Category: Politik & Diplomasi

Kegiatan politik dan diplomasi oleh pejuang Papua Merdeka di berbagai tempat di dunia.

  • Agustus, MRP Serahkan Teknis Dialog Lokal ke JDP

    JAYAPURA – Ketua MRP Provinsi Papua Timotius Murib mengajak seluruh komponen masyarakat di Papua untuk tidak alergi dengan kata dialog, bahkan MRP mengajak seluruh komponen untuk mendukung Dialog yang sedang digagas oleh seluruh komponen masyarakat, termasuk yang digagas tokoh-tokoh masyarakat Papua dengan para penggagas Dialog Jakarta – Papua yang dimediasi Jaringan Damai Papua ( JDP).

    Dikatakan, dipastikan sebelum Dialog Jakarta – Papua digelar, akan digelar Dialog lokal Papua pada bulan Agustus 2015 mendatang.

    Menurut Ketua MRP, versi Dialog yang disampaikan Presiden dengan rakyat Papua tentu berbeda, namun ada tokoh tokoh masyarakat dan tokoh adat yang selama ini melakukan negosiasi hingga mencapai kesepakatan untuk menyelenggarakan Dialog sebagaimana diinginkan Presiden.

    MRP sendiri menyerahkan sepenuhnya tahapan Dialog ke Jaringan Damai Papua (JDP), untuk mengatur semua hal-hal teknis terkait Dialog yang dimaksud.

    “Justru dengan Dialog kita bisa temukan solusi. Seluruh masyarakat dan para pihak duduk sama-sama di suatu tempat, maka dengan duduk sama-sama, akan ada jawaban, Dialog yang diinginkan bapak Presiden seperti apa, konteks masyarakat seperti apa. Prinsipnya MRP menyerahkan sepenuhnya proses Dialog baik lokal Papua maupun ke tingkat lebih tinggi sepenuhnya ke Jaringan Damai Papua”,

    ujar Timotius Murib baru baru ini di hadapan Wartawan.(Ven/don/l03)

    Source: BinPa, Senin, 01 Jun 2015 09:11

  • Inggris Tak Mendukung Pandangan Benny Wenda

    JAYAPURA – Kedutaan Besar (Dubes) Inggris, Moazzam Malik menyatakan, Pemerintahan Inggris tidak pernah mendukung gerakan kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM), yang menyuarakan untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    “Kebijakan pemerintah saya, jelas mendukung Indonesia yang bersatu dan kami tidak mendukung kelompok OPM dan kami juga mendukung aspirasi semua masyarakat, termasuk hak proses demokrasi, kesejahteraan, dan proses pertumbuhannya. Kami tidak mendukung trend tersebut,” kata Moazzam kepada wartawan usai melakukan pertemuan dengan Kapolda Papua, Irjen Pol. Drs. Yotje Mende, pada Kamis (28/5).

    Menurutnya, kunjungan pertama yang dilakukan ke Papua untuk melihat sendiri bagaimana situasi yang nyata di Papua dan Papua adalah salah satu Provinsi yang penting sekali untuk masa depan Indonesia.

    “Walaupun ada beberapa masalah disini yang harus diatasi, tetapi saya percaya pemerintah baru Jokowi berkomitmen untuk mengatasi masalah disini dengan sering berkunjung ke Papua,” katanya.

    Disinggung Tokoh OPM, Benny Wenda yang saat sedang berada di Inggris, Moazzam Malik menyatakan, Pemerintah Inggris tidak pernah mendukung terhadap pandangan Benny Wenda. “Tidak mendukung pandangan itu, tapi kami mendukung pendapat dari Indonesia,” katanya.

    Dia menandaskan, selama dia (Benny Wenda) tidak melanggar peraturan bisa bebas mengeluarkan pendapat. Namun segala Visi Misi atau pandangan dari Benny Wenda tidak pernah disetujui oleh Pemerintah Inggris.

    Sementara itu, Kapolda Papua, Irjen Pol. Drs. Yotje Mende menegaskan, Benny Wenda merupakan DPO Polda Papua. “Dia DPO kita, kalau dia datang ke Indonesia pasti akan kita tangkap,” tegasnya.

    Ia mengatakan, Benny Wenda yang saat ini sudah masuk penduduk inggris namun kewargaan negara Indonesia belum dicabut, sehingga yang bersangkutan masih resmi warga negara indonesia (WNI).

