Category: Asiaoceania

Berbagai berita dari Asia dan Oceania (various updates from Asia and Oceania)

  • DPR minta Australia menindak pengibar bendera OPM di Konjen Indomesia

    Bendera Bintang Kejora yang dibawa masuk oleh aktivis Australia ke dalam Kantor Konsulat Jenderal Indonesia di Melbourne, Australia - IST
    Bendera Bintang Kejora yang dibawa masuk oleh aktivis Australia ke dalam Kantor Konsulat Jenderal Indonesia di Melbourne, Australia – IST

    Jakarta, Jubi – Wakil Ketua Badan Kerja sama Antar-Parlemen DPR RI Rofi Munawar meminta otoritas resmi Australia menindak pelaku penerobosan ke Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Melbourne, yang mengibarkan bendera Bintang Kejora pada Jumat (6/1/2017).

    “Peristiwa ini memberikan pesan kepada Pemerintah Indonesia, adanya upaya Kelompok-kelompok di Australia yang berusaha melakukan proses internasionalisasi isu Papua secara massif dan terencana,” kata Rofi di Jakarta, Minggu (8/1/2017).

    Dia menjelaskan tindakan penerobosan yang dilakukan tersebut merupakan pelanggaran terhadap kedaulatan Indonesia.

    Menurut dia, sebagai bukti adanya hubungan baik dengan Indonesia, maka semestinya Australia menindak tegas pelaku penerobosan pada kantor perwakilan politik Indonesia yang ada di negara tersebut.

    “Kejadian ini menambah rentetan peristiwa internasionalisasi isu Papua oleh pihak-pihak tertentu. Sehingga, hal ini harus menjadi perhatian serius pemerintah,” ujarnya.

    Politikus PKS itu menilai, proses identifikasi isu-isu Papua harus ditempatkan secara proporsional dan dikomunikasikan secara massif dan intensif kepada masyarakat internasional.

    Hal itu menurut dia untuk menghadirkan perimbangan Informasi dan penguatan diplomasi Indonesia.

    Sebelumnya, Pemerintah Indonesia mengecam keras tindakan kriminal yang menerobos dan mengibarkan bendera Organisasi Papua Merdeka, di dalam kompleks Konsulat Jenderal Indonesia di Melbourne, Australia pada Jumat pekan lalu.

    Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir melalui pernyataan pers, di Jakarta, Sabtu, menyampaikan pemerintah telah mengirimkan protes kepada pemerintah Australia, serta meminta agar pelaku ditangkap dan dihukum dengan tegas sesuai hukum yang berlaku.

    Menurut informasi dari Konsulat Jenderal Indonesia di Melbourne, tindakan kriminal simpatisan kelompok separatis itu terjadi pada Jumat, sekitar pukul 12.50 waktu setempat, saat sebagian besar staf di perwakilan resmi Indonesia itu tengah melakukan ibadah Shalat Jumat.

    Pelaku menerobos gedung apartemen tetangga Konsulat Jenderal Indonesia di Melbourne, dan kemudian memanjat pagar tembok premis Indonesia itu, yang tingginya lebih dari 2,5 meter.

    Adalah kewajiban negara tuan rumah yang menghormati kedaulatan negara sahabat untuk wajib menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungan sekitar presmis resmi negara yang membuka hubungan diplomatik dengan negara itu.

    Hal serupa selalu dilakukan Indonesia terhadap semua kompleks perwakilan resmi negara sahabat di Indonesia. Bahkan terdapat satuan khusus dari Kepolisian Indonesia yang juga ditugaskan untuk itu.

    Selain menyampaikan protes, pemerintah Indonesia juga mengingatkan tanggung jawab pemerintah Australia untuk melindungi perwakilan diplomatik dan konsuler yang berada di wilayah yuridiksinya, sesuai Konvensi Wina 1961 dan 1963 tentang Hubungan Diplomatik dan Konsuler.

    Karena itu, Nasir menambahkan, pemerintah Indonesia meminta otoritas Australia untuk memastikan dan meningkatkan perlindungan terhadap semua properti diplomatik dan konsuler RI.

    Selain itu di awal September 2016, perwakilan dari enam negara di Pasifik membahas kekhawatiran akan keadaan di Papua Barat dalam forum PBB.

    Dalam sesi ke-71 KTT PBB yang digelar 13 – 26 September itu, para pemimpin keenam negara tersebut mendesak respons PBB terhadap keadaan di Papua yang cenderung mendiskreditkan Indonesia.

    Keenam negara tersebut adalah Vanuatu, Kepulauan Solomon, Tonga, Nauru, Kepulauan Marshall, dan Tuvalu. (*)

  • Hikmahanto: Tindakan Panglima TNI Terkait ADF Tepat

    Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian (tengah) berdiskusi dengan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo (kiri) serta Seskab Pramono Anung (kanan) saat memaparkan persiapan pengamanan Natal dan Tahun Baru. (Foto: Antara)
    Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian (tengah) berdiskusi dengan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo (kiri) serta Seskab Pramono Anung (kanan) saat memaparkan persiapan pengamanan Natal dan Tahun Baru. (Foto: Antara)

    JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan tindakan Panglima TNI untuk menangguhkan sementara kerjas ama militer dengan Australian Defence Force (ADF) adalah langkah yang tepat.

