnya.

    Brennan mengaku pada awalnya dia tidak banyak tahu apa yang sebenarnya terjadi West Papua. “Saya kira tak banyak orang tahu apa yang benar-benar terjadi, karena itu saya mulai sedikit membaca dan terkejut adanya genosida di sana,” ujarnya kepada GLW.

    Brennan berbesar hati karena kampanye untuk West Papua semakin mendapat momentum belakangan ini. “Setiap hari ada saja kelompok baru di sosial media yang mulai berbicara terkait situasi di West Papua,” ujarnya.(*)

  • Pacific peoples lead push for Papuan decolonisation

    Radio NZ – An academic specialising in West Papua says Pacific Islands peoples are taking the lead on issues of decolonisation within the region.

    Dr Cammi Webb-Gannon is a research fellow at Western Sydney University’s School of Humanities and Communication Arts.

    She says the unprecedented level of discussion about West Papuan self-determination and human rights at the recent UN General Assembly reflects a new momentum towards decolonisation in the Pacific.

    Dr Webb-Gannon spoke to Johnny Blades about the growth of international solidarity for West Papua and the issue of regional representation.

    Transcript

    CAMMI WEBB-GANNON: As West Papuans have been able to get their stories out as I’ve been observing the conflict and the movement for about 10 years I’d say it’s from 2010 when this has really taken off and then in 2011 I think Indonesia was picking up on the increased traction of West Papua in the international media and so I think that’s when Indonesia decided it really needed to start to have more influence in Melanesian and Pacific politics and it was in 2011 that Indonesia was given observer status at the Melanesian Spearhead group and really started heavy diplomacy into Melanesia to try and counteract the solidarity and the civil society support for West Papua.

    JOHNNY BLADES: Do you see any signs in Indonesia’s kind of response that it will do anything other than just sort of push through its viewpoint?

    DW-G: Not in the near future I don’t, you heard also Indonesia’s first right of reply no doubt at the United Nations about a month ago and it was quite uninformed, very typical Indonesian government response, saying that essentially there are very few if any human right’s violations that have taken place in West Papua and that it would be impossible for them to go unscrutinised and that’s just blatantly untrue. And then you have several Indonesian NGO’s going ‘that’s ludicrous’ and you know that’s typically what the response has been. It doesn’t look like it’s changing but it does look like Indonesia’s getting more worried therefore they’re increasing their diplomatic efforts.

    JB: There is this argument about regional representation for the Papuans, do you think that the Pacific support can be effective, can it overcome the geo-political forces?

    DW-G: Well I think it already is, I mean the fact that for the first time West Papua’s been raised at the UN by seven countries not just Melanesian countries, but from Tonga and Tuvalu and the Marshall Islands and Nauru and Palau as well, is a huge testament to the work that the United Liberation Movement for West Papua has been undertaking so a whole lot of diplomacy by the leaders of the ULMWP around the Pacific but also this taps into the Pacific renaissance which I think has been sweeping across the Pacific for the past five or six years. So I guess for the first time since around the 1970s/80s when the Pacific was starting to decolonize, it’s a new spirit of decolonisation. I think it’s more strident than it’s ever been before and it’s more powerful and these Pacific countries are making very good use of regional fora and international fora and West Papua is one of the top issues. I think that the Pacific is really taking the lead on this.

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?