    “Selama ini ia melakukan perhatian di Papua melalui jalur inernet dengan cara memprovokasi agar menjadi bahan mereka untuk disampaikan kepada Pemerintah Indonesia. Itu dipersilahkan. Tapi ketika menginjak Indonesia kami segera tangkap,” tandasnya. (Loy/don/l03)

    Source: BinPa, Jum’at, 29 Mei 2015 09:13

  • O’Neill Berharap Gubernur Enembe dan Atururi Berpartisipasi di MSG

    Jayapura, Jubi – Perdana Menteri Papua Nugini (PNG), Peter O’Neill berharap Gubernur Papua Lukas Enembe dan Gubernur Papua Barat, Abraham Atururi bisa mewakili rakyat Papua dalam forum-forum Melanesia Spearhead Group (MSG).

    Berbicara di Lowy Institute, Sydney hari Jumat (15/5/2015) pekan lalu, O’Neill menegaskan orang yang sah untuk mewakili rakyat West Papua saat ini adalah pemimpin yang dipilih dan itu adalah gubernur di provinsi Papua dan Papua Barat.

    “Kami ingin suara yang satu di MSG untuk Papua Barat. Namun banyak kelompok yang mewakili berbagai kepentingan. Satu-satunya orang yang sah untuk mewakili rakyat West Papua saat ini adalah pemimpin yang dipilih dan itu adalah gubernur provinsi,”

    kata O’Neill dalam forum tersebut.

    Diwawancarai usai forum tersebut oleh ABC, O’Neill berharap bisa melakukan pendekatan yang sama dengan yang pernah dilakukan untuk Front de Libération Nationale Kanak et Socialiste (FLNKS), kelompok pro kemerdekaan Kanaki di Kaledonia baru.

    “Karena itu kami ingin pemimpin yang representatif, yang dipilih oleh orang West Papua untuk datang dan berpartisipasi dalam forum MSG,” kata O’Neill.

    Namun O’Neill mengaku hingga saat ini PNG tidak bisa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Papua Barat.

    “Kami tidak memiliki hubungan langsung dengan masalah ini, selain persoalan masyarakat di perbatasan. Karena itu hal ini sangat penting dan saya pikir ini adalah langkah besar yang dilakukan oleh presiden Indonesia untuk membuka peluang proses ini dimulai. Saya pikir kita harus mengambil keuntungan dari peluang ini dan dialog dengan mereka harus terus dilakukan dan melihat bagaimana kelanjutannya,”

    lanjut O’Neill. (Victor Mambor)

    Diposkan oleh : Victor Mambor on May 18, 2015 at 12:26:24 WP [Editor : -]
    Sumber : TabloidJubi.com

  • Benny Wenda Meninggalkan Papua Nugini Setelah “Masalah Visa”

    Port Moresby, MAJALAH SELANGKAH —  Pemerintah Papua Nugini mengatakan, Juru Bicara The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Benny Wenda  yang sempat  ditahan  oleh imigrasi Papua Nugini (PNG), Selasa (24/3/15) siang karena masalah visa  telah  diterbangkan ke luar negeri.

    “Sekarang aku dideportasi,” kata Wenda sebelum dibawa ke terminal internasional di bandara Port Moresby itu seperti dikutip abc.net.au.

    “Itu berarti saya meninggalkan negara ini, tapi semangat saya dan perjuangan, saya akan meninggalkannya dengan orang-orang dari PNG hari ini.”

    Perdana menteri Papua Nugini, Peter O’Neill  mengatakan,  Wenda telah tiba di negara itu tanpa visa.

    Seorang juru bicara Mr O’Neill mengatakan,  pemimpin kemerdekaan Papua Barat tidak dideportasi, tapi ia “tidak diizinkan untuk memasuki negara”.

    “Ini bukan isu politik, itu masalah visa,” katanya.

    Perdana menteri campur tangan dalam kasus ini, Rabu.

    Benny Wenda, yang telah dilepaskan ke perawatan teman-teman, terbang keluar dari PNG pada Kamis sore.

    Bulan lalu Mr O’Neill mengatakan, dia akan mulai berbicara tentang pelanggaran hak asasi manusia di Papua Barat Indonesia.

    “Saya pikir, sebagai negara, sudah saatnya bagi kita untuk berbicara tentang penindasan rakyat kita di sana,” katanya.

    Beberapa pengamat bertanya-tanya apakah memaksa keberangkatan  Benny Wenda dari PNG merupakan pengunduran oleh Mr O’Neill.  (Yermias Degei/MS)

  • Kemenlu dan Sekda Bahas Pembangunan Papua

    JAYAPURA—Gubernur dan Wagub Papua Lukas Enembe, SIP, MH dan Klemen Tinal, SE, MM terus-menerus membangun kerjasama, khususnya dengan negara-negara tetangga di kawasan Pasifik.