    “Ini menanggapi insiden di pusat pendidikan pasukan khusus Australia atas tiga hal,” ujar Hikmahanto Juwana di Jakarta, hari Rabu (4/1).

    Pertama, lanjut Guru Besar UI itu, pendiskreditan peran Sarwo Edhie dalam Gerakan 30 September PKI. Kedua esai yang ditulis peserta didik terkait masalah Papua. Terakhir tulisan Pancasila di ruang Kepala Sekolah yang seolah melecehkan ideologi Pancasila.

    Ia menegaskan penangguhan kerjasama merupakan tindakan yang tepat karena Panglima ADF menjanjikan untuk melakukan investigas atas hal ini. Penangguhan dilakukan selama investigasi berlangsung hingga hasil nantinya diumumkan.

    “Kemungkinan hasil investigasi adalah kesalahan dilakukan oleh oknum personil militer ADF dan bukan merupakan sikap resmi dari ADF, bahkan sikap resmi pemerintah Australia,” ujar dia.

    Atas tindakan oknum personil tersebut, ADF akan menyatakan akan mengambil tindakan terhadap mereka-mereka yang bertanggung jawab.

    Ia mengatakan hasil investigasi demikian yang akan menyelamatkan kerja sama militer TNI dan ADF. ADF dan Pemerintah Australia lebih mengutamakan hubungan baik dengan Indonesia ketimbang melindungi personil milternya.

    “Peristiwa ini bagi Indonesia menjadi preseden yang baik agar Australia melalui pejabat-pejabatnya tidak mudah melakukan tindakan pelecehan terhadap tokoh Indonesia ataupun merendahkan isu yang sensitif bagi Indonesia,”

    kata dia. (Ant)

  • Kerjasama Militer RI-Australia Distop Tak Ganggu Perdagangan

    Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita (ketiga dari kiri) dalam media briefing "Capaian Kinerja 2016 dan Outlook 2017" di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, hari Rabu (4/1). (Foto: Melki Pangaribuan)
    Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita (ketiga dari kiri) dalam media briefing “Capaian Kinerja 2016 dan Outlook 2017” di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, hari Rabu (4/1). (Foto: Melki Pangaribuan)

    JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, mengharapkan penghentian kerja sama militer antara Indonesia dengan Australia tidak mempengaruhi perdagangan kedua negara.

    “Nah kalau dia hentikan kerja sama militer, ya sudah berhenti-henti sajalah, kenapa? Kita juga perang enggaklah. Bodo amat,” kata Enggar kepada satuharapan.com dalam media briefing “Capaian Kinerja 2016 dan Outlook 2017” di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, hari Rabu (4/1).

    Menurut dia, harus dibedakan antara urusan perdagangan dengan militer antara kedua negara. ”Enggak ada urusannya dagangan sama perang. Kita enggak jual senjata. Cuma kita dulu saja, saya terima hibah Hercules yang dari Australia, yang jatuh,” kata dia.

    Sebelumnya, media Australia, ABC, mengatakan materi yang berkaitan dengan Papua yang ditampilkan di pangkalan pasukan khusus Australia memicu Panglima TNI memutuskan menghentikan kerjasama militer dengan Australia.

    ABC telah memperoleh konfirmasi dari seorang perwira Indonesia yang mengeluh tentang poster yang “menghina” Indonesia di pelatihan di markas Special Air Service (SAS) Australia di Perth pada bulan November tahun lalu.

    Kepala Pusat Penerangan Markas Besar TNI, Mayor Jenderal Wuryanto, mengatakan kerjasama antara Indonesia dengan Australian Defence Force (ADF) dihentikan dan berlaku dengan segera. ABC mengutip sumber yang dekat dengan insiden ini yang mengatakan bahwa materi yang dilaminating yang disebut memicu protes dari TNI adalah berkaitan dengan Papua, provinsi di Indonesia yang telah mencoba memperjuangkan penentuan nasib sendiri.

    Menteri Pertahanan Australia, Marise Payne, membenarkan adanya keluhan dari TNI berkaitan dengan “beberapa bahan pengajaran dan komentar” pada fasilitas pelatihan bahasa Angkatan Darat di Australia. Ia juga membenarkan beberapa kerjasama militer dengan Indonesia dihentikan.

    “Indonesia telah menginformasikan kepada Australia bahwa kerjasama pertahanan akan ditangguhkan,” kata Senator Payne dalam sebuah pernyataan.

    “Akibatnya, beberapa interaksi antara organisasi pertahanan kedua negara telah ditunda sampai masalah ini diselesaikan. Kerjasama di bidang lain tetap berlanjut.”