    Hal itu terungkap saat Kemenlu RI dan Sekda Papua membahas Pembangunan di Papua, di Kantor Gubernur Papua, Selasa (17/3), kemarin.

    Sekda Papua T.E.A. Heri Dosinaen, SIP, ketika bersama Kemenlu RI khususnya Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik membahas pembangunan Papua di Kantor Gubernur Papua, Jayapura, Selasa (17/3).

    Ia mengutarakan kebijakan Gubernur dan Wagub Papua berusaha membuka akses dengan negara-negara tetangga di kawasan Pasifik, yang tentunya mempunyai andil untuk bekerjasama dengan Indonesia, khususnya di Papua dalam bidang ekonomi, pendidikan maupun kesehatan.

    Menurut Sekda, pemerintah Papua dan pemerintah negara –negara Pasifik yakni menggelar Festival Budaya Melanesia di Papua New Guinea (PNG) dan juga Pameran Industri di Port Moresby tahun lalu, untuk melihat potensi-potensi yang dimiliki Papua, yang tentunya bisa dimanfaatkan negara-negara lain dan bermuara kepada peningkatan ekonomi di Provinsi Papua.

    Sekda mengutarakan, kehadiran rombongan dari Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik untuk melihat daerah-daerah di Indonesia, termasuk di Papua. Apa yang ada di Papua harus dikomunikasikan ke dunia luar bahwa Papua dengan kondisi obyektif dan pembangunan yang ada sehingga tak ada informasi-informasi miring yang tentunya mereduksi NKRI di dunia internasional, karena Papua menjadi sentral pandangan dari negara-negara luar terhadap Indonesia khususnya Papua.

    Senada dengan itu, Direktur Informasi dan Media Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Siti Sofia Sudarma mengatakan pihaknya melihat cukup banyak kebijakan Pemda Papua yang telah memajukan daerah Papua hingga kini.

    “Hal sangat positif dan sejalan dengan kebijakan Kementerian Luar Negeri juga yang memprioritaskan kepentingan rakyat,” kata Siti Sofia.

    Dikatakan Siti Sofia, pihaknya juga berkunjung ke daerah-daerah salah-satunya Papua untuk melihatsekaligus membangun citra Paoua terkait pelbagai potensi yang ada, agar pihaknya bisa mempromosikan ke luar negeri, khususnya segala potensiyang ada di daerah.

    “Kami juga membentuk hubungan antar masyarakat di luar negeri. Kami disini juga bertemu dengan pelbagai pihak ada yang pengrajin, kebudayaan, pendidikan, untuk mendorong hubungan antar masyarakat,”

    tandasnya.

    Ditanya apa potensi besar di Papua, ujarnya, kebudayaan sangat besar dan merupakan keunikan tersendiri. Tak bisa ditemukan di tempat lain serta mendapat perhatian besar di luar negeri.

    Terkait hasil bumi, katanya, Papua memiliki kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yang luar biasa dianjurkan dilakukan investasi dan mengundang investor, untuk bersama membangun Papua. (Mdc/don/l03)

    Source: Rabu, 18 Maret 2015 03:05, BinPa

  • Diplomat Indonesia : Masalah Papua Jadi Sorotan Internasional

    Jayapura, Jubi – Salah satu Mantan Diplomat Luar Negeri, Fredik Kambu mengungkapkan bahwa Indonesia banyak disoroti negara – negara di dunia atas tindakan pelanggaran HAM yang terus terjadi di Tanah Papua.

    Lelaki yang pernah bertugas di Dubes Brasil dan Belanda ini mengatakan berbagai tindakan aparat bersenjata yang menghilangkan nyawa khususnya di Papua sering menjadi pemberitaan hangat di luar negeri, terutama negara yang peduli dengan Papua.

    “Banyak pandangan macam – macam terutama Eropa, Amerika. Mereka itu memperhatikan Papua, mengawasi dan menjaga Papua ini dengan melihat hal – hal yang positif di sini. Banyak (media Internasional-red) menulis yang negatif. Apalagi gerakan tentara baku tembak di perbatasan dan segala macam yang setiap saat terjadi, itu mereka menilai sangat negatif. Jadi mau sangkal bagaimana itu setiap hari ditulis. Daerah lain nggak ditembak begitu, di Papua ini tiap hari,”

    kata Kambu disela – sela pertemuan rombongan Departemen Luar Negeri dengan Walikota Jayapura, Benhur Tommy Mano bersama intansi terkait di Kantor Walikota Jayapura, Selasa (17/3/2015) siang.