    ABC mendapat informasi bahwa 23 November tahun lalu, seorang pejabat ADF, Marsekal Mark Binskin, menulis kepada mitranya dari Indonesia tentang materi yang dianggap menyinggung.

    Sebuah sumber diplomatik yang akrab dengan korespondensi tersebut mengatakan surat itu bermaksud meyakinkan militer Indonesia bahwa materi ofensif yang ditampilkan di Perth tidak mencerminkan pandangan Angkatan Bersenjata Australia.

    Kepala Staf Angkatan Darat Australia Letnan Jenderal Angus Campbell juga menulis kepada mitranya dari Indonesia pada 24 November untuk meyakinkan dia bahwa Australia tidak mendukung materi tersebut.

  • Isu Papua Picu RI Stop Kerjasama Militer dengan Australia

    ADF chief Air Chief Marsekal Mark Binskin (kiri) bersama Panglima TNI, Gatot Nurmantyo. (Foto: Department of Defence Australia)
    ADF chief Air Chief Marsekal Mark Binskin (kiri) bersama Panglima TNI, Gatot Nurmantyo. (Foto: Department of Defence Australia)

    CANBERRA, SATUHARAPAN.COM – Media Australia, ABC, mengatakan materi yang berkaitan dengan Papua yang ditampilkan di pangkalan pasukan khusus Australia memicu Panglima TNI memutuskan menghentikan kerjasama militer dengan Australia.

    ABC telah memperoleh konfirmasi dari seorang perwira Indonesia yang mengeluh tentang poster yang  “menghina” Indonesia di  pelatihan di markas Special Air Service (SAS) Australia di Perth pada bulan November tahun lalu.

    Kepala Pusat Penerangan Markas Besar TNI, Mayor Jenderal Wuryanto, mengatakan kerjasama antara Indonesia dengan Australian Defence Force (ADF) dihentikan dan berlaku dengan segera. ABC mengutip sumber yang dekat dengan insiden ini yang mengatakan bahwa materi yang dilaminating yang disebut memicu protes dari TNI adalah berkaitan dengan Papua, provinsi di Indonesia yang telah mencoba memperjuangkan penentuan nasib sendiri.

    Menteri Pertahanan Australia, Marise Payne, membenarkan adanya keluhan dari TNI berkaitan dengan “beberapa bahan pengajaran dan komentar” pada fasilitas pelatihan bahasa Angkatan Darat di Australia. Ia juga membenarkan beberapa kerjasama militer dengan Indonesia dihentikan.

    “Indonesia telah menginformasikan kepada Australia bahwa kerjasama pertahanan akan ditangguhkan,” kata Senator Payne dalam sebuah pernyataan.

    “Akibatnya, beberapa interaksi antara organisasi pertahanan kedua negara telah ditunda sampai masalah ini diselesaikan. Kerjasama di bidang lain tetap berlanjut.”

    ABC mendapat informasi bahwa 23 November tahun lalu, seorang pejabat ADF, Marsekal Mark Binskin, menulis kepada mitranya dari Indonesia tentang materi yang dianggap menyinggung.

    Sebuah sumber diplomatik yang akrab dengan korespondensi tersebut mengatakan surat itu bermaksud meyakinkan militer Indonesia bahwa materi ofensif yang ditampilkan di Perth tidak mencerminkan pandangan Angkatan Bersenjata Australia.

    Kepala Staf Angkatan Darat Australia  Letnan Jenderal Angus Campbell juga menulis kepada mitranya dari Indonesia pada 24 November untuk meyakinkan dia bahwa Australia tidak mendukung materi tersebut.

  • Sindiran tentang Papua Picu TNI Stop Kerjasama Australia

    CANBERRA, SATUHARAPAN.COM – Semakin jelas pemicu TNI menghentikan kerjasama militer dengan Australia, setelah sebelumnya banyak diungkapkan bahwa alasan utama adalah karena adanya penghinaan terhadap Indonesia.

    Kantor berita Fairfax Media, sebagaimana dikutip oleh berbagai media Australia, mengutip sebuah sumber yang membeberkan materi pelatihan dan diskusi dalam kerjasama pelatihan militer TNI dan Australia yang menjadi pemicu penghentian kerjasama. Ia mengatakan, kemungkinan memang ada bahan ajar yang menyinggung dan menghina. Namun bahan lain, adalah penilaian ilmiah kritis terhadap perilaku masa lalu militer Indonesia pada tahun 1965 atau invasi Indonesia Timor Timur (Timor Leste). Juga sindiran-sindiran politis tentang Papua.

    Kantor berita itu mengutip keterangan Mufti Makarim, direktur eksekutif Institute for Defence, Security and Peace Study in Indonesia, yang mengatakan bahwa personel TNI yang menjadi pelatih dari Indonesia dalam kerjasama militer tersebut melaporkan bahan ofensif itu kepada atasannya ketika ia kembali ke Indonesia. Lalu TNI meminta hal itu diselidiki.