    Dia mengakui ada sebanyak 1.500 lebih lembaga swadaya di luar negeri yang prihatin terhadap kejahatan kemanusian yang menimpa masyarakat Papua.

    “Jadi mereka mendukung. Bukan hanya Papua, ada gerakan lain di dunia mereka dukung. Kayak di Eropa, misalnya Jerman sebagai negara pro aktif, Belanda, semua NGO bahkan Inggris yang pernah memberikan rumah untuk salah satu wali kotanya kepada Ketua Papua Merdeka yang ada di London. Tapi Papua Merdeka itu siapa ketuanya yang memimpin Papua Merdeka, itu yang mereka tunggu dan mencari supaya mereka memberikan saran, masukan, dukungan kepada ketua itu,”

    kata lelaki asal Sorong ini.

    Ia mencontohkan Theis Eluay. Menurut Kambu, negara-negara Eropa sangat kenal Theys Eluay almarhum.

    Lanjut Kambu, berbagai pemberitaan yang diangkat media internasional di negara yang pernah dikunjunginya, rata- rata beranggapan bahwa Papua tidak mendapat perhatian dari Indonesia, sehingga Papua terus terisolir.

    Dari hasil penjelasan tentang pembangunan Papua yang disampaikan oleh Wali Kota Jayapura ini, kata Kambu akan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa untuk dibagikan kepada negara lain agar diketahui bahwa Pemerintah RI tidak mengabaikan Papua.

    ”Di kantor kami Deplu itu, buka lihat daftar, banyak yang menyorori negatifnya. Untuk itulah kami berusaha menjawab sorotan negatif itu kepada mereka. Kalau tidak, orang tetap menyoroti terus Papua itu ketinggalan. Padahal banyak hal yang dicapai,”

    kata pria asal Sorong tersebut. (Sindung Sukoco)

    Source: Jubi, Diposkan oleh : Sindung Sukoco on March 17, 2015 at 22:58:12 WP [Editor : Victor Mambor]

  • Jubir ULMWP: Kami Turut Belasungkawa!

    Jubir ULMWP: Kami Turut Belasungkawa!

    Gambar eksekusi mati warga negara Australia (kiri) dan rakyat Papua (kanan) (Foto: Ist)
    Gambar eksekusi mati warga negara Australia (kiri) dan rakyat Papua (kanan) (Foto: Ist)

    SYDNEY, SUARAPAPUA.com — Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop, Rabu (25/2/2015), mengatakan, ia sangat kecewa karena upaya terbaru untuk menyelamatkan nyawa dua warga Australia yang jadi terpidana mati di Indonesia telah gagal.

    Desakan pemerintah Australia ditindaklanjuti pengacara para terpidana yang mendesak pemerintah Indonesia tidak eksekusi mati Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, sebelum sebuah pengadilan banding digelar.

    Tetapi, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Selasa (10/3/2015) kemarin, sebagaimana dilansir kompas.com edisi Kamis (12/3/2015), menolak upaya kedua terpidana untuk menghindari eksekusi dengan menggugat penolakan Presiden Joko Widodo terkait permohonan grasi mereka. Hakim menilai, gugatan tersebut tidak masuk dalam wewenang PTUN.

    Permohonan grasi mereka kepada Presiden, yang merupakan kesempatan terakhir bagi para terpidana mati untuk menghindari regu tembak, ditolak Presiden Joko Widodo belum lama ini.

    “Kami sangat kecewa bahwa upaya itu gagal pada saat ini,” kata Bishop kepada Nine Network.

    “Namun, saya tahu bahwa para pengacara sedang mempertimbangkan langkah hukum lebih lanjut dan mereka punya waktu sekitar 14 hari untuk itu,” ujarnya.

    Meski begitu, kata dia, Canberra akan terus melobi Joko Widodo untuk meminta pengampunan.

    “Kami hanya bisa berharap bahwa mereka (akhirnya) bisa melihat nilai kehidupan dari orang-orang ini. Kedua pria itu telah menjalani proses rehabilitasi dengan cara yang paling luar biasa,”

    tegasnya.

    Bishop menambahkan, pertemuannya dengan ibu dari Sukumaran baru-baru ini sangat memilukan. “Dia memeluk saya begitu erat, sehingga saya hampir tidak bisa bernapas dan hanya meminta saya untuk melakukan semua yang saya bisa demi menyelamatkan nyawa anaknya,” tutur Menlu Australia.

    Presiden Joko Widodo menegaskan, negara-negara asing tidak boleh mencampuri hak Indonesia untuk menerapkan hukuman mati. Indonesia sedang menghadapi tekanan diplomatik tidak hanya dari Australia, tetapi juga dari Brasil dan Perancis, yang warganya telah kehilangan permohonan grasinya dan segera menghadapi eksekusi mati.

    Keprihatinan oleh warga negara Australia juga diungkapkan oleh Juru Bicara (Jubir) United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Benny Wenda.

    Wenda menyatakan turut berbelasungkawa kepada keluarga dan para korban eksekusi mati yang akan dilakukan pemerintah Indonesia karena kasus Narkoba.

    Bagi bangsa Papua, menurut Wenda, kebijakan Indonesia tersebut tidak manusiawi. Ia menegaskan, kemanusiaan dan hak hidup harus dijunjung dan dihargai di atas segalanya.

    “Banyak dari kami orang Papua juga dieksekusi mati oleh Indonesia, hanya karena mengungkapkan keinginan kami untuk merdeka,” tegas Benny Wenda, seperti dikutip dari radionz.co.nz, Kamis (12/3/2015).

    Menunjuk pada seorang polisi Indonesia yang tersenyum saat berdiri di samping terpidana mati warga Australia, Andrew Chan, yang akan dieksekusi, Benny mengingatkan dunia pada sebuah foto yang mirip sama, militer Indonesia tersenyum senang dengan mayat Yustinus Murib yang telah dieksekusi militer Indonesia juga karena memperjuangkan kemerdekaan Papua.

    “Saya merasa bahwa foto-foto ini menunjukkan kepada dunia bagaimana sikap pemerintah Indonesia terhadap siapapun yang menentang mereka. Begitu banyak orang West Papua seperti Yustinus Murib, tentara dan polisi Indonesia tersenyum sesaat sebelum dibunuh seperti seekor binatang,”

    demikian Wenda.

    Sambil menyesalkan tindakan tersebut, ia menyatakan, bangsa Papua turut berduka terhadap diambilnya hak hidup manusia dengan paksa atas nama hukum.

    “Saya ingin mengingatkan dunia bahwa eksekusi mati adalah apa yang pemerintah Indonesia lakukan untuk orang-orang saya juga. Lebih dari 500.000 orang Papua telah secara sistematis dibunuh oleh Indonesia sejak Indonesia secara ilegal menginvasi bangsa Papua pada tahun 1963,”

    tegas Benny Wenda.

    MIKAEL KUDIAI, , SUARAPAPUA.com, Oleh : Redaksi | Kamis, 12 Maret 2015 – 19.07 WIB

  • “Meraba” Peluang ULMWP di MSG

    Jubi, Jayapura – Kunjungan Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia ke Papua Nugini (PNG), Kepulauan Solomon dan Fiji meski tak secara terbuka menyebutkan isu Papua Barat ada dalam agenda kunjungan di akhir Februari lalu itu, namun pernyataan Perdana Menteri PNG, Peter O’Neill menegaskan bahwa isu Papua Barat ada dalam agenda kunjungan bilateral Indonesia ke negara-negara anggota Melanesia Spearhead Group (MSG) itu.

    Menlu Indonesia, Retno Marsudi, setelah kembali ke Jakarta dalam pernyataannya kepada media massa di Jakarta, juga tidak menyebutkan isu Papua Barat dibicarakan dalam agenda kunjungannya di PNG, Kepulauan Solomon dan Fiji. Menlu Retno hanya menegaskan kembali komitmen Indonesia untuk membantu pengembangan kapasitas MSG melalui bantuan dana senilai 20 juta dolar.

    Namun Menlu Kepulauan Solomon, Milner Tozaka, kepada Jubi mengatakan ia membicarakan isu Papua Barat dalam pertemuannya dengan Menlu Indonesia di Honiara akhir Februari lalu. Sebab negara-negara MSG punya kesepakatan untuk mengangkat isu Papua Barat dalam setiap pertemuan bilateral mereka.

    “Kami mendukung hak penentuan nasib sendiri untuk rakyat Papua. Tapi kami harus melihat lebih lanjut pada perjanjian referendum tahun 1969 (Pepera) yang telah ditandatangani oleh rakyat Papua Barat untuk bergabung dengan Indonesia,”

    kata Tozaka, saat dihubungi Jubi, Senin (09/03/2015).

    Pernyataan Tozoka ini setidaknya menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia berusaha meyakinkan negara-negara anggota MSG bahwa persoalan Papua telah selesai tahun 1969.