    Kompas melaporkan bahwa berdasarkan perintah pada  tanggal 29 Desember, Panglima TNI, Gatot Nurmantyo menginstruksikan semua kerjasama militer, termasuk pelatihan dengan Angkatan Pertahanan Australia, ditangguhkan.

    Mufti mengatakan bahwa menurut pemberitahuan melalui  Whatsapp yang belum dikonfirmasi, yang diyakini diedarkan oleh militer Indonesia, atasan para pelatih dari Indonesia meminta penyelidikan pada 9 Desember. Dia meminta agar pelatihan bersama ditunda sampai penyelidikan selesai.

    Menurut pesan Whatsapp yang beredar, pelatih bahasa Indonesia Kopassus mendengar materi ofensif di kelas, termasuk bahwa almarhum pemimpin TNI, Sarwo Edhie Wibowo, adalah seorang pembunuh massal. Juga dikatakan bahwa seorang perwira TNI dibunuh temannya sambil mabuk.

    Dia juga, menurut info lewat pesan WhatsApp, mengatakan melihat selembar kertas yang dilaminasi yang menghina Pancasila.

    “Setelah ia kembali ke Indonesia, ia segera membuat laporan,” kata Mufti.

    “Ini adalah permintaan yang adil oleh militer Indonesia bahwa sebuah penyelidikan akan diadakan,” kata Mufti kepada Fairfax Media.

    “Saya percaya, saya berharap, bahwa ini tidak mencerminkan sikap Australia terhadap militer Indonesia dan ini hanya menunjukkan kurangnya pengawasan dari bahan ajar,” kata dia.

    Sementara itu kepada themercury.com.au, Mufti juga mengatakan bahwa dalam sesi belajar pada pelatihan itu ada diskusi yang lebih bernuansa politik yang seharusnya tidak diangkat dalam forum itu.

    “Sebagai contoh, selama sesi belajar, pelatih memberi sindiran tentang hal-hal yang menurut saya lebih tentang politik. Misalnya tentang Papua, Timor Leste dan tentang perilaku individu TNI di masa lalu. Kami tidak mengatakan TNI tidak memiliki masalah. Tetapi tidak berarti topik tentang itu bisa diajukan di forum itu,” kata Makarim.

    Ia mengatakan forum seperti itu bukan tempat untuk tema sensitif dibahas.

    Makarim mengatakan bahwa saling percaya antara kedua negara sekarang perlu dibangun kembali untuk memastikan TNI dapat mempercayai Australia lagi.

    Media Australia juga mengutip laporan Tribunnews 29 Desember ketika Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo, berbicara di kantor PP Muhammadiyah. Saat itu Panglima  mengatakan sempat ada kerjasama agar Indonesia mengirimkan guru bahasa Indonesia, yang berakhir pada permohonan maaf dari pihak Australia.

    Ia menyebut sempat guru bahasa Indonesia tersebut diminta untuk memberikan pekerjaan rumah kepada murid-muridnya, yang isinya antara lain propaganda Papua Merdeka.

    “Papua adalah Melanesia, bahwa dia seharusnya menjadi negara sendiri. Maka saya tarik,” ujar Gatot Nurmantyo, menceritakan materi propaganda, yang disambut tepuk tangan dari warga Muhammadiyah yang mendengarkan pemaparannya.

    Panglima TNI kemudian melayangkan protes, yang berbuntut permintaan maaf dari Panglima militer Australia.

    Gatot Nurmantyo juga mengaku sempat menginstruksikan agar digelar investigasi atas insiden tersebut, sebelum akhirnya guru bahasa Indonesia itu ditarik.

    Dalam pemaparannya itu ia tidak menyebutkan kapan insiden tersebut berlangsung, dan bagaimana detail dari insiden tersebut.

    Ahli Indonesia di Australian National University (ANU) Dr Greg Fealy, mengatakan jika semua hubungan militer Indonesia-Australia diputus semata-mata atas dasar apa yang diduga ditemukan di Perth, itu merupakan reaksi yang berlebihan dari Jakarta.

  • Janji Keanggotaan Penuh ULMWP di MSG Masih Belum Ditepati

    www.kaonakmendek.blogspot.com – Selepas KTT Khusus para pemimpin Melanesian Spearhead Group (MSG) di Honiara, Solomon Islands, 13-14 Juli 2016 lalu, para pentolan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) tetap meyakinkan masyarakat Papua bahwa gerakan pembebasan Papua Barat (ULMWP) bukan ditolak untuk masuk MSG, namun hanya ditunda karena alasan administrasi.

    Saat itu, melalui media-media lokal Papua dan juga lewat sosial media, KNPB menjelaskan ada beberapa alasan yang mendasari belum diterimanya ULMWP sebagai salah satu anggota tetap (full member) di MSG. Namun intinya tetap sama, yaitu soal kendala administrasi yang harus dipenuhi.