    Mengenai aplikasi Liberation Movement for West Papua ULMWP, Tozoka mengatakan aplikasi tersebut harus dipertimbangkan berdasarkan kriteria dan persyaratan keanggotaan MSG.

    PNG lebih berhati-hati dalam memberikan pernyataan usai pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Indonesia. PNG yang berbagi perbatasan dengan Indonesia, kembali menegaskan pengakuan jika Papua berada dalam wilayah Kedaulatan Indonesia. Namun O’Neill juga meminta Indonesia untuk mendukung aplikasi yang diajukan ULMWP untuk menjadi anggota MSG.

    Menlu PNG, Rimbink Pato menyampaikan PNG tak bisa memaksa Indonesia tentang bagaimana menjalankan urusan Indonesia.

    “Jika ada sebuah aplikasi, kami ingin memastikan bahwa itu benar-benar datang dari wakil orang-orang Melanesia yang mereka klaim. Kami tidak ingin aplikasi ini datang dari satu kelompok faksi yang didukung penuh oleh satu kelompok Melanesia yang tinggal di AS atau di Eropa atau Australia dan kemudian menyebabkan lebih banyak masalah daripada perbaikan,”

    kata Pato pekan lalu.

    Fiji, negara yang baru saja mendapatkan apresiasi atas penegakkan HAM di negara tersebut pada sidang dewan HAM PBB di Geneva pekan lalu, mengaku tak bisa mengkonfirmasi posisi mereka. Saat isu Papua Barat dibawa dalam sidang parlemen oleh Ratu Isoa Tikoca (anggota oposisi), Menlu Fiji, Ratu Inoke Kubuabola menjawab aplikasi Papua Barat untuk menjadi anggota penuh MSG akan melalui prosedur MSG.

    “Aplikasi akan diperhatikan oleh pejabat senior MSG, kemudian diberikan kepada para menteri luar negeri negara anggota MSG baru kepada para pemimpin MSG. Pertemuan MSG akan dilangsungkan pada bulan Juni nanti di Honiara. Jadi, kita harus mengikuti proses tersebut. Saat ini saya tak bisa mengkonfirmasi posisi Fiji pada isu ini (Papua Barat – red),”

    jawab Ratu Inoke Kubuabola dalam sidang parlemen Fiji bulan Februari lalu.

    Vanuatu dan Front Pembebasan Kanaki (FLNKS) dua entitas ini tak masuk dalam daftar kunjungan Menlu Indonesia di Pasifik. Tentunya cukup kuat alasan bagi Indonesia tidak menempatkan Vanuatu yang adalah sebuah negara dan FLNKS sebagai kelompok perlawanan Kanaki . Vanuatu, berulangkali menegaskan posisi mereka terhadap Papua Barat. Kesediaan negara ini menyatukan faksi-faksi perjuangan pembebasan Papua Barat akhir tahun lalu adalah fakta bahwa posisi Vanuatu tak bisa ditawar lagi.

    FLNKS? Kelompok perlawanan ini sedang sibuk dengan urusan internal mereka di Kanaki. Sebagai kelompok pro kemerdekaan di Kanaki, FLNKS sedang berjuang untuk mengimbangi kekuatan kelompok anti kemerdekaan di Kanaki. Setidaknya, mereka harus berjuang menjadi mayoritas dalam pemerintahan di Kanaki. Saat ini, mereka hanya memiliki lima wakil dalam pemerintahan sedangkan kelompok anti kemerdekaan memiliki enam wakil.

    Dalam waktu tiga bulan terakhir, Kanaki juga mengalami kekosongan pemerintahan. Presiden Kanaki, harus lengser sebelum waktunya. Hal ini membuat proses pendataan orang-orang yang berhak mengikuti referendum pada tahun 2018 nanti tak bisa bergerak maju. Ini masalah yang dihadapi FLNKS. Apakah ini yang menjadi alasan Indonesia tak menempatkan FLNKS dalam daftar kunjungan Pasifik?