    Bulan September 2016 kemudian dijanjikan kepada massa yang ketika itu sedang berdemonstrasi di Papua, sebagai waktu yang ideal agar aplikasi ULMWP segera diterima dan dinyatakan sebagai anggota penuh MSG. Alasannya karena di bulan September akan ada pertemuan serupa di Honiara yang kembali mempertemukan para pimpinan blok regional negara-negara pasifik itu.

    Sayang, ketika bulan September hampir usai, ULMWP belum juga mendapatkan janjinya agar diterima di MSG. Pertemuan pemimpin MSG untuk membahas rumusan keanggotaan baru yang batal di September pun disebut-sebut mundur ke bulan Oktober 2016.

    Namun yang terjadi adalah, setelah tiba bulan Oktober, kabar kurang menyenangkan kembali diterima masyarakat Papua khususnya simpatisan KNPB lantaran pertemuan pemimpin-pemimpin tertinggi MSG kembali batal. Alasan batalnya pertemuan di Oktober 2016 diakui beberapa kalangan karena Fiji dan Papua New Guinea (PNG) tidak bersedia hadir.

    Al hasil nasib ULMWP sebagai anggota penuh di MSG belum juga bisa dipastikan saat itu. Sebagai catatan, Fiji dan PNG terkenal cukup dekat dengan Indonesia dalam diplomasi di berbagai forum negara-negara melanesia sehingga muncul dugaan kedua negara yang memiliki keanggotaan penuh di MSG itu ikut ‘bermain’ agar ULMWP gagal menjadi anggota tetap MSG.

    Manasseh Sogavare, Perdana Menteri Solomon Islands yang juga merupakan Ketua MSG sampai-sampai geram terhadap sikap Fiji dan PNG saat itu. Ia pun mengatakan pimpinan MSG akan tetap mengambil keputusan soal keanggotaan ULMWP tanpa melibatkan Fiji dan PNG. Apakah MSG terbelah dua? Tidak ada yang tahu.
    Yang pasti, sejumlah pihak kemudian kembali memberikan janji bahwa status ULMWP digaransi masuk menjadi anggota penuh MSG pada pertemuan di bulan Desember 2016. Media-media lokal Papua kembali memblow-up isu sensitif ini dengan jaminan janji dari Manasseh Sogavare tersebut.

    Dan kini setelah waktu terus berputar hingga Desember 2016, tepatnya Selasa 20 Desember 2016 kemarin, di gedung Sekretariat MSG, Port Villa, Vanuatu, para pemimpin tertinggi kembali bertemu dengan agenda membahas status keanggotaan para anggota MSG, termasuk Indonesia dan ULMWP.

    Hasilnya pun belum bisa dipastikan apakah ULMWP diterima atau tidak karena keputusan soal keanggotaan baru ini juga harus ditunda ke bulan Januari 2017 dalam Leader Summit MSG. Janji-janji Manasseh Sogavare mau pun para pemimpin KNPB serta ULMWP kepada masyarakat Papua, khususnya yang sering berdemonstrasi di tengah teriknya panas matahari lagi-lagi masih belum ditepati.

    2016 segera berakhir dan sepertinya Papua masih tetap Indonesia, setidaknya sampai akhir tahun ini. Dan ketika tahun 2017 dimulai nanti, simpatisan KNPB dan ULMWP akan memulainya dengan kembali menagih janji-janji agar segera mendapatkan keanggotaan penuh di MSG.[Kaonak Mendek]

  • Kedubes Tiongkok Cemaskan Maraknya Reaksi Anti-China di RI

    JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Belakangan ini gejala ‘anti-China’ tampak meningkat di Indonesia. Berkembang persepsi bahwa masuknya investasi Tiongkok ke tanah air akan diikuti penyingkiran pelaku-pelaku usaha dalam negeri. Lebih jauh, muncul pula kekhawatiran semakin dalamnya cengkeraman negara Tirai Bambu itu di Tanah Air.

    Belakangan ini berkembang wacana Tiongkok sedang melakukan infiltrasi dan subversi ekonomi terhadap Indonesia. Salah satu isu yang menyebar luas lewat media sosial adalah dugaan konspirasi Tiongkok menguasai Indonesia menyusul tertangkapnya empat warga negara Tiongkok di Bogor pekan lalu. Mereka ditangkap karena diduga menanam cabai beracun yang mengandung bakteri berbahaya, Erwina Chrysanthem.

    Bakteri itu masuk dalam kategori organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) golongan A1 dan belum pernah ada di Indonesia. Sejumlah media melaporkan pernyataan  Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Soekarno Hatta, Antarjo Dikin, bahwa pihaknya telah memusnahkan sebanyak 5.000 batang cabai yang mengandung bakteri itu.

    Dikatakan, bakteri tersebut berpotensi menyebabkan gagal produksi hingga mencapai 70 persen petani cabai di Indonesia. Menurut keterangan, para pelaku membawa tanaman cabai dari negara asalnya secara ilegal atau tanpa sertifikasi sebelumnya.

    Keempat pelaku berinisial C, Q, B dan H, menyewa lahan seluas 4 ribu meter persegi dengan rencana menanam cabai berbakteri ini. Bila sudah panen, rencananya dipasarkan ke pasar-pasar besar yang ada di Indonesia.

    Tidak kurang dari pakar hukum Yusril Ihza Mahendra, memberi perhatian serius atas penangkapan tersebut. Ia mengangkat isu tentang kemungkinan Tiongkok melakukan infiltrasi terhadap perekonomian RI.

    Kekhawatiran tersebut ia ungkapkan lewat akun Twitternya.Menurut dia,  seperti dikutip dari Republika, sudah saatnya polisi turun tangan menyelidiki kasus ini. Ini, kata dia, bukan soal petani biasa, melainkan kegiatan sengaja yang terencana dengan rapi.

    Menanggapi hal ini, Juru Bicara Kedutaan Besar Tiongkok di Indonesia, mengungkapkan kecemasan negaranya atas reaksi yang berlebihan atas kasus ini.

    “Tidak beralasan dan tidak dibenarkan untuk menafsirkan secara berlebihan kasus terisolasi ini sebagai ‘konspirasi’ atau ‘senjata biologis untuk menghancurkan perekonomian Indonesia’ atau secara salah menafsirkan perilaku individu warga negara ‘sebagai tindakan negara,’”

    demikian pernyataan resmi juru bicara Kedubes Tiongkok, lewat laman Kedubes Tiongkok di Jakarta.

    “Laporan tersebut menyesatkan dan menyebabkan kekhawatiran besar. Pihak Tiongkok tidak ingin melihat ada gangguan terhadap hubungan persahabatan kedua negara dan bangsa dan antar rakyatnya,”

    lanjut pernyataan tersebut.

    Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia, Xie Feng, pada 15 Desember lalu juga telah bertemu dengan Menko Polhukam, Wiranto. Seusai pertemuan, Xie Feng mengatakan kepada wartawan bahwa hubungan antar penduduk Tiongkok dan Indonesia terus bertumbuh. Semakin banyak orang Indonesia berkunjung ke Tiongkok untuk bertemu dengan sahabat mereka, menikmati budaya lokal dan mempromosikan kerjasama yang saling menguntungkan. Demikian pula sebaliknya.

    Oleh karena itu, Duta Besar Xie berharap kasus yang menimpa empat warga negaranya dapat ditangani secara tepat tanpa mengganggu hubungan bilateral kedua negara.

    Kedubes Tiongkok juga mengingatkan bahwa Tiongkok merupakan sumber turis terbesar ke Indonesia. Dewasa ini semakin banyak warga Tiongkok bepergian ke Indonesia. Kunjungan-kunjungan tersebut telah memberi kontribusi pada kerjasama dan persahabatan antara kedua negara dan untuk pengembangan sosial ekonomi Indonesia.

    Lebih lanjut dalam pernyataannya, Kedubes Tiongkok menegaskan bahwa pihaknya telah memberi perhatian serius terhadap empat warganya yang terlibat dalam penanaman cabai secara ilegal. Kedubes Tiongkok mengatakan warga negara Tiongkok yang berada di luar negeri harus mematuhi undang-undang dan peraturan setempat, menghormati adat dan kebiasaan lokal dan menjalin persahabatan dengan penduduk setempat.

    “Dalam kasus individu warga negara Tiongkok yang dicurigai terlibat dalam kegiatan melawan hukum dan peraturan Indonesia, pihak Tiongkok menghormati pemerintah Indonesia dalam penanganan yang tidak memihak atas kasus tersebut, sesuai dengan fakta-fakta dan hukum, sementara hak hukum dan kepentingan warga negara Tiongkok akan efektif terjamin,”

    kata juru bicara tersebut.

  • Ini strategi Kemlu untuk isu Papua, Melanesia dan Pasifik

    Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia, Siswo Pramono - flickr.com
    Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia, Siswo Pramono – flickr.com

    Jayapura, Jubi – Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia, Siswo Pramono mengatakan Indonesia perlu lebih sabar dan tidak reaktif dalam menghadapi isu Papua.

    Jakarta Post mewawancarai Siswo Pramono dan menerbitkannya dalam cuplikan tanya jawab seputar kebijakan dan strategi luar negeri Indonesia dalam tiga tahun kedepan. Selain kebijakan di lingkup Asia Tenggara (ASEAN), Siswo juga mengungkapkan kebijakan dan strategi Indonesia di Pasifik, termasuk di kawasan Melanesia.

    Siswo dalam artikel wawancara berjudul Government should be ‘more patient, less reactive on Papua issue ini mengatakan rencana pusat kelautan yang dikembangkan oleh Presiden Jokowi, termasuk juga Pasifik, yakni Pasifik Barat Daya yang erat konteksnya dengan Melanesia Spearhead Groups (MSG) dan isu Papua.