    Sejarah panjang perlawanan bangsa Kanak lah yang membentuk FLNKS. Tak ada bedanya dengan perjuangan bangsa Papua Barat hingga lahirlah ULMWP akhir tahun lalu. Negara-negara Melanesia lainnya berperan signifikan dalam menginisiasi pembentukan FLNKS hingga kelompok perlawanan bangsa Kanak ini menjadi anggota MSG. PNG dan Vanuatu dengan prinsip “Melanesian Brotherhood” adalah dua negara yang tak bisa dilepaskan dari sejarah FLNKS. Mengingkari ULMWP, bagi FLNKS adalah mengingkari diri mereka sendiri. (Victor Mambor)

    Source: Diposkan oleh : Victor Mambor on March 10, 2015 at 23:49:14 WP, Jubi

  • PNWP, NRFPB dan WPNCL Resmi Sosialisasikan Hasil ULMWP

    Para Pimpinan PNWP, WPNCL dan NRFPB
    Para Pimpinan PNWP, WPNCL dan NRFPB melakukan sosialisasi terbuka hasil ULMWP di Asrama Rusunawa, Waena, 3/2/2015 – Jubi/Arnold Belau

    Jayapura, Jubi – Parlemen Nasional West Papua (PNWP), Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB) dan West Papua Nasional Coalition for Liberation (WPNCL) secara resmi mulai melakukan sosialisasi United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) yang dilahirkan di Saralana, Vanuatu awal Desember 2014 lalu kepada seluruh rakyat Papua Barat.

    Jonah Wenda dari WPNCL mengatakan, lahirnya ULMWP adalah satu langkah maju dalam sejarah perjuangan bangsa Papua. ULMWP lahir karena permintaan negara-negara anggota MSG untuk melakukan penyatuan dalam negeri diantara orang Papua agar bersatu dan satu suara.

    “Maka untuk menindak lanjutinya pada Desember 2014 lalu semua faksi-faksi perjuangan bersatu. Dan pada tanggal 5 Februari 2015, secara resmi ULMWP telah mendaftarkan proposal ke sekretariat MSG di Vanuatu. Maka yang kita lakukan hari ini adalah untuk menyatukan seluruh orang Papua Barat dan ini adalah sosialisasi pertama dan resmi,”

    jelas Jonah, (2/3/2015) di Asrama Rusunawa, Waena, Jayapura..

    Selain itu, Viktor Yeimo, ketua umum KNPB mengatakan, agenda persatuan perjuangan bangsa Papua adalah agenda yang urgen dan agenda yang paling mendesak di dalam perjuangan orang Papua. Oleh karena itu, kita harus bersatu.

    “Kunci orang Papua untuk merdeka adalah persatuan. Persatuan di dalam negeri adalah satu yang diinginkan dan dirindukan oleh masyarakat internasional. Juga persatuan antar pemimpin faksi-faksi perjuangan adalah satu kerinduan orang Papua. Dan para pemimpin bangsa Papua Barat sudah buktikan dan kini sudah bersatu,”

    ungkap Yeimo.

    Dikatakan oleh Yeimo, untuk menjawab kerinduan orang Papua dan masyarakat internsional untuk bersatu sudah diwujudkan. Dan hari ini rakyat papua sudah bersatu dan ada dibawah payung ULMWP.

    Lanjut Yeimo, hari ini secara terbuka, PNWP, WPNCL dan NRFPB membuka sosialisasi. ULMWP bukan saja orang di luar negeri tetapi ULMWP didukung oleh tiga organisasi besar dan seluruh lapisan rakyat Papua Barat oleh karena itu sosialisasi akan mulai dilakukan sejak hari ini ke seluruh wilayah Papua Barat.

    “Kenalkan ULMWP sebagai payung organisasi bersama yang sedang berjuang untuk mendorong perjuangan ditingkat internasional. Oleh karena itu kami harapkan doa dan dukungan dari seluruh pihak untuk masuk sebagai anggota MSG,”

    harap Yeimo.

    Selain itu, Willem Rumasep dari NFRPB mengatakan, hari ini dideklarasikan kepada rakyat Papua Barat tentang hasil kesepakatan yang dilakukan di Vanuatu pada bulan November lalu.

    “Nantinya, tiga organisasi besar ini akan melakukan sosialisasi di seluruh tanah Papua Barat dengan gaya dan caranya masing-masing. Untuk memberitahukan kepada rakyat Papua Barat bahwa saat ini orang Papua harus bersatu dalam ULMWP,”

    katanya.

    Wakil ketua PNWO, Ronsumbre mengatakan, apa yang akan diwujudkan oleh tiga komponen perjuangan untuk mewujudkan persatuan diantara seluruh orang Papua Barat adalah akan bukti keinginan hati nurani rakyat Papua Barat.

    “Hati nurani rakyat Papua Barat yang akan membuktikan persatuan itu. Jadi kalau informasi yang kami sampaikan bahwa masyarakat internasional menghendaki bersatu. Dan rakyat Papua menyatakan hari ini kami bersatu dan keinginan kami adalah satu, yaitu merdeka sebagai bangsa. Itu adalah kongkrit dari persatuan orang Papua hari ini,”

    ujarnya.