    Indonesia, menurutnya, dalam posisi anggota G20 menjadi negara donor yang harus membagi sumberdayanya di Pasifik

    Ia mengakui,  Kemlu memang berupaya menghindari internasionalisasi persoalan Papua.

    “Meskipun kami mencoba untuk menghindari internasionalisasi masalah Papua, banyak orang di luar sana membuat keributan tentang hal itu (masalah Papua),” ujarnya.

    Pemerintah Indonesia, kata Siswo, perlu lebih sabar tidak terlalu reaktif dalam menghadapi isu Papua.

    “Kami menempatkan perhatian besar dalam MSG karena merupakan bagian dari Pasifik Selatan. […] Karena ini adalah masalah sensitif di Indonesia timur dan Presiden Jokowi baru saja meresmikan beberapa proyek di Papua. MSG harus merasa diuntungkan dari Indonesia yang menjadi salah satu anggotanya. […]” ungkap Siswo dalam wawancara dengan Jakarta Post ini.

    Siswo berpandangan MSG sedang mengarahkan dirinya ke ASEAN.

    Ia juga menekankan kembali pandangan yang menyatakan Indonesia adalah bagian dari Melanesia, sebagaimana dibuktikan oleh 11 juta penduduk Melanesia di Indonesia Timur. Jika 11 juta penduduk Indonesia ini  bergabung dengan MSG, menurutnya, kue politik mereka akan lebih besar dan wilayah timur Indonesia akan menjadi jembatan Melanesia ke pasar Asia. Saat ini, lanjutnya, sudah ada penerbangan langsung ke Bali dari Papua New Guinea.

    “Papua adalah masalah domestik utama dan penting di Indonesia. Papua juga menjadi pintu gerbang potensial untuk teman-teman kita di Pasifik untuk mengakses pasar Asia,” ujar Siswo. (*)

  • Paulus Suryanta Ginting (Surya Anta), IPWP dan FRI West Papua

    Sumber: https://www.facebook.com/surya.anta.1

    FRI West Papua, Jakarta
    FRI West Papua, Jakarta

    1 Desember 2016 merupakan kali kedua saya di tangkap dan di represi saat aksi bersama-sama kawan-kawan West Papua. Kali pertama, saat berorasi di depan Istana Presiden, ketika aksi mendukung ILWP pada tanggal 11 Agustus 2011.

    Represi kali ini lebih menyakitkan, pukulan, tendangan dan pentungan bertubi-tubi menyasar terutama bagian kepala, ketimbang 5 tahun lalu.

    Ada cacian yang sama dari 2 kali penangkapan tersebut, yakni: “Penghianat Bangsa”.

    Coba bagaimana itu perwira menengah dan prajurit rendahan meneriaki kami (orang Indonesia) yang membela West Papua sebagai “Penghianat Bangsa”.

    Justru “Papa Minta Saham” itu lah pengkhianat bangsa. Pembunuh Theys Elluay itu lah pengkhianat bangsa. Para pembantai lebih dari 500.000 orang West Papua itu pengkhianat bangsa. Sementara Soeharto tidak kalian cap sebagai penghianat bangsa, padahal kurang lebih 2 juta orang mati karena dia. Freeport dia legitimasi kehadirannya di Papua meski belum ada undang-undangnya lewat Kontrak Karya 1967. Prabowo yang di duga menculik aktivis dan melenyapkan beberapa diantaranya, serta mengakibatkan banyak orang meninggal di Timor Leste kalian dukung jadi calon Presiden. Koruptor yang bergelimang kekayaan di atas kemiskinan rakyat jelata kalian biarkan. Bah!

    Tahu kah kalian, kita berasal dari suku-suku yang berbeda-beda. Bahasa yang tak sama. Bahkan ras pun diantaranya berbeda.

    Kebangsaan kita lahir karena melawan kolonialisme, melawan imperialisme, melawan fasisme dan melawan rasisme. Tanpa itu semua, tak ada kebangsaan Indonesia.

    Pembangunan karakter kebangsaan yang adil, demokratis, setara, anti penindasan itu lah yang hendak kami luruskan dan perluas.

    Sederhana, tidak ada yang istimewa, mendukung hak penentuan nasib sendiri untuk West Papua merupakan kewajiban kami menjalankan tugas-tugas demokratik sebagai orang kiri.

    Dan seharusnya tugas ini dijalankan sepenuh hati oleh orang-orang yang mendaku dirinya sebagai demokratik. Tapi sayang, masih banyak yang demokratik setengah hati. Serta tak sedikit pula orang kiri yang kurang demokratik.

    Bagi kami bersolidaritas terhadap West Papua memberikan pelajaran yakni membangkitkan keberanian melawan ketakutan serta pengorbanan yang begitu besar bagi perjuangan. Sesuatu yang bisa jadi semakin surut dalam gerakan kita. Sehingga seharusnya kami lah yang mengucapkan Terima Kasih.

  • Aspirasi politik Papua Barat dipamerkan dalam pameran seni rupa di Melbourne

    Aspirasi politik Papua Barat dipamerkan dalam pameran seni rupa di Melbourne

    Jayapura, Jubi – Sampari, sebutan bintang pagi dalam bahasa Biak, dijadikan judul sebuah pameran seni dan serangkaian pameran budaya Papua Barat, serta mengeksplorasi kebangsaan, ekologi, politik dan sejarah Papua Barat.

    “Tujuan utama dari pameran ini adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Papua Barat yang berharap mendapatkan kemerdekaan dan hak untuk menentukan nasib sendiri,” kata DR John Ballard, Wakil Rektor Universitas Katolik Australia melalui rilis yang diterima Jubi, Kamis (8/12/2016).

    Pameran ini menampilkan tiga puluh enam karya lukis dari seniman dari Belanda, Amerika, dan Australia, serta negara-negara Melanesia seperti Papua  Barat, Maluku, Kepulauan Solomon, Vanuatu, Fiji, dan Papua New Guinea. Lukisan yang dipamerkan pada umumnya menggunakan cat minyak dan akrilik di atas kanvas, charcoal di atas kertas, tinta, lino cut print, ilustrasi vektor komputer pada kayu, etsa, kolase, terra cotta yang membentuk relif, benda-benda alam mentah, macrame, seni digital dan fotografi.

    Kartun karya John Spooner berjudul The things you see by a green light - Katalog Pameran
    Kartun karya John Spooner berjudul The things you see by a green light – Katalog Pameran

    Saat membuka pameran seni Sampari yang merupakan pameran seni kedua kalinya dengan tema WEST PAPUA di Galeri ACU Art pada tanggal 2 Desember 2016, DR John Ballard menjelaskan karya-karya seni yang spektakuler ini ditata di ruang publik universitas untuk meningkatkan kesehatan psikologis dan fisik dari orang-orang yang telah mengalami pendudukan rasis selama lebih dari setengah abad.

    Pameran ini juga menampilkan dua puluh delapan kartun yang diterbitkan setelah kedatangan 43 pencari suaka Papua Barat pada tahun 2006. Para pencari suaka mencapai pantai barat Semenanjung Cape York pada 17 Januari 2006. Saat itu, Menteri Imigrasi Australia, Amanda Vanstone percaya klaim dari para pencari suakan dan menerbitkan visa perlindungan, yang kemudian memicu kemarahan di Indonesia. Presiden Yudhoyono menarik duta besarnya.

    Lukisan karya Peter Woods berjudul Ghost Gum Morning Star - Katalog Pameran
    Lukisan karya Peter Woods berjudul Ghost Gum Morning Star – Katalog Pameran

    Perdana Menteri Howard mencoba mengelak dengan menyebutkan pencari suaka ini sebagai pendatang gelap (pengungsi). 10 bulan setelah kedatangan 43 orang ini, Indonesia dan Australia menandatangani perjanjian formal (Traktat Lombok) yang melarang orang Papua Barat mengibarkan bendera Bintang Kejora di kedua negara!

    Fakta politik di belakang Traktat Lombok ini ditangkap oleh kartunis John Spooner yang menerbitkan karya kartunnya pada koran The Age, 9 November 2006. Sejak saat itu, dua puluh delapan kartun lainnya telah diterbitkan di media mainstream. Kartun-kartun ini menegaskan jurang yang dalam antara kekhawatiran dan opini masyarakat Australia dan bagaimana politisi mereka menterjemahkan keprihatinan dan opini mereka pada kebijakan pemerintah Australia.

    Ruth McDougal, kurator seni Pasifik di The Qld Art Gallery dalam katalog pameran menjelaskan karya-karya seni rupa yang ditampilkan dikerjakan bersama oleh seniman dari seluruh Australia.

    Lukisan karya seniman Papua Nugini, Martin Lance berjudul Freedom - Katalog Pameran
    Lukisan karya seniman Papua Nugini, Martin Lance berjudul Freedom – Katalog Pameran

    Mereka membangun dinding solidaritas spektakuler melalui karya seni bersama saudara-saudara Melanesia. Sampari berusaha memberikan bentuk yang sama dari tempat tinggal dan untuk mewujudkan fungsi edukatif yang sama,” tulis Ruth.

    Sampari, lanjutnya berusaha untuk melibatkan warga Australia dalam percakapan tentang budaya dan sejarah Papua Barat untuk mengamankan masa depan yang lebih manusiawi untuk bangsa Papua Barat.

    “Karya-karya ini merupakan referensi bentuk tradisional budaya, simbol kekuatan, ketahanan dan kebebasan, serta aspirasi sosial dan politik bangsa Papua Barat saat ini,” ungkap Ruth. (*)

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?