    Untuk diketahui, PNWP, WPNCL dan NRFPB telah bersatu di Saralana, Vanuatu dan melahirkan ULMWP. Setelah bersatu, mereka telah menyatakan untuk mengajukan kembali aplikasi ke MSG melalui ULMWP. (Arnold Belau)

  • Benny Wenda: Pertemuan ini Akan Berakhir Sesuai Harapan

    Sekretaris-Jenderal Dewan Musyawarah Masyarakat Adat (DeMMAK), tuan Benny Wenda pada tanggal 3 Desember 2014 saat dihubungi PMNews menyatakan pertemuan ini akan berakhir sesuai harapna, iaut akan mengangkat Secretary-General dan Spokesperson, karena masing-masing organisasi yang sudah ada dan berjuang untuk Papua Merdeka adalah modal yang tidak dapat dibubarkan. Yang harus dilakukan ialah penyatuan program dan langkah-langkah perjuangan. Sedangkan kita semua satu dalam tujuan dan cita-cita.

    Hal tersebut dikatan Tuan Wenda menjawab pertanyaan PMnews menyangkut hasil yang akan didapatkan dari Workshop yang diselenggarakan oleh Gereja di Vanuatu, dan didukung sepenuhnya secara militer, sipil dan politik oleh masyarakat, tentara dan pemerintah Republik Vanuatu.

    Dalam upacara resmi pada tanggal 1 Desember 2014, para Kepala Suku di Vanuatu memberikan hadiah khusus benda budaya salah satu suku di Vanuatu dan sesudahnya memerintahkan Benny Wenda untuk digotong beralaskan satu ekor babi yang telah disembelih untuk upacara adat pada saat peringatan HUT Hari Besar bangsa Papua tahun ini.

    Benny Wenda bukan orang baru bagi para ni-Vanuatu. Beliau pernah menyelenggarakan sebuah Konferensi Kepala-Kepala Suku Melanesia pertama pada 28 Deesmber 2013 – 1 Januari 2014 di Republik Vanuatu, di mana beliau juga sudah pernah diberi mandat oleh para Kepala Suku di Vanuatu bersama dengan Jurubicara DeMMAK, Mr. Amunggut Tabi, yang kini diberi tugas sebagai Secretary-General Tentara Revolusi West Papua oleh Panglima Tertinggi Komando Revolusi, Gen. TRWP Mathias Wenda. Mereka berdua ditemani oleh Sekretaris I dan Sekretaris II Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPN PB – OPM) Maj. Hans Karoba dan Brig. Gen. Abumakarak Wenda.

    Selama 6 bulan mereka berada di Vanuatu dan melakukan lobi, kampanye serta pertemuan dengan fokus utama kepada membangun dukungan di tingkat masyarakat adat.

    Selanjutnya Benny Wenda dalam pertemuan ini dimintakan oleh para Kepala Suku Vanuatu untuk berbicara lebih banyak tentang perjuangan Papua Merdeka, walaupun pada awalnya beliua memilih diam karena sudah banyak orang Papua yang hadir dan mengkleim diri sebagai pejuang dan pendahulu dalam membangun jaringan di Vanuatu. Mendengar desakan dari para Kepala Suku Vanuatu lalu Benny Wenda menceritakan apa yang pernah terjadi 10 tahun lalu, dan semua peserta terkejut bahwa fondasi dukungan perjuangan Papua Merdeka bukan dimulai tahun 2006, 2010, 2012, tetapi sepuluh tahun lalu.

    Masih menurut Wenda, pertemuan ini sangat alot, karena masing-masing organisasi yang masuk masih mempertahankan ego identitas dan kepemimpinan mereka. Sudah diusahakan untuk bersatu tetapi semua pihak sulit mengendalikan diri. Akhirnya pertemuan ditunda karena larut malam, dan akan disambung besok, tanggal 3 Desember.

    Menurut Wenda sebagian utusan besok akan diputuskan apa yang harus dilakukan setelah pertemuan ini, bagaiman aformat organisasi, apa nama organisasi dan kalau Tuhan berkehendak, siapa yang dipercayakan sebagai Sekretaris Jenderal dan Jurubicara. Katanya semua organisasi perjuangan yang ada tidak harus dibubarkan atau disakukan, tetapi hanya ditunjuk orang-orang untuk memimpin semua pihak bersatu mengajukan permohonan kepada MSG kembali.

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?